Anda di halaman 1dari 15

“MAKALAH ETIKA EKONOMI”

Keuntungan Sebagai Tujuan Bisnis

(Disusun Untuk Memenuhi Tugas Makalah Mata Kuliah Etika Ekonomi)

Dosen Pengampu : Dr. Bonaraja Purba, M.Si

Oleh :

Kelompok 5

1. JHONI KARIS SIMBOLON (7192540010)


2. IRNAWATI TANJUNG (7192240004)

3. VENESIA NAPITUPULU (7203240026)

PRODI ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepadaTuhan Yang Maha Esa, atas segala karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Keuntungan Sebagai Tujuan
Bisnis” dari mata kuliah Etika Ekonomi.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Ekonomi. Dengan
semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang kami miliki dan bantuan dari beberapa
referensi. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Bonaraja Purba,
M.Si selaku dosen pengampu Etika Ekonomi yang telah mengarahkan dalam penyusunan dan
penulisan makalah ini. Semoga makalah ini dapat dipahami dan dimengerti bagi siapapun yang
membacanya.

Penulis sangat menyadari, dalam penulisan dan penyusunan makalah ini banyak sekali
kekurangan dan kelemahannya, baik dari segi bahasa, materi, dan penulisannya. Oleh Karena itu,
kami mengharapkan adanya sumbang saran, kritik yang sifatnya membangun dari pembaca untuk
perbaikan makalah ini. Terima kasih.

Medan, 4 September 2021

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
Latar belakang ................................................................................................................. 1
Rumusan masalah ........................................................................................................... 1
Tujuan Penulisan ............................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................... 3
BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bisnis adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus mulai dari pengadaan
bahan baku, produksi, pemasaran dan distribusi sampai pada konsumen dalam bentuk barang
maupun jasa dengan tujuan mendapatkan keuntungan dan kemanfaatan. Adanya bisnis tidak bisa
terlepas dari adanya dua unsur yaitu, subjek dan objek. Subjek bisnis adalah pelaku bisnis itu
sendiri meliputi pemerintah,pemilik perusahaan,pemegang saham, manajer, karyawan, produsen,
pemasok, distributor, masyarakat, dan konsumen. Sedangkan objek bisnis adalah barang dan jasa
yang menjadi objek dari pelaku bisnis. Selain itu dalam bisnis juga diperlukan beberapa hal penting
bagi berjalannya bisnis itu sendiri, yaitu keuangan, manajerial, dan etika.

Dalam dunia bisnis etika memiliki peran penting bagi perjalanan organisasi bisnis. Bisnis
merupakan aktivitas yang memerlukan tanggung jawab moral dalam pelaksanaannya, sehingga
etika dalam praktik bisnis memiliki hubungan yang erat. Bisnis tanpa etika akan membuat praktik
bisnis menjadi tidak terkendali dan justru merugikan tujuan utama dari bisnis itu sendiri. Etika
dilaksanakan sesuai dengan tuntutan kebutuhan dunia bisnis. Etika menuntut agar seseorang
melakukan ajaran moral tertentu karena ia sadar bahwa hal itu memang bermanfaat dan baik bagi
dirinya dan orang lain (Keraf,1998).

Perusahaan yang unggul sebaiknya tidak hanya tergantung pada kinerja yang baik,
pengaturan manejerial dan financial yang baik, keunggulan teknologi 2 yang dimiliki, sarana dan
prasarana yang dimiliki melainkan juga harus didasari dengan etis dan etos bisnis yang baik.
Dengan memperhatikan etos dan etis bisnis yang baik maka kepercayaan konsumen terhadap
perusahaan tetap terjaga. Hal ini tentunya membantu perusahaan dalam menciptakan citra bisnis
yang baik dan etis.

1.2 Rumusan Masalah

• Apa itu pengertian dari keuntungan ?


• Apa itu bisnis ?
• Apa itu masalah pekerja anak ?

1
• Apa itu relativasi keuntungan ?
• Apa saja manfaat keuntungan bagi stakeholders ?

1.3 Tujuan Penulisan

• Untuk mengetahui pengertian dari keuntungan.


