Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS KEMAMPUAN DAN KEMAUAN MEMBAYAR

TARIF PELAYANAN KESEHATAN PADA KULI


BANGUNAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan modal untuk bekerja dan hidup mengembangkan keturunan, sehingga timbul keinginan
yang bersumber dari kebutuhan hidup manusia. Seseorang yang kebutuhan hidupnya sangat tergantung pada
kesehatannya tentu akan mempunyaidemand yang lebih tinggi akan status kesehatannya. Pendekatan ekonomi
menekankan bahwa kesehatan merupakan suatu modal untuk bekerja. Pelayanan kesehatan merupakan
suatu input dalam menghasilkan hari–hari sehat dengan berbasis pada konsep produksi, pelayanan kesehatan
merupakan salah satu input yang digunakan untuk proses produksi yang menghasilkan
kesehatan. Demand terhadap pelayanan kesehatan tergantung terhadap demand akan kesehatan (Trisnantoro,
2006).

Kegiatan pengembangan dan operasional sarana pelayanan kesehatan primer dipastikan membutuhkan biaya.
Biaya dapat berasal dari bermacam-macam sumber, misalnya pemerintah, sumbangan maupun dari klien.
Namun demikian seringkali kita tidak mengetahui besaran biaya yang dibutuhkan untuk kegiatan-kegiatan
tersebut, juga berapa besar tarif yang akan diberlakukan di sarana tersebut. Kebijakan penetapan tarif tanpa
memperhitungkan besarnya biaya satuan (unit cost) setiap pusat pendapatan akan mengakibatkan kerugian yang
tidak kecil.

Kegiatan analisis biaya mencakup analisis jumlah, sumber dan komponen biaya. Analisis biaya ini dimaksudkan
untuk memperoleh informasi mengenai biaya total, sumber pembiayaan, komponen biaya serta biaya satuan.
Untuk melakukan penetapan tarif rasional diperlukan pemahaman mengenai konsep dan jenis biaya, pengertian
analisis biaya, manfaat analisis biaya, manfaat analisis biaya, metode dan cara perhitungan dalam melakukan
analisis biaya, cost Recovery Rate, Abillity to pay, konsep demand danelastisitas, serta konsep pentarifan. Untuk
mendapatkan suatu ukuran kemampuan membayar dan kemauan membayar suatu keluarga atau masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan dapat ditelusuri dari pendapatan atau pengeluaran keluarga tersebut.

B. Tujuan

1. Mengukur kemampuan masyarakat khususnya yang bermatapencaharian sebagai kuli bangunan dalam
membiayai pelayanan kesehatan.

2. Mengukur kemauan masyarakat khususnya yang bermatapencaharian sebagai kuli bangunan dalam
membiayai pelayanan kesehatan.

C. Manfaat

1. Mengetahui kemampuan masyarakat khususnya yang bermatapencaharian sebagai kuli bangunan dalam
membiayai pelayanan kesehatan.

2. Mengetahui kemauan masyarakat khususnya yang bermatapencaharian sebagai kuli bangunan dalam
membiayai pelayanan kesehatan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Ability to Pay (ATP)

Ability To Pay (ATP) adalah kemampuan seseorang untuk membayar jasa pelayanan yang diterimanya
berdasarkan penghasilan yang dianggap ideal. Pendekatan yang digunakan dalam analisis ATP
didasarkan pada alokasi biaya untuk pemenuhan terhadap kebutuhan sehari-hari dari pendapatan rutin.
Secara garis besar ATP dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu ATP Non food expenditure, ATP non
esensial expenditure, dan ATPesensial expenditure. Dalam konsep ATP, besar kemapuan membayar
untuk pelayanan kesehatan adalah jumlah pengeluaran untuk barang non esensial tersebut. Asumsinya
adalah kalau seseorang mampu mengeluarkan belanja untuk barang – barang non esensial maka tentu ia
juga mampu mengeluarkan biaya untuk pelayanan kesehatan yang sifatnya essensial (Adisasmita, 2008).

Faktor-faktor yang mempengaruhi ATP, yaitu :

1. Harga barang (Biaya Kesehatan)

Kecenderungan biaya kesehatan yang konsisten dalam kenaikan biaya pemeliharaan kesehatan dapat
disebabkan antara lain oleh :

a. Kenaikan yang tajam dalam biaya pelayanan kesehatan, termasuk obat-obatan.

b. Perubahan dalam struktur penduduk.

c. Peningkatan utilisasi dari berbagai jenis pelayanan kesehatan.

d. Peningkatan kualitas tindakan medis, termasuk teknik pengujian dan diagnosis lanjut yang semakin
canggih, perlengkapan alat bantu, transplantasi organ dan teknologi perawatan kesehatan lain yang
semakin maju.

