Anda di halaman 1dari 12

National Health Accounts (NHA) di Indonesia

1.1 Definisi Nasional Health Accounts (NHA)


National Health Accounts (NHA) adalah salah satu alat strategis suatu negara untuk pencatatan arus
dana belanja kesehatan secara komprehensif dalam sistem kesehatan suatu negara untuk periode satu
tahun, mencakup aliran sumber dana kesehatan, mekanisme pendanaan, institusi pengelola dana,
penyedia layanan, serta penggunaan belanja tersebut. Tim NHA di bawah koordinasi Pusat
Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (PPJK) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berkolaborasi
dengan Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan dari Lembaga Pelayanan dan Pengabdian
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (PKEKK LPPKM FKM
UI) telah melakukan penyusunan estimasi Total Belanja Kesehatan – TBK (Total Health Expenditures
– THE) secara rutin termasuk estimasi serial TBK dari tahun 2012 hingga tahun 2019 dengan
metodologi terstandar yang mengacu pada kerangka System of Health Accounts (SHA) 2011.
PPJK Kemenkes telah membangun kerja sama, baik di lingkungan internal Kemenkes maupun lintas
Kementerian dan Lembaga (K/L) untuk menyederhanakan proses pengumpulan data publik-swasta
guna mendukung penyusunan NHA. Kerja sama dengan berbagai satuan kerja internal di Kemenkes,
Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, BPJS Kesehatan, dan BPJS Ketenagakerjaan
menghasilkan data publik yang semakin tepat waktu untuk mendukung penyusunan NHA T-1.
Peningkatan kapasitas kepada tim NHA – PPJK Kemenkes juga terus dilakukan melalui training,
workshop dan pendampingan dari tim NHA – PKEKK LPPKM FKM UI sehingga kegiatan produksi
untuk skema publik, khususnya skema Kemenkes tahun 2019, sudah dapat dilakukan oleh PPJK
Kemenkes.
Dukungan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), dan Asosiasi
Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), dan Admedika dalam penyediaan data asuransi kesehatan swasta
juga semakin komprehensif dan rinci. Dukungan dan kontribusi krusial juga diperoleh dari Badan
Pusat Statistik (BPS) untuk penyediaan olahan data yang mendukung estimasi belanja sektor swasta.
Sebagai contoh, penyediaan olahan data Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (PKRT) yang
digunakan untuk estimasi besaran OOP dan hasil Survei Sosio Ekonomi Nasional (Susenas) untuk
estimasi struktur komponen OOP, olahan data hasil Survei Khusus Lembaga Non-Profit (SKLNP)
digunakan untuk estimasi besaran LNPRT, dan Survei Khusus Perusahaan Swasta digunakan untuk
estimasi besaran Skema Korporasi. Estimasi skema korporasi juga didukung oleh Kementerian
Ketenagakerjaan dan BPJS Ketenagakerjaan dalam penyediaan olahan data jumlah tenaga kerja dan
perusahaan serta data pendukung lainnya.
Data yang terkumpul dikonsolidasikan sehingga menghasilkan gambaran belanja kesehatan yang
lengkap dan menghindari terjadinya penghitungan ganda. Total Belanja Kesehatan (TBK) yang
diestimasi mencakup belanja kesehatan operasional (Current Health Expenditure/CHE), belanja
pembentukan modal mencakup belanja barang modal, belanja riset dan belanja pendidikan tenaga
kesehatan pada skema publik. Estimasi pendanaan ini mengikuti tahun fiskal pemerintah.
Hasil estimasi TBK pada tahun 2019 adalah sebesar Rp490,3 triliun (CHE sebesar Rp459,9 triliun dan
belanja pembentukan modal sebesar Rp30,4 triliun), meningkat sebesar 8,0 persen dari tahun
sebelumnya. Total belanja kesehatan ini mewakili hanya 3,1 persen dari Produk Domestik Bruto/PDB
(CHE sebesar 2,9 persen dan belanja pembentukan modal sebesar 0,2 persen dari PDB). Rata-rata
belanja kesehatan per kapita meningkat substantial menjadi Rp1,8 juta/kapita/tahun di tahun 2019
(dari Rp1,1 juta/kapita/tahun di tahun 2012).
Terjadi peningkatan kontribusi pendanaan skema publik yang mewakili sebesar 52,1 persen dari TBK.
Peningkatan tersebut didorong oleh peningkatan belanja skema pemerintah daerah dan skema Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN). Belanja skema pemerintah daerah meningkat dari tahun ke tahun vi dan
mencapai Rp111,6 triliun pada tahun 2019, sementara belanja skema JKN mencapai Rp113,3 triliun.
