Anda di halaman 1dari 38

BAB IV

PENGEMBANGAN ASPEK KEBAHASAAN BUKU AJAR


(Dr. Drs. H. Muhammad Abdullah, M.A.)

4.1. Pendahuluan

Jika dilihat dari fugsinya, bahasa Indonesia sesungguhnya sangat bernilai tinggi
dan bermakna strategis bagi pemakainya. Fungsi bahasa Indonesia ini dapat dilihat
sebagai fungsi internal maupun ekstrnal pemakai bahasanya.
Dilihat dari internal (pemakai bahasanya), bahasa dapat berfungsi sebagai :
1. Alat untuk menyampakan ekspresi diri;
2. Cermin kepribadian diri si pemakai bahasa;
3. Wahana aktualisasi diri; dan
4. Sebagai alat pengembangan intektual
Sedangkan dari segi eksternal (pemakai bahasa), bahasa dapat berfungsi
sebagai :
1. Alat komunikasi sosial;
2. Alat mengadakan integrasi dan adaptasi sosial;
3. Alat kontrol sosial;
4. Alat pengembangan ilmu pengetahuan ; dan
5. Sebagai alat pengembangan sosial (masyarakat) (Bandingkan dengan Keraf,
1994: 3).

4.2 Antara Ragam Tulis dan Ragam Lisan


Dalam komunikasi sehari-hari pembedaan antara bahasa tulis dan bahasa lisan
kurang mendapat perhatian. Hal ini karena beberapa alasan, di antaranya adalah
(1) belum terciptanya iklim budaya tulis di dalam masyarakat, baik masyarakat
perkotaan maupun masyarakat pedesaan; (2) adanya anggapan (yang keliru)
bahwa bahasa lisan jauh lebih efektif dibanding bahasa tulis; dan (3) masih kuatnya

1
budaya oral (oral tradition) dalam masyarakat, dan lemahnya “keberaksaraan”
masyarakat.
Haruslah diakui bahwa pada kenyataanya bahasa tulis jauh lebih efektif
daripada bahasa lisan (Yudiono, 198). Mengapa bahasa tulis lebih efektif daripada
bahasa lisan? Jawaban atas pertanyaan di atas dapat dilihat dari matriks perbedaan
kedua jenis ragam di bawah ini.

RAGAM BAHASA TULIS RAGAM BAHASA LISAN

1. Lebih luas jangkauannya 1. Jangkauannya terbatas


2. Mudah didokumentasikan 2. Tidak mudah didokumentasikan
3. Lebih murah 3. Lebih mahal
penyelenggaraannya penyelenggaraannya
4. Dapat dipertangungjawabkan 4. Tidak dapat
secara ilmiah dipertanggungjawabkan
5. Dapat dipercaya secara hukum Secara ilmiah
5. Secara hukum tidak dapat
dipercaya

Sebagai ilustrasi perhatikan contoh kalimat-kalimat dalam jenis ragam di bawah


ini.
Contoh kalimat dalam ragam lisan
1. “Pak, rokok satu bungkus, berapa?”
“Kembalinya Permen saja”.
“Makasih Pak”.
2. “Mas, koran. Berapa?”
“Seribu lima ratus, boleh”.
“Seribu, nich”.
“Ya, ambil aja”.

2
Dari pembicaraan di atas dapat jelaskan secara garis besar perbedaan antara
ragam tulis dan agam isan dapat dijelaskan sbb :
1. Pada ragam lisan menghendaki adanya orang kedua, teman bicara yang berada di
depan pembicara, sedang ragam tulis tidak mengharuskan adanya teman bicara
berada di depan pembicara secara langsung.
2. Di dalam ragam lisan unsur-unsur bahasa seperti subjek, predikat, objek tidak selalu
dinyatakan. Unsur-unsur itu kadang-kadang ditingalkan (dihilangkan). Hal ini karena
bahasa yang dipakai itu dapat dibantu oleh gerak-gerik, mimik, anggukan atau
intonasi tertentu.
Contoh ragam lisan lainya. Ketika seorang direktur berkata kepada sekretarisnya.
“Kenapa dia, San?”
“Tahu, Tuan, miring kali”.
3. Ragam lisan sangat terbatas oleh kondisi, situasi, ruang dan waktu. Sebagai contoh
apa-apa saja yang dinbicarakan di dalam ruang kuliah, hanya akan didengar dan
diikuti untuk waktu itu saja.
4. Ragam lisan sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya dan pajang pendeknya
suara, sedangkan ragam tulis dilengkapi dengan tanda baca, huruf besar, huruf
miring dsb.

Berikut ini dapat kita bandingkan wujud bahasa Indonesia ragam lisan dan ragam tulis.
Ragam Lisan
a. Penguaan Bentuk Kata
(1) Kendaraan yang ditumpanginya nabrak pohon mahoni.
(2) Bila tak sanggup, tak perlu lanjutkan pekerjaan itu.
(3) Fotokopi ijazah harus dilegalisir dulu oleh pimpinan akademi.
b. Penggunaan Kosakata
(1) Saya sudah kasih tahu mereka tentang hal itu.
(2) Mereka lagi bikin denah buat pameran entar.
(3) Pekerjaan itu agak macet disebabkan karena keterlambatan dana.
c. Penggunaan struktur kalimat

3
(1) Rencana itu saya sudah sampaikan pada Direktur.
(2) Dalam acara itu dihadiri juga oleh Gubernur Jawa Tengah.

Ragam Tulis
a. Penggunaan Bentuk kata
(1) Kendaraan yang ditumpanginya menabrak pohon mahoni.
(2) Apabila tidak sanggup, engkau tidak perlu melanjutkan pekerjaan itu.
(3) Fotokopi ijazah harus dilegalisasi dahulu oleh pimpinan akademi.
b. Penggunaan Kosakata
(1) Saya sudah memberi tahu mereka tentang hal itu.
(2) Mereka sedang membuat denah untuk pameran nanti.
(3) Pekerjaa itu agak macet disebabkan oleh keterlambatan dana.
c. Penggunaan Struktur Kalimat
(1) Rencana itu sudah saya sampaikan kepada Direktur.
(2) Acara itu dihadiri juga oleh Gubernur Jawa Tengah.

4.3 Ragam Sosial dan Ragam Fungsional


Yang dimaksud agam sosial di sini adalah ragam bahasa yang sebagian norma
dan kaidahnya didasarkan oleh kesepakatan bersama dalam lingkungan sosal yang
lebih kecil lingkupnya dalam masyarakat. Ragam sosial juga dihubungkan dengan
tinggi atau rendahnya status sosial-kemasyarakatan di lingkungan yang bersangkutan
dengan pemakai bahasa. Atas dasar itu, maka akan lahir ragam sosial yang tingi
(terpelajar, bangsawan, hatawan) dan ragam sosial yang rendah (petani, nonterpelajar,
buruh, orang awam).
Di samping itu, ada juga istilah ragam fungsional, yang juga sering disebut ragam
profesiona. Yaitu ragam bahasa yang dikaitkan dengan profesi, lembaga, lingkungan
kerja, atau kegiatan lainnya yang sepadan dengan itu. Ragam fungsional juga
dilkaitkan denan tingkat keresmian keadaan penggunaanya dalam masyarakat. Dalam
kenyataanya ragam ini menjelma menjadi ragam kenegaraan, keprofesioalan, seperti
dalam lembaga resmi dan dunia keilmuan, kedokteran, pemerintahan, dan lembaga
keagamaan.

4
4.4 Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
Apa sesungguhnya makna ungkapan, “Gunakanlah Bahasa Indonesia yang Baik
dan Benar” itu. Kata “baik” dan “benar” memang sengaja dibedakan dalan ungkapan
itu. Ketentuan pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar itu tidak terlalu
jauh dengan prinsip dasar dalam Bahasa Indonesia baku.
Kata yang “benar” penulisannya adalah kata yang ditulis sesuai dengan kaidah
pembakuan kata. Namun, kata “baik” tidak mengacu juga dengan masalah
kebakuan suatu kalimat, melainkan mengacu pada efektivitas kalimat itu. Dalam hal
“baik” juga memungkinkan kalimat yang memenuhi standar etika, dan disesuaikan
dengan situasi kebahasaan. Jadi, kata “benar” baik dalam masalah penulisan kata
maupun penulisan kalimat didasarkan semata-mata pada kaidah bahasanya.
Misalnya :
Sapi makan rumput
Kalimat ini benar karena memenuhi kaidah kebahasaan, yaitu memenuhi struktur
kalimat, subjek (kuda), predikat (makan), dan objek (rumput). Lain halnya dengan
kalimat di bawah ini.
Rumput makan kuda.
Dari struktur, kalimat tersebut benar karena terdapat unsur subjek(rumput),
predkat (makan) dan objek (kuda). Akan tetapi, dari segi makna bahasa kalimat itu
tidak benar karena tidak mendukung lahirnya makna kalimat yang baik.
Kata aktifitas tidak benar penulisannya, karena tidak mengikuti kaidah penulisan
unsur serapan yang benar, bahwa f akan menjadi v, jika diikuti akhiran yang
membentuk sifat, dan kata tersebut berasal dari kata aktivity. Maka yang benar
adalah aktivitas. Kata pertanggungan jawabtidak benar enulisannya karena tidak
mengikuti kaidah yang berlaku. Yang benar menurut kaidah aalah
pertanggngjawaban.