• Untuk mengetahui apa itu bisnis.
• Untuk mengetahui apa itu masalah pekerja anak.
• Untuk mengetahui apa itu relativasi keuntungan.
• Untuk mengetahui apa saja manfaat keuntungan bagi stakeholders.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Dari Keuntungan ke Etika


Tujuan utama bisnis adalah mengejar keuntungan. Keuntungan adalah hal yang pokok bagi
kelangsungan bisnis, walaupun bukan merupakan tujuan satu-satunya, sebagaimana dianut
pandangan bisnis yang ideal. Dari sudut pandang etika, keuntungan bukanlah hal yang buruk.
Bahkan secara moral keuntungan merupakan hal yang baik dan diterima. Karena keuntungan
memungkinkan perusahaan bertahan dalam usaha bisnisnya. Tanpa memeperoleh keuntungan
tidak ada pemilik modal yang bersedia menanamkan modalnya, dan karena itu berarti tidak akan
terjadi aktivitas ekonomi yang produktif demi memacu pertumbuhan ekonomi yang menjamin
kemakmuran nasional. Keuntungan memungkinkan perusahaan tidak hanya bertahan
melainkan juga dapat menghidupi karyawan-karyawannya bahkan pada tingkat dan taraf
hidup yang lebih baik. Ada beberapa argumen yang dapat diajukan disini untuk menunjukkan
bahwa justru demi memperoleh keuntungan etika sangat dibutuhkan, sangat relevan, dan
mempunyai tempat yang sangat strategis dalam bisnis dewasa ini.

Keuntungan merupakan salah satu aspek yang memiliki keterkaitan definisi konseptual dengan
bisnis. Apakah yang menjadi definisi sesungguhnya dari bisnis? Dengan cara dan pendekatan yang
sederhana tapi cukup jelas, bisnis sering dilukiskan sebagai “to provide products or services for a
profit”. Menyediakan suatu produk atau jasa secara percuma tidak merupakan bisnis. Itulah
sebabnya bisnis selalu berbeda dengan berbagai aktivitas lainnya yang dikategorikan sebagai
kegiatan sosial. Menawarkan sesuatu dengan percuma masih bisa dianggap bisnis, selama terjadi
dalam rangka promosi, untuk memperkenalkan sebuah produk baru atau untuk mengiming-iming
publik. Tetapi, kalau begitu, tetaplah tujuannya mencari calon pembeli dan karena itu tidak terlepas
dari pencarian keuntungan. Dalam rangka bisnis, pemberian dengan gratis hanya dilakukan untuk
kemudian menjual barang itu dengan cara besar-besaran.

Tidak bisa dikatakan juga bahwa setiap kegiatan ekonomi menghasilkan keuntungan.
Keuntungan atau profit baru muncul dengan kegiatan ekonomi yang memakai sistem keuangan.
Dalam penukaran barang dengan barang (barter), tidak diperoleh profit, walaupun kegiatan itu bisa
menguntungkan untuk kedua belah pihak. Bisa dikatakan, inilah yang merupakan letak perbedaan

3
antara perdagangan (trade) dan bisnis. Perdagangan mempunyai arti lebih luas, hingga meliputi
juga kegiatan ekonomi seperti barter. Bisnis merupakan perdagangan yang bertujuan khusus
memperoleh keuntungan finansial. Bekerja untuk majikan merupakan kegiatan ekonomi (berbeda
dengan bekerja sebagai sukarelawan), tetapi gaji yang diperoleh tidak dianggap sebagai profit.
Dalam perspektif ini dapat ditekankan bahwa keuntungan atau profit merupakan hasil dari suatu
transaksi moneter. Profit selalu berkaitan dengan kegiatan ekonomis, di mana kedua belah pihak
menggunakan uang.