Belanja skema pemerintah daerah didominasi oleh sumber dana transfer, termasuk dana DAK. Rata-
rata serapan dana DAK di daerah hanya sekitar 80%.
Dengan besarnya kontribusi belanja skema pemerintah daerah, terdapat tantangan bagi pemerintah
dalam memastikan skema pemerintah daerah sebagai ujung tombak pelaksana layanan kesehatan
dapat memperbaiki output dan outcome kesehatan. Tantangan lainnya adalah bagaimana strategi
untuk menyelesaikan permasalahan Public Financial Management (PFM) di tingkat subnasional, baik
perencanaan, pelaksanaan, maupun monitoring anggaran kesehatan.
Penyelenggaraan skema JKN menyebabkan perubahan pola belanja kesehatan, yang telah
menurunkan porsi belanja OOP terhadap TBK seiring dengan perluasan cakupan kepesertaan JKN
(83.86% terhadap populasi Indonesia tahun 2019).1 Kendati demikian, penyelenggaraan skema askes
sosial yang bersifat wajib bagi seluruh karyawan perusahaan tidak diikuti dengan penurunan belanja
skema korporasi (mekanisme reimburse/kerja sama faskes/kepemilikan faskes, dll). Selain itu, skema
askes swasta juga tetap berkembang di era JKN yang menandakan peningkatan pembiayaan skema
JKN sebagai askes sosial tidak menghambat pasar askes swasta.
Mayoritas belanja kesehatan non-publik dibiayai oleh rumah tangga (skema OOP) dengan proporsi
67,1 persen dari belanja skema non-publik. Belanja kesehatan skema OOP masih tinggi walaupun
trennya menurun. World Health Organization2 menyebutkan batas ideal proporsi OOP secara makro
adalah ≤20% dari TBK. Pada tingkat rumah tangga, hasil olahan Susenas Maret 2019 menunjukkan
penurunan belanja OOP terjadi pada semua kuintil (lapisan ekonomi masyarakat). Proporsi penurunan
OOP pada rumah tangga yang memiliki jaminan kesehatan JKN lebih tinggi dibanding rumah tangga
yang tidak memiliki jaminan kesehatan.3 Hal ini mengindikasikan program JKN telah memberikan
proteksi risiko keuangan rumah tangga akibat sakit.
Hasil Health Accounts juga dapat digunakan sebagai input untuk mengukur efisiensi dan efektivitas
belanja kesehatan. Hasil NHA 2019 menunjukkan sebagian besar belanja kesehatan digunakan untuk
memperoleh layanan rumah sakit (55,7 persen dari TBK) yang sifatnya pengobatan akibat sakit
karena pola deteksi dini belum berjalan optimal, yang dapat ditandai dengan rendahnya belanja untuk
layanan deteksi dini. Sementara belanja di fasilitas kesehatan tingkat pertama di puskesmas & klinik
swasta sebesar 23,7 persen dari TBK.
Luaran NHA lainnya di tahun 2019 adalah analisis belanja kesehatan menurut jenis penyakit (disease
accounts) yang mencakup seluruh belanja skema publik (skema kemenkes, K/L lain, subnasional, dan
JKN). Keterbatasan dalam metodologi masih dihadapi karena ketersediaan informasi rincian data
pada skema kemenkes, K/L lain, dan subnasional. Saat ini ada reformasi oleh Kementerian Keuangan
dan Kementerian Dalam Negeri dalam upaya sinkronisasi penganggaran antara program pusat dan
daerah, termasuk upaya keseragaman nomenklatur. Hal ini tentunya akan memudahkan
pengklasifikasian ke dalam akun penyakit di periode berikutnya. Komunikasi, kerjasama dan
dukungan dengan pemangku kepentingan tersebut perlu ditingkatkan, sehingga terjadi perbaikan
kualitas analisis dan peningkatan kredibilitas hasil NHA.
Berdasarkan hasil disease accounts pada skema publik di tahun 2019, terdapat sekitar Rp97,9 triliun
(sekitar 38,3 persen dari TBK pada skema pembiayaan publik) digunakan untuk belanja program atau
penyakit yang diprioritaskan dalam RPJMN. Belanja tersebut sebagian besar digunakan untuk
kelompok Penyakit Tidak Menular (PTM) yang mencapai Rp56,7 triliun, diikuti dengan belanja pada
kelompok penyakit menular sebesar Rp20,3 triliun, program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta
Kesehatan Reproduksi (Kespro) sekitar Rp19,1 triliun, dan program gizi sekitar Rp1,8 triliun. vii
Intervensi pencegahan diperlukan untuk mengendalikan dan menurunkan prevalensi serta beban
belanja kesehatan akibat PTM. Investasi pencegahan melalui skrining deteksi dini tidak hanya
meningkatkan kesehatan, tetapi juga berkontribusi terhadap kesejahteraan melalui perlindungan sosial
dan finansial akibat sakit. Penguatan pendanaan untuk layanan di FKTP serta pendanaan layanan
preventif ini akan membangun sistem layanan kesehatan semakin kokoh terhadap peningkatan kasus
PTM dan berbagai kejadian tidak terduga termasuk adanya pandemi Covid-19. Investasi pencegahan
pada penyakit tidak menular dan penyakit menular menjadi penting karena dapat memberikan nilai
retur yang lebih besar dari yang diinvestasikan.
