Disusun Oleh:
NPM NAMA
01180000016 Bintang Alya Binurika M
01180000001 Mochammad Robi Hidayat
01180000006 Nathasya Echa Indriani
01180000023 Putri Nur Annisa
01180000004 Rika Nurul Azizah
2
Di sisi lain, hasil riset Bank Dunia (2017) menggambarkan kerugian akibat
stunting mencapai 3-11% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Dengan nilai
PDB 2015 sebesar Rp11.000 Triliun, kerugian ekonomi akibat stunting di
Indonesia diperkirakan mencapai Rp300-triliun Rp1.210 triliun per tahun.
Sedangkan pada Balita Stunting (Tinggi Badan per Umur). (1)
ANALISIS KEBIJAKAN
KONTEN KEBIJAKAN
3
mewujudkan sumber daya manusia yang sehat, cerdas, dan produktif, serta
pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan, dilakukan percepatan penurunan
stunting. Namun Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan
Nasional Percepatan perbaikan Gizi belum dapat mengakomodasi upaya
pelaksanaan percepatan penurunan stunting secara efektif sehingga perlu diganti.
Semua peraturan tentang kesehatan merujuk pada UU No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (6)
4
nasional agar bisa turun mencapai 14 % karena Penurunan angka stunting telah
dinyatakan sebagai program prioritas nasional.
5
kelembagaan; peran serta masyarakat; pelaporan; penghargaan; pendanaan;
ketentuan penutup.
3. Provinsi Jawa Tengah
Dituangkan dalam Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 34 Tahun 2019
Tentang Percepatan Pencegahan Stunting di Provinsi Jawa Tengah. Terdapat
11 Bab yang terdiri dari Ketentuan umum; maksud dan tujuan; ruang lingkup;
pelaksanaan 8 aksi konvergensi percepatan pencegahan stunting;
pengorganisasian; koordinasi; penilaian kinerja daerah; Kerjasama
monitoring, evaluasi dan pelaporan; pembiayaan; ketentuan penutup.
KONTEKS
Faktor Situasional
6
kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita stunting di masa
yang akan datang akan mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik
dan kognitif yang optimal.
Kondisi kesehatan dan gizi ibu sebelum dan saat kehamilan serta setelah
persalinan mempengaruhi pertumbuhan janin dan risiko terjadinya stunting.
Faktor lainnya pada ibu yang mempengaruhi adalah postur tubuh ibu (pendek),
jarak kehamilan yang terlalu dekat, ibu yang masih remaja, serta asupan nutrisi
yang kurang pada saat kehamilan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Masa sebelum Hamil, Masa Hamil,
Persalinan, dan Masa sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan
Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehatan Seksual, faktor-faktor yang memperberat
keadaan ibu hamil adalah terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering melahirkan, dan
terlalu dekat jarak kelahiran. Usia kehamilan ibu yang terlalu muda (di bawah 20
tahun) berisiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (BBLR). Bayi BBLR
mempengaruhi sekitar 20% dari terjadinya stunting. Dari sisi asupan gizi, 32%
remaja putri di Indonesia pada tahun 2017 berisiko kekurangan energi kronik
(KEK). Sekitar 15 provinsi memiliki persentase di atas rata-rata nasional. Jika gizi
remaja putri tidak diperbaiki, maka di masa yang akan datang akan semakin
banyak calon ibu hamil yang memiliki postur tubuh pendek dan/atau kekurangan
energi kronik. Hal ini akan berdampak pada meningkatnya prevalensi stunting di
Indonesia.(11)
7
faktor postur tubuh ibu, jarak kehamilan yang terlalu dekat, ibu yang masih
remaja, serta asupan nutrisi yang kurang pada saat kehamilan. (2)
Faktor Struktural
8
kekayaan tertinggi mengalami stunting dimana hal ini menggambarkan bahwa
stunting bukan hanya masalah yang terkait dengan kemiskinan.(10)
Selain itu adanya hubungan antara orang tua yang merokok dengan
kejadian stunting juga disebabkan oleh asap rokok. Asap rokok diperkirakan
mengandung lebih dari 4000 senyawa kimia yang secara farmakologis terbukti
aktif dan beracun yang dapat menyebabkan mutasi (mutagenic) dan kanker
(carcinogenic). Terdapat tiga racun utama dalam rokok yaitu nikotin, tar dan
karbon monoksida menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah apabila terpapar
dalam kurun waktu yang lama. kadar nikotin yang terkandung dalam rokok dapat
menyebabkan gangguan kesehatan pada sistem respirasi dan menimbulkan
komplikasi juga pada organ lainnya. Paparan timbal juga akan mempengaruhi
kesehatan ibu hamil dan janinnya, yang nantinya akan mempengaruhi berat badan
bayi saat dilahirkan. perilaku merokok pada orangtua terutama ayah akan
mempengaruhi proses pertumbuhan dari anak baik secara langsung maupun tidak
langsung. Kebiasaan untuk mengkonsumsi rokok akan menyebabkan anak
terpapar kandungan zat kimia yang berbahaya dari rokok yang akan menghambat
pertumbuhan. Biaya untuk membeli rokok juga akan mengurangi biaya untuk
pemenuhan kebutuhan belanja dalam rumah tangga sehingga asupan gizi yang
harapannya bisa diberikan dengan baik kepada anak tidak terwujud dengan baik.