2. Pendapatan konsumen

Biaya pelayanan kesehatan umumnya meningkat sesuai dengan peningkatan pendapatan. Disamping biaya
dokter umumnya dipengaruhi oleh kemampuan ekonomi pasien, responden yang berpendapatan tinggi
cenderung lebih sering dan lebih ekstensif dalam pelayanan kesehatan, responden yang berpendapatan tinggi
juga lebih sering memeriksa dan memelihara kesehatan dibanding kelompok responden yang berpendapatan
rendah. Begitu pula dengan biaya pelayanan kesehatan, mereka menuntut lebih banyak pelayanan lanjutan
sehingga biaya kesehatan lebih tinggi faktor yang mempengaruhinya antara lain, pengetahuan dan kesadaran
terhadap kesehatan dari kelompok responden yang memiliki pendapatan tinggi lebih baik dibandingkan yang
berpendapatan lebih rendah.

3. Jumlah anggota keluarga

Semakin banyak jumlah anggota keluarga akan semakin banyak pula kebutuhan untuk memenuhi kesehatannya
dan secara otomatis akan semakin banyak alokasi dana dari penghasilan keluarga per bulan yang harus
disediakan.

(Faiz, 2006)

Dua batasan ATP yang dapat digunakan sbb:

a. ATP 1 adalah besarnya kemampuan membayar yang setara dengan 5 % dari pengeluaran pangan non
esensial dan non makanan. Batasan ini didasarkan bahwa pengeluaran untuk non makanan dapat
diarahkan untuk keperluan lain, termasuk untuk kesehatan.
b. ATP 2 adalah besarnya kemampuan membayar yang setara dengan jumlah pengeluaran untuk
konsumsi alkohol, tembakau, sirih, pesta/upacara. Batasan ini didasarkan kepada pengeluaran yang
sebenarnya dapat digunakan secara lebih efesien dan efektif untuk kesehatan. Misalnya dengan
mengurangi pengeluaran alkohol / tembakau / sirih untuk kesehatan.

(Adisasmita, 2008)

B. Willingnes to Pay (WTP)

Willingness to pay atau dikenal dengan WTP, yaitu besarnya dana yang mau dibayarkan keluarga untuk
kesehatan. Data pengeluaran rumah tangga untuk kesehatan didalam data susenas dapat digunakan
sebagai proksi terhadap WTP.

Faktor – faktor yang mempengaruhi WTP, yaitu :

1. Harga barang

2. Pendapatan

Bila seseorang responden mempunyai pendapatan yang semakin meningkat tentunya kemauan
membayar tarif pelayanan kesehatan pun semakin besar. Hal ini disebabkan karena alokasi biaya
kesehatan lebih besar sehingga akan memberikan kemampuan dan kemauan yang lebih besar pula untuk
membayar tarif pelayanan kesehatan tersebut.

3. Selera

4. Persepsi terhadap barang/jasa (variabel non ekonomi)

Kondisi hubungan antara tarif resmi pelayanan kesehatan yang berlaku dengan menyertakan fakor – faktor ATP
dan biaya operasional.

1. Tarif lebih kecil dari ATP

Apabila terjadi kondisi ini maka kemampuan masyarakat sangat baik, karena tarif yang diberlakukan ternyata
lebih kecil dari daya beli masyarakat. Pada kondisi ini masyarakat mampu membeli jasa dan barang yang
ditawarkan tanpa memikirkan untuk mencari alternatif lain.

2. Tarif hampir sama dengan ATP

Pada kondisi ini pemakai jasa berkemampuan hampir sama dengan tarif yang diberlakukan, tidak semua
masyarakat mampu membeli jasa dana barang tersebut, ada kemungkinan sebagian masyarakat yang
menggunakan alternatif lainnya.

3. Tarif lebih besar dari ATP

Apabila terjadi kondisi seperti ini maka kemampuan dari masyarakat sangat jelek, karena tarif yang
diberlakukan ternyata lebih besar dari daya beli masyarakat, maka sebagian besar masyarakat tidak mampu
membeli barang atau jasa yang ditawarkan (Hadi, 2008).

Dalam pelaksanaan untuk menentukan tarif sering terjadi benturan antara besarnya WTP dan ATP, kondisi
tersebut selanjutnya disajikan secara ilustratif yang terdapat pada gambar di bawah ini :
Gambar 1. Kurva ATP dan WTP

1. ATP lebih besar dari WTP

Kondisi ini menunjukan bahwa kemampuan membayar lebih besar dari pada keinginan membayar jasa
tersebut. Ini terjadi bila pengguna mempunyai penghasilan yang relatif tinggi tetapi utilitas terhadap
jasa tersebut relatif rendah, pengguna pada kondisi ini disebut choiced riders.