Gambaran belanja kesehatan yang dipotret dalam dokumen NHA disiapkan untuk memenuhi
kepentingan nasional dan internasional. Untuk kepentingan nasional, digunakan sebagai indikator dari
kegiatan “Pengembangan Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan” dengan sasaran dihasilkannya bahan
kebijakan teknis pengembangan pembiayaan kesehatan dan JKN, kemudian untuk pembaharuan data
pembiayaan kesehatan di Profil Kesehatan Indonesia. Selain itu, juga digunakan sebagai data
pendukung dalam analisis Kebutuhan Dasar Kesehatan (KDK), analisis pembiayaan untuk skrining
penyakit tidak menular, dan analisis belanja kesehatan menurut akun belanja sebagai data pendukung
untuk penganggaran Kemenkes tahun 2022. Sementara untuk kepentingan internasional, potret
belanja kesehatan Indonesia juga digunakan sebagai bahan untuk pembaharuan data profil Indonesia
pada Global Health Expenditure Database (GHED) di situs WHO. Kedepan, penyusunan NHA
diharapkan dapat diselesaikan dalam waktu T-1, namun data yang dibutuhkan masih belum didukung
sistem informasi yang dapat diakses secara otomatis dan tersedia tepat waktu. Untuk itu dibutuhkan
dukungan dan kerjasama dari berbagai pemangku kepentingan terkait yang memiliki data pendukung
untuk penyusunan NHA. Rencana ke depan, akan diinisasi dan dibangun interoperabilitas sistem
informasi di bawah Digital Transformation Office (DTO) Pusdatin Kemenkes untuk menjajaki agar
terjadi otomatisasi data pendukung penyusunan NHA.
1.2 Batasan Akun Kesehatan
Setiap negara memiliki perbedaan dalam hal pembiayaan dan penyelenggaraan sistem
pelayanan kesehatan, serta cakupan barang dan jasa kesehatan yang dikonsumsi. Oleh karena itu,
dalam perspketif internasional sangat diperlukan standar umum dengan penetapan batasan pada sistem
dan ruang lingkup pelayanan kesehatan dalam mencatat pengeluaran kesehatan. Dengan demikian,
data antar-negara komparabilitas atau dapat dibandingkan satu sama lain (PHRplus, 2004).
Sistem Akun Kesehatan 2011 (SHA 2011) bertujuan untuk memberikan standar
klasifikasi pengeluaran kesehatan dan menjadi pedoman serta dukungan metodologi dalam
memproduksi akun kesehatan. Secara lebih spesifik, maksud dan tujuan dari Sistem Akun Kesehatan
2011 adalah sebagai berikut:
1. Menyediakan suatu kerangka kerja atas angka agregat yang relevan untuk perbandingan
pengeluaran kesehatan secara internasional.
2. Menyediakan suatu alat yang dapat dikembangkan oleh setiap negara untuk menghasilkan data
yang dapat digunakan dalam memonitor dan menganalisis sistem kesehatan.
3. Menetapkan batasan-batasan internasional atas pelayanan kesehatan untuk menelusuri pengeluaran
pada level konsumsi.
Untuk dapat memahami konsep akun kesehatan, terdapat empat kriteria utama yang telah ditetapkan
untuk menentukan apakah suatu kegiatan dapat disertakan dalam perhitungan akun kesehatan.
1. Tujuan utama dari aktivitas tersebut adalah untuk meningkatkan, mempertahankan, atau mencegah
menurunnya status kesehatan individu, kelompok penduduk, atau populasi keseluruhan, serta untuk
mengurangi konsekuensi sakit (masalah kesehatan).
2. Fungsi layanan kesehatan dilakukan oleh para pakar yang memiliki kualifikasi pengetahuan dan
keterampilan dalam hal medis atau pelayanan kesehatan, ataupun dilaksanakan di bawah bimbingan
orang-orang yang memiliki pengetahuan terkait, atau fungsi bidang yang terkait dengan tata kelola
(manajerial), administrasi sistem kesehatan, dan pembiayaan kesehatan.