Bisa ditambah lagi, profit diperoleh tidak kebetulan tapi berkat upaya khusus dari
orang yang mempergunakan uang. Uang yang diperoleh berdasarkan kupon undian atau karena
main judi tidak dapat dikatakan sebagai profit, berbeda dengan uang yang dihasilkan dengan
perdagangan saham. Profit berkonotasi ganjaran bagi upaya yang berhasil. Tetapi hal itu tidak
berarti bahwa profit seluruhnya tergantung pada kepiawaian pelaku bisnis. Untuk sebagian
perolehan profit tergantung juga pada berbagai faktor penentu dari lingkungan bisnis.
Sebagaimana pelaut tidak pernah dapat meramalkan perkembangan cuaca dengan sempurna,
demikian juga pebisnis tidak bisa menguasai semua seluk beluk keadaan ekonomi. Oleh karena itu
diadakannya transaksi keuangan yang bisa menghasilkan keuntungan, selalu mengandung juga
risiko untuk mengalami kerugian. Jika disini kita berefleksi tentang profit dalam bisnis, tidak boleh
dilupakan bahwa selalu juga ada kemungkinan kerugian. Faktor risiko dalam bisnis tidak boleh
diabaikan.

Karena adanya hubungan dengan transaksi uang, perolehan profit secara


khususberlangsung dalam konteks kapitalisme. Menurut pandangan umum dalam kajian
pemikiran ekonomi, kapitalisme meliputi tiga unsur pokok: lembaga milik pribadi, praktek
pencarian keuntungan, dan kompetisi dalam sistem ekonomi pasar bebas. Pandangan ini sudah
bisa ditemukan pada ekonom Austria-Amerika yang terkenal, Joseph Schumpeter, dan masih
berkumandang pada pengarang modern tentang etika bisnis sekarang ini. Tiga unsur ini tentu saja
berkaitan erat satu sama lain.

2.2 Bisnis
Untuk memahami tentang bisnis, pertama kita harus mengetahui apa yang di maksud
dengan bisnis. Bisnis adalah pertukaran barang, jasa, atau uang yang saling menguntungkan atau
memberikan manfaat (Peng, 2016). Business is all those activities in providing the goods and

4
services needed and desired by people. Dalam konteks pengertian ini kegiatan bisnis sebagai
aktivitas yang menyediakan barang dan jasa yang diperlukan atau diinginkan oleh konsumen,
dapat dilakukan oleh organisasi perusahaan yang memiliki badan hukum, perusahaan yang
memiliki badan usaha, maupun perorangan yang tidak memiliki badan hukum maupun badan
usaha seperti pedagang kaki lima, warung yang tidak memiliki SITU dan SIUP, serta usaha
informal lainnya.

Pengertian bisnis lainnya dikemukakan oleh McLuhan (2015) yang menyatakan bahwa
business is an organization that provides goods or services in order to earn profit. Sejalan dengan
definisi tersebut, aktivitas bisnis melalui penyediaan barang dan jasa bertujuan untuk
menghasilkan profit atau laba. Suatu perusahaan dikatakan menghasilkan laba apabila total
penerimaan pada satu periode (total revenues) lebih besar dari total biaya (total costs) pada periode
yang sama. Laba merupakan daya tarik utama yang mendorong seseorang untuk melakukan
kegiatan bisnis. Melalui laba yang diciptakan oleh aktivitas bisnis, maka pelaku bisnis dapat
mengembangkan skala usahanya menjadi lebih besar lagi.

Dari pengertian di atas, bisnis dapat diartikan sebagai suatu organisasi atau lembaga
yang menyediakan barang dan/atau jasa yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan (laba).
Dengan demikian, faktor pendorong organisasi atau lembaga untuk memulai bisnis dan
mengembangkannya adalah prospek mendapatkan keuntungan (laba).

2.3 Maksimalisasi Keuntungan dalam Perspektif Sejarah Pemikiran Ekonomi Profit


maximization atau maksimalisasi keuntungan merupakan tema penting dalam ilmu
ekonomi.

Banyak buku teks ekonomi yang menggarisbawahi faktor ini. Metode kuantitatif yang
dipakai dalam ekonomi mengandaikan keuntungan sebagai tujuan perusahaan. Ekonomi terapan
justru mencapai coraknya sebagai ilmu yang sistematis dan memiliki kerangka logis yang ketat,
karena hanya memandang keuntungan sebagai tujuan perusahaan, sambil melewati semua tujuan
lain yang mungkin (Goodpaster, 2016).