2. ATP lebih kecil dari WTP

Kondisi ini merupakan kebalikan dari kondisi diatas, dimana keinginan pengguna untuk membayar jasa
tersebut lebih besar dari pada kemampuan membayarnya. Hal ini memungkinkan terjadi bagi pengguna
yang mempunyai penghasilan yang relatif rendah tetapi utilitas terhadap jasa tersebut sangat tinggi,
sehingga keinginan pengguna untuk membayar jasa tersebut cenderung lebih dipengaruhi oleh utilitas,
pada kondisi ini pengguna disebut captive riders.

3. ATP sama dengan WTP

Kondisi ini menunjukan bahwa antara kemampuan dan keinginan membayar jasa yang dikonsumsi
pengguna tersebut sama, pada kondisi ini terjadi keseimbangan utilitas pengguna dengan biaya yang
dikeluarkan untuk membayar jasa tersebut (Depkes, 2000).

Pada prinsipnya penentuan tarif dapat ditinjau dari beberapa aspek utama dalam sistem pelayanan kesehatan.
Aspek-aspek tersebut adalah:

1. Pengguna (User)

2. Operator (Pelayanan Kesehatan)

3. Pemerintah (Regulator)
Gambar 2. Kondisi ATP Lebih Rendah dari Tarif Berlaku

Bila parameter ATP dan WTP yang ditinjau, maka aspek pengguna dalam hal ini dijadikan subyek yang
menentukan nilai tarif yang diberlakukan dengan prinsip sebagai berikut:

1. ATP merupakan fungsi dari kemampuan membayar, sehingga nilai tarif yang diberlakukan, sedapat
mungkin tidak melebihi nilai ATP kelompok masyarakat sasaran. Intervensi/campur tangan pemerintah
dalam bentuk subsidi langsung atau silang dibutuhkan pada kondisi, dimana nilai tarif berlaku lebih
besar dari ATP, sehingga didapat nilai tarif yang besarnya sama dengan nilai ATP.

2. WTP merupakan fungsi dari tingkat pelayanan kesehatan, sehingga bila nilai WTP masih berada
dibawah ATP maka masih dimungkinkan melakukan peningkatan nilai tarif dengan perbaikan kinerja
pelayanan.

3. Bila perhitungan tarif berada jauh dibawah ATP dan WTP, maka terdapat keleluasaan dalam
perhitungan/pengajuan nilai tarif baru (Depkes, 2000).

BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. Deskripsi Sasaran

Sasaran pengukuran kemampuan dan kemauan dalam membayar pelayanan kesehatan adalah kuli bangunan.
Kuli bangunan adalah seseorang yang bekerja untuk membangun bangunan seperti perumahan, perkantoran,
maupun gedung lainnya. Kuli bangunan biasanya bekerja hanya pada saat ada panggilan untuk bekerja saja, bila
tidak ada panggilan bekerja maka mereka tidak bekerja. Kuli bangunan mendapat upah dihitung per minggunya,
rata-rata upah kuli bangunan adalah Rp 245.000 sampai Rp 280.000 per minggunya. Lama bekerja kuli
bangunan pada suatu proyek tergantung selesainya pengerjaan proyek pembangunan tersebut. Sasaran
pengukuran kemampuan dan kemauan membayar pelayanan kesehatan yang dilakukan pada kuli bangunan
berjumlah 40 orang tersebar pada beberapa daerah yaitu Banyumas, Cilacap, dan Cirebon.

B. Deskripsi Kesulitan Pengambilan Data

Proses pengambilan data terhadap responden dilakukan pada tanggal 15 November sampai 4 Desember 2010
yang tersebar di berbagai daerah. Pada proses pengambilan data, tim mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan
yang dialami diantaranya pencarian responden yang sulit, karena pada saat mereka istirahat, kita melakukan
kegiatan perkuliahan sehingga tidak bisa ditemui, dan harus mencari kuli bangunan ke rumahnya langsung.
Sehingga masing-masing anggota tim harus pulang ke rumah asal untuk mencari kuli bangunan di sekitar
rumahnya. Ada juga kuli bangunan yang dapat ditemui di tempat pekerjaan, namun karena tidak didampingi
istrinya sehingga ketika ditanya tentang biaya pengeluaran rumah tangga secara rinci kurang mengetahuinya,
karena yang mengelola pengeluaran rumah tangga adalah sang istri, suami hanya memberikan sejumlah uang
untuk pengeluaran rumah tangga.
C. Pembagian Tugas dalam Tim