3. Konsumsi ditujukan sebagai konsumsi akhir oleh penduduk atas barang dan jasa pelayanan
kesehatan.
4. Terjadi transaksi atas barang dan jasa pelayanan kesehatan.
Batasan konsep perhitungan akun kesehatan adalah pada konsumsi akhir (final consumption).
Konsumsi akhir adalah barang atau jasa pelayanan yang dihasilkan dan diimpor dalam suatu wilayah
perdagangan yang kemudian digunakan oleh penduduk suatu negara, baik untuk memenuhi kebutuhan
individu maupun kolektif. Dengan kata lain, akun kesehatan berfokus pada barang dan jasa pelayanan
kesehatan yang hanya dikonsumsi oleh penduduk setempat. Oleh karena itu, ekspor atas barang dan
jasa pelayanan kesehatan tidak disertakan dalam perhitungan. Selain itu, terdapat beberapa kondisi
konsumsi pada fungsi layanan, penyedia layanan, dan skema layanan yang juga dianggap berada di
luar batasanbatasan akun kesehatan, yaitu:
1. Jika pengguna pelayanan kesehatan adalah bukan penduduk suatu negara, produk tersebut dianggap
sebagai ekspor.
2. Jika digunakan oleh penyedia pelayanan kesehatan lainnya, seperti institusi pendikan dan pelatihan
kesehatan, institusi penelitian dan pengembangan, dan sebagainya, barang atau jasa pelayanan
kesehatan tersebut dianggap sebagai faktorfaktor penyediaan (provision factors) atau konsumsi
lanjutan (intermediate consumption);
3. Jika disimpan untuk pemakaian masa mendatang, barang pelayanan kesehatan tersebut dianggap
sebagai barang inventaris atau stok barang.
Batasan waktu lainnya adalah perbedaan antara kapan kegiatan pelayanan kesehatan dilakukan dan
kapan terjadinya transaksi untuk membayar kegiatan tersebut. Konsumsi pelayanan kesehatan yang
masuk ke batasan akun kesehatan adalah yang berdasarkan waktu pelaksanaan pelayanan kesehatan,
bukan berdasarkan waktu pembayaran transaksi pelayanan kesehatan yang sudah diberikan. Metode
ini dalam akuntansi dikenal dengan metode akuntansi akrual (accrual). Hal ini biasanya terjadi pada
layanan kesehatan yang menggunakan skema asuransi kesehatan yang memiliki tenggat waktu atau
masa pengajuan dan pembayaran klaim pelayanan kesehatan. Contohnya adalah pelayanan kesehatan
yang telah diberikan oleh rumah sakit pada pasien yang memiliki asuransi kesehatan pada Desember
2020. Kemudian rumah sakit tersebut baru menerima pembayaran klaim di Januari 2021. Jadi, klaim
tersebut dihitung sebagai konsumsi pada periode 2020.

1.3 Komponen National Health Account (NHA)


Kerangka sistem kesehatan yang dijelaskan oleh Organisasi Kesehatan Dunia didefinisikan sebagai
terdiri dari semua organisasi, lembaga, sumber daya dan orang-orang yang utama tujuannya adalah
untuk meningkatkan kesehatan (WHO, 2000). Empat komponen atau fungsi dalam kerangka ini
sangat penting untuk mencapai tujuan akhir, yang juga berfungsi sebagai standar yang kinerja pada
akhirnya diukur:
1. Pemerintah(Governance) : pengawasan sistem termasuk pembuatan kebijakan dan regulasi
yang tepat dan pemantauan;
2. Resource Generaton: investasi personil serta masukan dan teknologi kunci (Manusia, fisik,
dan pengetahuan);
3. Sumber daya manusia(Human resources): investasi, dan penyediaan, tenaga kerja kesehatan
berkinerja baik;
4. produk medis dan teknologi: produksi dan penyediaan barang medis hemat biaya, farmasi dan
pengetahuan;
5. Barang modal: investasi tetap dan lain jenis modal yang akan digunakan dalam kesehatan di
masa depan
6. Pembiayaan: meningkatkan pendapatan bagi kesehatan, penyatuan sumber daya dan jasa
pembelian; pengiriman Service (ketentuan): "kombinasi input ke dalam proses produksi
layanan yang
7. memberikan intervensi kesehatan kepada individu atau masyarakat; bertujuan memproduksi
yang terbaik dan paling efektif campuran layanan pribadi dan non-personal, dan pengambilan
mereka dapat diakses "(WHO, 2005a). (SHA:2011)

1.4 Tujuan dan Manfaat National Health Account (NHA)


Tujuan National Health Account
1. Mengukur alur pengeluaran yang ada ditingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten sehingga
pembiayaan kesehatan ditahun yang akan dating dapat diproyeksikan secara tepat sasaran dan tepat
manfaat (Kemenkes RI, 2013).