Jika memaksimalkan keuntungan menjadi satu-satunya tujuan perusahaan, dengan


sendirinya akan timbul keadaan yang tidak etis. Mengapa dapat demikian? Sekurang-kurangnya
karena alasan bahwa dalam keadaan semacam itu karyawan diperalat begitu saja. Jika keuntungan

5
menjadi satu-satunya tujuan, semuanya dikerahkan dan dimanfaatkan demi tercapainya tujuan itu,
termasuk juga karyawan yang bekerja dalam perusahaan. Akan tetapi, memperalat karyawan
karena alasan apa saja berarti tidak menghormati mereka sebagai manusia.

Dengan itu dilanggar suatu prinsip etis yang paling mendasar: kita selalu harus
menghormati martabat manusia. Immanuel Kant, filsuf Jerman abad ke-18, telah melihat bahwa
menghormati martabat manusia sama saja dengan memperlakukan dia sebagai tujuan. Menurut dia,
prinsip etis yang paling mendasar dapat dirumuskan sebagai berikut: “hendaklah memperlakukan
manusia selalu juga sebagai tujuan pada dirinya dan tidak pernah sebagai sarana belaka”. Dalam
perumusan yang termasyhur ini perlu kita perhatikan secara khusus dua kata yang barangkali tidak
mencolok, namun sangat penting, yaitu” juga” dan “belaka”. Dalam macam-macam situasi,
seorang manusia dipakai demi tercapainya tujuan orang lain. Direktur mempergunakan
sekretarisnya demi tujuannya, dan semua karyawan dalam perusahaan dipekerjakan untuk
merealisasikan tujuan perusahaan. Tetapi di samping membantu untuk mewujudkan tujuan
perusahaan, para karyawan harus diperlakukan juga sebagai tujuan sendiri. Mereka tidak boleh
dipergunakan sebagai sarana belaka. “Sarana” dalam arti: jalan yang menuju ke tujuan (means).

Maksmimalisasi keuntungan sebagai cita-cita kapitalisme liberal

Maksimalisasi keuntungan merupakan tema penting dalam ilmu manajemen ekonomi.


Ekonomi terapan justru mencapai coraknya sebagai ilmu yang sistematis dan memiliki kerangka
logis yang ketat, karena hanya memandang keuntungan sebagai tujuan perusahaan, sambil
melewati semua tujuan lain yang mungkin.

Kalau memaksimalkan keuntungan menjadi satu-satunya tujuan perusahaan, dengan


sendirinya akan timbul keadaan yang tidak etis. Semua akan dikerahkan dan dimanfaatkan demi
tercapainya tujuan itu, termasuk karyawan yang bekerja dalam perusahaan itu. Memperalat
karyawan karena alasan apa saja berarti tidak menghormati mereka sebagai manusia.

Maksimalisasi keuntungan hanya dimaksud sebagai sekadar model ekonomis yang


diharapkan akan memberi arah kepada strategi ekonomis yang bisa berhasil. Hal ini tidak perlu
dimengerti secara konkret, sampai meliputi semua seluk beluk kegiatan ekonomis, apalagi
bertetangan dengan norma moral.

6
Gerrakan sosialisme berhasil sedikit demi sedikit memperbaiki nasib kaum buruh. Yang
dalam hal ini menjadi sarana ampuh adalah serikat buruh. Dengan bersatu kaum buruh bisa
menuntut haknya. Studi sejarah menunjukkan bahwa maksimalisasi keuntungan sebagai tujuan
usaha ekonomis memang bisa membawa akibat kurang etis.

2.4 Keuntungan vs Etika: Kasus Masalah Pekerja Anak


Pekerjaan yang dilakukan oleh anak merupakan topik yang banyak implikasi etis, tetapi
masalah ini sekaligus juga sangat kompleks, karena faktor-faktor ekonomis disini dengan aneka
macam cara bercampur baur dengan faktor-faktor budaya dan sosial. Pekerjaan anak baru menjadi
suatu masalah etis yang serius dalam zaman industrialisasi. Berapa pun banyaknya upaya
menetapkan batas minimum usia pekerja, di banyak negara – khususnya dunia ketiga – anak-anak
harus bekerja pada umur terlalu muda. Seorang anak harus bisa bermain, tidak pantas ia diharuskan
bekerja. Pekerjaan adalah wilayah orang dewasa. Pekerjaan adalah kegiatan manusiawi yang
serius dan dilakukan karena terpaksa.