No Nama Tanggal Kegiatan


1 Fakih Hidayat 15 November-4 Pencarian dan pengumpulan data
Desember 2010
Mencari referensi
5-10 Desember 2010
Menyusun laporan
11-12 Desember 2010
2 Ari Indah K 15 November-4 Pencarian dan pengumpulan data
Desember 2010
Mencari referensi
5-10 Desember 2010
Menyusun laporan
11-12 Desember 2010
3 Feri Yuda A 15 November-4 Pencarian dan pengumpulan data
Desember 2010
Input data SPSS
5-10 Desember 2010
Menyusun laporan
11-12 Desember 2010
4 Desi Damayanti 15 November-4 Pencarian dan pengumpulan data
Desember 2010
Input data SPSS
5-10 Desember 2010
Menyusun laporan
11-12 Desember 2010
5 Imma Hibatul M 15 November-4 Pencarian dan pengumpulan data
Desember 2010
Mencari referensi
5-10 Desember 2010
Menyusun laporan
11-12 Desember 2010
6 Sudiono 15 November-4 Pencarian dan pengumpulan data
Desember 2010
Mencari referensi
5-10 Desember 2010
Menyusun laporan
11-12 Desember 2010

BAB IV

HASIL

A. Karakteristik Respoden

Hasil analisis dengan menggunakan software SPSS dapat diketahui karakteristik responden berdasarkan
distribusi frekuensi menurut daerah asal, jenis kelamin, umur, jumlah anggota keluarga, dan tingkat pendidikan.

a. Daerah asal responden

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan daerah asal

No Daerah Jumlah responden Persentase (%)


1 Banyumas 22 55
2 Cilacap 14 35
3 Cirebon 4 10
Total 40 100

Berdasarkan tabel di atas, maka dapat diketahui sebagian besar (55%) responden berasal dari daerah Banyumas,
dan paling sedikit (10%) dari daerah Cirebon.

b. Jenis kelamin responden

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi responden menurut jenis kelamin

No Jenis kelamin Jumlah responden Persentase (%)


1 Laki-laki 40 100
2 Perempuan 0 0
Total 40 100

Dari tabel di atas, maka dapat diketahui semua responden yang bekerja sebagai kuli bangunan berjenis kelamin
laki-laki.

c. Umur responden

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi responden menurut umur

No Umur (tahun) Jumlah responden Persentase (%)


1 30-39 18 45
2 40-49 17 42,5
3 50-59 4 10
4 60-69 1 2,5
Total 40 100

Tabel di atas menunjukan bahwa sebagian besar (45%) responden berumur antara 30-39 tahun, kemudian diikuti
(42,5%) responden berumur 40-49 tahun, responden yang berumur 50-59 tahun (10%), dan hanya (2,5%)
responden yang berumur 60-69 tahun.

d. Jumlah anggota keluarga responden

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jumlah anggota keluarga

No Jumlah Anggota Jumlah responden Persentase (%)


keluarga responden
1 <4 12 30
2 =4 28 70
Total 40 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar (70%) responden mempunyai jumlah anggota keluarga lebih
besar sama dengan 4 orang, hanya (30%) responden yang mempunyai anggota keluarga kurang dari 4 orang.

e. Tingkat pendidikan responden


Tabel 4.5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pendidikan

No Pendidikan responden Jumlah responden Persentase (%)


1 SD 22 55
2 SMP 13 32,5
3 SMA 5 12,5
Total 40 100

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa sebagian besar (55%) responden yang bekerja sebagai kuli bangunan mempunyai
tingkat pendidikan yang rendah hanya tamat SD, sedangkan yang tamat SMP (32,5%) dan (12,5%) responden
tamat SMA.

B. ATP

Tabel 4.6 Rata-rata pengeluaran pangan dan non pangan per bulan

Rata-rata pengeluaran
No Jenis Pengeluaran
perkapita perbulan (Rp)
I Pengeluaran Pangan
a. padi-padian 151.000,00
b. umbi-umbian 2.850,00
c. ikan 33.300,00
d. daging 42.000,00
e. telur dan susu 39.700,00
f. sayuran 70.900,00
g. kacang-kacangan 11.100,00
h. buah-buahan 19.100,00
i. minyak dan lemak 34.300,00
j. bahan minuman 44.700,00
k. bumbu-bumbu 31.400,00
l. konsumsi lain 11.100,00
m. makanan dan minuman 41.400,00
n. tembakau / sirih 80.000,00
Jumlah 612.850,00
II Pengeluaran Non Pangan
a. perumahan 0,00
b. listrik/telepon/gas 70.000,00
c. pemeliharaan rumah 0,00
d. aneka barang 60.500,00
e. pendidikan keluarga 37.300,00
f. kesehatan 9.600,00
g. pakaian 1.575,00
h. bahan tahan lama 1.500,00
i. arisan 25.300,00
j. iuran/sumbangan 2.950,00
k. rekreasi 0,00
l. perawatan kecantikan 2.537,50
m. tabungan 7.975,00
n. pajak 7.413,75
o. asuransi kesehatan 625,00
p. asuransi pendidikan 0,00
q. keperluan pesta 30.500,00
Jumlah 257.776,25

