Anda di halaman 1dari 7

E-ISSN 2527-5879 P-ISSN 2527-5879

http://journal2.um.ac.id/index.php/jsph
Email: jsphum@yahoo.co.id

Volume 2, Nomor 1, Juli 2017 Halaman 16-22

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ETNIS TOLAKI DALAM PENGELOLAAN


SUMBER DAYA PESISIR DI KECAMATAN LALONGGASUMEETO KABUPATEN
KONAWE PROVINSI SULTRA
Sulsalman Moita
Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Halu Oleo
Email: moitasulsalman@yahoo.co.id

Abstrak
Penelitian dengan lokus di Kecamatan Lalonggasumeeto Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi
Tenggara, bertujuan untuk: (1) menganalisis pola pengelolaan sumber daya pesisir berbasis nilai-nilai
kearifan lokal etnis Tolaki; (2) mengkaji perubahan nilai-nilai kearifan lokal sebagai dampak dari
modernisasi dan kapitalisme; dan (3) menganalisis konsekuensi perubahan nilai-nilai kearifan lokal
terhadap kebertahanan masyarakat sebagai sistem sosial. Metode penelitian ini adalah kualitatif dengan
pendekatan studi kasus. Dalam pengumpulan data, peneliti bertindak sebagai instrumen penelitian. Teknik
pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Data dianalisis
secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Pola pengelolaan sumber daya pesisir yang berbasis
pada nilai-nilai kearifan lokal etnis Tolaki seperti tradisi mondonduri, mepuka, meboso, mearano, dan
melupai,; menjadi katup pengaman entitas ekosistem perairan dari eksploitasi yang berlebihan; (2)
Dinamika dan perubahan nilai-nilai kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya perairan, menyasar
pada kelompok-kelompok penangkap dan budi daya perikanan yang berorientasi pada akumulasi modal
dan spirit kapitalisme. Mereka adalah jaringan nelayan yang berafiliasi dengan kelompok pemodal kuat
sehingga mengabaikan realitas kearifan lokal; (3) konsekuensi perubahan nilai-nilai kearifan lokal, secara
faktual tidak terjadi secara holistik, karena sistem pranata perikanan etnis lokal mampu menjaga
kebertahanan sistem sosial masyarakat.

Kata Kunci: kearifan lokal; pengelolaan; tolaki; pesisir.

LOCAL INDIGENOUS OF ETHNICAL PEOPLE TOLAKI IN MANAGEMENT COAL


RESOURCES IN DISTRICT LALONGGASUMEETO KONAWE REGENCY
SOUTHEAST SULAWESI PROVINCE
Abstract
Research with locus in District Lalonggasumeeto Konawe Regency Southeast Sulawesi Province, aims to:
(1) analyze the pattern of coastal resource management based on the values ​of local Tolaki ethnic wisdom;
(2) examine changes in the values ​of local wisdom as a result of modernization and capitalism; and (3) to
analyze the consequences of changing the values ​of local wisdom towards community resilience as a
social system. This research method is qualitative with case study approach. In data collection, researchers
act as research instruments. Data collection techniques are done through in-depth interviews, observation
and documentation. Data were analyzed qualitatively. The results showed: (1) The pattern of coastal
resource management based on the values ​of local Tolaki ethnic wisdom such as the tradition of
mondonduri, mepuka, meboso, mearano, and melumpai ; be the safety valve of the aquatic ecosystem
entity from excessive exploitation; (2) The dynamics and changes in the values ​of local wisdom in the
management of aquatic resources, targeting groups of catchers and aquaculture oriented to the
accumulation of capital and spirit of capitalism. They are a network of fishermen affiliated with powerful
groups of investors that ignore the reality of local wisdom; (3) the consequences of changing the values ​of
local wisdom, factual does not occur holistically, because the system of local ethnic fishery institutions is
able to maintain the resilience of the social system of society.

Keywords: local wisdom; management; tolaki; coastal.