4.5 Relevansi Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi

5
Apa sebetulnya relevansi Bahasa Indonesia diajarkan kepada mahasiswa di
perguruan tinggi? Setiap awal kuliah, mahasiswa selalu bingung menjawab
pertanyaan ini. Jawaban atas pertanyaan di atas sungguh sangat penting diberikan
kepada mahasiswa yang baru memasuki bangku kuliah di perguruan tinggi.
Di kalangan mahasiswa, mata kuliah bahasa Indonesia seringkali dianggap
sebagai mata kuliah kelas kedua. Artinya, bahasa Indonesia dianggap tidak memiliki
signifikansi langsung dengan dunia mahasiswa (perguruan tinggi), sehingga tidak
perlu dipelajari secara serius. Atas dasar anggapan itulah maka mahasiswa tampak
sering mengabaikan tugas-tugas bahasa Indonesia. Akibatnya, di akhir masa studi,
ketika mahasiswa harus menyusun karya tulis ilmiah, ia merasa mendapatkan
kesulitan dalam hal penggunaan bahasa Indonesa yang baik dan benar.
Jadi, relevansi langsung Bahasa Indonesia yang dirasakan di kalangan
mahasiswa adalah bahwa Bahasa Indonesia itu sangat penting artinya bagi
mahasiswa di akhir masa kuliahnya. Hal ini karena bahasa Indonesia memberikan
bekal kepada mahasiswa bagi penulisan karya ilmiah. Kemampuan Ejaan yang
Disempurnakan, tata kalimat efektif, teknik enulisan karya ilmiah, dan penyusunan
kalimat dan alinea yang baik, akan sulit dikuasai mahasiwa tanpa belajar bahasa
Indonesia yang baik dan benar. Di antara keperluan langsung itu, misalnya untuk
keperluan penulian makalah ilmiah, penulisan skripsi, penulisan laporan
laboratorium, dan laporan hasil kerja lapangan lainnya.

4.6 Ragam Bahasa Indonesia


Komunikasi antara komunikan dan komunikator akan dapat efektif dan lancar jika
memperhatikan ragam bahasa yang dipakai. Latar belakang pentingnya pemilihan
ragam bahasa menjadi syarat terjadinya komunikasi berbahasa yang komunikatif. Jika
pembicaraan antara pemakai bahasa tidak mempertimbangkan ragam bahasnya, maka
kelancaran komunikasi tidak akan dapat dijamin, karena pada prakteknya akan sering
menimbulkan salah paham. Kesalahpahaman itulah yang menjadkan komunikasi
terhambat. Pesan yang disampaikan oleh komunikator tidak sama akan dengan apa
yang diterima oleh komunikan. Walhasil, di sinilah pentingna memilih ragam bahasa
sesuai dengan sifat, penutur, dan kondisinya.

6
4.6.1 Macam-macam Ragam Bahasa
Menurut Surono (1980), ragam bahasa dapat dibedakan menurut sifat
penuturnya, suasananya, jalur yang dipakai, dapat dibedakan atas rincian sbb :
1. Ditinjau dari penuturnya, dibedakan menjadi :
(1) Ragam atas dasar daerah asal : dialek, logat
(2) Ragam atas dasar status penuturnya : ragam pelajar dan
nonterpelajar;
(3) Ragam dari segi sikap penutur : positif dan negatif;
2. Ditinjau dari jalur yang dipakai, dibedakan atas :
(1) Ragam ilmiah
(2) Ragam semiilmiah (ilmiah populer)
(3) Ragam nonilmah :
Ragam ini dapat dibagi ke dalam : ragam sastra, ragam jusnalistk,
ragam militer, dan ragam populer (tulisan nonilmiah untuk konsumsi
umum)
3. Ditinjau dari sifat dan cara penyampaiannya:
(1) Ragam lisan
(2) Ragam Tulisan
4. Ditinjau dari suasananya, dibedakan menjadi :
(1) Ragam resmi dan
(2) Ragam tak resmi

4.6.2 Ciri-ciri ragam bahasa Ilmiah


Ragam bahasa ilmiah berbeda dengan ragam lain yang bersifat nonilmiah.
Sebelum kita melihat ciri agam bahasa ilmiah, baiklah kita lihat lebih dahulu apa
yang menjadi ciri-ciri ilmiah itu sendiri.
Menurut teori filsafat positivisme dan empirisme logis (lihat Verhaak, 1990)
yang termasuk kriteria ilmiah di antaranya sbb :
1. Objektif : ada kesesuaian antara pernyataan dan kenyataan

7
2. Logis : dapat diterima akal sehat
3. Empiris : sesuai dengamn pengalaman hidup subjek
4. Konsisten : Tetap mengikuti aturan dan kaidah-kaidah dasar
5. Terukur : dapat diukur secara matematis dan geometris
6. Valid, dan : ada ketepatan informasi antara data dengan kenyataan
7. Nomologis : sesuai dengan hukum-hukum alam

Berdasarkan kriteria ilmah tersebut maka tulisan beragam ilmiah dapat


mengacu kriteria tersebut sebagai berikut :
1) Lugas bahasanya
2) Konsistensinya tingi
3) Tidak memakai bahasa yang bertele-tele
4) Menggunakan kata ganti orang ketiga
5) Menggunakan kata-kata khusus akademis
6) Bahasanya sinkat, padat, da jelas
7) Tidak menggunakan bahasa artifisial
8) Menghindari bahasa konotatif

Contoh-contoh pemakaian ragam bahasa


Ragam bahasa ilmiah dapat kita lihat pada karya-karya dan situasi ilmiah seperti
sebagai berikut :
Seminar
Loakaya
Simposium
Konferensi
Kongres
Munas
Muktamar
Semiloka

8
Jika tulisan itu berupa ragam ilmiah populer atau semiilmiah, maka dapat kita
lihat pada tulisan-tulisan artikel pada majalah, harian, tabloid atau berbagai
penerbitan untuk umum.

4.7 Ragam baku dan Ragam nonbaku


Ragam baku adalah ragam bahasa yang telah dilembagakan dan diakui sebagian
besar warga masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi. Sedang ragam tidak
baku adalah ragam bahasa yang tidak dilembagakan dan ditandai oleh ciri-ciri yang
menyimpang dari agam baku.
Ragam baku ditandai dengan ciri-ciri sbb :
1) Mantap dan dinamis
Mantap artinya sesuai dengan kaidah bahasa. Kalau rasa dibubuhi awalan pe-,
akan terbentuk kata perasa; raba menjad peraba. Kalau konsisten dengan
pembentukan itu, maka kata rajin, jika dibubuhi awalan pe- akan menjadi perajin,
bukan pengrajin.
Dinamis artinya, bahasa yang dipakai itu tidak bersifat statis, melainkan dinamis
sesuai dengan perkembangan zaman, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, dan perkembangan kemajuan masyarakat pemakai bahasa.
2) Cendekia
Ragam baku bersifat cendekia, karena ragam baku dpakai di tempat-tempat
resmi. Wujudnya adalah pemakaian bahasa dalam masyarakat yang terpelajar.
Maka pembinaan damn pengembangan bahasa Indonesia yang baik dan benar
semestinya dimulai dari jalur pendidikan formal (sekolah, universitas).
3) Seragam
Bahasa baku bersifat seragam. Maksudnya, adalah bahwa bahasa baku
ditetapkan dan dipergunakan secara serempak dan didasarkan oleh
keseragaman kaidah dan ejaanya. Keseragaman ini penting, terutama menjaga
konsistensi kebakuan bahasanya.