2. Meningkatkan stewardship system kesehatan yaitu menjamin akuntabilitas dalam kegiatan
pembangunan kesehatan yang responsive terhadap kebutuhan kesehatan penduduk.
Manfaat NHA
Manfaat besar dari adanya National Health Accounts adalah identifikasi area intervensi kesehatan,
mengusulkan intervensi pembiayaan kesehatan sesuai
kebutuhan, memonitor dan mengevaluasi intervensi serta mengurangi kemungkinan pengeluaran
kesehatan yang tidak disesuai kebutuhan dan kebijakan.
Peran Pengorganisasian National Health Account (NHA)
A. Fungsi Utama, yaitu peran atau kegiatan dasar yang menjadi tanggung jawab
NHA (PMPK FK UGM - Badan PSDM Kemenkes RI, 2011).
a. Pengumpulan data
b. Manajemen data
c. Bank Data
d. Analisis Output NHA
e. Diseminasi hasil/output NHA
B. Fungsi tambahan adalah peranan atau tugas yang dilakukan pengorganisasian
NHA sebagai pelengkap fungsi utama (PMPK FK UGM - Badan PSDM
Kemenkes RI, 2011).
a. Clearing house
b. Rujukan terhadap inventory
c. Fungsi asistensi teknis kepada institusi lain mengenai NHA
d. Seminar hasil NHA
C. Penunjang/Fungsi Manajemen merupakan kegiatan atau tugas mengenai
kegiatan manajemen dalam pengorganisasian NHA agar tujuan utama diadakan
NHA dapat tercapai (PMPK FK UGM - Badan PSDM Kemenkes RI, 2011).
a. Administrasi Umum
b. Koordinasi dan jejaring (networking) dengan sumber-sumber data
c. Koordinasi dan jejaring dengan analist Health Account

Secara umum Health Account adalah proses pencatatan, analisis dan pelaporan belanja kesehatan.
Health Account bisa dilakukan dalam skala nasional
(NHA = National Health Account), dapat pula dilakukan di tingkat Provinsi (PHA Provincial Health
Account) dan ditingkat Kabupaten/Kota (DHA = District Health Account). NHA yang terbatas
padasumber pembiayaan Pemerintah kadang-kadang juga disebut ”Public Expenditure Review”
(PER). Menurut Charu C. Garg(2007) NHA adalah suatu kerangka akuntansi yang menggambarkan
seluruh pengeluaran untuk kesehatan (termasuk dari pemerintah /publik, swasta dan donor) di suatu
negara selama satu tahun. Perhitungan NHA menggunakan konsep yang standar dalam
mendefinisikan batasan pengeluaran kesehatan dan mengikuti klasifikasi perhitungan kesehatan
secara internasional (ICHA : International classifications for health accounts) untuk klasifikasi
transaksi dengan karakteristik yang sama (Bappenas, 2009). Dalam ICHA ada empat dimensi NHA
yang penting yaitu :
1. Financing sources, sumber pembiayaan termasuk pemerintah dan non pemerintah;
2. Financing agent, institusi yang mengelola danakesehatan termasuk berbagai lembaga
pemerintah, swasta, asuransi, LSM, rumah tangga;
3. Providers: lembaga yang menerima dana untuk menyediakan dan menyelenggarakan
program dan pelayanan kesehatan, termasuk milik pemerintah, swasta, LSM serta rumah
tangga
4. Functions, yaitu jenis program atau intervensi atau kegiatan yang merupakan peruntukan
penggunaan biaya kesehatan
Alur Health Account
Alur aliran dana dapat ditelusuri menurut sumber (dana berasal dari mana), mengalir ke institusi mana
(agen pendanaan), siapa yang menggunakan dana tersebut (provider/pelaksana kegiatan), untuk
fungsi-fungsi dan komponen apa saja, dan akhirnya siapa penerima manfaat.
Pemahaman tentang alur dana sangatlah penting agar kita dapat mengetahui secara akurat besaran
dana kesehatan secara keseluruhan, tidak duplikasi atau double counting atau mungkin overestimate
ataupun underestimate. Demikian juga kita dapat mengetahui ke mana dana mengalir, apakah
menyentuh beneficiary yang ditargetkan atau hanya dinikmati aparat birokrat saja atau fungsi
manajemen menyerap dana berlebihan, serta apakah program yang dianggap prioritas mendapatkan
porsi dana yang cukup.