16 J S P H
Kearifan Lokal Masyarakat Etnis Tolaki dalam Pengelolaan Sumber Daya Pesisir, Sulsalman Moita

LATAR BELAKANG Saat ini nilai-nilai kearifan lokal dalam


Sumber daya pesisir yang dimiliki oleh pengelolaan sumberdaya pesisir, banyak
Indonesia, membutuhkan pola pengelolaan yang mendapat tekanan faktor eksternal seperti
tepat agar kelestarian potensi yang ada tetap modernisasi perikanan, akulturasi sosial budaya,
terjaga untuk generasi mendatang. Faktanya, pola heterogenitas penduduk, dan dampak strukutural
pengelolaan yang ada saat ini masih cenderung yang lahir dari kebijakan pembangunan yang
bersifat government based management, dimana sebagian tidak berpihak pada kepentingan
otoritas dan dominasi pemerintah pusat masyarakat tradisi. Salah satunya adalah wilayah
memegang kontrol dari sumber daya yang ada. Kecamatan Lalonggasumeeto Kabupaten
Model ini menempatkan pemerintah pusat Konawe sebagai lokus penelitian ini.
sebagai pengambil keputusan tertinggi dan Kecamatan Lalonggasumeeto merupakan
cenderung bersifat sentralistik, sementara setiap wilayah pemekaran dari Kecamatan Soropia,
daerah memiliki pola pengelolaan sumber daya yang hampir seluruh desa-desanya berada di
yang berbeda berdasarkan karakteristiknya. wilayah pesisir dan laut berbatasan langsung
Dampaknya, peran komunitas lokal mulai dengan laut Sulawesi yang menghubungkan
tereduksi yang berujung pada pola pengelolaan Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah
yang tidak efisien, konflik kepentingan, dan dan Kabupaten Konawe Kepulauan. Wilayah
degradasi sumber daya pesisir. yang sangat dekat dengan pusat pemerintahan
Mengacu pada Undang-Undang No 31/2004 Provinsi Sulawesi Tenggara (Kota Kendari),
Pasal 6 tentang Perikanan, menyebutkan bahwa didominasi oleh masyarakatnya yang bekerja
pengelolaan perikanan untuk kepentingan sebagai nelayan dan petani.
penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan harus Pentingnya nilai-nilai kearifan lokal dalam
mempertimbangkan hukum adat dan/atau pengelolaan sumberdaya pesisir di wilayah ini,
kearifan lokal serta memperhatikan peran serta menjadi komitmen sebagian masyarakat karena
masyarakat didukung menjadi dasar konstitusi tidah hanya berorientasi pada penghormatan
bagi pengelolaan berbasis kearifan lokal. Hal ini tradisi leluhur masa lalu, namun menjadi katup
membuat pengelolaan sumber daya alam akan pengaman bagi keberlangsungan sistem sosial.
dilaksanakan mulai dari tingkat daerah sampai ke Masyarakat etnis Tolaki yang mayoritas
pusat dan akan mereduksi peran negara yang mendiami wilayah ini menjadikan tradisi
selama ini terlalu dominan. kalosara sebagai fokus yang menaungi semua
Pada aspek yang lain, kearifan lokal produk budaya termasuk nilai-nilai kearifan lokal
merupakan hak-hak kepemilikan (property dalam pengelolaan wilayah pesisir.
rights) yang tidak hanya diartikan sebagai Eksistensi nilai-nilai kearifan lokal dalam
penguasaan terhadap suatu kawasan, akan tetapi pengelolaan sumber daya alam termasuk
juga sebagai salah satu bentuk strategi dalam lingkungan pesisir merupakan norma-norma
melindungi sumber daya dari kegiatan perikanan yang terkait dengan pengetahuan, teknologi,
yang dapat merusak (destructive fishing) dan kepercayaan, kelembagaan yang dipraktekan
berlebihan dalam mengambil sumber daya (over oleh suatu komunitas/masyarakat selama
exploited) (Wahyono, 2010). Praktek pengelolaan bertahun-tahun dalam mengelola sumberdaya
perikanan yang berbasis kearifan lokal tersebut alam yang ada (Kurniawati, 2011).
terbukti mampu untuk menciptakan perikanan Kearifan lokal tersebut juga merupakan
berkelanjutan, dari berbagai aspek seperti sosial proses pemaknaan oleh suatu komunitas terhadap
ekonomi, ekologi, komunitas maupun lingkungannya. Kearifan lokal juga bisa
kelembagaan.. Oleh karena itu, penting untuk dikonsepsikan sebagai kebijaksanaan setempat
melihat dampak pengelolaan berbasis kearifan (local wisdom) atau kecerdasan setempat (local
lokal terhadap keberlanjutan sumber daya alam. genius), pandangan hidup, ilmu pengetahuan,
Proses pengembangan kawasan pesisir dan dan berbagai strategi kehidupan yang berwujud
laut hendaknya disusun menggunakan bingkai aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat
pendekatan berupa integralistik yang sinergistik setempat dalam menjawab berbagai masalah
dan harmonis, dengan memperhatikan sistem dalam memenuhi kebutuhan mereka (Adillah,
nilai dan kelembagaan yang tumbuh dan 2013). Sedangkan Keraf (2010) Kearifan lokal
berkembang dalam masyarakat serta sejalan juga disebut sebagai semua bentuk pengetahuan,
dengan sumber-sumber potensi lokal. Keraf keyakinan, pemahaman atau etika yang
(2010), mengatakan bahwa kearifan lokal atau menuntun prilaku manusia dalam kehidupan
tradisional adalah semua bentuk pengetahuan, didalam komunitas ekologis.
keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta adat Pentingnya nilai-nilai kearifan lokal dalam
kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku pengelolaan sumber daya pesisir juga dapat
manusia dalam kehidupan di dalam komunitas disinergikan dengan penguatam modal sosial
ekologis. (social capital) masyarakat. Modal sosial
17 J S P H
Jurnal Sosiologi Pendidikan Humanis Volume 2, Nomor 1, Juli 2017

