Anda di halaman 1dari 14

LOGIC MODEL

Progam “ ZELMA PANGHEBATNA”


(Zero Malaria menuju Pangandaran HEBAT )

OLEH :

Nama : Feri Yuda Anggara


NIM : S021902026

Dosen Pengampu :
Vitri Widyaningsih, dr., M.S., Phd

PROGRAM PASCA SARJANA ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019
Logic Model
Implementasi Progam Inovasi Zelma PANGHEBATNA

A. Latar Belakang
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Pada komitmen global melaui
Sustainable Development Goals (SDGs), upaya pemberantasan malaria tertuang
dalam tujuan ketiga yaitu menjamin kehidupan yang sehat dan mengupayakan
kesejahteraan bagi semua orang, dengan tujuan spesifik yaitu mengakhiri epidemic
AIDS, tuberkolosis, malaria, penyakit neglected tropical sampai tahun 2030. Dalam
pengendalian malaria, yang ditargetkan penurunan angka kesakitannya dari 2
menjadi 1 per 1.000 penduduk.
Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui
program pemberantasan malaria. Program pengendalian malaria di Indonesia
tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No 293 tahun 2009 tentang
eliminasi malaria. Eliminasi malaria adalah suatu upaya untuk menghentikan
penularan malaria setempat dalam satu wilayah geografis tertentu, dengan tujuan
mewujudkan masyarakat yang hidup sehat, yang terbebas dari penularan malaria
secara bertahap sampai tahun 2030.
Menurut Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Angka kesakitan malaria
secara nasional selama tahun 2009–2018 cenderung menurun yaitu dari 1,8 per 1.000
penduduk pada tahun 2009 menjadi 0,84 per 1.000 penduduk pada tahun 2018
(Kementerian Kesehatan, 2018).
Dinas Kesehatan Jabar mencatat pada tahun 2013 terdapat 663 kasus malaria,
tahun 2014 sebanyak 501 kasus, 2015 sebanyak 344 kasus, tahun 2016 sebanyak
327) kasus, tahun 2017 sebanyak 330 kasus, dan pada tahun 2018 sebanyak 205
kasus. Terdapat 4 kabupaten yang termasuk daerah endemis dengan API <1
(Endemis malaria kategori rendah) di Provinsi Jawa Barat yaitu Kabupaten
Sukabumi, Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Pangandaran
(Dinkes Jabar, 2017).
Kabupaten Pangandaran merupakan salah satu daerah endemis malaria.
Penderitanya terkonsentrasi di wilayah pantai mulai dari Kalipucang dibagian timur
yang berbatasan dengan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah, sampai ke Legokjawa
dibagian barat yang berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya, serta satu wilayah
pegunungan, yaitu Kecamatan Langkaplancar (Hakim et al, 2018). Data kasus
malaria per individu di Pangandaran berdasarkan klasifikasi penularan bersifat
fluktuatif. Pada periode tahun 2015-2019 terdapat beberapa kasus dengan rincian
masing-masing adalah 11 kasus pada tahun 2015, 8 kasus pada tahun 2016, 12 kasus
pada tahun 2017, 16 kasus pada tahun 2018 dan 25 kasus pada tahun 2019. API
untuk Pangandaran tahun 2015 – 2019 adalah 0,03 per 1000 penduduk pada tahun
2015, 0,02 per 1000 penduduk pada tahun 2016, 0,02 per 1000 penduduk pada tahun
2017, 0,03 per 1000 penduduk pada tahun 2018 dan 0.06 per 1000 penduduk pada
tahun 2019. Kasus terbanyak terjadi di wilayah kerja puskesmas Kalipucang yang
termasuk daerah endemis dengan kasus indigenous (kasus asli setempat). Sedangkan
daerah lainya yang ditemukan kasus impor yaitu wilayah kerja puskesmas
Legokjawa, Sindangwangi, Jadikarya, Padaherang dan Langkaplancar (Dinkes
Pangandaran, 2019).