Bila kita menyimak mengapa anak-anak dipilih sebagai pekerja, tentu karena tenaga mereka
lebih murah dan menguntungkan bagi bisnis. Menggunakan tenaga kerja anak adalah salah satu
cara untuk menekan biaya produksi. Oleh sebab itu pekerjaan yang dilakukan oleh anak
melanggar juga hak anak, karena mengeksploitasi ttenaga mereka. Mereka disalahgunakan.
Mereka berhak untuk dilindungi terhadap segala upaya ekssploitasi, karena mereka belum mampu
membela dirinya sendiri. Alasan kedua menegaskan bahwa mempekerjakan anak merupakan cara
berbisnis yang tidak fair. Dengan mempekerjakan anak-anak, peenganggur-penganggur dewasa
dirugikan, karena tenaga kerja mereka disingkirkan. Seandainya anak tidak dipekerjakan, lebih
banyak orang dewasa bisa bekerja dan menjamin nafkah untuk keluarga mereka. Cara pertama
untuk mengatasi masalah pekerja anak: kesadaran dan aksi dari pihak publik konsumen. Cara lain
adalah kode etik yang dibuat dan ditegakkan juga oleh perusahaan, dimana antara lain ditegaskan
bahwa perusahaan tidak akan mengizinkan produknya dibuat dengan memanfaatkan tenaga anak
di bawah umur. Cara lain untuk memerangi penyalahgunaan buruh anak adalah melengkapi
garmen jualan atau produk lain dengan No Sweat Label, yang menjamin produk itu tidak dibuat
dengan menggunakan tenaga anak atau dengan kondisi kerja yang tidak pantas.

7
Pekerjaan yang dilakukan oleh anak memang dinilai tidak etis. Masalah pekerja anak ini
terjadi dikarenakan berbagai faktor di antaranya karena faktorfaktor ekonomi, sosial dan budaya
(Radfar et al., 2018). Kita harus bisa menilai atau menelaah faktor-faktor yang memengaruhi
terjadinya pekerja anak. Istilah anak “di bawah umur” harus disamakan dengan batas umur wajib
belajar. Tidak praktis sama sekali, kalau anak sudah tidak wajib belajar lagi tetapi belum boleh
bekerja. Misalkan saja di dalam kehidupan keluarga anak sering membantu orang tua bekerja
seperti membantu panen di sawah. Hal ini dikatakan tidak melanggar etis. Pekerja anak baru
menimbulkan etis yang serius dalam zaman industrialisasi.

Ketenagakerjaan Internasional (ILO) pada tahun 1973 mengeluarkan konvensi tentang


usia minimum untuk diperbolehkan bekerja. Negara-negara anggota ILO harus mengupayakan
usia minimum 18 tahun untuk pekerjaan berbahaya dan 16 tahun untuk pekerjaan ringan (Thomas,
2019). Indonesia baru mengesahkan konvensi tersebut pada tahun 1999 dan menetapkan usia
minimum 15 tahun. Betapapun banyaknya usaha menetapkan batas minimum pekerja, masih
banyak di negara yang pekerjanya masih muda. Memperkerjakan anak dianggap melanggar etika.
Dalam declaration of the right of the child, yang diproklamasikan oleh Sidang Umum PBB tahun
1959 dikatakan bahwa “anak harus mempunyai kesempatan penuh untuk main dan rekreasi, yang
harus tertuju pada maksud yang sama seperti pendidikan. Dalam rangka itu anak ditegaskan antara
lain anak tidak boleh diterima sebagai pekerja sebelum umur minimum yang tepat, tidak boleh
disuruh atau diterima dalam jabatan atau pekerjaan apa saja yang bisa merugikan kesehatan atau
pendidikanya atau menganggu perkembangan fisik, psikis dan moralnya.