menekankan kepada kebersamaan dan energi HASIL DAN PEMBAHASAN


kelompok yang menjelaskan unsur-unsur seperti Pola pengelolaan sumber daya pesisir berbasis
partisipasi dalam suatu jaringan (networking), nilai-nilai kearifan lokal etnis Tolaki
relasi timbal balik (reciprocity), rasa saling Wilayah Kecamatan Lalonggasumeeto
percaya (mutual trust), norma sosial (social terletak di jazirah tenggara Provinsi Sulawesi
norms), nilai-nilai (values), serta tindakan yang Tenggara, yang sebagian masyarakatnya
proaktif. (Hasbullah, 2006). menggantungkan hidupnya dari pengelolaan
Kolaborasi dan sinergi nilai-nilai kearifan sumber daya pesisir, seperti aktivitas
lokal yang didukung dengan penguatan kapasitas penangkapan ikan, pengelolaan rumput laut,
modal sosial (social capital) ini menjadi energi budidaya hasil perairan, transportasi, sektor
positif bagi masyarakat lokal termasuk etnik parawisata, dan sebagainya.
Tolaki dalam pengelolaan sumber daya pesisir, di Etnis Tolaki yang mendiami kecamatan ini
tengah pengaruh modernisasi dan perkembangan adalah etnis lokal (pribumi) yang tersebar merata
ilmu pengetahuan dan teknologi pada bidang di seluruh desa-desa pesisir. Pola pengelolaan
perikanan yang dapat menganggu eksistensi dan sumber daya pesisir, selain mengadopsi nilai-
kerapuhan budaya lokal sebagai suatu sistem nilai modernisasi juga masih mempertahankan
sosial. pola pengelolaan yang bersumber dari nilai-nilai
Berdasarkan penjelasan di atas, hal yang coba kearifan lokal, antara lain: mondonduri, mepuka,
diketengahkan dalam tulisan ini adalah meboso, mearano, dan melupai.
bagaimana pola pengelolaan sumber daya pesisir Mondoduri merupakan aktivitas memancing
berbasis nilai-nilai kearifan lokal etnis Tolaki di ikan dengan memanfaatkan rawa, sungai, dan
Kecamatan Lalonggasumeeto. Selain itu juga laut. Aktivitas ini biasa dilakukan secara individu
akan dilihat pada sejauh mana perubahan nilai- maupun kelompok-kelompok kecil dengan
nilai dari kearifan lokal dalam berbagai memanfaatkan waktu senggang atau libur ketika
pengelolaan sumberdaya pesisir sebagai dampak rutinitas pekerjaan sedang rehat. Biasanya warga
dari modernisasi dan kapitalisme dan bagaimana memancing ikan pada sore hari atau hari Sabtu
konsekuensi perubahan nilai-nilai kearifan lokal dan Minggu. Temuan penelitian mengungkapkan
dalam pengelolaan sumberdaya pesisir terhadap bahwa aktivitas mondonduri ini telah
kebertahanan masyarakat sebagai sistem sosial. dimanfaatkan oleh sebagian warga dengan
membuka jasa pemancingan dengan sistem sewa
METODE PENELITIAN perjam. Bahkan tak jarang di sejumlah spot-spot
Penelitian ini menggunakan metode studi pemancingan dilakukan lomba memancing
kasus dengan pendekatan kualitatif, yang dengan hadiah yang cukup menggiurkan,
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata termasuk dimaanfaakan oleh sejumlah pihak
tertulis maupun lisan dan perilaku dari orang- untuk kepentingan sosial dan politik.
orang ataupun masyarakat pada wilayah Mepuka adalah aktivitas mencari ikan dengan
penelitian (lihat Bogdan dan Taylor atau Kirk dan menggunakan pukat atau jaring yang biasanya
Miller dalam Maleong, 2000). dilakukan di rawa atau sungai sekitar pemukiman
Sumber data tersebut adalah: data primer penduduk. Saat ini aktivitas mepuka telah
dikumpulkan dari informan yang terdiri dari memanfaatkan kawasan perairan laut dengan
masyarakat pesisir, tokoh masyarakat, tokoh adat, menggunakan pukat harimau, yang tidak hanya
tokoh pemerintah, dan investor perikanan, membinasakan ikan-ikan kecil dan hasil laut
dengan pendekatan wawancara mendalam dan lainnya, namun juga melanggar hukum yang
observasi. Sedangkan data sekunder berupa berdampak pada pemidanaan. Namun demikian,
dokumen, literatur, dan publikasi dikumpulkan aktivitas mepuka dengan menggunakan pukat
dari monografi desa, laporan, buletin, dan data harimau, bagi sebagian tokoh masyarakat (toono
statistik. motuo) adalah perbuatan tercela karena dapat
Selanjutnya analisis data yang digunakan menganggu atau mengurangi ekosistem sungai
adalah analisis kualitatif (studi kasus) dengan dan laut seperti ikan-ikan kecil sehingga
langkah-langkah: telaah data yang didapat dari berdampak pada persediaan ikan pada jangka
berbagai sumber hasil wawancara, observasi dan panjang yang semakin berkurang.
dokumen; reduksi mengenai data informasi Meboso merupakan pola budidaya hasil laut
dengan membuat abstraksi sebagai rangkuman dengan menampung pada suatu wadah/tempat di
inti dari semua pernyataan sehingga tetap ada; sekitar rawa, laut, dan sungai. Tujuannya selain
susunan data dan informasi dalam satuan-satuan; untuk menampung hasil-hasil tangkapan agar
kategorisasi data dan informasi; hasil pengecekan memiliki ukuran yang lebih besar, juga menjadi
keabsahan data dan informasi, dengan cara katup pengaman konsumsi penduduk di masa
mengkonfrimasikan kembali setiap data dan paceklik. Temuan penelitian menunjukkan
informasi yang diperoleh. bahwa aktivitas meboso dalam konteks budidaya
18 J S P H
Kearifan Lokal Masyarakat Etnis Tolaki dalam Pengelolaan Sumber Daya Pesisir, Sulsalman Moita