4.8 Pilihan Kata (Diksi)

9
Diksi adalah pilihan kata. Maksudnya, dalam penulisan karya ilmiah kita harus
memilih kata-kata tertentu untuk menyatakan sesuatu. Dalam hal ini pemiliha kata yang
setepat-tepatnya yang harus dipertimbangkan. Makna kata yang paling tepatlah yang
sangat diperlukan di sini.
Kata yang dipilih secara cermat dan tepat akan sangat membantu seseorang dalam
mengungkapkan maksud sesuai yang ingin diinginkan. Oleh karena itu, setiap penulis
pemula hendaknya mempertimbangkan baik-baik makna kata yang akan dipilih untuk
tulisannya. Ketepatan dan kesesuaian pilihan kata akan sangat menentukan
keberhasilan komunikasi yang dijalin.

4.8.1 Syarat-syarat Diksi yang Baik


Di antara syarat-syarat pemilkihan diksi ang baik untuk penulisan ilmiah adalah
sebagai berikut :
(1) Bedakan makna denotatif dan makna konotatif;
(2) Hindarilah kata-kata khusus dalam ragam tulisan umum;
(3) Hindarilah kata-kata dari bahasa slang;
(4) Jangan menggunaan bahasa yang bersifat artifisial (bahasa seni);
(5) Hindari pemakaian kata-kata klise, kata yang telah usang;
(6) Hindari pemakaian jargon-jargon khusus (lihat, Keraf, 1998: 14).

4.8.2 Makna Denotatif dan Makna Konotatif


Yang dimaksud engan makna denotatif ialah makna yang lahir secara wajar
secara alami, secara eksplisit. Atau makna yang sesuati dengan apa adanya dalam
kamus bahasa. Makna denotatif adalah makna yang terkandung dalam setiap kata
secara objektif, belum diberi makna tambahan. Seringkali para ahli menyebu makna
denotatif sebagai makna konseptual. Kata makan, misalnya, memasukkan suatu
makanan ke dalam perut lewat mulut, dikunyah langsung ditelan. Ini adalah makna
makan secara denoatif.
Sebaliknya, makna konotaif adalah makna setiap kata secara asosiatif. Yaitu
makna ang timbul seagai akibat atas sikap sosial, sikap ,pribadi, dan kriteria tambahan
lain yamng dikenakan pada makna konseptual. Kata makan dalam makna konotatif

10
dapat berarti untung atau pukul. Makna konotatif adalah makna yang lebih bersifat
profesonal dan operasional daripada makna denotatif. Makna denotatif adalah makna
yang bersifat umum, sedang makna konotatif adalah makna yang besifat khusus, atau
pribadi. Makna denotaif adalah makna harfiah sautu kata, tanpa adanya satu makna
tambahan yang menyertainya.

Kalimat di bawah ini menunjukkan hal itu.


Dia adalah wanita yang cantik (denotaf).
Dia adalah wanita yang manis (konotatif).

Masing-masing kata memiliki nilai dalam masyarakat pemakainya. Nila kata-kata


itu dapat bersifat baik dan dapat pula bersifat jelek. Kata-kata yang bberkonotasi jelek
misalnya, kata tolol (lebih jelek daripada bodoh), mampus (lebih jelek daripada mati),
gubuk (lebih jelek daripada rumah). Di sisi lain, kata-kata itu dapat berarti kiasan yang
terjadi dari makna denotaif referen lain. Biasanya kata-kata itu akan melahirkan makna
ganda, sehingga kita harus melihat konteksnya.
Perhatikan kalimat di bawah ini.
Sejak dua tahun yang lalu ia bekerja membanting tulang untuk memperoleh
Kepercayaan masyarakat.

Kata membanting tulang (yang mengambil suatu denotatif kata pekerjaan


membanting sebuah tulang), mengandung makna ‘bekerja keras’ yang merupakan
sebuah kata kiasan. Maka kata membanting tulang dapat kita masukkan ke dalam
golongan kata yang bermakna konotatif.

4.8.3 Aspek Bahasa dan Segitiga Makna

Setiap bahasa selalu mengandung aspek bentuk dan aspek isi. Aspek bentuk itu
mengacu kepada bentuk bahasa, atau bunyi bahasa yang dilambangkan, dan aspek isi
mengacu kepada makna bahasa tersebut. Kedua aspek itu akan sealu hadir secara
bersamaan dalam setiap bahasa. Kehadiran bentuk bahasa akan meniscayakan
hadirnya makna bahasa itu. Sebagai contoh, bentuk rumah, akan menghadirkan makna

11
rumah itu, yakni ‘sebuah bangunan permanen yang berfungsi sebagai tempat tinggal
seseorang’.
Hubungan yang kuat antara bentuk dan isi tersebut akan ikut mempengaruhi
kelancaran komunikasi berbahasa. Jika bentuk bahasanya berasa dari kata-kata
konotatif, maka yang hadir isinya atau maknanya adalah makna yang langsung
mengacu kepada makna konotatif itu. Secara otomatis pemakai bahasa akan merespon
makna dari asal bentuknya. Kata pelacur, misalnya, akan menandakan hadirnya
makna (referensial) yang melekat langsung pada kata itu, yakni ‘wanita tuna susila’ atau
‘wanita penghibur’. Akan tidak mungkin kata itu melahirkan kesan dan makna wajar,
misalnya bermakna ‘wanita baik-baik’ atau ‘wanita salihah’. Mengapa demikian? Hal ini
di samping berhubungan dengan sifat dan jenis kata-katanya, juga berhubungan engan
wujud (referen) kongkret pelacur itu tidak mencerminkan ‘wanita baik-baik’.
Hubungan yang sangat kuat antara aspek bentuk¸ aspek isi, dan keharusan
hadirnya wujud dari bentuk itu oleh Keraf disebut sebagai Segitiga Makna. Gambar di
bawah ini menunjukkan hal itu.

Gambar Segitiga Makna


Makna (referensi)

Bentuk ‘mobil’ …………………………… Wujud (referen)

12
4.9. Penyusunan Kalimat yang Santun

Yang dimaksud dengan kalimat adalah gagasan lengkap yang terdiri atas beberapa
kata yang dituangkan dalam kesatuan bahasa berupa subjek, predikat dan objek, yang
(kadang) diakhiri dengan sebuah keterangan. Dalam bentuk tulisan kalimat diawali
dengan huruf besar (huruf kapital) dan diakhiri dengan tanda baca titik (.), tanda tanya
(?), dan tanda seru (!). Menurut Keraf (1997: 34) kalimat merupakan suatu bentuk
bahasa yang mencoba menyusun dan menuangkan gagasan-gagasan seseorang
secara terbuka untuk dikomunikasikan kepada orang lain. Dengan kata lain, kalimat
adalah bentuk bahasa lengkap yang dipakai untuk menuangkan fakta-fakta, perasaan,
sikap, dan pikiran seseorang secara jelas dan efektif kepada orang lain atau pembaca.
Pendeknya, kalimat adalah satuan bahasa terkecil dalam wujud lisan atau tulisan, yang
mengungkapkan pikiran secara utuh (lihat, Arifin, 2000: 58).

4.9.1 Pola Kalimat Dasar


Berdasarkan penelitian para ahli linguistik (Badudu, 1980; Moeljono, 1998; Arifin,
2000; Keraf, 1998) pola kalimat dasar dalam bahasa Indonesia dapat rinci sebagai
berikut :
1. KB + KK : Mahasiswa berdiskusi
2. KB + KS : Dosen itu ramah.
3. KB + Kbil : Harga buku itu sepuluh ribu rupiah.
4. KB + (KD + KB) : Tinggalnya di Magelang.
5. KB1 + KK + KB2 : Mereka menonton film laga.
6. KB1 + KK + KB2 + KB3 : Paman mencarikan saya pekerjaan.
7. KB1 + KB2 : Pak Djoko peneliti.

Keterangan : KB = kata benda


KK = kata kerja
Kbil = kata bilangan

13
KD = kata depan
KS = kata sifat

Dalam komunikasi sehari-hari, pemakaian kalimat dalam masyarakat seringkali


kurang memperhatikan efektivitas pesan yang disampaikan. Jika demikian halnya,
maka komunkasi antar pemakai bahasa akan mengalami hambatan. Dalam konteks ini
tentu akan terjadi kesalahan komunikasi (miscommunication). Oleh karena itu, kalimat
yang dibuat hendaklah memperhatikan unsur-unsur kalimat yang baik dan efektif. Di
sinilah pentingnya kalimat yang efektif harus dikembangkan.
Dengan kalimat yang efektif dimaksud sebagai kalimat yang dapat mewakili
gagasan-gagasan atau pesan penulis secara lengkap sebagaimana apa yang
dimaksudkan oleh penulisnya. Dari segi komposisi dan retorika, kalimat efektif akan
lebih baik dan lebih komunikastif hasilnya dibandingkan kalimat lain yang tidak efektif.
Kalimat efektif hasilnyan akan terasa hidup dan segar diterima oleh pembaca. Jadi,
kalimat yang baik tidak hanya memperhatikan kaidah-kaidah sintaksis dan penguasaan
sejumlah kosa kata saja, akan tetapi aspek efektivitas kalimat sangat mempengaruhi
kelancaran komunkasi. Kalimat efektif juga mempersoalkan bagaimana kalimat ang
dibuat mampu menarik perhatian pembaca (pendengar), sanggup menyuguhkan
gagasan-gaasan yang segar dan bertenaga bagi pembacanya. Di samping itu kalimat
yang efektif diharapkan dapat memberikan tekanan khusus pada bagian-bagian yang
dianggap sebagai gagasan-gagasan pokok.