Zero Malaria menuju Pangandaran Hebat (ZelMa PANGHEBATNA)


ZelMa PANGHEBATNA adalah sebuah wadah yang dibentuk dalam upaya
emininasi malaria menuju Kabupaten Pangandaran Hebat dengan kasus NOL
malaria. Prinsip dari program ini adalah kemitraan dan pemberdayaan.
Program ini terdiri dari pembentukan Agen pemberantas malaria, pelatihan,
simulasi, sharing dan evaluasi seputar penyakit malaria sebagai media pembelajaran,
serta praktik yang efektif bagi masyarakat. Program ini menerapkan prinsip 5 Level
Prevention antara lain Health Promotion (Peningkatan Kesehatan), General and
Specific Protection (Perlindungan Khusus), Early Diagnosis and Prompt Treatment
(Deteksi Dini), Disability Limitation (Pengobatan dan Tindakan) dan Rehabilitation
(Pemulihan)
Berbagai metode pengendalian malaria telah dicoba sebelum akhirnya
memutuskan untuk mengendalikan penyakitnya (malaria control) daripada
penyebarnya (vector control). Dua hal yang menjadikan sistem ini raih penghargaan
tersebut adalah inovasi Juru Malaria Kampung dan kolaborasi antara pemerintah dan
swasta.
Table. 1 Logic Model untuk pelaksanaan program inovasi Zelma Panghebatna)
INPUT OUTPUT OUTCOME  IMPACT
Kegiatan Peserta Indikator Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang
 Sumber daya  PERSIAPAN
Manusia
a. Penanggungja  Membuat rencana  Tim dari Terselenggaranya Menyusun rencana Peningkatan  Peningkatan
wab Bidang kegiatan pertemuan Puskesmas kegiatan pertemuan kegiatan yang akan kesadaran peserta status kesehatan
Kesehatan lintas sector  Perangkat Desa sesuai rencana (3 dilaksanakan dalam 1 pertemuan tentang masyarakat di
(Kepala Dinas  Kader kesehatan kali dalam 1 tahun ) (satu) tahun, misalnya perhatian pada Desa
Kesehatan ) desa peningkatan atau masalah kesehatan
b. Bidang P2P  Perwakilan penambahan jumlah dilingkungan
(Kabid, Kasie, masyarakat umum posyandu, pemilihan sekitar
staff, pengelola  Perwakilan kader, pertemuan
program ) kecamatan penyuluhan rutin,
c. SKPD (PLKB) pendampingan
(Bappeda, keluarga/kunjungan
Distan, Dispar, rumah, PMT
Setda) Penyuluhan, dll)
d. Litbang
e. DPRD  Menyusun hasil  Tim dari Staff puskesmas dan Peningkatan  Kasus gizi
f. Sektor Swasta Surevey Mawas Diri Puskesmas kader kesehatan kemampuan peserta buruk 0
g. Kader (SMD) sebagai bahan  Perangkat Desa mampu menganalisis pertemuan dalam (program
Kesehatan untuk MMD  Kader kesehatan hasil SMD melakukan analisis Kepala Daerah
h. Masyarakat desa masalah kesehatan “ZERO” Gizi
i. Perwakilan  Perwakilan yang ada dilingkungan buruk
kecamatan masyarakat umum sekitar
 Melaksanaan MMD  Tim dari Menghasilkan  Hasil keputusan Menentukan
(Musyawarah Puskesmas sebuah keputusan dilakukan dengan penanggung jawab
 Sumber Dana dalam kegiatan dan
Masyarakat Desa)  Perangkat Desa jadwal yang sudah
a. Dana kegiatan penanggulangan sumber
untuk membahas  Kader kesehatan direncanakan
INPUT OUTPUT OUTCOME  IMPACT
Kegiatan Peserta Indikator Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang
BOK solusi dari masalah- desa masalah gizi dengan  Adanya kebijakan dana/sarana yang
Puskesmas masalah yang  Perwakilan bukti telusur berupa dari pemerintah desa diperlukan
b. Anggaran Dana ditemukan dalam masyarakat umum komitmen tentang keputusan
Desa (ADD SMD, termasuk pelaksanaan penanganan masalah
bidang didalamnya masalah program dan SK gizi yang
Kesehatan) gizi buruk dan gizi kepengurusan/strukt ditandatangani oleh
kurang balita ur organisasi kepala desa, SK
kepengurusan kepengurusan BugiZa
 Tempat tingkat desa yang di
Kabupaten terbitkan oleh
Pangandaran pemerintah Desa.