NHA dan Pwmbiayaan Kesehatan di Indonesia


Data dan analisis tentang situasi pembiayaan kesehatan di Indonesia mengungkapkan beberapa
masalah pembiayaan yang sangat mempengaruhi kinerja pembangunan/program kesehatan. Pertama,
belanja kesehatan nasional relatif rendah, terutama belanja pemerintah untuk kesehatan lebih rendah
dari pada jumlah normatif seperti disarankan oleh lembaga-lembaga internasional. Pada tahun 2002
diperkirakan anggaran kesehatan pemerintah untuk kesehatan adalah US$ 1.7/kapita. Berangsur-
angsur terjadi kenaikan belanja kesehatan pemerintah sehingga pada tahun 2006 mencapai US$
6.92/kapita. Jumlah ini jauh dari perkiraan normatif yang disampaikan oleh Bank Dunia, yaitu sebesar
US$ 12/kapita, yang terdiri dari US$ 7.5/kapita untuk pelayanan kesehatan klinis esensial dan US$
4.5/kapita untuk program kesehatan masyarakat dasar. Analisis anggaran kesehatan pemerintah di
sejumlah 15 kabupaten/kota pada tahun 2002 juga menunjukkan angka yang rendah, yaitu berkisar
antara US$ 0.33 sampai US$ 2.81/kapita. Apabila dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto
(PDB) pada tahun 2006 hanya rata-rata 2,7%, hal ini masih dari anjuran Organisasi Kesehatan
Sedunia yakni paling sedikit 5% dari PDB per tahun. Selanjutnya analisis biaya kesehatan di 10
Kabupaten/Kota di Sulawesi Tengah pada tahun 2004 menunjukkan angka yang sudah mendekati
saran Bank Dunia diatas, yaitu rata-rata US$ 13.06/kapita (rentang antara US$ 7.12 sampai US$
15.87/kapita). Walaupun angka rata-rata kabupaten/kota di Sulawesi Tengah tersebut relatif tinggi,
38% dari jumlah tersebut berasal dari pusat (JPKMM, dana Dekon, PHLN).
Masalah berikutnya, disinyalir sebagian besar anggaran tersebut terpakai untuk gaji dan belanja fisik.
Pola alokasi dan utilisasi anggaran demikian menyebabkan program kesehatan mengalami
ketidakcukupan anggaran operasional. Keadaan ini berpengaruh besar terhadap kinerja
program/pelayanan di lapangan/masyarakat. Perbaikan indikator kinerja yang melekat pada penduduk
(beneficiary) sangat ditentukan oleh kecukupan biaya operasional tersebut.

Sinyalemen lain adalah pola “pyramida terbalik” dalam anggaran kesehatan, yaitu belanja yang
berlebihan untuk kegiatan penunjang (pendidikan, pelatihan, pertemuan, lokakarya) yang
diselenggarakan oleh jenjang administrasi lebih tinggi, sedangkan belanja pada jenjang yang lebih
bawah berkekurangan dibandingkan dengan kebutuhan. Padahal perubahan-perubahan riil dalam
indikator kinerja dan status kesehatan adalah hasil dari kegiatan langsung yang dilaksanakan oleh
jajaran administrasi dan pelayanan ditingkat yang lebih bawah (Dinas Kesehatan, RSU, Puskesmas,
dll).Berikutnya adalah masalah “substitusi”, yaitu kecenderungan daerahmengurangi alokasi APBD
untuk kesehatan apabila ada dana bantuan PHLN atau hibah atau alokasi APBN. Akibatnya, tambahan
dana dari sumber bantuan dan pusat tersebut tidak meningkatkan anggaran kesehatan secara
total.Gambaran masalah-masalah pembiayaan kesehatan seperti diuraikan diatas diketahui dari
analisis biaya kesehatan semacam health account yang dilakukan secara partial dan insidental di
beberapa daerah. Di beberapa daerah gambaran pembiayaan kesehatan tersebut telah disampaikan
dalam kegiatan advokasi, dengan sasaran pemerintah daerah dan lembaga legislatif setempat.
Beberapa pemerintah daerah ternyata menunjukkan repsons positif, yaitu peningkatan alokasi untuk
kesehatan. Bahkan peningkatan alokasi tersebut difokuskan pada masalah kesehatan tertentu yang
menjadi prioritas, atau difokuskan pada peningkatan biaya operasional untuk kegiatan di lapangan.
Uraian diatas adalah beberapa contoh tentang manfaat health account untuk meningkatkan sistem
pembiayaan kesehatan.

REFERENSI
1. BPJS Kesehatan. Laporan Pengelolaan Program Dan Laporan Keuangan Jaminan Sosial Kesehatan
Tahun 2019. Jakarta Indonesia; 2020.