Memperkerjakan anak dianggap tidak etis karena disebabkan berbagai alasan. Alasan
yang pertama bahwa pekerjaan yang diterima anak di bawah usia minimum akan melanggar hak
anak untuk bermain dan mengenyam pendidikan. Alasan kedua adalah karena memperkerjakan
anak adalah cara bisnis yang tidak fair.

Meskipun memperkerjakan anak dianggap tidak etis, kita harus mampu memandang
penyebab anak harus bekerja. Hal ini mungkin dikarenakan kebutuhan ekonomi yang mendesak.
Apabila anak dilarang bekerja sedangkan mereka membutuhkan makan, maka dengan bekerja
anak dapat memenuhi kebutuhan dan tidak menjadi anak jalanan. Oleh karena itu, kita harus tahu
bagaimana cara alternatif untuk mengatasi masalah pekerja anak. Cara yang pertama adalah
dengan menumbuhkan kesadaran dan aksi dari pihak publik konsumen. Cara yang kedua adalah

8
kode etik yang dibuat dan ditegakan oleh perusahaan. Misalkan saja perusahaan mengeluarkan
kebijakan dan menegaskan untuk tidak memperkerjakan anak dibawah umur. Perusahaan juga
dapat mengembangkan Coorporate Social Responsibility di bidang pendidikan yang tujuanya
adalah dengan membantu memberikan pendidikan kepada anak yang kurang mampu maupun
mengadakan pelatihan keterampilan.

2.5 Relativasi Keuntungan


Tidak bisa disangkal pertimbangan etis mau tidak mau membatasi peranan keuntungan
dalam bisnis. Keuntungan merupakan faktor satu-satunya yang menentukan sukses dalam bisnis,
perdagangan heroin, kokain, atau obat terlarang lainnya harus dianggap sebagai good bussiness,
karena dapat membawa untung amat banyak. Perdagangan narkotika seperti itu justru merupakan
bidang di mana usaha bisnis langsung bentrok dengan pertimbangn etis dan karena itu tidak
merupakan good business sama sekali (good dalam arti moral). Bisnis menjadi tidak etis, kalau
perolehan untung dimutlakkan dan segi moral dikesampingkan.

Dalam perspektif lainnya, keuntungan tidak boleh dimutlakkan. Maksimalisasi


keuntungan sebagai satu-satunya tujuan perusahaan akan mengakibatkan timbulnya keadaan yang
tidak etis. Dalam hal ini sistem ekonomi pasar bebas membantu agar keuntungan tidak menjadi
eksesif karena sistem ini ditandai adanya kompetisi antara berbagai perusahaan, monopoli tidak
memungkinkan dan akibatnya tingkat keuntungan dengan sendirinya dibatasi.

Akan tetapi, bisnis tidak menghadapi dilema atau maksimalisasi, keuntungan atau
bangkrut. Keutungan dalam bisnis merupakan suatu pengertian yang relatif. Dengan cara yang
berbeda-beda, banyak ahli telah mencoba untuk merumuskan relativitas itu (Alberti & Garrido,
2017).

Beberapa cara lain lagi untuk melukiskan relativitas keuntungan dalam bisnis meliputi:
(1) keuntungan merupakan tolak ukur untuk menilai kesehatan perusahaan atau efisiensi
manajemen dalam perusahaan; (2) keuntungan adalah pertanda yang menujukan bahwa produk
atau jasanya dihargai oleh masyarakat; (3) keuntungan adalah cambuk untuk meningkatkan usaha;
(4) keuntungan merupakan syarat kelangsungan perusahaan; dan (5) keuntungan mengimbangi
resiko dalam usaha.