 Menyusun Rencana  Tim dari Adanya rincian


Tindak Lanjut dengan Puskesmas jadwal kegiatan
 Fasilitas dan membangun komitmen  Perangkat Desa tindak lanjut. Seperti
peralatan bersama antara  Kader kesehatan rencana pertemuan
a. Aula masyarakat desa, desa dilakukan pada
Puskesmas aparatur desa, dan  Perwakilan bulan 4,8,dan 12.
b. Aula Desa petugas puskesmas masyarakat umum Daftar rencana
c. ATK dalam mendukung kunjungan rumah
d. Media KIE suksesnya BugiZa
 PELAKSANAAN
 Forum komunikasi
dan mitra dengan  Melaksanakan  Bidan Desa, Data penimbangan Semua sasaran  Kegiatan
lintas sector kegiatan posyandu  Petugas gizi balita, untuk posyandu menerima posyandu
tingkat kabupaten rutin untuk skrining  Petugas promkes mengetahui balita pelayanan posyandu terselenggara
dan kecamatan balita dengan status  Kader kesehatan yang tidak sesuai dengan
gizi kurang dan gizi pernah/tidak rutin jadwal yang
buruk (indicator ditimbang di telah ditentukan
INPUT OUTPUT OUTCOME  IMPACT
Kegiatan Peserta Indikator Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang
BB/TB) posyandu dan status bersama
pertumbuhannya (minimal 1
(SKDN) yaitu: berat bulan 1 kali)
badan tidak naik dua  80% balita
kali (2 T), BGM, ditimbang
gizi buruk kasus setiap bulan
baru dan gizi buruk (indicator
pasca perawatan. kadarzi, Depkes
2007)

 Melaksanakan  Kader kesehatan Semua sasaran Semua sasaran kegiatan


sweeping oleh kader  Perangkat Desa didatangi oleh kader posyandu telah dicatat
kesehatan yang (Kepala Dusun) untuk dilakukan hasil penimbangan BB
dibantu perangkat desa penimbangan BB dan pengukuran TB
untuk menjaring dalam buku KMS
sasaran yang tidak
datang ke posyandu
 Melaksanakan  Bidan Desa, Dengan dilakukan Meningkatnya
kegiatan penyuluhan  Petugas gizi pengukuran melalui pengetahuan ibu
tentang gizi kepada ibu  Petugas promkes pre test dan post tes tentang kesehatan, gizi
balita  Kader kesehatan pada saat kegiatan dan perkembangan
penyuluhan anak.

 Melaksanakan  Bidan Desa, Semua sasaran Keluarga dengan balita


supervise pada balita  Kader kesehatan dikunjungi untuk BGM, berat badannya
yang telah diketahui  Perangkat Desa mendorong, 2 kali tidak naik setelah
memiliki masalah gizi (Kepala Dusun) menyemangati, dikonfirmasi oleh
(pendampingan membimbing dan petugas kesehatan dan
keluarga) memberikan menjadi perhatian
INPUT OUTPUT OUTCOME  IMPACT
Kegiatan Peserta Indikator Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang
kemudahan keluarga khusus
oleh kader
pendamping guna
mengatasi masalah
gizi yang dialami,
diberikan bantuan
atau informasi
kesehatan
 Menghimpun dana dari  Kader kesehatan Terhimpunnya dana Dana yang terkumpul
masyarakat desa yang dikumpulkan dapat digunakan untuk
berpenghasilan lebih,  Perwakilan dari warga membeli bahan
kemudian dana diolah masyarakat umum masyarakat dengan makanan tambahan
oleh sekrertariat penghasilan lebih (susu, biscuit,buah dll)
pengurus BugiZa atau produk hasil
tingkat desa. pertanian yang
diberikan kepada
pengurus BugiZa
secara sukarela

