Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

HUBUNGAN SERANGGA SEBAGAI PENYEBAB PARASIT

Tulisan ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas


Mata Kuliah Parasitologi Lingkungan

OLEH:

KELOMPOK 2

DIANTY SUCI RAMADHANY 711345121013


SORAYA ANTU 711345121009
EVA MANTIK 711345121004
JEFRI PENGGU 71134512101
MUHAMMAD FRANDIKA 711345118044

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MANADO

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PRODI D-III SANITASI

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha

Esa, karena atas berkat dan rahmatNYA sehingga kami dapat menyelesaikan

makalah yang berjudul “Hubungan Serangga sebagai Penyebab Parasit” ini

dengan baik dan tepat waktu.

Selanjutnya, kami sangat menyadari bahwa tulisan yang telah dibuat ini

masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu,

dengan rendah hati kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun dari berbagai pihak agar nantinya dapat kami jadikan sebagai suatu

pengetahuan dan pembelajaran untuk penyusunan makalah berikutnya.

Akhir kata, kami ucapkan terima kasih. Semoga makalah yang telah dibuat

ini dapat bermanfaat bagi setiap pembacanya.

Manado, 15 Oktober 2022

Penulis

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................4
1.3 Tujuan........................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................6
2.1 Serangga....................................................................................................6
2.2 Parasit........................................................................................................6
2.3 Infeksi Parasit............................................................................................7
2.4 Serangga sebagai Penyebab Parasit...........................................................9
1.Serangga Ectoparasites..........................................................................9
2.Nyamuk................................................................................................11
3.Lalat......................................................................................................13
BAB III PENUTUP.............................................................................................19
3.1 Kesimpulan..............................................................................................19
3.2 Saran........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................21

ii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Terjadinya infeksi parasit dan penyakit-penyakit yang biasa

ditularkan oleh vektor masih menjadi masalah kesehatan (Lestari,

2019). Vektor penyakit merupakan suatu organisme yang membawa

virus atau bakteri patogen atau parasit dari host terinfeksi (manusia

dan hewan) kepada host lain. Penyakit tular vektor merupakan

penyakit berbasis lingkungan yang dipengaruhi oleh lingkungan fisik,

biologi, dan sosial budaya. Ketiga faktor tersebut saling

mempengaruhi kejadian penyakit tular vektor di daerah

penyebarannya. Beberapa faktor yang menyebabkan tingginya angka

kesakitan bersumber binatang antara lain adanya perubahan iklim,

keadaan sosial ekonomi dan perilaku masyarakat. Penyakit yang

disebabkan oleh vektor umumnya ditemukan di daerah tropis dan

subtropis. Vektor-vektor yang paling umum adalah Arthropoda dari

golongan hexapoda, antara lain nyamuk, lalat, dan kutu (Masyhuda &

dkk, 2017). Sanitasi dan lingkungan yang buruk merupakan faktor

utama timbulnya berbagai jenis penyakit, terutama penyakit yang

disebabkan parasit usus, penyakit-penyakit tersebut dapat ditularkan

salah satunya oleh lalat (Akhirah & dkk, 2017).

Penyakit parasit disebabkan oleh cacing, protozoa, dan serangga

parasit, banyak terjadi di negara berkembang serta di daerah tropis

1
termasuk Indonesia. Hal ini disebabkan banyak faktor yang

mendukung untuk hidup dan berkembang biaknya parasit seperti

lingkungan, iklim, suhu, kelembaban, dan juga gaya hidup masyarakat

yang akan sangat mendukung pertumbuhan dan perkembangan parasit

di Indonesia (Natadisastra & Agoes, 2009).

Setiap hari kita selalu bertemu dengan serangga baik secara

sadar ataupun tidak sadar. Serangga merupakan salah satu organisme

yang termasuk dalam Kingdom Animalia, Filum Arthropoda

merupakan hewan dikelompokkan dalam kelas Insecta. Beberapa

serangga merupakan vektor (pembawa/penular) penyakit, baik secara

mekanik maupun biologis. Contohnya lalat, kutu, dan nyamuk yang

mungkin sudah menjadi bagian dari kehidupan kita.

Lalat merupakan salah satu serangga yang dapat menyebarkan

organisme patogen, seperti kista protozoa dan telur cacing, seperti

Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Enterobius vermicularis,

Toxocara canis dan Strongiloides strecoralis, dan tropozoid

(Onyenwe, et al., 2016).