telah digunakan oleh sebagian penduduk untuk oleh sejumlah faktor seperti: modernisasi
membangun kolam besar sebagai sarana wisata perikanan, perkembangan Iptek, heterogenitas
perikanan dan aktivitas pemancingan. Aktivitas masyarakat, dan kebijakan pemerintah yang
meboso yang terbuat dari bahan bambu dan dapat mempengaruhi sistem pranata sosial
batang/daun rumbia (sagu) masih tetap masyarakat pesisir.
dipertahankan oleh sebagian masyarakat etnik Modernisasi perikanan merupakan bentuk
Tolaki di tengah modernisasi perikanan dengan pengejawatahan revolusi biru sebagian bagian
sistem penampungan yang lebih canggih. yang tidak terpisahkan dengan revolusi hijau di
Mearano adalah aktivitas penangkapan ikan hasil bidang agraris. Masyarakat pesisir atau
dengan memanfaatkan rawa-rawa buatan nelayan di masa lalu adalah masyarakat yang
manusia dan di musim hujan air yang tergenang. subsisten dengan karakteristik masyarakatnya
Masyarakat etnik Tolaki biasanya menggali yang miskin dan dibawah standar kesejahteraan.
lobang di sekitar lahan perladangan atau area Kondisi yang sama dialami oleh masyarakat
persawahan untuk menampung air hujan. Air Kecamatan Lalonggasumeeto (dulu Kecamatan
hujan selain berfungsi untuk mengairi sawah dan Soropia). Pada temuan Tarimana (1995)
tanaman pertanian lainnya, juga digunakan untuk mengungkapkan masyarakat etnik tolaki yang
menampung ikan yang dipanen ketika musim bermata pencaharian sebagai nelayan di wilayah-
paceklik tiba. Aktivitas mearano ini banyak wilayah pesisir, hanya mengandalkan aktivitas
dilakukan oleh kaum perempuan dengan penangkapan ikan dengan perahu tanpa mesin
mengundang rekan-rekannya dengan sistem bagi (obangga, onia ), aktivitas memancing biasa
hasil kepada pemiliknya. Aktivitas ini (mondoduri), dan menggunakan pukat biasa
mengelaborasi nilai kearifan lokal dalam konteks (mepuka) dengan hasil tangkapan hanya untuk
medulu/mepokoaso (berkumpul atau bersatu) konsumsi keluarga dan sekali-sekali barter
bagi kaum perempuan, termasuk menjadi wahana dengan petani untuk ditukar dengan beras, sayur,
bagi mereka untuk mengkomunikasikan aktivitas ubi, jagung, dan buah-buahan.
kekeluargaan dan masalah-masalah perempuan Modernisasi perikanan yang ditandai dengan
dalam spektrum yang lebih luas. masuknya investor perikanan yang sebagian
Melupai, merupakan tradisi atau kebiasaan besar adalah etnis Tionghoa dengan memiliki
turun temurun dengan memanfaatkan air sungai kapal penangkap ikan bermesin, telah mengubah
mengalir atau rawa ukuran besar guna meracuni aktivitas warga lokal dari nelayan tradisional
ikan dengan menggunakan tuba dari akar-akar menjadi nelayan buruh yang menjadikan investor
pohon yang mengandung racun. Aktivitas ini menjadi majikan dalam konteks patron-klien.
marak sekitar tahun 70-an hingga 90-an dan Dengan sistem upah dan bagi hasil, masyarakat
biasanya dijadikan wahana pertemuan saudara pesisir relatif menerima sistem itu karena tidak
atau para kerabat sambil bergembira dan hanya penghasilan meningkat secara signifikan,
bercengkrama mencari/mengambil ikan. Namun tetapi membuka jaringan penangkapan yang
seiring dengan pelarangan dan penegakan hukum lebih luas termasuk penguasaan teknologi
yang cukup ketat, aktivitas molupai ini sudah perikanan. Temuan penelitian mengungkapkan,
jarang dilakukan terutama kawasan-kawasan dampak dari modernisasi perikanan telah
aliran sungai yang berhubungan langsung dengan memunculkan investor-investor baru dari etnik
kawasan irigasi penduduk. lokal walaupun masih dalam jumlah yang kecil.
Temuan penelitian ini mengungkapkan di Perkembangan Iptek dalam spektrum
sejumlah desa-desa pesisir di Kecamatan perubahan sosial merupakan realitas yang tak
Lalonggasumeeto, tak jarang masih melakukan terelakkan, karena proses adaptasi manusia yang
aktivitas molupai secara bersama-sama yang relatif mudah untuk diterima juga memberi
secara informal diketahui oleh pemerintah dampak positif bagi kehidupannya. Sejumlah
setempat (Kepala Desa dan Camat), yang indikator perkembangan Iptek dalam aktivitas
tujuannya selain mendapatkan ikan untuk perikanan/perairan seperti penggunaan perahu
konsumsi keluarga juga sebagai wahana bermesin, penggunaan rumpon, budidaya
komunikasi serta kebersamaan warga sebagai teripang, budidaya rumput laut, transportasi
suatu sistem sosial. perikanan, perkembangan parawisata; menjadi
dampak positif perkembangan struktur sosial
Perubahan nilai-nilai kearifan lokal dalam masyarakat pesisir yang lebih baik.
pengelolaan sumber daya pesisir sebagai Temuan penelitian mengungkapkan nilai-
dampak dari modernisasi dan kapitalisme nilai kearifan lokal masyarakat pesisir dalam
Modernisasi perikanan telah mengubah kultur pengelolaan sumber daya, semakin jarang
dan perilaku manusia dalam memanfaatkan dilakukan karena proses adaptasi terhadap Iptek
sumber daya pesisir, dari pola tradisional berubah berlangsung secara cepat. Masyarakat di wilayah
menjadi pola modern. Perubahan ini dipengaruhi ini tidak hanya mengandalkan aktivitas
19 J S P H
Jurnal Sosiologi Pendidikan Humanis Volume 2, Nomor 1, Juli 2017