Tabel 4.6 dapat diketahui rata-rata pengeluaran pangan responden satu bulan sebesar Rp 612.850,00 dan
pengeluaran non pangan responden dalam satu bulan sebesar Rp 257.776,25.

Tabel 4.7 Rata-rata pengeluaran rumah tangga responden

No Rata-rata pengeluaran rumah tanggaNilai


responden (Rp)
1 Jumlah responden40

2 Rata-rata pengeluaran rumah tangga904.000

3 Standar deviasi262.853,419

4 Pengeluaran rumah tangga terendah436.400

5 Pengeluaran rumah tangga tertinggi 1.419.700

Tabel di atas dapat menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran responden dalam satu bulan adalah Rp 904.000,
dengan standar deviasi Rp 262.853,419. Pengeluaran rumah tangga responden yang terendah adalah Rp
436.400, sedangkan yang tertinggi adalah Rp 1.419.700.

Tabel 4.8 kategori pengeluaran rumah tangga responden

No Rata-rata pengeluaran Jumlah Persentase (%)


1 < 904.00019 47,5

2 = 904.000 21 52,5
Total 40 100

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden (52,5%) memiliki pengeluaran rumah tangga
tangga yang lebih besar sama dengan pengeluaran rumah tangga rata-rata responden yaitu Rp 904.000.
Sedangkan 47,5% responden memiliki pengeluaran rumah tangga yang kurang dari Rp 904.000.

Tabel 4.9 ATP responden terhadap pelayanan kesehatan

No ATP Pelayanan Kesehatan Nilai


1 Jumlah responden 40
2 Rata-rata ATP 19.500
3 Standar deviasi ATP 10.312,493
4 ATP minimum 6.050
5 ATP maksimum 50.675
Tabel 4.9 menunjukkan bahwa dari 40 responden, rata-rata kemampuan membayar pelayanan kesehatan adalah
Rp 19.500, dengan standar deviasi Rp 10.312,493. Kemampuan membayar pelayanan kesehatan minimum
adalah Rp 6.050, sedangkan yang tertinggi adalah Rp 50.675.

C. WTP

Tabel 4.10 Kesedian membayar responden terhadap pelayanan kesehatan

No Kesediaan Membayar Jumlah Persentase (%)


1 Ya 26 65
2 Tidak 14 35
Total 40 100

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden (65%) bersedia membayar tarif pelayanan
kesehatan baik rawat jalan maupun rawat inap, dan sisanya (35%) tidak bersedia membayar tarif pelayanan
kesehatan.

Tabel 4.11 WTP rawat jalan

No WTP Rawat Jalan Nilai


1 Jumlah responden 40
2 Rata-rata WTP 3.875
3 Standar deviasi WTP 5.575,530
4 WTP minimum 0
5 WTP maksimum 35.000

Dari tabel 4.11 dapat diketahui rata-rata kemauan membayar responden terhadap pelayanan kesehatan rawat
jalan adalah Rp 3.875, dengan standar deviasi Rp 5.575,530. Kemauan membayar minimum adalah Rp 0,
sedangkan yang maksimum adalah Rp 35.000.

Tabel 4.12 WTP rawat inap

No WTP Rawat Inap Nilai


1 Jumlah responden 40
2 Rata-rata WTP 77.800
3 Standar deviasi WTP 81.074,119
4 WTP minimum 0
5 WTP maksimum 300.000

Dari tabel di atas dapat diketahui rata-rata kemauan membayar responden terhadap tarif pelayanan kesehatan
rawat inap (3-5 hari) adalah Rp 77.800, dengan standar deviasi Rp 81.074,119. Kemauan membayar minimum
adalah Rp 0, sedangkan yang maksimum adalah Rp 300.000.