4.9.2 Syarat-syarat Kalimat yang Efektif


Untuk memenuhi syarat terbentuknya kalimat yang efektif diperlukan beberapa
syarat khusus. Syarat-syarat itu antara lain adalah, (1) adanya kesatuan pikiran
(gagasan), (2) koherensi yang kompak, (3) adanya penekaan, (4) variasi kalimat, (5)
paralelisme, dan (6) penalaran (logika). Penjelasan lebih jauh masalah ini akan
dibicarakan di bawah ini.

a. Kesatuan Pikiran

14
Hendaknya disadari oleh semua pemakai bahasa bahwa sebuah kalimat yang baik
dan efektif haruslah memperlihatkan adanya kesatun pikiran atau kesatuan gagasan.
Dalam satu kalimat yang baik hendaklah hanya mengandung satu ide pokok, satu
gagasan. Dengan perkataan lain, dalam kalimat yang efektif hendaknya tidak
memberikan peluang bagi pikiran yang ganda. Sebab apabila dua agasan disatukan
dalam satu kalimat, maka akan merusak efektivitas kalimat itu.
Contoh kesatuan gagasan dalam kalimat efektif dapat dilihat dalam kalimat-
kalimat di bawah ini :
1. Semua penduduk desa itu mendapat penjelasan mengenai Program Jaring
Pengaman Sosial (gagasan tunggal).
2. Kita dapat merasakan dalam kehisdupan sehari-hari, betapa emosi seringkali
merupakan tenaga pedorong yang kuat dalam perilaku kehidupan kita (gagasan
tunggal).
3. Hari ini dia telah meningalkan rumahnya jam enam pagi, dan telah berangkat engan
pesawat satu jam yang alu (kesatuan gabungan).
4. Kamu boleh tetap tinggal di sini, atau ikut Bapak berangkat ke Jakarta (kesatuan
pilihan).
5. Pada saat seorang sarjana harus membentuk konsep-konsep menjadi istilah
kadang-kadang terasa adanya kesulitan (kesatuan tunggal).

b. Koherensi yang kompak


Dalam kalimat efektif masalah koherensi menjadi syarat yang kedua setelah
pentingnya kesatuan gagasan. Koherensi dimaksudkan sebagai kesatuan yang kompak
dan baik antara unsur-unsur (kata atau kelompok kata) yang membentuk kalimat.
Misalnya bagaimana kekompakan hubungan antara subjek dan predikat, hubunga n
antara predikat dan objek, dan keterangan lain yang menjelaskan masing-masing unsur
pokok itu. Seringkali sebuah kaimat rusak koherensinya karena pemakaian kata depan,
kata penghubung yang tidak tepat.
Oleh karena itu, jika dalam kalimat terjadi penyatuan gagasan yang tidak ada
hubungannya satu dengan lainnya, di samping akan merusak kesatuan pikiran, juga
akan merusak koherensi kalimat yang bersangkutan. Jika dalam kesatuan pikiran perlu

15
ditekankan adanya isi pikiran, maka dalam koherensi yang lebih ditekankan adalah segi
struktur, atau interrelasi antara kata-kata yang menduduki sebuah tugas dalam kalimat.
Perhatikan contoh kalimat di bawah ini yang rusak koherensinya karena kesalahan
penempatan kata depan dan kata penghubung.
1. Sejak lahir manusia memiliki jiwa untuk melawan kepada kekejaman alam, atau
kepada pihak lain karena merasa dirinya lebih kuat (kalimat yang baik tanpa
kepada).
2. Bagi yang mrasa kehilangan dompet harap menghubungi kantor Tata Usaha
atau Pos Satpam (tanpa bagi).
3. Kita harus senantiasa meningkatkan daripada pembangunan jangka panjang
untuk kemajuan bangsa ke depan (tanpa daripada).

Kerusakan koherensi juga dapat muncul karena pemakaian kata yang tumpang
tindih atau berlebihan. Hal ini tampak dalam contoh kalimat berikut.
1. Sering kita membuat suatu kesalahan-kesalahan yang tidak kita sadari (suatu
kesalahan atau kesalahan-kesalahan).
2. Demi untuk kepentingan Saudara sendiri, Saudara dilarang merokok di ruangan
ini (demi kepentingan atau untuk mkepentingan).

c. Penekanan
Penekanan dalam kalimat dirasakan penting untuk memberikan perhatia tertentu
pada pokok masalahnya. Dalam bahasa lisan penkanan dapat dilakukan dengan
memberikan gerakan-gerakan tertentu, dengan perubahan roman muka, atau dengan
intonasi tertentu. Dalam bahasa tulisan hal ini tidak mungkin dilakukan.Namun
demikian, masih terdapat beberapa cara yang dapat dipergunakan untuk memberikan
penekanan itu dalam bahasa tulisan.
Di anatara cara-cara yang dapat ditempuh ialah sbb :
Merubah posisi dalam kalimat, misalnya menempakan gagasan utama pada awal
kalimat.
Contohnya :

16
1. Harapan kami adalah agar soal ini dapat kita bicarakan lagi pada kesematan
lain.
2. Pada kesempatan lain kami berharap kita dapat membicarakan lagi soal ini.
3. Soal ini dapat kita bicarakan lagi pada kesempatan lain, demikian harapan
kami.
4. Kita dapat membicarakan lagi soal ini pada kesempatan lain, demikian
harapan kami.
Mempergunakan repetisi
Yang dimaksud repetisi dalam hal ini adalah pengulangan sebuah kata yang
dianggap penting dalam sebuah kali mat.
Contoh : Kepandaiannya menyangkut kepandaian segala bidang ilmu,
kepandaian dalam bidang komputer, kepandaian dalam bidang elektronika, dan
kepandaian dalam bidang matematika.
Memberikan partikel
Pemberian partikel dalam kalimat biasanya bisa berupa partikrel –lah, -kah,
dan pun. Perhatikan kalimat berikut.
Akulah yang terpandai di kelas itu.
Saudaralah yang harius bertanggungjawab dalam soal ini.
Kami pun turut dalam kegiatan sosial itu.
d. Pertentangan
Dalam kalimat efektif penekanan dapat pula dipakai bentuk pertentangan untuk
memperjelas suatu gagasan.
Contoh :
1. Ia tidak menghendaki perbaikan yang sepotong-sepotong, tetapi ia
menghendaki perbaikan yang menyeluruh di perusahaan itu.
2. Gadis itu tidak jelek dan bodoh, tetapi cantik dan pandai.
3. Setiap manusia tidak menghendaki gila dan amoral tetapi berakal sehat dan
berbudi.
4. Ayah bukan tipe laki-laki yang cengeng dan penakut, tetapi dia seorang laki-
laki yang jantan dan pemberani.

17
5. Adik memang anak yang rajin dan suka hemat, bukannya malas dan
pemboros seperti diceritakan orang.

e. Variasi kalimat
Variasi kalimat dalam sebuah kalimat efektif adalah gaya yang bertolak
belakang dengan repetisi. Variasi dalam hal ini adalah langkah strategis penulis
dalam hal menganeka-ragamkan bentuk-bentuk bahasa untuk menarik perhatian
dan minat pembaca. Variasi ini penting dibuat untuk menghilangkan monotoni dari
sebuah karangan.
Ada beberapa variasi yang dapat dibuat untuk menghidupkan kalimat :
a. Variasi sinonim kata
b. Variasi panjang pendeknya kalimat
c. Variasi pilihan kata (diksi)
d. Variasi susunan kalimat (inversi)

Paralelisme
Paraleisme dimaksud sebagai penempatan gagasan-gagasan yang sama penting
dan sama fungsinya ke dalam suatu struktur gramatika yang sama. Paralelisme
atau kesejajaran bentuk membantu memberikan penjelasan dalam unsur
gramatikal dengan mempertahankan bagian-bagian yang sederajat dalam
konstruksi yang sama.
Contoh :
a) Harga minyak dibekukan atau kenaikan secara luwes.
b) Tahap akhir pembangunan gedung itu adalah pengecatan tembok, memasang
penerangan, pengujian sistem pembagian air, dan mengatur tata ruang.
Kalimat a) tidak memiliki kesejajaran (paralelisme), karena dua bemntuk kata yang
menduduki predikat terjadi dari bentuk yang berbeda, yaitu dibekukan dan
kenakan. Kalima itu dapat diperbaiki dengan cara menyejajarkan kedua bentuk kata
itu.

