Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Serangga merupakan salah satu organisme yang banyak ditemukan
di berbagai habitat, baik di darat, air laut, air tawar, pegunungan, dan lainnya.
Serangga terdiri dari beberapa spesies yang jumlahnya melimpah di bumi dan
berasosiasi dengan kehidupan manusia. Daya tahan tubuh serangga yang baik
membuat serangga mudah menyesuaikan diri dengan ligkungannya, sehingga
penyebaran serangga sangat luas.
Serangga (Insekta) merupakan salah satu kelas dari filum
Arthropoda yang tubuhnya terbungkus kitin, rangka tubuh terdapat di luar,
sehingga menyebabkan serangga dapat menyesuaikan diri dan memiliki daya
adaptasi yang besar terhadap lingkungan.Hampir 90% dari semua Arthropoda
terdiri dari serangga.Baik itu serangga tanah maupun serangga lainnya (Ali,
2004).
Berdasarkan habitatnya, serangga dibagi menjadi beberapa
kelompok salah satunya adalah serangga permukaan tanah.Serangga tanah
adalah serangga yang hidup di tanah, baik itu yang hidup di permukaan tanah
maupun yang hidup di dalam tanah (Suin, 2003).Serangga permukaan tanah,
sebenarnya memakan tumbuh-tumbuhan yang hidup, tetapi juga memakan
tumbuh-tumbuhan yang sudah mati. Serangga permukaan tanah berperan
dalam prosesdekomposisi. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan
mampu berjalan cepat bila tidak ditunjang oleh kegiatan serangga permukaan
tanah. Keberadaan serangga permukaan tanah sangat tergantung pada
ketersediaan energi dan sumber makanan untuk melangsungkan hidupnya
(Ruslan, 2009).
Keanekaragaman serangga tanah di setiap tempat berbeda-beda.
Keanekaragaman akan tinggi apabila berada pada lingkungan optimum,
misalnya tanah yang subur. Keanekaragaman serangga tanah di setiap tempa

1
2

cenderung akan rendah bila berada pada lingkungan yang ekstrim, misalnya tanah
kurang subur (Dharmawan, 2005).
Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui morfologi serangga nyamuk,
pinjal, lalat dan kecoa maka dilakukan praktikum Identifikasi Morfologi Nyamuk,
Pinjal, Lalat dam Kecoa.

1.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui morfologi serangga nyamuk, pinjal, lalat, dan kecoa
b. Untuk mengetahui perbedaan jenis kelamin serangga nyamuk, pinjal, lalat,
dan kecoa

1.3 Manfaat
a. Menambah ilmu pengetahuan mengenai serangga bagi mahasiswa
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro khususnya dan
pembaca pada umumnya.
b. Melatih kemapuan mahasiswa menganalisis perbedaan jenis kelamin
serangga dan melatih kemampuan menulis mahasiswa.
c. Sebagai landasan praktikum atau penelitian selanjutnya.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nyamuk
2.1.1 Pengertian Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti dikenal dengan sebutan black
white mosquito atau tiger mosquito karena nyamuk ini mempunyai
ciri khas yang berupa adanya garis-garis dan bercak-bercak putih
keperakan di atas dasar warna hitam yang terdapat pada kaki dan
tubuhnya (Wati,2010).
Nyamuk Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang
dapat membawa virus demam kuning (yellow fever), chikungunya
dan demam zika. Penyebaran nyamuk Aedes aegypti tersebar luas
khususnya tersebar pada daerah tropis dan subtropis(Martina,2015).
Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor utama dalam
penyebaran penyakit Demam Berdarah Dangue. Populasi nyamuk
Aedes aegypti meningkat antara bulan September hingga
November dengan puncaknya antara bulan Maret hingga Mei.
Peningkatan populasi nyamuk akan menyebabkan meningkatnya
jumlah penderita penyakit Demam Berdarah Dengue, nyamuk
Aedes aegypti merupakan nyamuk yang hidup di pemukiman
penduduk, stadium dewasa mempunyai habitat perkembangbiakan
di tempat penampungan air yang jernih(Eka,2013).
Nyamuk Aedes aegypti bersifat diurnal yaitu melakukan
aktivitas secara aktif pada pagi hingga siang hari.Penularan virus
dengue dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina
yang menghisap darah sebagai asupan protein untuk memproduksi
telur. Nyamuk Aedes aegypti jantan menghisap sari bunga sebagai
asupan energi (Rahma,2016).