BAB V

PEMBAHASAN

Daerah asal yang dijadikan sampel dalam responden ini yaitu Banyumas, Cilacap dan Cirebon, sebagian besar
yaitu 22 orang dari 40 responden responden berasal dari Banyumas. Hasil analisis menunjukkan bahwa semua
responden berjenis kelamin laki-laki sebagai kepala keluraga yang bermatapencaharian sebagai kuli bangunan.
Responden lebih banyak berumur antara 30-39 tahun. Jumlah anggota keluarga responden sebagian besar (70%)
berjumlah lebih dari sama dengan 4 orang. Responden kebanyakan mempunyai tingkat pendidikan akhir SD
yaitu sejumlah 22 orang. Sebagian besar responden (52,5%) mempunyai pengeluaran rumah tangga dalam satu
bulan lebih dari sama dengan Rp 904.000. ATP responden rata-rata adalah Rp 19.500 dengan menggunakan
rumus pada software SPSS :

ATP = (pengeluaran pangan non esensial + pengeluaran non pangan) x 5%

Tarif pelayanan kesehatan menurut responden rata-rata mengatakan Rp 5.000 atau Rp 6.000, sebagai contoh
tarif di daerah Cilacap yaitu Rp 6.000, dengan rata-rata ATP sebesar Rp 19.500, artinya nilai tarif lebih kecil
dari pada nilai ATP. Apabila terjadi kondisi ini maka kemampuan masyarakat sangat baik, karena tarif yang
diberlakukan ternyata lebih kecil dari daya beli masyarakat. Pada kondisi ini masyarakat mampu membeli jasa
dan barang yang ditawarkan tanpa memikirkan untuk mencari alternatif lain. Penghasilan juga mempengaruhi
kemampuan membayar pelayanan kesehatan. Meningkatnya jumlah pendapatan maka memiliki kecenderungan
pula meningkatnya jumlah biaya pengeluaran rumah tangga. Sebagaian besar responden yang memiliki
pengeluaran rumah tangga lebih dari sama dengan Rp 904.000, dengan nilai ATP rata-rata responden sebesar Rp
19.500 maka dapat dikatakan mampu membayar pelayanan kesehatan dengan tarif yang sudah ditetapkan
tersebut.

Pendapatan merupakan faktor yang mempunyai pengaruh dalam kesediaan membayar pelayanan kesehatan,
meningkatnya pendapatan akan meningkatkan disposable incomeatau pendapatan untuk konsumsi bukan pajak.
Bila seseorang responden mempunyai pendapatan yang semakin meningkat tentunya kemauan membayar tarif
pelayanan kesehatan pun semakin besar. Hal ini disebabkan karena alokasi biaya kesehatan lebih besar sehingga
akan memberikan kemampuan dan kemauan yang lebih besar pula untuk membayar tarif pelayanan kesehatan
tersebut. Sebanyak 21 responden (52,5%) memiliki pengeluaran rumah tangga tangga yang lebih besar sama
dengan pengeluaran rumah tangga rata-rata responden yaitu Rp 904.000. Sedangkan 19 responden (47,5%)
responden memiliki pengeluaran rumah tangga yang kurang dari Rp 904.000. Hal ini sejalan dengan kemauan
responden dalam membayar pelayanan kesehatan, sebanyak 26 responden (65%) bersedia membayar pelayanan
kesehatannya.

Rata-rata kemampuan membayar pelayanan kesehatan adalah Rp 19.500. Kemampuan membayar pelayanan
kesehatan minimum adalah Rp 6.050, sedangkan yang tertinggi adalah Rp 50.675. Hasil analisis menunjukan
bahwa rata- rata responden mau membayar pelayanan rawat jalan dengan biaya Rp 3.875, jadi bila dibandingkan
dengan kemampuan membayar pelayanan kesehatan, masyarakat mampu membayar namun tidak mau untuk
membayar (masyarakat ATP namun tidak WTP) maka pelayanan kesehatan termasukunderutilization. Kondisi
ini menunjukan bahwa kemampuan membayar lebih besar dari pada keinginan membayar jasa tersebut. Ini
terjadi bila pengguna mempunyai penghasilan yang relatif tinggi tetapi utilitas terhadap jasa tersebut relatif
rendah, pengguna pada kondisi ini disebut choiced riders. Faktor yang mungkin mempengaruhi kondisi tersebut
adalah persepsi responden terhadap kualitas pelayanan kesehatan kurang memuaskan. Selain itu, selera
responden dalam mengakses pelayanan kesehatan berbeda-beda. ATP yang didapat lebih besar dari WTP, jadi
dapat diperkirakan pendapatan responden lebih besar dari pengeluaran responden sehingga responden mampu
untuk mengakses pelayanan kesehatan (rawat jalan). Harga barang dan jasa juga dapat mempengaruhi kondisi
ini, jika harga barang dan jasa (pelayanan kesehatan rawat jalan) rendah maka responden mampu mengakses
pelayanan kesehatan tersebut.