 Pelaksanaan  Bidan Desa, Tersalurkannya


Pemberian PMT dan  Kader kesehatan PMT atau bahan
MP-ASI pada Bayi  Perangkat Desa pangan sejenis yang
BGM dari Keluarga (Kepala Dusun) sudah dihimpun dari
Miskin, dimana bahan- donatur dengan
bahan dibeli dari dana kalkulasi perhitungn
yang sudah terkumpul petugas gizi
puskesmas dan
disesuaikan dengan
kebutuhan balita
INPUT OUTPUT OUTCOME  IMPACT
Kegiatan Peserta Indikator Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang
yang bermasalah
gizi.

 Melaksanakan  Kader kesehatan Balita yang Balita bermasalah gizi Balita gizi buruk
tindakan rujukan  Tim MTBS bermasalah gizi dan kurang atau lebih menjadi status
berjenjang pada balita Puskesmas memiliki penyakit dengan penyakit sehat
yang bermasalah gizi penyerta dirujuk ke penyerta dapat
pada pelayanan pelayanan kesehatan terpantau status
kesehatan (Puskesmas, dibantu kader kesehatannya.
RS) kesehatan dan
dipantau oleh
petugas kesehatan
(Bidan, Petugas
Gizi, Dokter
Puskesmas)
Jika membutuhkan
rujukan lanjutan
maka difasiliitasi
sampai RSUD
(pelayanan
Spesialistik)
 PEMANTAUAN DAN EVALUASI

 Pemantauan dan  Bidan Desa,  Adanya data


evaluasi pertumbuhan  Kader kesehatan Balita penerima
dan perkembangan  Pengurus bantuan yang
balita gizi buruk dan sekertariat BugiZa pertumbuhan dan
gizi kurang penerima perkembangannya
bantuan lumbung gizi berjalan lambat
INPUT OUTPUT OUTCOME  IMPACT
Kegiatan Peserta Indikator Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang
desa. dengan indikator
berat badan tidak
naik dalam kurun
waktu 2 bulan
berturut-turut
penimbangan,
maka kader yang
telah dilatih
sistem
kewaspadaan gizi
melaporkan
kepada tim MTBS
Puskesmas

 Pemantauan dan  Kepala Desa  Buku keuangan Transparansi


evaluasi pencatatan  Bidan Desa, dicek secara penggunaan dana untuk
pemasukan dan  Pengurus berkala oleh balita yang penerima
pengeluaran keuangan sekertariat BugiZa kepala desa setiap bantuan
lumbung gizi desa satu bulan sekali.
Deskripsi Logic Model