4
5

2.1.2 Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti


Kedudukan nyamuk Aedes aegypti dalam klasifikasi
hewan menurut (Wati,2010) adalah:
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Diptera
Sub Ordo : Nematocera
Infra Ordo : Culicomorpha
Seperfamili : Culicoidea
Famili : Culicidae
Sub famili : Culicinae
Genus : Aedes
Spesies : Aedes aegypti

2.1.3 Morfologi Nyamuk Aedes aegypti

Gambar 2.1 Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti


2.1.3.1 Stadium telur Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti betina dapat
bertelur 10-100 kali dalam jangka waktu 4-5 hari
dan dapat menghasilkan telur antara 300-700 butir
telur. Telur nyamuk Aedes aegypti menetas 1-2 hari
6

setelah telur di keluarkan oleh induk telur nyamuk


Aedes aegypti. Telur Aedes aegypti berbentuk oval
dan berwarna coklat kehitaman di letakan memisah
satu persatu di permukaan air dan menempel pada
tempat perindukannya.Telur Aedes aegypti di
letakan di tempat yang lembab dan tidak terkena
paparan sinar matahari langsung dan sedikit
mengandung air(Winarti,2016). Telur di tempat
yang kering tanpa air dapat bertahan sampai 6 bulan
pada suhu minus 2 (dua) derajat Celcius hingga 42
(empat puluh dua) derajat Celcius dan apabila
tergenang air maka telur dapat menetas(Eka,2013).
2.1.3.2 Stadium Larva Aedes aegypti
Pada stadium larva mempunyai empat
tingkatan hidup yang berbeda yang disebut dengan
instar. Larva instar I mempunyai ukuran paling kecil
yaitu berkisar 1-2 mm atau satu sampai dua hari
setelah telur menetas,belum terlihat jelas duri duri
pada dada (spinae) dan corong pernapasan (siphon)
belum menghitam. Larva nyamuk Aedes aegypti
instar II mempunyai ukuran berkisar antara 2,5
sampai 3,5 mm dan berumur dua sampai tiga hari
setelah telur menetas,duri duri (spinae) pada dada
masih belum jelas dan corong pernapasan (siphon)
sudah mulai menghitam. Larva nyamuk Aedes
aegypti instar III berukuran antara 4-5 mm berumur
tiga sampai empat hari setelah telur menetas, duri-
duri (spinae) pada dada sudah mulai terlihat jelas
dan corong pernapasan berwarna coklat kehitaman.
Larva nyamuk Aedes aegypti instar IV mempunyai
bentuk dan ukuranyang lebih mudah diamati karena
7

sudah mempunyai susunan tubuh yang lengkap


(Wati, 2010).
Pertumbuhan dan perkembang biakan larva
di pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu temperatur,
tempat perindukan, keadaan air dan kandungan zat
makanan yang terdapat pada tempat perindukan
(Wati,2010).
Larva nyamuk Aedes aegypti sangat
membutuhkan air dan mengambil makanan melalui
mulut dan kulit tubuhnya sebagai sumber nutrisi
untuk berkembangbiak (Wati, 2010).
Ciri-ciri larva Aedes aegypti menurut (Eka,2013)
antara lain :
1. Berenang bebas di air tidak melekat pada
akar tanaman air
2. Mempunyai siphon yang besar namun
pendek
3. Pada waktu istirahat membentuk sudut
dengan permukaan air
4. Banyak di jumpai pada genangan air dengan
tempat tertentu semisal pada Drum dan bak
mandi.
2.1.3.3 Pupa nyamuk Aedes aegypti
Pada stadium pupa tidak melakukan
aktivitas makan apapun,namun membutuhkan
oksigen dan mengambil oksigen melalui corong
pernapasan dan akan menjadi nyamuk setelah 1-2
hari setelah melewati stadium pupa dan akan
menjadi nyamuk dewasa jantan atau betina dan
terbang meninggalkan air (Wisnutanaya,2013).
8