penangkapan ikan semata untuk memenuhi m e n j a d i p e t a n i . Wi l a y a h K e c a m a t a n


kebutuhan ekonomi keluarga, namun sebagian Lalonggasumeeto (dulu Kecamatan Soropia)
memiliki alat transportasi untuk distribusi barang merupakan lokasi restelment penduduk di akhir
dan manusia di pulau-pulau kecil terdekat seperti tahun 80-an. Namun masyarakat yang menerima
P.Bokori, Pulau Saponda, Pulau Hari. Selanjutnya program tersebut selama kurang lebih dua tahun
masyarakat yang bermukim di sekitar Desa hanya memanfaatkan alokasi jatah rumah, lahan,
Watunggarandu, memanfaatkan pantai batugong dan konsumsi dari pemerintah, namun ketika
untuk membangun villa, rumah makan, warung, jatah habis mereka (nelayan) kembali
dan gazebo untuk keperluan para wisatawan yang beraktivitas sebagai nelayan.
pengunjungnya umumnya berasal dari Kota Saat ini intervensi pemerintah terhadap
Kendari, Kabupaten Konawe Selatan dan masyarakat pesisir lebih pada proses
Kabupaten Konawe. Dalam konteks budidaya, pemberdayaan. Sejumlah program seperti
sebagian masyarakat telah mengembangkan PNPM, Program andalan Pemerintah Provinsi
empang (tambak) untuk budidaya ikan bandeng (Bahteraemas), dan Program andalan Pemerintah
(ikan bolu), budidaya rumput laut dan teripang, Kabupaten Konawe (Perisai), banyak menyasar
proses pengolahan ikan hasil tangkapan melalui komunitas masyarakat pesisir dengan bantuan
pengasinan, pengasapan, pengeringan, dan perahu bermotor, kredit nelayan, koperasi
pembuatan pakan ternak. nelayan, pelatihan dan skill masyarakat pesisir,
Heterogenitas masyarakat di wilayah pesisir dan sebagainya. Komitmen pemberdayaan bagi
dapat mendorong percepatan akulturasi dan masyarakat pesisir oleh Pemerintah di
asimilasi budaya termasuk dalam bidang Kecamatan Lalonggasumeeto, dalam faktanya
ekonomi. Kehadiran pendatang dari berbagai telah mendorong peningkatan sosial ekonomi
latarbelakang etnis tidak hanya membuka masyarakat, termasuk perubahan paradigma
networking (jaringan) baru dalam bidang berpikir, kebiasaan, dan sikap dalam pengelolaan
ekonomi akan tetapi terjadinya akumulasi sumberdaya pesisir yang ada.
pengetahuan masyarakat lokal terhadap ide-ide
dan kreativitas baru, termasuk mengubah Konsekuensi perubahan nilai-nilai kearifan
kebiasaan lama yang tidak sesuai dengan iklim lokal terhadap kebertahanan masyarakat
modernisasi. sebagai suatu sistem sosial.
Nilai-nilai kearifan lokal masyarakat dalam Dalam konteks pengelolaan dan pemanfaatan
pengelolaan sumberdaya pesisir, kendatipun pada sumberdaya pesisir yang lestari serta