Infeksi parasit sangat lazim di Indonesia, terutama di daerah

pedesaan, pinggiran kota dan daerah kumuh kota-kota besar. Lebih

dari 22 spesies protozoa dan 32 spesies cacing telah dilaporkan

menginfeksi populasi manusia di Indonesia. Di antara 16 spesies

protozoa usus, sembilan ditemukan secara konstan dalam survei tinja,

patogen yang paling sering ditemukan adalah Entamoeba histolytica

2
dan Giardia lamblia. Mengenai protozoa darah dan jaringan, parasit

malaria adalah yang paling penting. Spesies yang paling sering

ditemui dan didistribusikan secara luas adalah Plasmodium

falciparum dan P. vivax, sementara P. malariae dan P. knowlesi hanya

mewakili sebagian kecil kasus di wilayah geografis tertentu. Di antara

lebih dari 80 spesies nyamuk Anopheline, 16 telah dikonfirmasi ulang

sebagai vektor di Indonesia. Protozoa jaringan lain, Trichomonas

vaginalis dan Toxolasma gondii juga banyak ditemukan.

Filariasis limfatik tersebar luas dan masih sangat endemis di

daerah-daerah tertentu, terutama di bagian Indonesia timur.

Wuchereria bancrofti umum terjadi baik di perkotaan maupun

pedesaan, tetapi Brugia malayi menyebabkan lebih banyak masalah

kesehatan masyarakat di daerah pedesaan. Spesies lain dari cacing

filaria, yakni B. timori, sejauh ini telah dideskripsikan hanya dari

bagian Tenggara Indonesia. Cacing filaria memiliki vektor yang

bervariasi sehingga berbeda dalam epidemiologi dan distribusi.

Secara keseluruhan, infeksi parasit di Indonesia telah menurun

dari waktu ke waktu. Beberapa parasit yang lazim di jaman dulu, telah

menghilang, dan infeksi manusia dengan parasit hewan telah

dilaporkan sesekali karena diagnosis yang sulit. Namun, beberapa

spesies parasit yang tidak biasa juga lebih sering dilaporkan pada

orang dengan sistem imun rendah (immunodeficient) dan pada

wisatawan.

3
Di Indonesia sendiri, angka penyakit kecacingan terhitung masih

tinggi. Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2013,

sebanyak 24% penduduk dunia atau lebih dari 1,5 miliar orang

terinfeksi Soil Transmitted Helminth (STH). Akibat dari kecacingan

dapat mempengaruhi pemasukan, pencernaan, penyerapan

metabolisme makanan dan apabila terakumulatif dapat menimbulkan

kekurangan zat gizi dan kehilangan darah (Wardhana, et al., 2014).

Selain itu kecacingan juga seringkali menimbulkan banyak kasus-

kasus seperti malnutrisi, stunting, anemia dan dapat mempengaruhi

struktur gizi, proses tumbuh kembang, dan merusak kemampuan

kognitif pada anak (Dinkes Kabupaten Indragiri Hulu, 2015).

Berdasarkan hal-hal di atas, maka penulis tertarik untuk mencari

tahu dan menyusun makalah yang berkaitan dengan serangga dan

parasit.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan


beberapa permasalahan, diantaranya:

1. Apa hubungan serangga sebagai penyebab parasit?

2. Apa saja serangga yang berperan sebagai penular dan penyebab

parasit?

4
1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan dari


penyusunan makalah ini, diantaranya:

1. Untuk mengetahui dan memahami hubungan serangga sebagai

penyebab parasit.

2. Untuk mengetahui serangga apa saja yang berperan sebagai

penular dan penyebab parasit.

5
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Serangga

Serangga merupakan salah satu organisme yang termasuk dalam

Kingdom Animalia, Filum Arthropoda merupakan hewan

dikelompokkan dalam kelas Insecta. Beberapa serangga dapat menjadi

vektor (pembawa/penular) penyakit, baik secara mekanik maupun

biologis, contohnya lalat, kecoa, dan nyamuk. Adapula serangga yang

hidup sebagai parasit / ectoparasites, seperti pinjal, kutu, dan tungau.

Serangga yang berperan sebagai vektor penyakit pada hewan

dan manusia yang diketahui hingga saat ini terdiri dari beberapa ordo.

Di antara ordo-ordo yang ada, yang paling dominan adalah Diptera.