(12)
Faktor Budaya
9
Esklusif, dan makanan pendamping ASI yang diberikan terlalu dini juga menjadi
faktor pemicu terjadinya stunting. (13)
Faktor Internasional
Pada tahun 2017 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita di dunia mengalami
stunting. Namun angka ini sudah mengalami penurunan jika dibandingkan dengan
angka stunting pada tahun 2000 yaitu 32,6%. Pada tahun 2017, lebih dari setengah
balita stunting di dunia, berasal dari Asia (55%) sedangkan lebih dari sepertiganya
(39%) tinggal di Afrika. Dari 83,6 juta balita stunting di Asia, proporsi terbanyak
berasal dari Asia Selatan (58,7%) dan proporsi paling sedikit di Asia Tengah
(0,9%). Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO)3 tahun 2017
tentang data stunting yang dikumpulkan Indonesia termasuk ke dalam negara
ketiga dengan prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara/South-East Asia
Regional (SEAR). Rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia tahun 2005-
2017 adalah 36,4%. (14)
Pada bulan Juni 2021, Indonesia memenangkan penghargaan perunggu
Asia Pacific Stevie Awards sebagai program dengan inovasi dalam Publik Service
Communication atas Program Kemitraan Percepatan Pencegahan Stunting yang
diinisasi di tiga kabupaten di Provinsi NTT. Stevie Awards adalah penghargaan
bisnis internasional yang terbuka untuk seluruh organisasi di 29 negara di wilayah
Asia-Pasifik.
Kementerian Kesehatan Bersama Nutrition International, Australia
(melalui Departemen Luar Negeri dan Perdagangan), dan Kanada, telah
memberikan zat gizi mikro kepada sekira 211 ribu ibu hamil dan 720 ribu Balita
di 20 Kabupaten di Jatim dan NTT. Zat gizi mikro yang diberikan kepada ibu
10
hamil berupa suplemen tablet tambah darah yang mengandung zat besi dan asam
folat. Sementara zat gizi bagi Balita berupa dua kapsul vitamin A sesuai dosis.
Program ini berfokus pada peningkatan akses layanan kesehatan dan membangun
kesadaran tentang pencegahan stunting khususnya pencegahan kekurangan gizi
mikro melalui Strategi Intervensi Perubahan Perilaku. Pemerintah pusat, provinsi
dan kabupaten berkomitmen terhadap program suplementasi zat gizi mikro
dengan meningkatkan alokasi sumber daya untuk pengadaan, pengelolaan, dan
implementasi program-program tersebut.
Berikut Contoh Negara yang berhasil menurunkan stunting (15) :
1. Peru mengurangi lebih dari setengah tingkat stunting dalam waktu kurang
dari satu dekade, dari 28 persen pada 2008 menjadi 13 persen pada 2016.
Strategi yang digunakan peru dalam penurunan stunting melalui program
JUNTOS atau Bersama, yaitu program bantuan tunai yang menargetkan
masyarakat miskin dengan tujuan meningkatkan sumber daya di tingkat RT,
lalu kesempatan pendidikan juga pemanfaatan layanan kesehatan dan gizi.
2. Brazil berhasil menurunkan 25,6 % menjadi 4,8 % dalam 1990 sampai 2008,
strategi yang digunakan brazil dalam menurunkan stunting adalah dengan
cara peningkatan upah minimum dan perluasan program bantuan tunai,
peningkatan pendidikan perempuan, peningkatan dan perluasan layanan KIA,
perluasan system air dan sanitasi, peningkatan kualitas dan kuantitas makanan
dari kebun keluarga.
3. Bolivia berhasil menurunkan angka stunting dari 18,5 % menjadi 13,5 %
dalam kurun waktu 3 tahun. strategi kebijakan yang digunakan adalah
program Zero Undernutritions yang mendukung pemberian ASI eksklusif
pada bayi 6 Bulan pertama dan penggunaan makanan pendamping dari 6-23
bulan, pertanian keluarga yang berkelanjutan, produksi makanan pokok, serta
keluarga yang berpartisipasi untuk mengonsumsi produk mereka sendiri dan
menerapkan “10 kunci makanan yang lebih aman dan diet sehat”.