tidak bertentangan dengan nilai-nilai modenisasi, berkelanjutan peranan lembaga lokal beserta
namun faktanya masyarakatnya dalam kondisi kearifan lokal, tradisi dan budaya setempat
subsisten dan memenuhi kebutuhannya secara memiliki peluang yang cukup strategis untuk
self suficient. Artinya, warga tidak memiliki dimanfaatkan dalam upaya pembinaan terhadap
kemampuan untuk menabung, investasi, dan masyarakat. Aspek ini dapat dijadikan sebagai
merubah kondisi sosial ekonomi secara jembatan penghubung yang menghubungkan
siginifikan. antara program yang akan diterapkan otoritas
Temuan penelitian mengungkapkan, pemerintah dengan apa yang telah menjadi
kehadiran pendatang dari daerah lain seperti suku kebutuhan masyarakat. Sehingga diharapkan
Bugis, Makassar, Jawa, Buton, Muna, dan etnis apapun target kelestarian lingkungan dan
Tionghoa,telah meningkatkan kehidupan sosial kesejahteraan masyarakat yang direncanakan
ekonomi masyarakat lokal secara gradual. Hal ini pemerintah diyakini akan dapat berjalan dengan
dapat dilihat dari tingkat pendapatan, kondisi cepat dan tepat sasaran sehingga memberikan
rumah, investasi, tabungan, pendidikan keluarga, dampak yang positif terhadap keberhasilan dan
pemenuhan kesehatan, dan sebagainya. Seluruh keberlanjutan kelestarian perikanan.
aspek perubahan kehidupan tersebut, tercipta dari Pada aspek yang lain seperti pengelolaan dan
relasi sosial termasuk membangun modal sosial pemanfaatan sumberdaya yang ada di pesisir
yang bersifat bridging (menjembatani), antara tersebut dapat mengubah kebiasaan masyarakat
masyarakat etnik lokal (Tolaki) dan masyarakat dari ketaatan terhadap nilai-nilai kearifan lokal
pendatang. berubah melalui adaptasi nilai-nilai modernisasi.
Kebijakan pemerintah dalam pembangunan Kondisi yang sama dialami oleh masyarakat
masyarakat pesisir adalah mengandung pesan etnik Tolaki yang berada di Kabupaten Konawe,
untuk keadilan dan kesejahteraan sosial, yang yang menjadikan modernisasi perikanan sebagai
umumnya masih terperangkap dalam perangkap meliu untuk transformasi atas pengetahuan,
kemiskinan. Di masa lalu terdapat kebijakan pandangan, sikap, kebiasaan, perilaku, dan
restelment penduduk daerah pesisir dengan aktivitas pesisisir yang lebih inovatif dan
memindahkan mereka ke wilayah daratan untuk sejahtera.
mengubah aktivitas dari nelayan Perubahan sikap dan perilaku masyarakat ini
20 J S P H
Kearifan Lokal Masyarakat Etnis Tolaki dalam Pengelolaan Sumber Daya Pesisir, Sulsalman Moita