2.2 Parasit

Parasit adalah mikroorganisme yang hidup dan menggantungkan

hidup dari organisme lain. Parasit adalah organisme yang hidup pada

atau di dalam makhluk hidup lain (disebut inang) dengan menyerap

nutrisi, tanpa memberi bantuan atau manfaat lain padanya. Sebagian

parasit tidak berbahaya, sedangkan sebagian lain dapat hidup dan

berkembang di dalam tubuh manusia kemudian menyebabkan infeksi.

Infeksi parasit kadang dapat sembuh dengan sendirinya.

Parasit adalah organisme yang eksistensinya tergantung adanya

organisme lain yang dikenal sebagai induk semang atau hospes.

Organisme yang hidup sebagai parasit, seperti cacing telah dikenal

6
beratus-ratus tahun yang lalu oleh nenek moyang. Hewan-hewan

parasit telah dikenal dan dibicarakan sejak zamannya Aristoteles (384-

322) dan Hipocrates (460-377 SM) di Yunani, tetapi ilmu parasitnya

baru berkembang setelah manusia menyadari pentingnya ilmu parasit.

2.3 Infeksi Parasit

Infeksi parasit adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya

parasit ke dalam tubuh. Infeksi parasit terjadi ketika parasit masuk ke

dalam tubuh manusia melalui mulut atau kulit. Parasit tersebut

kemudian berkembang dan menginfeksi organ tubuh tertentu. Parasit

dapat masuk ke dalam tubuh melalui air atau makanan yang telah

terkontaminasi, gigitan serangga, atau kontak seksual / kontak

langsung dan tidak langsung dengan penderita infeksi parasit. Salah

satu contohnya adalah parasit malaria yang menyebar lewat gigitan

nyamuk.

Infeksi parasit sangat lazim di Indonesia, terutama di daerah

pedesaan, pinggiran kota dan daerah kumuh kota-kota besar. Lebih

dari 22 spesies protozoa dan 32 spesies cacing telah dilaporkan

7
menginfeksi populasi manusia Indonesia. Di antara 16 spesies

protozoa usus, sembilan ditemukan secara konstan dalam survei tinja,

patogen yang paling sering ditemukan adalah Entamoeba histolytica

dan Giardia lamblia. Mengenai protozoa darah dan jaringan, parasit

malaria adalah yang paling penting. Spesies yang paling sering ditemui

dan didistribusikan secara luas adalah Plasmodium falciparum dan

Plasmodium vivax, sementara Plasmodium malariae dan Plasmodium

knowlesi hanya mewakili sebagian kecil kasus di wilayah geografis

tertentu. Di antara lebih dari 80 spesies nyamuk Anopheline, 16 telah

dikonfirmasi ulang sebagai vektor di Indonesia. Protozoa jaringan

lain, seperti Trichomonas vaginalis dan Toxolasma gondii juga banyak

ditemukan. Filariasis limfatik tersebar luas dan masih sangat endemis

di daerah-daerah tertentu, terutama di bagian Indonesia timur.

Wuchereria bancrofti umum terjadi baik di perkotaan maupun

pedesaan, tetapi Brugia malayi menyebabkan lebih banyak masalah

kesehatan masyarakat di daerah pedesaan.

Penyakit infeksi parasit pada kulit adalah keluhan pada kulit

yang disebabkan oleh sesuatu parasit dari luar tubuh. Yang paling

sering di Indonesia adalah pedikulosis (kutu rambut) dan skabies

(gudik/budukan).

8
2.4 Serangga sebagai Penyebab Parasit

Dalam penyebarannya, serangga juga ada hubungannya dengan

penyebab parasit. Berikut beberapa serangga yang berperan dalam

penyebaran dan penyebab parasit, diantaranya:

1. Serangga Ectoparasites

Ectoparasites adalah parasit yang hidup di luar tubuh manusia dan

mendapatkan makanan dari kulit manusia atau arthropoda

penghisap darah. Beberapa jenis serangga yang termasuk di

dalamnya meliputi fleas (kutu pinjal), ticks (kutu caplak), kutu

rambut, dan tungau.

 Kutu Rambut (Pediculus)

Kutu rambut

melalui gigitannya

dapat menyebabkan

infeksi kulit dan

rambut pada

manusia. Infeksi / penyakit tersebut

dikenal dengan Pedikulosis.