4. Di Maharashtra, India berhasil menurunkan angka stunting dari 44 % menjadi
22,8 % dari tahun 2005 sampai tahun 2012. Keberhasilan strategi dilakukan
dengan cara pendekatan seluruh pemerintah dengan meluncurkan program
11
“the rajmata jijau Mother-Child Health and nutrition” program ini berisikan
advokasi pentingnya 1000 hari pertama, memberikan saran kebijakan kepada
pemerintah tentang intervensi berbasis bukti, dan untuk bertindak sebagai
platform untuk mendorong konvergensi antara departemen yang berbeda
dengan tujuan bersama untuk mengurangi kekurangan gizi. misi membangun
keberlanjutan dengan mempromosikan program yang dipimpin oleh
masyarakat dan dikelola oleh masyarakat. Juga mempromosikan perubahan
perilaku melalui penggunaan teknologi dan media, serta media tradisional
seperti sebagai bahan pendidikan cetak dan dari mulut ke mulut. Selain itu,
Misi mendorong data tambahan pengumpulan untuk mengukur kemajuan dan
mengungkapkan kesenjangan.
PROSES KEBIJAKAN
Selain itu dalam menyusun kebijakan harus ada konsultasi Publik, yang
mana konsultasi Publik ini memegang peranan 60-70 % dari perumusan
kebijakan. Konsultasi Publik melibatkan pihak yang berkepentingan untuk
berdiskusi dan menyampaikan solusi yang diinginkan. Keberhasilan pada tahap
konsultasi Publik akan mempermudah penerimaan Publik sehingga kebijakan
tersebut mudah untuk disosialisasikan dan diterapkan.
12
AKTOR (PELAKU) KEBIJAKAN
Dalam proses pembuatan, sosialisasi dan penerapan kebijakan pada
program penurunan stunting ada beberapa pelaku penyusunan kebijakan, berikut
adalah pelaku penyusunan kebijakan ini :
1. Komite Pengarah
1) Ketua : Wakil Presiden
2) Wakil Ketua : Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan (Kemenko PMK)
2. Komite Pengendali
1) Ketua : Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan
Pemerataaan Pembangunan, Sekretariat Wakil Presiden, Deputi Bidang
Koordinasi Peningkatan Kesehatan, Kemenko PMK, dan Deputi Bidang
Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan, Bappenas.
2) Anggota : Eselon 1 dari K/L terkait.
3. Tim Teknis
1) Ketua : Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat, Bappenas, Direktur
Gizi Masyarakat, Kemenkes, dan Direktur SUPD III, Kemendagri.
2) Anggota : Eselon 2 dari K/L terkait.
Pelaksanaan kegiatan di Pelayanan Kesehatan setempat (Tenaga Kesehatan), dan
organisasi Dunia yang juga sangat berperan dalam tata laksana konsep, sosialisasi
program internasional dan pendanaan.
REKOMENDASI
Melihat dari hasil analisis kebijakan serta fakor-faktor yang berkaitan
dengan masalah stunting, maka kami memberikan rekomendasi terlebih
masyarakat, untuk mendukung semua program pemerintah terkait pelaksanaan
dan pencegahan demi mempercepat penurunan stunting, dengan cara ikut
mempromosikan melalui media social lalu sharing ilmu dengan keluarga atau
orang terdekat, juga lebih memperhatikan asupan gizi setiap harinya, agar pada
tahun 2024 indonesia mencapai targetnya yaitu sebesar 14 %.
13
kuantitas makanan dari kebun keluarga. Lalu membangun misi keberlanjutan
dengan mempromosikan program yang dipimpin oleh masyarakat dan dikelola
oleh masyarakat.
PENUTUP
Analisa kebijakan ini menunjukan bahwa penerapan kebijakan terkait
dengan pelayanan Kesehatan juga masih belum bisa menurunkan angka pada
penderita stunting di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari faktor budaya dan
faktor situasional yang belum menunjukan bahwa kebijakan ini mampu mengubah
keadaan ekonomi dan pola pikir masyarakat di pedalaman, serta belum adanya
pembaharuan status penurunan angka persentase stunting di Indonesia sejak 2018,
yang merupakan salah satu bentuk keberhasilan atas berjalannya kebijakan
tersebut.
Adanya perhatian pemerintah serta komitmen yang kuat dari seluruh pihak
untuk menurunkan angka persentase stunting di Indonesia, akan sangat membantu
mewujudkan Indonesia agar mencapai persentase stunting <20% dan
permasalahan ekonomi serta permasalahan gizi di Indonesia dapat diatasi dengan
baik, agar tidak ada lagi kenaikan angka stunting di Indonesia.
14
DAFTAR PUSTAKA
15
2020;3(2):24–30.
13. Nurjanna. Determinan Sosial Budaya Kejadian Stunting Pada Suku
Makassar Di Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto. Skripsi. 2019;
14. Zainul Rahman, Mariano Werenfridus, Dwiko Rynoza N. R., Aunil Ukhra
NWM. ANALISIS KEBIJAKAN PENCEGAHAN STUNTING DAN
RELEVANSI PENERAPAN DI MASYARAKAT (Studi Kasus: Desa
Donowarih). 2021;
15. WHO. WHA Global Nutrition Targets 2025: Stunting Policy Brief. Econ
Hum Biol. 2020;3(2 SPEC. ISS.):215–40.
16