18
Harga minyak dibekukan atau dinaikkan secara luwes.
Begitu pula dalam kalimat b) juga tidak memiliki keseajaran, karena kata yang
menduduki predikat tidak sama bentuknya, pengecatan, memasang, pengujian, dan
mengatur. Kalimat itu akan baik jika predikatnya dijadikan predkat nominal, sebagai
berikut.
Tahap trakhir pembangunan gedung itu adalah pengeatan tembok,
pemasangan penerangan, pengujian sistem pembagian air, dan
pengaturan tata ruang.

Penalaran yang logis


Dalam hal ini kalimat yang dibuat penulis haruslah selalu menunjukkan hubungan
yang sehat dan masuk akal antara evidensi-evidensi yang mendukung sebuah
kesimpulan dalam kalimat. Dengan kata lain, kalimat yang dibuat haruslah dapat
diterima akal, dan penulisannya sesuai dengan ejaan yang berlaku.

Perhatikan kalimat di awah ini.


1) Waktu dan tempat kami prersilakan
2) Untuk mempersingkat waktu, baiklah segera kita mulai acara ini.
3) Mayat wanita yang ditemukan itu sebelmnya sering mondar-mandir di daerah
sekitar itu.
4) Taufik meraih juara pertama Jepang Terbuka.
5) Kami ucapkan terima kasih atas kehadirannya
Kalimat-kalimat tersebut tidak logis. Kalimat yang memenuhi syarat kelogisan
adalah sebagai berikut:
1) Bapak Rektor kami persilakan.
2) Untuk menghemat waktu, segera kita mulai acara ini.
3) Sebelum meninggal, wanita yang mayatnya ditemukan itu sering mondar-
mandir di daerah sekitar itu.
4) Taufik meraih gelar juara pertama Jepang Terbuka.
5) Kami sampaikan terima kasih atas kehadiran Bapak dan Ibu.

19
Perhatikan contoh kalimat yang salah dan kalimat yang benar di bawah ini.

Kalimat yang Salah Kalimat yang Benar

1. Semoga dapat dimaklumi. Semoga Bapak dapat


2. Pekerjaan itu dia tidak memakluminya.
cocok. Pekerjaan itu bagi dia tidak cocok.
3. Halamannya sangat luas Halaman rumah paman saya di
rumah paman saya di Bandungan sangat luas.
Bandungan. Baik atau buruknya pribadi
4. Untuk mengeahui baik seseorang dapat dilihat dari tingkah
buruknya pribadi seseorang lakunya sehari-hari.
dapat dilihat dari tingkah
lakunya sehari-hari. Segenap civitas akademika harap
5. Bagi segenap sivitas bergabung dengan para tamu.
akademika harap bergabung
dengan para tamu. Berita musibah gempa itu sudah
6. Berita musibah gempa itu saya sampaikan kepada Pak Lurah.
saya sudah menyamaikan
kepada Pak Lurah. a. Pembesar-pembesar Palestina
7. Beberapa pembesar ingin brkunjung ke Indonesia.
Palestina ingin berkunjung b. Para pembesar Palestina ingin
ke Indonesia. brkungjung ke Indonesia.

4.10 Penyusunan Paragraf


Paragraf adalah seperangkat kalimat yang membicarakan suatu gagasan atau topik
tertentu yang tersusun secara utuh dan sistematis. Kalimat-kalimat dalam sebuah
paragraf hendaklah memperlihatkan satu kesatuan pikiran. Pada kenyataannya,
sebuah paragraf bisa jadi terdiri atas satu kalimat saja, bisa jadi terdiri atas dua
kalimat, atau bisa juga terdiri lebih dari dua kalimat. Bahkan sering ita temuai
paragraf yang terdiri atas lima atau enam kalimat.

20
Dalam komposisi enulisan, paragraf merupakan pencerminan pokok-pokok
pikiran penulis, sesuai dengan topik pembicaraannya. Paragraf biasanya ditandai
dengan cara penulsanya yang menjorok ke dalam dari margin kiri lima atau enam
ketukan. Bagi pembaca, paragraf akan sangat membantu memilah-mila pokok
pembicaraan atau ide-ide dasarnya. Bayangkan, jika sebuah tulisan tanpa diatur
penulisanya atas bebrapa paragraf, maka tentu akan mempersulit pembaca
menangkap gagasan-gagasan yang dituangkanya, atau bahkan membuat bosan
dan jenuh pembacanya.
Di bawah ini contoh sebuah paragraf :
Sampah selamanya selalu memusingkan. Sudah berkali-ali masalahnya
diseminarkan, dan berkalikali pula jalan pemecahannya dirancang. Namun,
keterbaasan-keterbatasan yang kita miliki tetap menjadikan sampah ebagai
masalah yang tak pernah selesai pemecahanya. Pada waktu eminar itu
berlangsung, di luar, penimbunan sampah terus berlangsung tanpa henti. Hal ini
mengundang keprihatinan kita bersama, karena masalah sampah banyak
sedikitnya berhubungan dengan masalah kesehatan dan banjir. Selama
pengumpulan, pengangkutan, pembuangan akhir, dan penglahan sampah masih
belum dapat ditanani dengan baik, selama itu pula sampah tetap mnjadi masalah
yang pelik.

4.10.1 Syarat Penyusunan Paragraf


Sebuah paragraf yang bak harus memiliki dua ketentuan dasar, yaitu adanya (1)
kesatuan pikiran dalam paragraf,dan (2) kohetrensi atau kepaduan paragraf. Kedua
unsur ini sama-sama pentingnya dalam membangun sebuah paragraf yang baik.
Jika salah satu tida ada, maa paragraf itu menjadi timpang, tak memiliki kekuatan.
a) Kesatuan Pikiran dalam Paragraf
Sebaiknya daa sebuah paragraf (alinea) hanya terdapat satu pokok pikiran.
Oleh sebab itu, kalimat-kalima yang membentuk paragraf perlu ditata secara
vcermat agar tidak ada satu pun kalima yang menyimpang dar ide pokok
dalam paragraf itu.
Perhatikan pararaf di bawah ini :

21
“Jateng sukses”. Kata-kata ini meluncur gembira dai bibir pelatih regu Jateng
setelah selesai perandingan final Kejurnas Tinju Amatir, Minggu mala di
Gedung Jati Diri Semarang. Kota Semarang memang terkenal makanan
khasnya yang bernama lunpia. Pernyataan itu diangap wajar karena apa
yang dimpikan selama ini dapat terwujud, yaitu satu medali emas, satu
medali prak, dan satu medali perunggu. Hal itu ditambah lagi oleh terpilihnya
petinju Jateng sebagai petinju terbaik pada kejuaraan ini. Lengkaplah sudah
hasil yang diperole kontingen Jateng tahun ini. Hasil gemilang ini adalah
prestasi terbaik yang pernah diraih Jateng selama mengikuti kejurnas.
Semarang memang kota ATLAS yang indah dan mempesona.

Dalam paragraf di atas, kalimat ketiga dan kalimat terkahir tampak tidak
menunjukkan keutuhan paragraf. Oleh sebab itu, kedua kalimat itu harus
dibuang dari paragraf itu.
b) Kepaduan paragaf (koherensi)
Kepaduan paragraf dapat terlihat mealui penyusunan kalimat secara logis
dan melalui ungkapan-ungkapan (kata-kata) pengait (penanda hubungan,
Keraf, 1998) antarkalimat. Susunan yang logis akan terlihat dalam susunan
kalimat dalam paragraf itu. Pendekna, dalam paagraf itu tidak ada satu pun
kalimat yang sumang atau menyimpang dari ide pokok paragraf itu.

Pengait Paragraf (penunjuk hubungan)


Agar paragraf menjadi kompak dan padu, maka perlu digunakan pengait
paragraf (penanda hubungan) berupa (a) Ungkapan (kata) transisi, (b) kata ganti,
dan (c) kata kunci (pengulangan kata yang dipentingkan) (Keraf, 1998; Arifin,
2000). Ungkapan pengait antarkalimat dapat berupa kata-kata transisi
(penghubung).
1) Beberapa kata transisi
a. Hubungan tambahan : lebih lagi, selanjutnya, tambahan pula,
di samping itu, berikutnya,
demikian pula, begitu juga dsb.