Pediculus ini untuk bertahan hidup

harus menghisap darah, dapat di area

rambut kepala, badan, maupun area

rambut kemaluan. Penyakit ini

9
umumnya menyerang anak-anak, terutama dengan higiene

yang kurang (misalnya jarang membersihkan / mencuci

rambut) dan cepat menular dalam lingkungan yang padat,

misalnya di asrama. Keluhan yang dirasakan berupa gatal

yang cukup mengganggu, dan sering terdapat bintik-bintik

perdarahan pada kulit atau pakaian. Penularan dapat terjadi

akibat kontak langsung atau melalui perantara seperti

pakaian, sisir, bantal, kasur, penutup kepala, dan lain-lain.

 Tungau (Sarcoptes scabiei)

Tungau Sarcoptes scabiei dapat menyebabkan infeksi

parasit yang dikenal dengan Skabies atau kudis. Tungau ini

mampu mengali terowongan di kulit dan menyebabkan

gatal terutama pada malam hari. Tungau Skabies hidup

dengan memakan keratin yang terdapat pada kulit manusia,

dan sama seperti Pedikulosis, infeksi atau penyakit Skabies

cepat menular dalam lingkungan yang padat dan

10
penularannya dapat terjadi secara kontak langsung atau

melalui perantara seperti pakaian, handuk, bantal, kasur,

dan lain-lain.

2. Nyamuk

Melalui gigitannya, nyamuk dapat membawa dan menyebarkan

parasit yang ada di dalam tubuhnya. Nyamuk membawa dan

menyebarkan parasit dengan penularan secara biologis.

 Nyamuk Anopheles

Nyamuk Anopheles membawa dan menyebarkan parasit

jenis protozoa, yakni plasmodium yang menyerang sel

darah merah dalam tubuh dan menyebabkan penyakit

malaria. Nyamuk Anopheles yang sudah menggigit dan

menghisap darah manusia yang terinfeksi malaria, secara

otomatis akan membawa parasit itu di dalam tubuhnya dan

11
pada saat menggigit manusia yang lain, plasmodium itu

dapat berpindah ke manusia yang digigit tersebut.

Siklus penularan plasmodium

 Nyamuk Culex dan Mansonia

Seperti halnya nyamuk Anopheles yang membawa dan

menyebarkan protozoa plasmodium melalui gigitannya,

nyamuk Culex pun begitu. Namun, yang dibawa di dalam

tubuhnya adalah parasit jenis Helmint / cacing, yakni

12
cacing Filaria / mikrofilaria (Wuchereria bancrofti, Brugia

malayi, dan Brugia timor).

3. Lalat

Lalat adalah serangga jenis Arthropoda yang masuk dalam ordo

Diptera. Beberapa spesies lalat mempunyai peranan penting dalam

masalah kesehatan yang berhubungan dengan parasit. Lalat dapat

menjadi vektor mekanik dan biologis dalam penyebaran parasit.

Lalat mudah tercemar oleh parasit, baik pada bagian luar tubuh

lalat, seperti kaki dan mulut karena lalat berkembang biak pada

media yang banyak mengandung parasit, seperti tinja atau faeces,

sampah, kotoran, dan lalat meyukai tempat yang menyediakan

sumber makanan bagi mereka, antara lain bahan-bahan organik,

dan sampah organik. Lalat dapat menularkan bibit penyakit /

parasit melalui semua anggota tubuhnya, terutama pada kaki yang

terdapat bulu-bulu halus sehingga bibit-bibit penyakit dapat

menempel (Suraini, 2013).

 Lalat Rumah (Musca domestica)

Lalat rumah (Musca domestica) dapat membawa parasit

jenis protozoa dan menularkannya kepada manusia. Hal

tersebut terjadi karena breeding

place dari lalat berada pada

tempat yang jorok, seperti

sampah, tinja, dan sejenisnya.