dalam pengelolaan sumberdaya pesisir Perubahan nilai-nilai kearifan lokal dalam


merupakan konsekuensi logis dari kemampuan pengelolaan sumber daya pesisir sebagai dampak
membangun relasi dan jaringan sosial baik secara dari modernisasi dan kapitalisme merupakan
internal maupun secara eksternal. Secara internal, dampak dari faktor modernisasi perikanan,
terdapat kesepahaman dan komitmen seluruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
stakeholder mulai dari tokoh pemerintah, tokoh heterogenitas masyarakat, dan kebijakan
masyarakat, tokoh agama, nelayan, tokoh pemerintah. Faktor-faktor tersebut selain
pemuda; dan sebagainya untuk mereduksi mengubah sikap, pandangan, pengetahuan, dan
kebiasaan-kebiasaan lama dalam aktvitas aktivitas masyarakat dalam pengelolaan
kemaritiman yang tidak fungsional dan tidak sumberdaya pesisir, juga dapat meningkakan
produktif, seperti upacara petik laut, pemberian kesejahteraan dan pemenuhan kebutuhan sosial
sesajen, menangkap ikan dengan meracuni, dan ekonomi.
sebagainya. Konsekuensi perubahan nilai-nilai kearifan
Sedangkan secara eksternal, dilandasi oleh lokal terhadap kebertahanan masyarakat sebagai
sikap keterbukaan untuk menerima perubahan, suatu sistem sosial menjadikan elemen modal
Iptek, akulturasi dan asimilasi budaya, serta sosial seperti jaringan, sikap saling percaya, nilai
intervensi pemerintah yang semuanya berdimensi dan norma sosial, relasi timbal balik sebagai
pemberdayaan. Masyarakat lokal mesti katup pengaman dari realitas perubahan terutama
menghilangkan sikap apriori terhadap perubahan dari faktor eksternal seperti modernisasi
dari luar karena nilai-nilai yang dibawa tidak perikanan, perkembangan ilmu pengetahuan dan
bertujuan untuk mereduksi nilai-nilai lama, teknologi, serta akulturasi sosial ekonomi dengan
namun memperbaikinya untuk perubahan dan warga pendatang. Masyarakat etnis Tolaki
inovasi baru. Faktanya, perkembangan menjadikan simbol kalosara, nilai-nilai
kehidupan sosial ekonomi, meningkatnya sektor medulu/mepokoaso, nilai teporombu sebagai
parawisata, terbukanya jaringan antarnelayan, sistem simbol keberlangsungan aktivitas
koperasi nelayan, transportasi antarpulau penangkapan/budidaya dalam dimensi kearifan
merupakan indikator manfaat faktor eksternal lokal walaupun secara kuantitas aktivitasnya
dalam konteks keberdayaan masyarakat pesisir. semakin berkurang.
Dimensi fakor internal dan faktor eksternal
secara makro memang telah mengubah kebiasaan DAFTAR RUJUKAN