2. Jowett M, Cylus J, Brunal MP, Flores G. Spending targets for health: no magic number. Heal
Financ Work Pap No 1. 2016;(1):1-34.
3. Soewondo P, Maulana N, Adani N, Limasalle P, Pattnaik A. Pengaruh JKN Dalam Menurunkan
Pengeluaran Out-of-Pocket ( OOP ) Rumah Tangga. Jakarta Indonesia; 2020.
4. Badan Pusat Statistik (BPS). Profil Penduduk Indonesia Hasil SUPAS 2015. Jakarta Indonesia;
2015.
5. Badan Pusat Statistik (BPS). Peta Jalan SDGs Indonesia Menuju 2030. Jakarta Indonesia; 2019.
6. Peraturan Presiden Republik Indonesia No 18 tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional tahun 2020-2024.
7. BKKBN, Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Kesehatan. Survei Demografi Dan Kesehatan
Indonesia 2012. Jakarta Indonesia; 2013.
8. Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME). Global Burden Disease: Indonesia.
http://www.healthdata.org/indonesia. Accessed May 22, 2021.
9. WHO. Toolkit on Monitoring Health System Strengthening: Health System Financing. Geneva;
2008.
10. WHO.MHealth Financing. https://www.who.int/health-topics/health financing#tab=tab_1.
Accessed May 22, 2021.
11. Peraturan Presiden. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 Tentang Sistem Kesehatan
Nasional. Jakarta Indonesia: Peratura Presiden; 2021.
12. Poullier JP, Hernandez P, Kawabata K. National Health Accounts : Concepts, Data Sources and
Methodology. WHO Bull. 2002:1-25.
https://www.who.int/healthaccounts/documentation/en/NHA_concepts_datasources_methodology.pdf
%0Ahttps://www.who.int/he
alth-accounts/documentation/en/NHA_concepts_datasources_methodology.pdf?ua=1.
13. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (PPJK) Kementerian Kesehatan RI. National Health
Accounts Indonesia Tahun 2018. Jakarta Indonesia; 2020. http://ppjk.kemkes.go.id/sys_syweb_page?
q=blog&ctg=unduhan-lainnya&id=97.
14. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun
2020 Tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024. Vol 3.; 2020:54-67.
15. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019. Jakarta Indonesia:
Kementerian Kesehatan RI; 2020.
16. WHO. Global Health Expenditure Database.
https://apps.who.int/nha/database/ViewData/Indicators/en. Accessed July 15, 2021.
17. OECD E and WHO. A System of Health Accounts 2011. Paris: OECD Publishing; 2017.
doi:10.1787/9789264270985-en
18. OECD. Capital expenditure in the health sector. In: Health at a Glance 2017: OECD Indicator.
Paris, France: OECD Publishing; 2017:144-145.
19. World Bank. GDP deflator (base year varies by country) - Indonesia.
https://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.DEFL.ZS?locations=ID. Accessed April 29, 2021.
20. WHO. Tuberculosis. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/tuberculosis. Accessed
May 22, 2021. 48
21. WHO. The World Health Report: Health Systems Financing— The Path to Universal Coverage.
Geneva; 2010.
22. McIntyre D, Meheus F. Fiscal space for domestic funding of health and other social services.
Working Papers.
23. Stenberg K, Hanssen O, Edejer TT-TT, et al. Financing transformative health systems towards
achievement of the health Sustainable Development Goals: a model for projected resource needs in 67
low-income and middle-income countries. Lancet Glob Heal. 2017;5(9):e875-e887.
doi:10.1016/S2214-109X(17)30263-2
24. World Bank. Official exchange rate (LCU per US$, period average) - Indonesia.
https://data.worldbank.org/indicator/PA.NUS.FCRF?locations=ID. Accessed April 29, 2021.
25. Bappenas; BPS; UNFPA. Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035. Jakarta Indonesia: Badan
Pusat Statistik; 2013.
26. Kementerian Keuangan RI. Informasi APBN 2019. Jakarta Indonesia; 2019.
27. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2015 Tentang
Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan, Serta Saran Dan Prasarana
Penunjang Subbidang Sarpras Kesehatan Tahun Anggaran 2016. Indonesia; 2015.
28. Badan Pusat Statistik (BPS). Survei Sosial Ekonomi Nasional 2018.; 2019.
29. Survei Sosial Ekonomi Nasional 2019.; 2020.
30. CHEPS UI. Public Expenditure Tracking for National Health Priority Programs. Depok,
Indonesia; 2018.
31. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2019 Tentang Petunjuk
Operasional Penggunaan Dana Alokasi Khusus Fisik Bidang Kesehatan Tahun Anggaran 2019.
Indonesia; 2019.
32. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Petunjuk
Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Nonfisik Bidang Kesehatan. Indonesia; 2019.
33. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 61 Tahun
2017 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaaan Dana Alokasi Khusus Nonfisik Bidang Kesehatan Tahun
Anggaran 2018. Jakarta Indonesia: Kementerian Kesehatan RI; 2017.
34. Kementerian Keuangan RI. Penggunaan, Pemantauan, Dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil
Tembakau. Jakarta Indonesia; 2017.
35. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah. Indonesia
36. WHO. Saving Lives, Spending Less: A Strategic Response to Noncommunicable Disease.
Geneva; 2018.
37. Bappenas. Tujuan 3 - Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals.
http://sdgs.bappenas.go.id/tujuan-3/. Accessed May 21, 2021.
38. Lamontagne E, Over M, Stover J. The economic returns of ending the AIDS epidemic as a public
health threat. Health Policy (New York). 2019;123(1):104-108. doi:10.1016/j.healthpol.2018.11.007
39. Stack ML, Ozawa S, Bishai DM, et al. Estimated economic benefits during the “decade of
vaccines” include treatment savings, gains in labor productivity. Health Aff. 2011;30(6):1021-1028.
doi:10.1377/hlthaff.2011.0382
40. Squires E, Duber H, Campbell M, et al. Health care spending on diabetes in the U.S., 1996–2013.
Diabetes Care. 2018;41(7):1423-1431. doi:10.2337/dc17-1376
41. Kementerian Kesehatan RI. Diskusi Pembiayaan Kesehatan. Jakarta Indonesia; 2019.
42. Kementerian Dalam Negeri. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 90
Tahun 2019 Tentang Klasifikasi, Kodefikasi, Dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan Dan
Keuangan Daerah. Indonesia; 2019. 49
43. Bappenas. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019: Buku I Agenda
Pembangunan Nasional. Jakarta Indonesia: Bappenas; 2014.
44. Bappenas. Matriks Pembangunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024:
Lampiran III. Jakarta Indonesia; 2020.
45. WHO, USAID. WHO Recommendations on Antenatal Care for a Positive Pregnancy Experience.
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/259947/WHO-RHR-18.02-eng.pdf?sequence=1.
Published 2018. Accessed May 25, 2021.
46. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 97 Tahun 2014 Tentang
Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, Dan Masa Sesudah Melahirkan,
Penyelenggaraan Pelayanan Kontrsapesi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual. Indonesia; 2014.
https://kesga.kemkes.go.id/assets/file/pedoman/PMK No. 97 ttg Pelayanan Kesehatan Kehamilan.pdf.
47. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2018. Jakarta Indonesia: Kementerian
Kesehatan RI; 2019.
48. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2013. Jakarta Indonesia; 2014.
49. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta Indonesia;
2014.
50. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar.
Jakarta Indonesia; 2019.
51. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Studi Status Gizi Balita Terintegrasi Susenas
2019. Jakarta Indonesia; 2020. https://persi.or.id/wp-content/uploads/2020/11/event8-02.pdf.
52. Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat. Arah Kebijakan dan Rencana Aksi Program Kesehatan
Masyarakat Tahun 2020-2024. https://persi.or.id/wp-content/uploads/2020/11/pleno2-01.pdf.
Published 2020. Accessed May 21, 2021.
53. Kementerian Kesehatan RI. HKN ke-54, Masyarakat Diminta Waspadai Segala Jenis Penyakit.
https://www.kemkes.go.id/article/view/18111200003/hkn-ke-54-masyarakat-diminta-waspadai-
segalajenis-penyakit.html. Accessed June 18, 2020.
54. BPJS Kesehatan. Buku Panduan Praktis Prolanis (Program Pengelolaan Penyakit Kronis).
55. BPJS Kesehatan. Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 2 Tahun 2019. Indonesia; 2019.
https://www.bpjskesehatan.go.id/bpjs/arsip/detail/1357.
56. BPJS Kesehatan. Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 7 Tahun 2019. Indonesia; 2019.
https://bpjskesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/13f2bb974ccabdd8b2bb65da2cc027e9.pdf
57. Bappenas. Transisi Demografi Dan Epidemiologi: Permintaan Pelayanan Kesehatan Di
Indonesia. Jakarta Indonesia; 2019.
58. Bappenas. The Consolidated Report on Indonesia Health Sector Review 2018: National Health
System Strengthening. Jakarta Indonesia; 2018.
59. Kementerian Kesehatan RI. Eraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun
2019 Tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal
Bidang Kesehatan. Indonesia; 2019.
60. Bappenas. Kajian Sektor Kesehatan: Pembiayaan Kesehatan Dan JKN. Jakarta Indonesia; 2019.

Anda mungkin juga menyukai