13
Parasit yang dibawa lalat rumah ini adalah protozoa usus

atau dikenal dengan Entamoeba histolytica. Parasit ini

pertama kali ditemukan oleh Losch pada tahun 1875 dari

tinja penderita disentri. Protozoa usus ini dapat ditemukan

di seluruh dunia terutama daerah tropis maupun substropis

yang lingkungan kebersihannya buruk. Infeksi Entamoeba

histolytica menyebabkan Amebiasis pada usus dan organ

lainnya pada manusia. Hal ini menyebabkan diare,

kerusakan pada perut dan saluran pencernaan. Entamoeba

histolytica dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui

makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi parasit

ini. Makanan dan minuman tersebut bisa terkontaminasi

parasit salah satunya karena dihinggapi oleh lalat yang

membawa parasit (Entamoeba histolytica) tersebut di

tubuhnya. Bentuk infektif Entamoeba histolytica adalah

kista, melalui berbagai cara setelah tertelan kista, usus

manusia mengalami ekskistasi (proses keluarnya trofozoit

dari kista) di usus bagian bawah, selanjutnya kista berubah

menjadi trofozoit, trofozoit memperbanyak diri dengan cara

membelah. Trofozoit selanjutnya mengalami enkistasi, yaitu

merubah diri menjadi bentuk kista, kista dikeluarkan

bersama tinja sehingga bentuk kista dan trofozoit ditemukan

dalam tinja, namun trofozoit biasanya ditemukan pada tinja

14
yang cair. Entamoeba histolytica bersifat invasive

(menyerbu), sehingga trofozoit mampu menembus dinding

usus dan kemudian beredar dalam sirkulasi darah

(Zulkhoni, 2010).

 Lalat Tsetse (Glossina)

Berbeda dengan lalat rumah / Musca domestica, lalat tsetse

membawa dan menyebarkan / menularkan parasit jenis

protozoa melalui gigitannya, yang menyebabkan penyakit

Tripanosomiasis atau disebut juga penyakit tidur (sleeping

sickness) yang banyak terjadi di Afrika. Ketika lalat Tsetse

menggigit dan mengisap darah manusia, parasit akan masuk

15
ke dalam aliran darah dan menyebabkan penyakit tidur.

Penyakit ini merupakan penyakit parasit yang disebabkan

oleh infeksi protozoa Trypanosoma brucei. Penyakit ini

ditularkan ke manusia melalui gigitan lalat tsetse

(genus Glossina) yang sebelumnya telah menggigit hewan

atau manusia lain yang terinfeksi. Lalat tsetse menyebabkan

penderitanya mengalami gangguan tidur, koma, bahkan

kematian. Di antara semua jenis lalat tsetse yang hanya

hidup di sekitar gurun Sahara ini, hanya beberapa spesies

saja yang dapat menularkan penyakit ini. Ada dua bentuk

penyakit Tripanosomiasis, bergantung pada parasit yang

terlibat:

1) Trypanosoma brucei gambiense, ditemukan di

Afrika bagian tengah dan barat yang dilaporkan

telah menyumbang 97% kasus penyakit tidur.

Parasit T. b. gambiense adalah parasit yang bergerak

lambat dan bisa berada di dalam darah hingga 1–2

tahun bahkan bisa lebih, sebelum menyerang saraf

dan menimbulkan gejala. Parasit ini dapat

menyebabkan infeksi kronik, artinya seseorang bisa

terinfeksi selama berbulan-bulan atau bahkan

bertahun-tahun tanpa menimbulkan gejala atau tanda

apapun. Penderita seringkali baru diketahui

16
menderita penyakit ini pada stadium yang telah

lanjut dimana sistem saraf pusat sudah mengalami

kerusakan.

2) Trypanosoma brucei rhodesiense, ditemukan di

Afrika bagian Timur dan Selatan yang dilaporkan

telah menyumbang kurang dari 3% kasus penyakit

tidur. Parasit ini menyebabkan infeksi akut. Berbeda

dengan sebelumnya, T. b. rhodesiense bergerak

lebih cepat dan dapat menyerang sistem saraf pusat

hanya dalam waktu beberapa minggu. Jika tidak

segera diobati, infeksi parasit ini dapat

menyebabkan kematian hanya dalam beberapa

bulan. Tanda dan gejala penyakit muncul untuk

pertama kalinya pada beberapa minggu atau

beberapa bulan setelah timbulnya infeksi. Penyakit

ini berkembang dengan cepat dan mengenai sistem

saraf pusat.

Penyakit Tripanosomiasis juga dapat terjadi pada

binatang, baik

binatang ternak

maupun binatang

liar. Ada juga

17
bentuk penyakit Tripanosomiasis yang terjadi di

Amerika Latin, yang lebih sering dikenal sebagai

penyakit Chagas. Organisme penyebabnya berasal dari

subgenus yang berbeda dengan Trypanosoma Afrika,

yaitu Trypanosoma cruzi dan ditularkan oleh vektor /

serangga yang berbeda pula, yakni bukan lalat melainkan

serangga ektoparasit yaitu kutu busuk / kutu kasur /

bed bug (Cimex).

 Agas / sand flies (Phlebotomus)

Agas merupakan serangga atau lalat dari Familia Psychodidae

yang merupakan vektor protozoa Leishmania penyebab

penyakit Leishmaniasis yang menyebabkan kerusakan organ

hati, limpa, dan juga anemia. Lalat ini sangat mudah dikenal

karena sayapnya yang membentang ke atas membentuk huruf

“V". Lalat ini menyerupai nyamuk tetapi lebih kecil. Lalat

18
Phlebotomus menularkan protozoa Leishmania melalui

gigitannya.