Tabel 1 menggambarkan logic model implementasi program Lumbung Gizi Desa


(BugiZa). Dalam table tersebut menyajikan penjelasan rinci tentang masukan, aktivitas,
peserta, indicator serta hasil yang meliputi hasil jangka pendek, menengah dan jangka
panjang. Logic model menggambarkan aliran implementasi program BugiZa untuk
mencapai tujuan akhir yaitu tidak ada nya kasus gizi buruk (ZERO) sesuai dengan visi misi
Kepala Daerah Kabupaten Pangandaran.
Terdapat beberapa komponen dalam melaksanakan program BugiZa yang
diperlukan. Seperti komponen Sumber daya manusia, dana, tempat, fasilitas peralatan serta
forum komunikasi dan mitra. Dalam pelaksanaan program BugiZa ini terdiri dari beberapa
tim sebagai bentuk kerjasama lintas sector seperti Tim kesehatan yang terdiri dari
Penanggungjawab Bidang Kesehatan (Kepala Puskesmas) dan Staff Puskesmas (Dokter,
Petugas Promkes, Programer Gizi, Petugas MTBS), tim pemerintah desa (Kepala Desa,
Kepala Dusun dan jajarannya), Kader Kesehatan, Masyarakat, perwakilan kecamatan
(bagian kesejahteraan rakyat) serta Dinas pertanian.
Pendanaan dalam implementasi program ini adalah Anggaran Dana Bantuan
Operasional Kesehatan (BOK) Puseksmas, Anggaran Dana Desa (ADD) bidang kesehatan
serta hasil donasi dari sukarelawan. Pilot project program ini adalah Desa Cibogo
Kecamatan Padaherang Kabupaten Pangandaran.
Implementasi program BugiZa terdiri dari beberapa tahapan yaitu :
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini beberapa pemangku kepentingan seperti Tim Puskesmas, Tim
Pemerintahan Desa, Kader Kesehatan dan perwakilan lintas sector serta masyarakat.
Pada akhir tahap persiapan ini adalah merencanakan kegiatan serta siap untuk
pelaksanaan rencana kegiatan yang disusun secara bersama.
2. Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan program Lumbung Gizi Desa dilaksanakan secara bertahap, dimulai
dari pelaksanaan SMD (Survey Mawas Diri), MMD (Musyawarah Masyarakat Desa)
untuk membahas solusi dari masalah-masalah yang ditemukan dalam MMD, termasuk
didalamnya masalah gizi buruk dan gizi kurang balita, mengusulkan dan memaparkan
kegiatan lumbung gizi desa sebagai alternatif pemecahan masalah dan mendiskusikan
bersama masyarakat, menyusun struktur organisasi lumbung gizi desa, membangun
komitmen bersama antara masyarakat desa, aparatur desa, dan petugas puskesmas
dalam mendukung suksesnya BugiZa.
Setelah disepakati untuk diterapkannya inovasi BugiZa dan telah dibentuk
kepanitiaan BugiZa selanjutnya dilakukan tahapan pelatihan kader dalam menerapkan
sistem kewaspadaan gizi (melatih pengukuran penimbangan balita yang benar, melatih
kader mengetahui ciri-ciri gizi buruk dan gizi kurang secara kasar, melatih kader untuk
melaporkan kasus gizi buruk dan gizi kurang baru yang ditemukan).
Setelah kader mengetahui ciri-ciri gizi buruk dan gizi kurang, kader melaporkan
balita yang ditemukan pada saat kegiatan posyandu. Balita yang memiliki masalah gizi
dilaporkan ke bidan desa yang diteruskan ke petugas gizi. Petugas gizi dan tim MTBS
(Manajemen Terpadu Balita Sakit) kemudian memvalidasi ulang berat badan dan tinggi
badan balita serta mengecek kesehatan balita serta dilakukan kunjungan rumah
(supervise). Apabila menurut petugas gizi balita yang ditemukan positif berstatus gizi
buruk atau kurang maka kader akan langsung merekap balita tersebut kedalam daftar
balita penerima bantuan lumbung gizi.
Apabila balita yang ditemukan dan positif gizi buruk setelah diperiksa
kesehatannya oleh dokter dari tim MTBS ternyata disertai penyakit penyerta, maka
bantuan yang diberikan akan disertai dengan pengobatan rutin dasar yang bisa
dilakukan oleh dokter puskesmas. Sedangkan apabila ada balita yang mengalami