22
b. Hubungan pertentangan : akan tetapi, namun, walaupun
demikian, sebaliknya, meskipun
begitu, lain halnya.
c. Hubungan perbandingan : sama halnya, sama dengan iuy, dalam
hal demikian, sehubungan dengan itu.
d. Hubungan akibat : oleh ebab itu, jadi, akibatknya,
oleh karena itu, maka,

e. Hubungan tujuan : untuk itu, untuk maksud itu


f. Hubungan Singkatan : singkatnya, pendeknya, akhirnya, dengan
kata lain, sebagai simpulan, pendek kata
g. Hubungan waktu : sementara itu, segera setelah itu, beberapa
saat kemudian, setelah itu
h. Hubungan tempat : di samping itu, berdekatan dengan itu, di
sebelanya, pada bagian lain

Paragraf di bawah ini menunjukka ungkapan penghubungn transisi.


“Belum ada isyarat jelas ahwa masarakat sudah menarik tabungan
deposito mereka. Sementara iu, bursa efek Indonesia mulai goncang dalam
menampung serbuan para pemburu saham unggulan. Para pemilik uan
beruasaha meraih sebanyak-banyaknya saham yang dijual dibursa. Oleh
karena itu, bursa efek berusaha menampung minat pemilik uang yang mengebu-
gebu. Akibatnya, indeks harga saham gabungan (IHSG) dalam tempo singkat
melampaui angka 100 persen. Bahkan, kemarin angka itu melonjak lagi hingga
ke tingkat 101,828 persen.

2) Kata ganti
Dalam rangka usaha memadukan kalimat-kalimat dalam sebuah paragraf,
kita banyak menggunakan kata ganti orang. Pemakaian kata ganti ini brguna
untuk menghindari penyebutan nama orang brkali-ali. Kata ganti yang
dimaksud adalah saya, aku, ku, kita, kami (kata ganti orang I), engkau, kamu,
kau, sekalian (kata ganti morang II), dia, ia, beliau, mereka, dan nya (kata
ganti orang III). Hal ini dapat kita lihat pada contoh berikut ini.

23
“Nilna, Amirah, dan Mahmudah adalah teman sekolah sejak SMU hingga
perguruan tinggi. Kini mereka sudah menyandang gelar dokter dari
universitas negeri di Jakarta. Mereka merencanakan mendirikan sebuah
poliklinik lengkap dengan apoteknya. Beberapa waktu yang lalu, mereka
menghubungi saya dan mengajak bekerja sama. Saya diminta menyediakan
tempana, karena kebetulan saya memiliki sebidang tanah yang letaknya
strategis. Tanpa berpikir panjang, saya menyetujui tawaran mereka.
Dalam paragraf tersebut, kata mereka dipakai sebagai pengganti kata
Nilna, Amirah, dan Mahmudah agar nama-nama itu tidak disebut berkali-kali
dalam satu paragraf. Hal ini karena penyebutan nama orang berkali-kali
dalam satu paragraf akan menimbulkan kebosanan.
Di samping kata ganti orang, dapat pula dipakai kata ganti lain yang dapat
menciptakan suatu kepaduan makna dalam paragraf, misalnya, ini, itu, tadi,
begitu, demikian, di sana, di situ, di atas, ke situ dan sebagainya.
3) Kata kunci
Maksud dari kata kunci ini adalah berupa pengulangan kata-kata kunci,
seperti kata sampah pada contoh paragraf yang pertama. Namun hendaknya
perulangan kata-kata kunci ini perlu hati-hati, jangan terlalu sering.

4.10.2 Macam-macam Paragraf Menurut Jenisnya


Menurut pendapat para ahli, paragraf dalam sebuah karangan (komposisi) lazim
dibagi ke dalam tiga macam, yaitu (1) paragraf pembuka, (2) paragraf penghubung
atau pengembang, dan (3) paragraf penutup.
(1) Paragraf pembuka

Paragraf pembuka adalah paragraf yang isinya memberikan pengantar atau


pembuka pembicaraan yang menjadi topik masalahnya. Oleh sebab itu,
sebaiknya paragraf pembuka harus dapat menarik minat dan perhatian
pembaca. Dengan demikian paragraf ini diharapkan sangup membuka pikiran
pembaca dan menghubungkanya dengan masalah yang dibicarakan.
(2) Paragraf pengemang

24
Paragraf pengembang adalah paragraf yang terletak antara paragraf pembuka
dan paragraf penutup. Paragraf ini bertugas mengembangkan inti pembicaraan,
sehingga masalah yang dibahas akan menjadi tuntas dan jelas terbaca dalam
paragraf ini. Dalam paragraf inilah penulis dapat menuangkan agasan-
gagasannya dengan metode penulisan deskriptif, ekspositoris, naratif atau
argumenatif.
(3) Paragraf Penutup
Paragraf penutup adalah paragraf yang terdapat pada akhir sebuah karangan.
Dalam paragraf inilah biasanya penulis menyampaikan simpulan hasil kajiannya
secara deskriptif atau secara pointif. Penutup yang baik adalah paragraf yang
mampu memberikan kata simpul atau tesis yang menjawab semua persoalan
yang dibahas.

4.10.3 Metode Pengembangan Paragraf


Ada beberapa metode penulisan dalam karya ilmiah. Dalam konteks
pengembangan paragraf, metode penulisan itu tercermin dalam teknik pemaparan
yang dilakukan oleh penulis. Menurut Arifin (2000: 128-129), tekinik pemaparan itu
dapat dibagi dalam empat macam, yaitu 1) deskriptif, 2) ekspositoris, 3)
argumenatif, dan 4) naratif.
1) Teknik Deskriptif
Paragraf deskriptif adalah paragraf yang berisi pelukisan atau pengambaran
sesuatu objek yang menjadi pembicaraan penulis. Pelukisan atau
penggambaran apa-apa yang ada di depan mata sang penulis. Pada prakteknya
metode penulisan ini dapat berupa perincian, peguraian atau penjelasan atas
objek sedetail-detailnya. Pendek kata, tulisan deskripsi dapat menjelaskan
halhal kecil yang dapat ditangkap panca indra.
Perhatikan contoh paragraf berikut :
Pasar Johar adalah pasar ang sempurna. Semua arang ada di sana. Di
bagian depan brderet toko-toko sepatu, di sebelah belakangnya penuh dengan
toko-toko elektronik. Di lantai dua bagian tengah terdapat toko barang-barang
bekas. Di bagian utara depan Matahari Mal terdapat deretan penjual buku-buku

25
dan majalah, penjual buah-buahan, dan berbagai macam pedagang kaki lima.
Pada bagian belakang kita dapat melihat pedaga ng sayur dan daging yang
masih segar, yang ejak pukul 02.00 dini hari telah ramai diperjualbelikan. Itulah
sekilas pemandangan pasar Johar Semaang.

2) Teknik Ekspositoris
Teknik penulisan atau pengembanan alinea yang kedua adalah ekspositoris.
Teknik penulisan espositoris adalah teknik penulisan yang berusaha
memaparkan objek penulisannya secara jelas. Pengembanganna dapat berupa
urutan kronologis atau urutan ruang (lihat Keraf, 1985; Arifin, 2000; Yudiono,
1990).
Contoh paragraf ekspositoris.
Pasar Johar adalah pasar yang komleks. Di lantai dasar terdapat seratus
dua puluh kios penjual kain dasar. Setiap hari rata-rata kain-kain itu terjual lima
ratus meter untuk setiap kios.Dari data ini dapat diperkirakan, berapa uang yang
masuk ke kas Pemkot Semaang dari pasar Johar saja.

3) Teknik argumentatif
Paragraf atau alinea argumenatif adalah metode penulisan yang berusaha
meyakinkan atau membujuk pembaca untuk mengikuti pandangan atau
pendapat penulisnya. Biasanya tulisan argumentatif disertai dengan argumen-
argumen dan bukti-bukti empiris, bahkan menggunakan evidensi (bahan
pembuktian) yang sangat kuat. Tulisan berjenis ini sering juga disebut gaya
persuasif.

Perhatikan contoh paragraf argumentatif di bawah ini.


Dua tahun terakhir, terhitung sejak Boeing B-747 milik maskapai
penrbangan Aloha Airlines mengalami kecelakaan, isu pesawat tua mencuat ke
permukaan. Hal ini bisa di maklumi sebab pesawat yang badannya oyak
sepajang 4 meter itu sudah dioperasikan lebih dari dua puluh tahun. Oleh aena
itu, adalah ckup beralasan apabila orang menjadi cemas dan was-was terbang

26
dengan pesawat yang berusia tua. Di Indonesia, yang mengagetkan lebih dari
60 % pesawat yang beroperasi adalah pesawat tua. Amankah? Nyamankah?
Kalau memang aman, lalu bagaimana cara merawatnya dan berapa biayanya
agar pesawat-pesawat tua itu tetap nyaman dan aman dinaiki.