Ciri ciri pupa Aedes aegypti :


1. Memiliki tabung pernapasan yang berbentuk
segitiga
2. Jumlah seluruh tabung untuk pernapasan
berbentuk segitiga
3. Bentuk sepeti tanda koma
4. Berukuran lebih besar dan lebih ramping
daripada ukuran larva Aedes aegypti
5. Gerakan pupa Aedes aegypti lambat dan
sering berada di permukaan air
6. Masa stadium pupa Aedes aegypti
normalnya berlangsung 2 hari
2.1.3.4 Stadium Nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti berukuran lebih
kecil jika dibandingkan dengan rata rata nyamuk
lain dan berwarna hitam dengan bintik bintik putih
pada bagian badan dan kaki.Pada saat hinggap di
suatu tempat tubuh nyamuk Aedes aegypti
membentuk sudut yang sejajar dengan tempat yang
dihinggapinya, untuk membedakan jenis kelamin
nyamuk Aedes aegypti jantan dan betina dapat
diamati dari antena Aedes aegypti betina
mempunyai bulu yang tidak lebat yang disebut
dengan pilose, sedangkan Aedes aegypti jantan
mempunyai bulu pada antena yang lebat yang
disebut dengan plumose. Nyamuk Aedes aegypti
betina menghisap darah manusia yang bertujuan
sebagai sumber protein untuk mematangkan
telur(Eka,2013).
9

2.2 Pinjal
2.2.1 Klasifikasi
Pinjal merupakan ektoparasit yang hidup di permukaan
tubuh inang (Sucipto 2011). Menurut Hadi dan Soviana (2006)
pinjal bersifat semi obligat karena sebagian hidupnya berada di
tubuh inang. Pinjal termasuk ke dalam filum Arthropoda, kelas
Insecta, dan ordo Siphonaptera. Di Indonesia famili yang ada
antara lain Pulicidae, Ishcnopyllidae, Hystrichopsyllidae,
Pygiopsyllidae, Ceratophyllide, dan Leptosyllidae. Hanya dua
famili yang penting dalam dunia kedokteran hewan yaitu
Ceratophyllidae dan Pulicidae (Wall dan Shearer 2001).
Ceratophyllidae merupakan famili besar yang terdiri atas 80 spesies
parasit burung dan 420 lebih parasit hewan pengerat (Taylor et al.
2007). Famili Pulicidae memiliki beberapa genus penting karena
perannya dapat menimbulkan masalah di Indonesia yaitu
Ctenocephalides (pinjal kucing dan anjing), Echinophaga (pinjal
ayam), Pulex (pinjal manusia) dan Xenopsylla (pinjal tikus) (Hadi
dan Soviana 2010).