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di bab sebelumnya, maka dapat

disimpulkan bahwa:

1) Beberapa serangga dapat menjadi vektor (pembawa/penular)

penyakit, baik secara mekanik maupun biologis, contohnya lalat

dan nyamuk. Adapula serangga yang hidup sebagai parasit /

ectoparasites, seperti pinjal, kutu, dan tungau.

2) Parasit adalah mikroorganisme yang hidup dan menggantungkan

hidup dari organisme lain dengan menyerap nutrisi, tanpa memberi

bantuan atau manfaat lain padanya. Sebagian parasit tidak

berbahaya, sedangkan sebagian lain dapat hidup dan berkembang

di dalam tubuh manusia kemudian menyebabkan infeksi. Infeksi

parasit kadang dapat sembuh dengan sendirinya.

3) Terjadinya infeksi parasit dan penyakit-penyakit yang biasa

ditularkan oleh vektor masih menjadi masalah kesehatan.

19
4) Infeksi parasit adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya

parasit ke dalam tubuh melalui mulut atau kulit, yang kemudian

berkembang dan menginfeksi organ tubuh tertentu.

5) Dalam penyebaran infeksi parasit, serangga juga berperan di

dalamnya.

6) Serangga-serangga yang meyebarkan / menularkan penyakit dapat

dengan cara mekanis maupun biologis.

7) Serangga yang berperan, diantaranya ada serangga ektoparasit

seperti kutu dan tungau yang melalui gigitannya menyebabkan

suatu infeksi. Lalu nyamuk yang melalui gigitannya mampu

menularkan parasit jenis protozoa dan helmint / cacing. Dan ada

lalat yang melalui bagian luar tubuhnya maupun melalui gigitannya

dapat membawa dan menularkan parasit jenis protozoa.

8) Dengan begitu, serangga berhubungan dengan timbulnya penyakit

– penyakit / infeksi yang disebabkan oleh parasit. Karena beberapa

parasit dapat terbawa oleh serangga dan tertular kepada manusia

atau host. Singkatnya, beberapa parasit penularannya terjadi

melalui serangga.

3.2 Saran

20
DAFTAR PUSTAKA

A. Priyanti. 2017. “Parasit”. Semarang : Repository Universitas Muhammadiyah


Semarang

Dr. Agus Dana Permana, Dr. Ramadhani Eka Putra. “Serangga dan Manusia”.
Modul Pembelajaran.

dr. Levina Felicia. 2019. “Infeksi Parasit”. Website SehatQ.


https://www.sehatq.com/penyakit/infeksi-parasit

Maryatun Maryatun. 2008. “Entamoeba histolytica: Parasit Penyebab Amebiasis


Usus dan Hepar”. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, Vol.8 No.1

Meilinda Hilda Ryani, Retno Hestiningsih, dkk. 2017. “EKTOPARASIT


(PROTOZOA DAN HELMINTHES) PADA LALAT DI PASAR JOHAR DAN
PASAR PETERONGAN KOTA SEMARANG”. Semarang : JURNAL
KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal) Volume 5, Nomor 4, Universitas
Diponegoro

Nur Ariani. 2017. “Vektor”. Semarang : Universitas Muhammadiyah Semarang

Perdoski. 2020. “Infeksi Parasit”. Artikel PERHIMPUNAN DOKTER


SPESIALIS KULIT DAN KELAMIN INDONESIA

Risqiani Kusumasari. 2019. “Penyakit Parasitik di Indonesia”. Artikel


Universitas Gadjah Mada : Menara Ilmu Parasitologi Kedokteran

Saputri. 2017. “Gambaran Telur Soil Transmitted Helminths pada Tubuh Lalat di
Pasar Mranggen”. Semarang : Universitas Muhammadiyah Semarang

21
Saraswati Ashari. 2020. “IDENTIFIKASI ENTAMOEBA HISTOLYTICA PADA
PERMUKAAN TUBUH LALAT DI PASAR TRADISIONAL”. Medan : Politeknik
Kesehatan Kemenkes Medan

Sukirno. 2017. “Serangga Vektor”. Yogyakarta : Laboratorium Entomologi


Fakultas Biologi UGM

22

Anda mungkin juga menyukai