2.6 Manfaat Keuntungan Bagi Stakeholders

9
Suatu cara lain lagi untuk mendekati tujuan perusahaan adalah melukiskan tujuan itu
sebagai the stakeholders benefit. Istilah stakeholders untuk pertama kali muncul pada 1963 dalam
sebuah memorandum internal dari Stanford Research Institute, California. Sekarang istilah itu
sudah lazim dipakai dalam teori manajemen dan juga dalam etika bisnis. Stakeholders adalah
orang atau instansi yang berkepentingan dengan sutu bisnis atau perusahaan. Stakeholders
merupakan individu-individu dan kelompok-kelompok yang dipengaruhi oleh tercapainya tujuan-
tujuan organisasi dan pada gilirannya dapat memengaruhi tercapainya tujuan-tujuan tersebut.
Dalam bahasa Indonesia kini sering dipakai terjemahan “pemangku kepentingan”. Stakeholders
adalah semua pihak yang berkepentingan dengan kegiatan suatu perusahaan.

Kadang-kadang stakeholders dibagi lagi atas pemangku kepentingan internal dan


eksternal. Pemangku kepentingan internal adalah orang dalam dari suatu perusahaan, orang atau
instansi yang secara langsung terlibat dalam kegiatan perusahaan, seperti pemegang saham,
manajer, dan karyawan. Pemangku kepentingan eksternal adalah orang luar dari suatu perusahaan,
orang atau instansi yang tidak secara langsung terlibat dalam kegiatan perusahaan, seperti para
konsumen, masyarakat, pemerintah, lingkungan hidup.

Tetapi garis pemisah antara stakeholders internal dan eksternal tidak selalu bisa ditarik
dengan tajam. Misalnya, para pemasok pada umumnya bisa digolongkan antara pemangku
kepentingan eksternal. Tetapi jika ada pemasok yang biarpun menjadi perusahaan sendiri hanya
memasok barang untuk satu perusahaan saja, ia sebenarnya termasuk pemangku kepentingan
internal juga. Demikian juga warung-warung kecil yang menyediakan makanan untuk karyawan
dari perusahaan tertentu. Nasib mereka juga seluruhnya tergantung pada nasib perusahaan. Jika
perusahaan menghentikan kegiatannya, mereka semua akan kehilangan sumber pendapatanya.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Keuntungan merupakan salah satu aspek yang memiliki keterkaitan definisi
konseptual dengan bisnis.

10
2. Bisnis adalah pertukaran barang, jasa, atau uang yang saling menguntungkan
atau memberikan manfaat. McLuhan (2015) yang menyatakan bahwa business
is an organization that provides goods or services in order to earn profit. Sejalan
dengan definisi tersebut, aktivitas bisnis melalui penyediaan barang dan jasa
bertujuan untuk menghasilkan profit atau laba. Suatu perusahaan dikatakan
menghasilkan laba apabila total penerimaan pada satu periode (total revenues)
lebih besar dari total biaya (total costs) pada periode yang sama.
3. Tidak bisa diragukan, pekerjaan yang dilakukan oleh anak (child labor)
merupakan topik dengan banyak implikasi etis, tetapi masalah ini juga
sekaligus sangat kompleks, karena faktor-faktor ekonomis disini dengan aneka
macam cara bercampur baur dengan faktor-faktot budaya dan sosial.
4. Keuntungan merupakan faktor satu-satunya yang menentukan sukses dalam
bisnis, perdagangan heroin, kokain, atau obat terlarang lainnya harus dianggap
sebagai good bussiness, karena dapat membawa untung amat banyak.
5. Suatu cara lain lagi untuk mendekati tujuan perusahaan adalah melukiskan
tujuan itu sebagai the stakeholders benefit. Stakeholders merupakan individu-
individu dan kelompok-kelompok yang dipengaruhi oleh tercapainya tujuan-
tujuan organisasi dan pada gilirannya dapat memengaruhi tercapainya tujuan-
tujuan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Purba, Bonarajan dkk. (2021). Etika Ekonomi. Medan : Yayasan Kita Menulis.
Bartens, K(2000). Pengantar Etika Bisnis. Jakarta:KANISIUS

11
Sutrisna Dewi, 2011, Etika Bisnis, Cetakan Pertama, Udayana University Press,
Denpasar
Velasquez, Manuel G, 2005, Etika Bisnis, Edisi 5, Yogyakarta: Penerbit Andi

12

Anda mungkin juga menyukai