2.2.2 Morfologi

Gambar 2.2 Morfologi pinjal Xenopsylla cheopis

Bentuk morfologi pinjal dewasa berbeda dibandingkan


dengan bentuk serangga lainnya yaitu pipih bilateral. Bentuk tubuh
10

dewasa memiliki panjang satu sampai enam milimeter dan biasanya


ukuran betina lebih besar dibandingkan jantan (Wall dan Shearer,
2001). Seperti serangga pada umumnya, tubuh pinjal terdiri atas
kepala, toraks, dan abdomen.
Kepala pinjal memiliki lekuk yang berfungsi menyimpan
antena bersegmen (Levine, 1990). Menurut Hadi dan Soviana
(2010) terdapat tiga segmen antena pada lekuk. Pinjal memiliki
mata sederhana di depan antena. Bagian ventral anterior kepala
memiliki bagian yang dikenal sebagai gena. Gena memiliki duri
berjajajar seperti sisir yang dinamakan sisir gena (genal ctenidium).
Bagian ventral kepala juga memiliki sepasang lobus maxillary yang
luas dikenal sebagai stipes, dilengkapi dengan bantalan palps
maxillary yang panjang. Mulut pinjal memiliki struktur berlapis,
yang terdiri atas sepasang laciniae beralur halus, berfungsi untuk
menusuk kulit inang. Mulut pinjal juga dilengkapi dengan
epiharynx labrum yang berfungsi menusuk ke kapiler darah inang,
sehingga darah mengalir ke saluran pencernaan pinjal (Wall dan
Shearer 2001).
Toraks memiliki tiga segmen yaitu protoraks, mesotoraks,
dan metatoraks. Beberapa genus pinjal memiliki sebaris duri yang
kuat di bagian belakang protoraks yang dinamakan sisir pronotal
(pronotal ctenidium) (Wall danShearer 2001). Keberadaan
Ctenidium berguna dalam mengidentifikasi jenis pinjal. Pada
segmen terakhir, metatoraks berkembang sangat baik untuk
menunjang tungkai belakang sebagai pendorong saat melompat
(Levine 1990).
Abdomen pinjal terbagi menjadi sepuluh segmen. Pinjal
betina mempunyai organ yang disebut spermateka, berfungsi
menyimpan sperma, dan berbentuk seperti kantung terletak di
antara segmen enam sampai delapan (Hadi dan Soviana 2010). Di
lokasi yang sama pada pinjal jantan terdapat organ yang disebut
11

aedeagus atau penis berkhitin berbentuk seperti per melingkar.


Bagian dorsal pada segmen terakhir abdomen dijumpai lempeng
Sensilium atau Pygidium dengan ditumbuhi rambut sensoris yang
fungsinya belum diketahui (Wall dan Shearer2001).

2.2.3 Siklus Hidup


Pinjal mengalami metamorfosis sempurna
(holometabolous) yaitu telur, larva, pupa dan dewasa. Pada kondisi
ideal seluruh tahapan siklus tersebut bisa dicapai dalam waktu dua
sampai tiga minggu (Hadi dan Soviana 2010). Menurut Wall dan
Shearer (2001) siklus dapat berkisar enam sampai 12 bulan.
Panjang waktu siklus hidup tergantung pada kondisi lingkungan,
khususnya suhu dan kelembaban saat tahap larva dan pupa
(Urquhart et al. 1996)
Levine (1990) menyatakan pinjal betina bertelur tiga
sampai 18 butir telur setiap harinya. Pinjal betina biasanya bertelur
di tubuh inang kemudian telur tersebut akan jatuh. Pada kondisi
ideal larva akan muncul setelah dua sampai 6 hari (Wall dan
Shearer 2001).
Larva pinjal akan memakan sisa protein organik seperti
rambut, bulu, dan kotoran pinjal dewasa. Larva hidup sesuai
dengan tempat peristirahatan sehari hari inang definitifnya seperti
sarang, tempat persembuyian di lantai, reruntuhan gudang, padang-
padang rumput dan tempat sampah (Levine 1990). Larvaakan
mengalami dua sampai tiga kali pergantian kulit instar menjadi
pupa yang terbungkus kokon setelah 10 sampai 21 hari (Hadi dan
Soviana 2010). Tahap pupa sangat bergantung pada suhu
lingkungan, meskipun sedikit bergantung pada kelembaban yang
tinggi dibandingkan tahap sebelumnya. Setelah muncul kutikula
pada kokon, pinjal dewasa biasanya tetap di dalam kokon sampai
mendapat rangsangan suhu atau rangsangan lain yang disebabkan
12

oleh inang. Pinjal yang sudah mendapatkan inang akan mengisap


darah inang sebelum melakukan perkawinan (Wall dan Shearer
2001).