Rata-rata kemampuan membayar pelayanan kesehatan adalah Rp 19.500. Hasil analisis menunjukan bahwa rata-
rata responden mau membayar pelayanan rawat inap dengan biaya Rp 77.800, jadi bila dibandingkan dengan
kemampuan membayar pelayanan kesehatan, masyarakat mau membayar namun tidak mampu untuk membayar
(masyarakat WTP namun tidak ATP) maka pelayanan kesehatan termasukoverutilization. Kondisi ini
menunjukan bahwa keinginan pengguna untuk membayar jasa tersebut lebih besar dari pada kemampuan
membayarnya. Hal ini memungkinkan terjadi bagi pengguna yang mempunyai penghasilan yang relatif rendah
tetapi utilitas terhadap jasa tersebut sangat tinggi, sehingga keinginan pengguna untuk membayar jasa tersebut
cenderung lebih dipengaruhi oleh utilitas, pada kondisi ini pengguna disebut captive riders.Faktor yang
mungkin mempengaruhi kondisi tersebut adalah persepsi responden terhadap kualitas pelayanan kesehatan
khususnya rawat inap sudah memuaskan. Selain itu, selera responden tinggi dalam mengakses pelayanan
kesehatan (rawat inap) karena responden sadar terhadap status kesehatannya, tetapi kemampuan responden
rendah. . Harga barang dan jasa juga dapat mempengaruhi kondisi ini, jika harga barang dan jasa (pelayanan
kesehatan rawat inap) tinggi maka responden tidak mampu mengakses pelayanan kesehatan tersebut.
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kemampuan membayar masyarakat khususnya yang bermatapencaharian sebagai kuli bangunan terhadap
pelayanan kesehatan adalah Rp 19.500.

2. Kemauan membayar masyarakat khususnya yang bermatapencaharian sebagai kuli bangunan terhadap
pelayanan kesehatan terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Pelayanan kesehatan rawat jalan sebesar Rp 3.875

b. Pelayanan kesehatan rawat inap sebesar Rp 77.800

B. Saran

Sebaiknya pihak pemberi pelayanan kesehatan melakukan studi pengukuran ATP dan WTP dengan cermat pada
masyarakat dalam menentukan tarif pelayanan yang akan diberikan, agar tarif yang diberikan tidak
memberatkan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, Wiku. 2008. Rancangan Peraturan Daerah Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan. FKM
UI: Jakarta.

http://staff.blog.ui.ac.id/wiku-a/files/2009/02/rpd-penyelenggaraan-pelayanan-kesehatan-swasta.pdf. Diakses
tanggal 6 Desember 2010.

Depkes. 2000. Pedoman Penetapan Premi JPKM. www.depkes.go.id. Diakses pada tanggal 30 November 2010.

Faiz, Achmad.2006. Studi Kemampuan Kemauan Membayar di Kota


Surabaya.http://diplomasipil.its.ac.id/ejournal/Artikel-3%20Faiz%20JP%2008-06.pdf. Diakses tanggal 8
Desember 2010.

Hadi, Yudariansyah. 2008. Analisis Keterjangkauan Daya beli Masyarakat Terhadap Tarif Bersih (PDAM)
Kota Malang (Studi Kasus perumahan Sarwojajar). http://eprints.undip.ac.id/5263/1/Hadi.pdf. Diakses tanggal
6 Desember 2010.

Trisnantoro, L. 2006. Memahami Penggunaaan Ilmu Ekonomi Dalam Manajemen Rumah Sakit. Gadjah Mada
Univesity Press: Jogjakarta.