dan aktivitas masyarakat etnik lokal dalam Adillah, Giska. (2013). Enhacing Local
pengelolaan sumber daya pesisir. Namun Wisdom Through Local Content of
demikian nilai-nilai kearifan lokal dalam aktivitas Elementary School in Java, Indonesia.
penangkapan dan budidaya seperti mondoduri, Proceeding of the Global Summit on
mepuka, meboso, melupai, dan mearano masih Education 2013 (e-ISBN 978-967-11768-0-
tetap dipertahankan sebagai bentuk simbolisasi 1)11-12 March 2013, Kuala Lumpur.
dan penghormatan entitas budaya masyarakat Hasbullah, J. (2006). Social capital: Menuju
Tolaki sebagai sistem sosial. Penghormatan nilai- Keunggulan Budaya Manusia Indonesia.
nilai tersebut, berkorelasi dengan kuatnya ikatan Jakarta: MR-United Press.
modal sosial masyarakat seperti simbol kalosara Ibad, Syahrul. (2017). Kearifan lokal
yang berwujud pada aktivitas bersama seperti Pemberdayaan Masyarakat dalam
molupai, simbol medulu/mepokoaso (bersatu) Pengelolaan dan Pembangunan Sumberdaya
dalam aktivitas mondodouri, simbol teporombu Perikanan yang Berkelanjutan (Studi
(berkumpul) dalam aktivitas mearano, dan Kabupaten Situbondo). Jurnal ilmu Perikanan
sebagainya. Volume 8, No. 1 April 2017.
Keraf, A.S. (2010). Etika Lingkungan Hidup.
KESIMPULAN Jakarta: Buku Kompas.
Pola pengelolaan sumberdaya pesisir berbasis Kurniwati, Nendah dan Reswati Elly. (2011).
nilai-nilai kearifan lokal etnis Tolaki, secara Kearifan Lokal Masyarakat Lamalera:
kuantitas telah mereduksi kebiasaan masyarakat Sebuah ekspresi hubungan manusia dengan
yang dimasa lalu menjadi katup pengaman dalam laut. Buletin Riset Sosek Kelautan dan
memenuhi kebutuhan sosial ekonomi. Namun, Perikanan Vol 6 No.2 2011.
demikian aktivitas penangkapan dan budidaya Moleong, L.J. (2010). Metodologi Penelitian
perairan, seperti mondoduri, meboso, melupai, Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya
mearano, dan mepuka menjadi kebiasaan yang Satria, Arif. (2002). Sosiologi Masyarakat
tetap dipertahankan untuk keberlangsungan Pesisir. Jakarta: PT Pustaka Cidesindo.
tatanan sistem sosial dan mewarisi tradisi budaya Sugiyono, (2011). Metode Penelitian Kuantitatif
masa lalu. Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

21 J S P H
Jurnal Sosiologi Pendidikan Humanis Volume 2, Nomor 1, Juli 2017

Tarimana, Abdurrauf. (1995). Kalosara sebagai


Fokus Kebudayaan Suku Tolaki. Jakarta:
Rineka Cipta.
Undang-Undang No 31/2004 tentang Perikanan
Wahyono, (2010). Pemberdayaan Masyarakat
Nelayan. Yogyakarta: Media Presindo.

22 J S P H

Anda mungkin juga menyukai