keterlambatan perkembangan maka bantuan dari lumbung gizi desa akan disertai
dengan pelatihan dari petugas bagian fisioterapi untuk mengejar keterlambatan
perkembangan balita.
Selanjutnya adalah tahapan pengumpulan dana BugiZa bersumber dari masyarakat
dibantu oleh TP PKK desa dan perangkat desa untuk terlaksananya kegiatan Lumbung
Gizi Desa. Dana lumbung gizi desa dibelanjakan untuk konsumsi vitamin dan
pemberian makanan tambahan yang dimaksudkan untuk mendukung asupan gizi
tambahan anak yang menderita masalah gizi buruk dan gizi kurang sekaligus untuk
memberikan edukasi kepada orang tua balita dengan masalah gizi buruk dan gizi
kurang tentang makanan yang baik untuk mendukung pertumbuhan anak, cara
membuat makanan sesuai dengan prinsip higien sanitasi yang baik dan besar porsi
minimal yang dianjurkan untuk mendukung pertumbuhan. Kegiatan edukasi kepada
masyarakat itu sendiri didampingi terus menerus oleh petugas MTBS yang didalamnya
terdapat petugas gizi dan seorang dokter umum beserta bidan desa.
Dana dari desa juga memfasilitasi transport balita gizi buruk dan gizi kurang untuk
berobat ke puskesmas yang letaknya cukup jauh dari desa, memfasilitasi pembuatan
BPJS Kertawaluya (JAMKESDA) oleh desa, dan memfasilitasi rujukan ke rumah sakit
bagi balita gizi buruk dengan penyakit penyerta berat yang membutuhkan perawatan ke
Rumah sakit tapi dari golongan kurang mampu dan belum mempunyai BPJS.
3. Tahap pemantauan dan evaluasi
Kegiatan lumbung gizi desa ini sudah memiliki struktur organisasinya sendiri
dengan Kepala Desa sebagai penanggung jawab dan Aparatur Desa sebagai salah satu
pelaksana yang nantinya akan memantau dan mengevaluasi kelancaran kegiatan
lumbung gizi desa. Pendokumentasian kegiatan dilaksanakan secara teratur setiap dana
desa keluar disertai dengan buku pencatatan keuangan, foto, dan pelaporan. Sementara
puskesmas memantau dengan melihat apakah sistem kewaspadaan gizi nya sudah
berjalan, dan menindaklanjuti laporan bulanan balita dengan masalah gizi buruk dan
gizi kurang. Pemantauan dan evaluasi berjalannya kegiatan inovasi lumbung gizi desa
meliputi pemantauan dan evaluasi pertumbuhan dan perkembangan balita gizi buruk
dan gizi kurang penerima bantuan lumbung gizi desa.
Sementara pemantauan dan evaluasi pencatatan pemasukan dan pengeluaran
keuangan lumbung gizi desa dilaksanakan intern antara panitia lumbung gizi desa di
desa dengan penanggung jawab langsung adalah kepala desa. Buku keuangan dicek
secara berkala oleh kepala desa setiap satu bulan sekali.
Outcome yang diharapkan dalam implementasi proram BugiZa adalah mengatasi
masalah gizi pada balita dengan kasus gizi buruk (Zero Gizi Buruk) dengan tanpa penyakit
penyerta. Hal tersebut sesuai dengan visi misi Kepala Daerah Kabupaten Pangandaran.

Kesimpulan
BugiZa adalah sebuah wadah yang dibentuk untuk mengumpulkan dana dari masyarakat
secara gotong royong untuk membantu balita di masyarakat yang bermasalah gizi. Dalam
penerapannya Inovasi BugiZa melewati beberapa tahapan diantaranya tahap persiapan,
pelaksanaan, serta monitoring, dan evaluasi penerapan inovasi BugiZa. Adanya Inovasi
BugiZa diharapkan gizi sebagai aksi terobosan untuk mengentaskan masalah gizi buruk dan
gizi kurang.
Referensi

Kementerian Kesehatan RI, 2013. Profil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta

Kementerian Kesehatan RI, 2018. Profil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Jakarta

Peraturan Menteri Kesehatan No. 45 tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan


Surveilans Epidemiologi Kesehatan

Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Pangandaran tahun 2018

Anda mungkin juga menyukai