4) Teknik naratif
Teknik penulisan naratif biasanya dihubungkan dengan cerita. Oleh sebab itu,
tulisan naratif adalah metode penulisan dengan cara menyampaikan uraian
objeknya dalam bentuk cerita. Tulisan ini banyak dipakai dalam arya sastra,
seperti novel, cerpen, roman, atau hikayat. Di samping jenis karya fiktif, bentuk
narasi juga sering dipaka alam karangan berbentuk otobiografi, biografi, sketsa,
profil atau laporan perjalanan.

Perhatikan contoh paragraf narasi berikut.


Hari itu Umi kelihatan benar-benar marah dan kesal. Bayangkan, seharian
ia bekerja tanpa istirahat. Sejak pagi mengajar di SLTP, sore harinya ia harus
mengajar di TPQ, malamnya masih diminta mengajar di Balai Desa untuk
program Paket C (setara SMU). Sampai di rumah tinggal capeknya. Sampai di
rumah Umi telah ditunggu pekerjaan rumah yang menumpuk. Mencuci pakaian
anak-anak, bersih-bersih, strika, dan mengerjakan PR untuk bahan kuliah esok
harinya. Umi kebetulan guru, tanpa pembantu, yang tengah mengambl kuliah lagi
mengikuti program transfer di UNNES Semarang. Aku dan anak-anak melihat
dengan mata kepala sendiri bahwa Umi malam itu benar-benar marah. Tak
terkecuali, aku dan anak-anak kadang sering salah tingkah. Apa-apa yang telah
aku kerjakan selalu saja dianggap tidak pecus. Bahkan sampai urusan tahi tokek
yang sering bercecer di lantai pun selalu menjadi pemicu kemarahan Umi.

Ada perbedaan yang menonjol antara tulisan argumentasi dan ekspositoris.


Menurut Keraf (1985) perbedaan antara keduanya terletak pada hal-hal berikut :

Argumentasi Ekspositoris

27
1. Gaya bahasanya meyakinkan Gaya bahasanya informatif
2. Keputusannya ada pada Keputusanna ada pada pembaca
penulis Tujuanya ingin memberikan lukisan
3. Tujuannya ingin mempengaruhi kepada pembaca.
pandangan pembaca Data dalam ekspositoris dipakai
4. Data dalam argumentasi sebagai alat kongkretisasi.
sebagai evidensi (bahan
embuktian)

4.10. 4 Pengembangan Paragraf yang Baik

Perhatikanlah kutipan paragraf berikut.

“David beckham adalah sorang pemain sepak bola yang sukses. Kehidupan
David Beckham selalu bergelimang kekayaan dan kepopuleran. David
Beckham masih terikat kontrak dengan real madrin sampai juni 2007. David
beckham sudah mengumumkan secara resmi kepindahan ke LA Galaxy di
liga Amerika Serikat. David beckham sudah menekan kontrak transfer 250
juta dolar AS. David beckham banyak mendapatkan kritikan dan laporan di
berbagai media masa. Masalah ini tetap membuat nama David beckham
populer dan menjadi buah bibir di jaga persepakbolaan dunia.” (Sumber,
Niknik, 2012. Cermat dalam Berbahasa Teliti dalam Berpikir, Intermedia :
Jakarta)

Paragraf adalah bagian karangan (wacana) yang sistematis, terdiri atas beberapa

kalimat yang berkaitan secara utuh dan padu serta membentuk satu kesatuan pikiran.

Secara formal ditandai oleh cara penulisan kalimat pertama agak menjorok ke kanan 5-

7 karakter (ketukan) dari margin kiri.

Ada tiga persyaratan agar paragraf menjadi padu, yaitu kepaduan, kesatuan,

kelengkapan.

28
Apabila sebuah paragraf itu bukan paragraf deskriptif atau naratif, secara

lahiriah unsur paragraf itu berupa:

1. Kalimat topik (kalimat utama)

2. Kalimat pengembang (kalimat penjelas)

3. Kalimat penegas

4. Kalimat, klausa, prosa, dan penghubung

Dalam sebuah karangan yang utuh, fungsi utama paragraf yaitu:

1. Untuk menandai pembukaan atau awal gagasan baru

2. Sebagai pengembangan lebih lanjut tentang ide sebelumnya, atau

3. Sebagai penegasan terhadap gagasan yang diungkapkan terlebih dahulu

Syarat Paragraf yang Baik

1. Kepaduan paragraf

Persyaratan paragraf yang baik yaitu adanya kepaduan, kesatuan, dan kelengkapan.

Untuk mencapai kepaduan, langkah-langkah yang harus ditempuh adalah kemampuan

merangkai kalimat sehingga bertalian secara logis dan padu. Bagaimanakah agar

kalimat-kalimat bertahan secara logis dan padu? Gunakanlah kata penghubung dengan

tepat. Terdapat dua jenis kata penghubung, yaitu kata penghubung intrakalimat dan

kata penghubung antarkalimat.

Kata penghubung intrakalimat adalah kata yang menghubungkan anak kalimat

dengan induk kalimat. Sedangkan kata penghubung anakkalimat adalah kata

menghubungkan kalimat yang satu dengan yang lain.

29
Contoh penghubung antarkalimat yaitu : karena, sehingga, tetapi, sedangkan,

apabila, jika, maka, dan lain-lain. Contoh kata penghubung antarkalimat yakni oleh

karena itu, jadi kemudian, kemudian, namun, selanjutnya, bahkan, dan lain-lain.

2. Kesatuan paragraf

Selain kepaduan, persyaratan penulisan paragraf yang baik adalah adanya prinsip

kesatuan. Yang dimaksud kesatuan adalah tiap paragraf hanya mengandung satu

pokok pikiran yang di wujudkan dalam satu kalimat utama. Kalimat utama yang

diletakkan di awal paragraf dinamakan paragraf deduktif. Sedangkan kalimat utama

yang ada di akhir paragraf dinamakan paragraf induktif.

Terdapat ciri-ciri dalam membuat kalimat utama, yakni kalimat yang dibuat

harus mengandung permasalahan yang berpotensi untuk diperinci atau diuraikan lebih

lanjut. Ciri-ciri yang lain yaitu; kalimat utama dapat dibuat lengkap dan berdiri sendiri

tanpa memerlukan kata penghubung baik kata penghubung antar kalimat maupun kata

penghubung intrakalimat.

3.Kelengkapan paragraf

Ciri-ciri kalimat penjels berisi penjelasan, berupa rincian, keterangan, contoh, dll.

Paragraf dapat dikembangkan dengan cara, pertentangan, perbandingan, analogi,

contoh, sebab-akibat, defini, dan klasifikasi masalah.

4.10.5 Teknik Pengembangan Paragraf

1. Cara Pertentangan

30
Pengembangan paragraph biasanya menggunakan ungkapan-ungkapan seperti

berbeda dengan,bertentangan dengan,sedangkan,akan tetapi.

2. Cara Perbandingan

Pengembangan paragraph dengan cara perbandingan biasanya menggunakan

ungkapan seperti, serupa dengan, akan tetapi, sedangkan, dan sementara itu.

Contohnya: Seperti halnya di bandung, di Jakarta ada bus juga.

3. Cara Analogi

Analogi adalah bentuk pengungkapan suatu objek yang di jelaskan dengan objek lain

yang memiliki kesamaan atau kemiripan. Biasanya, pengembangan analogi dilakukan

dengan bantuan kiasan. Kata-kata yang digunakan yaitu: ibaraatnya, seperti, bagaikan.

Contohnya: Ibaratnya kita di ujung tanduk.

4. Cara Contoh-Contoh

Kata seperti, misalnya, contohnya, dan lain- lain adalah ungkapan-ungkapan dalam

mengembangkan paragraph.

5. Cara Sebab Akibat

Pengembangan pargraf dengan cara sebab akibat dilakukan jika menerangkan suatu

kejadian , baik dari segi penyebab maupun dari segi akibat. Ungkapan yang digunakan

yaitu padahal,akibatnya,oleh karena itu dan karen.

7. Cara Klasifikasi

Cara klasifikasi adalah pengembangan paragraf melalui pengelompokan

berdasarkan ciri-ciri tertentu.Kata-kata atau ungkapan yang lazim digunakan yaitu

dibagi menjadi, digolongkan menjadi, terbagi menjadi, dan mengklasifikasikan.