LAMPIRAN

Alamat Responden
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Banyumas 22 55.0 55.0 55.0
Cilacap 14 35.0 35.0 90.0
Cirebon 4 10.0 10.0 100.0
Total 40 100.0 100.0
Jenis Kelamin Responden
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 40 100.0 100.0 100.0
kategori responden menurut umur
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 30-39 18 45.0 45.0 45.0
40-49 17 42.5 42.5 87.5
50-59 4 10.0 10.0 97.5
60-69 1 2.5 2.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
kategori menurut jumlah anggota keluarga responden
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kurang dari 4 12 30.0 30.0 30.0
lebih dari sama dengan
28 70.0 70.0 100.0
4
Total 40 100.0 100.0
Pendidikan Terakhir responden
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SD 22 55.0 55.0 55.0
SMP 13 32.5 32.5 87.5
SMA 5 12.5 12.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
Descriptive Statistics
Std.
N Minimum Maximum Mean Deviation
konsumsi padi-padian
responden dalam 1 40 14000 285600 1.51E5 56674.965
bulan
konsumsi umbi-umbian
responden dalam 1 40 0 20000 2850.00 5356.759
bulan
konsumsi ikan
responden dalam 1 40 0 120000 3.33E4 29257.111
bulan
konsumsi daging
responden dalam 1 40 0 176000 4.20E4 44788.363
bulan
konsumsi telur dan susu
responden dalam 1 40 0 140000 3.97E4 32843.154
bulan
konsumsi sayur-sayuran
responden dalam 1 40 28000 140000 7.09E4 27497.051
bulan
konsumsi kacang-
kacangan responden 40 4000 35000 1.11E4 5757.383
dalam 1 minggu
konsumsi buah-buahan
responden dalam 1 40 0 200000 1.91E4 35705.203
bulan
konsumsi minyak dan
lemak responden dalam 40 20000 92000 3.43E4 14259.621
1 bulan
konsumsi bahan
minuman responden 40 10000 88000 4.47E4 19972.685
dalam 1 bulan
konsumsi bumbu-
bumbu responden dalam 40 5200 84000 3.14E4 20614.483
1 bulan
konsumsi lain
responden dalam 1 40 0 42000 1.11E4 10327.459
bulan
konsumsi makanan dan
minuman jadi
40 0 160000 4.14E4 42181.506
responden dalam 1
bulan
konsumsi tembakau dan
sirih responden dalam 1 40 0 532000 8.00E4 100301.329
bulan
biaya sewa atau kontrak
rumah responden dalam 40 0 0 .00 .000
1 bulan
biaya rekening listrik,
telepon, gas, minyak
tanah, kayu bakar dll 40 17500 202000 7.00E4 36395.158
responden dalam 1
bulan
biaya pemeliharaan dan
perbaikan ringan rumah
40 0 0 .00 .000
responden dalam 1
bulan
biaya aneka barang dan
jasa responden dalam 1 40 20000 350000 6.05E4 54031.033
bulan
biaya pendidikan
keluarga responden 40 0 300000 3.73E4 67350.118
dalam 1 bulan
biaya pengobatan
responden dalam 1 40 1500 50000 9600.00 12540.294
bulan
belanja pakaian, alas
kaki, dan tutup kepala
40 0 30000 1575.00 5058.060
responden dalam 1
bulan
belanja barang tahan
lama meliputi alat
rumah tangga, perkakas, 40 0 40000 1500.00 6998.168
alat dapur dll responden
dalam 1 bulan
pengeluaran untuk
arisan responden dalam 40 0 175000 2.53E4 32940.739
1 bulan
iuran RT/RW,
sumbangan masjid,
40 0 13000 2950.00 2958.690
mushola, panti asuhan
dll dalam 1 bulan
pengeluaran rekreasi
responden dalam 1 40 0 0 .00 .000
bulan
pengeluaran potong
rambut, make up, lulur 40 0 30000 2537.50 5490.537
dll dalam 1 bulan
tabungan responden
40 0 60000 7975.00 16296.118
dalam 1 bulan
pengeluaran untuk pajak
PBB, kendaraan dll
40 0 150000 7413.75 24513.725
responden dalam 1
bulan
pengeluaran untuk
asuransi kesehatan
40 0 25000 625.00 3952.847
responden dalam 1
bulan
pengeluaran untuk
asuransi pendidikan
40 0 0 .00 .000
responden dalam 1
bulan
keperluan pesta dan
upacara responden 40 0 300000 3.05E4 57865.893
dalam 1 bulan
Valid N (listwise) 40
Descriptive Statistics
Std.
N Minimum Maximum Mean Deviation
pengeluaran rumah
tangga responden satu 40 436400 1419700 9.04E5 262853.419
bulan
Valid N (listwise) 40
kategori pengeluaran rumah tangga
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1 19 47.5 47.5 47.5
2 21 52.5 52.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
Descriptive Statistics
Std.
N Minimum Maximum Mean Deviation
Ability To Pay rawat
40 6050 50675 1.95E4 10312.493
jalan dan rawat inap
Valid N (listwise) 40
kesediaan responden membayar tarif pelayanan kesehatan di
Rawat jalan dan Rawat Inap
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 14 35.0 35.0 35.0
Ya 26 65.0 65.0 100.0
Total 40 100.0 100.0
Descriptive Statistics
Std.
N Minimum Maximum Mean Deviation
tarif yang diinginkan
responden dalam
membayar pelayanan 40 0 35000 3875.00 5575.530
kesehatan di Rawat
Jalan
Valid N (listwise) 40
Descriptive Statistics
Std.
N Minimum Maximum Mean Deviation
tarif yang diinginkan
responden dalam
40 0 300000 7.78E4 81074.119
membayar pelayanan
kesehatan di Rawat Inap
Valid N (listwise)
40

Anda mungkin juga menyukai