4.11. Penulisan Kata baku dan nonbaku


31
Kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan yang berdiri sendiri, sedang pada kata
turunan, imbuhan (awalan sisipan, akhiran) dituliskan serangkai dengan kata
dasarnya. Kalau gabungan kata hanya medapat awalan atau akhian, awalan
atau akhiran itu dituliskan serangkai dengan kata yang bersangkutan saja.
Misalnya :
Kata tidak baku Kata baku
di suruh disuruh
di didik dididk
ke sampinngkan kesampingkan
hancurleburkan hancur leburkan
berterimakasih berterima kasih
sebarluaskan sebar luaskan
lipatgandakan lipat gandakan
Kalau gabungan kata itu ekaligus mendapat awalan dan akhiran, maka bentuk
kata turunan harus ditulis serangkai.
Misalnya :
Bentuk tidak baku Bentuk baku
Pemberi tahuan pemberitahuan
Pertanggung jawaban pertanggungjawaban
Ketidak adilan ketidakadilan
Mengkambing hitamkan mengkambinghitamkan
Menyebar luaskan menyebarluaskan

Penulisan kata ulang


Kata ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
Penulisan memakai angka dua untuk menyatakan bentuk pengulangan,
hendaknya dibatasi untuk tulisan cepat untuk kebutuhan catatan pribadi. Untuk
penulisan ilmiah hendaknya dihindari. Pada tulisan yang bersifat resmi dan ilmiah
sebaiknya kata ulang ditulis lengkap.
Misalnya :
Bentuk tidak baku Bentuk baku

32
Jalan2 jalan-jalan
di-besar2-kan dibesar-besarkan
bergerak2 bergerak-gerak
tunggang langgang tunggang-langgang
sayur mayur sayur-mayur
ramah tamah ramah-tamah
terus menerus terus-menerus
berkejar kejaran berkejar-kejaran

Penulisan kata majemuk


Penulisan kata majemuk, bagian-bagianya dituliskan terpisah.
Misalnya
Kata tidak baku Kata baku
Dayaserap daya serap
Tatabahasa tata bahasa
Kerjasama kerja sama
Dutabesar duta besar
Orangtua orang tua
Serahterima serah terima
Gabungan kata yang sudah dianggap sat kata dituliskan serangkai.
Misalnya :
Bentuk tidak baku Bentuk baku
Mana kala manakala
Bila mana bilamana
Apa bila apabila
Segi tiga segitiga
Pada hal padahal
Dari pada daripada
Barang kali barangkali
Mata hari maahari
Sapu tangan saputangan

33
Duka cita duka cita
Suka rela sukarela

Di samping itu, untuk penulisan kata-kata yang salah satu unsurnya tidak
dapat berdiri sendiri sebagai satu kata ang mengandung arti penuh, maka
penulisan unsur terikat itu harus serangkai dengan unsur lainnya.
Misalnya :
Bentuk tidak baku Bentuk baku
A moral amoral
Antar warga antarwarga
Sub unit subunit
Catur tunggal caturtunggal
Non migas nonmigas
Pasca panen pascapanen
Pasca sarjana pascasajana
Neo modernisme neomodernsme

Catatan :
a) Apabila bentuk terkat itu diikuti oleh kata yang huruf awalnya huruf bsar, di
antara kedua unsur itu dituliskan tanda hubung (-).
Misalnya :
Non-RRC
Non-Indonesia
Pan-Afrikanisme
Pan-Islamisme
b) Unsur kata maha dan peri dalam gabungan kata ditulis serangkai dengan
kata yang mengikutinya yang berupa kata dasar. Akan tetapi apabila unsur
maha itu diikuti kata berimbuhan, maka maha ditulis terpisah. Ada
ketentuan kata maha yang dikuti kata esa, maka ditulis terpisah walaupun
dikuti kata dasar.
Misalnya :

34
Yang Mahakuasa
Tuhan Yang Maha Esa
Perilaku
Maha Penyayang
Peri kemanusiaan
Peri keadilan

4.12. Penulisan Unsur Serapan


Menurut Arifin (2000: 201) berdasarkan taraf integrasinya, unsur pinjaman
dalam bahasa Indonesia dapat dibagi ke dalam dua golongan besar.
Pertama, unsur yang belum sepenuhnya masuk ke dalam Bahasa Indonsia, seperti
kata reshuffle, shuttle cock, dan lain-lain. Unsur-unsur ini dipakai dalam konteks Bahasa
Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti bahasa aslinya (asing).
Kedua, unsur asing yang pengucapan dan penulisannya telah disesaikan dengan
kaidah Bahasa Indonesia secara penuh. Di samping itu, akhiran yang berasal dari
bahasa asing diserap sebagai bagian kata yang utuh. Kata-kata seperti standardisasi,
implementasi,objektif diserap secara utuh, di samping kata standar, implemen, dan
objek.
Di bawah ini daftar kata-kata asing yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia.

Kata Asing Serapan yang Salah Serapan yang Benar

Risk Resiko Risiko


System Sistim Sistem
Effective Efektip Efektif
Method Metoda Metode
Charisma Harisma Karisma
Description Diskripsi Deskripsi
Conduite Kondite Konduite
Practical, practisch Praktek Praktik

35
Frequency Frekwensi Frekuensi
Complex Komplek Kompleks
Carier Karir Karier
Analysis Analisa Analisis
November Nopember November
management Managemen Manajemen

4.13. Penulisan Kutipan


Kutipan, artinya pengambilan atau peminjaman kalimat, pendapat, atau ucapan
terkenal para ahli atau pakar yang terdapat dalam buku-buku atau majalah. Penulisan
kutipan dalam tulisan ilmiah sangat penting diperhatikan. Hal ini karena penulisan
kutipan ang salah akan mempengaruhi objektivitas tulisannya.

Adapun prisip umum yang harus ditaati bagi ara penulis pemula menurut Gorys
Keraf (1997: 180) adalah sbb :
1) Jangan mengadakan perubahan
2) Kutiplah apa adanya
3) Penghilangan bagian kutipan
6.1.2 Cara Membuat Kutipan
a. Kutipan langsung
Kutipan langsung panjangnya tidak lebih dari empat baris ketikan, akan
dimasukkan ke dalam teks dengan cara-cara berikut :
(a) kutipan itu dintegrasikan langsung dengan teks.
(b) Jarak antara baris dengan baris dua spasi;
(c) Kutipan itu diapit dengan tanda kutip
(d) Sesudah kutipan selesai diberi nomor urut penunjukan setengah spasi ke
atas. Atau dalam kurung ditempatkan nama singkat pengarang (sesuai
nama dalam daftar pustaka), tahun terbit, dan nomor halaman yang
dikutip.
Kutipan langsung yang lebih dari empat baris ditulis dengan ketentuan
sebagai berikut :
36
(1) kutipan itu dipiaan dari teks dalam jarak 2,5 spasi
(2) jarak antar baris hanya satu spasi
(3) kutipan itu boleh atau tida diapit dengan tanda kuti;
(4) setelah kutipa selesai diberi nomor urut penunjukan setengah spasi ke
atas atau dalam kurung ditempatkan nama pengarang, ahun terbit, dan
nomor halaman buku yang dikutip.
(5) Seluruh kutipan itu dimasukkan ke dalam 5 – 7 ketikan.
b. Kutipan tak langsung
Dalam kutipan tak langsung, biasanya penulis hanya mengambil pokok
pikiran atau inti gagasan dari buku yang dikutip. Karena itu, kutipan tak
langsung tidak boleh menggunakan tanda kutip.
Cara membat kutipan tak langsung adalah sbb :
(1) Kutipan itu diintegrasikan dengan teks;
(2) Jarak antar baris dua spasi
(3) Kutipan tidak diapit dengan tanda kutip;
(4) Sesudah kutipan selesai, diberi nomor urut penunjukan setengah spasi ke
atas, atau dalam kurung ditematkan nama pengarang, tahun terbit, dan
nomor halaman.
Contoh :
………………………………………………………………………
Tata aksen dalam suatu bahasa memperbedakan susku-suku kata (yang
sama bentuk fonemik-segmentalnya) dengan titiunada, kontur lagu, jangka
bunyi dan tekanan. Dengan kata lain, tekanan itu hanya satu bagian dari tata
aksen, di samping unsur titi nada, kontur dan jangka.
………………………………………………………………………..
Nomor 12 pada nomor penunjukan itu adalah nomor catata kaki yang
menjelaskan sumber rujukan itu.
________________________
Keraf, 1997. Komposisi. Ende Flores : Kanisius. Halaman 15-22.

37
38

Anda mungkin juga menyukai