2.3 Lalat
2.3.1 Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Hexapoda
Ordo : Diptera
Subordo : Cyclorrhapha
Family : Muscidae
Genus : Musca
Species : Musca domestica
(West, 1951)

2.3.2 Morfologi

Gambar 2.3 Morfologi lalat

Terdapat lebih dari 60 spesies lalat dalam genus Musca,


yang paling dikenal yaitu Musca domestica atau lalat rumah, yang
13

tersebar di seluruh dunia dan terbagi dua dalam sub spesies (Musca
domestica curviforceps dan Musca domestica calleva). Lalat rumah
memiliki ukuran tubuh yang panjangnya 6-9 mm dan memiliki
berbagai macam warna dari yang hitam hingga abu-abu gelap.
Mereka memiliki empat broadish dorsal yaitu garis gelap pada
toraks. Antenanya terdiri dari tiga segmen, segmen terakhir
mempunyai ukuran yang lebih besar yang berbentuk silinder dan
memiliki rambut prominent, yang biasa disebut arista, arista ini
memiliki rambut di kedua sisinya. Antena ini tersembunyi di
bagian depan kepala yang sangat sulit terlihat. Mulut dari lalat atau
probosis memiliki fungsi dalam menghisap cairan makanan. Tetapi
ketika probosis ini tidak digunakan, maka akan dimasukkan
kedalam kapsul kepala. Pada ujung dari probosis terdapat
pseudotrachea yang dapat menghisap cairan makanan. Sayap dari
lalat rumah memiliki pembuluh darah yang saling berhubungan.
Ciri dari sayap ini dapat membedakannya dengan jenis spesies
Musca lainnya (Service 1996). Pada setiap tiga pasang kaki lalat
terdapat sepasang cakar dan sepasang fleshy pad-like di tiap
ujungnya yang disebut pulvili. Pada pulvili terdapat rambut perekat
sehingga lalat dapat hinggap di permukaan yang licin, dan juga
dapat membawa kotoran maupun bakteri yang patogen.
Mata lalat jantan lebih besar dan sangat berdekatan satu
sama lain dibanding dengan mata lalat betina (Sigit et al. 2006).
Lalat Musca domestica tidak menggigit, karena mempunyai tipe
mulut menjilat, lalat ini dominan ditemukan di timbunan sampah
dan kandang ternak. Jarak terbang lalat Musca domestica sangat
bergantung pada ketersediaan makanan yang ada dilingkungannya,
rata-rata memiliki jarak terbang 6-9 km dan dapat mencapai 19-20
km dari tempat berkembang biak. Lalat dewasa sangat aktif
sepanjang hari untuk mencari makan. Lalat sangat tertarik pada
makanan yang dimakan oleh manusia seperti gula, susu dan
14

makanan lainnya. Protein pada makanan sangat diperlukan untuk


berkembang biak. Berdasarkan bentuk mulutnya, lalat hanya
makan dalam bentuk cair atau makanan yang basah, sedangkan
makanan yang kering maupun makanan yang berbentuk padat
dengan diameter lebih besar dari 0,045 mm, dibasahi atau dicairkan
terlebih dahulu oleh ludah dan kemudian dihisap. Lalat merupakan
serangga yang bersifat fototropik yaitu menyukai cahaya. Pada
malam hari lalat tidak aktif, namun dapat aktif apabila ada cahaya
maupun cahaya buatan. Banyaknya lalat dipengaruhi oleh efek
sinar yang akan meningkat pada temperatur 20-25oC dan akan
berkurang pada temperatur < 10oC atau > 49oC serta kelembaban
yang optimum yaitu 90 % (Ghofar et al. 2011).

2.4 Kecoa
2.4.1 Klasifikasi Kecoa
Di dunia terdapat kurang lebih 3.500 species kecoa, 4
(empat) spesies diantaranya umum ditemukan di dalam rumah yaitu
Periplaneta americana, Blattela germanica, Blatta orientalis, dan
Supella langipalpa (Depkes, 2009).
Periplanetta americana atau yang lebih dikenal dengan
kecoa amerika berwarna merah gelap dengan noda kuning pada
dorsum dan panjang tubuh kira –kira 4 cm, kecoa amerika memiliki
dua pasang sayap, tiga pasang kaki, sepasang sungut dan serci
(Budipedia, 2013).
Kecoa banyak ditemukan pada tempat yang hangat dan
lembab, seperti tempat pengolahan makanan dan industri, saluran
air limbah dan di bawah timbunan kotak (Herdiana, 2012).
15

Klasifikasi kecoa Amerika menurut Aang (2012) adalah


sebabai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Blatodae
Family : Blattidae
Genus : Periplaneta
Species : Periplaneta americana

2.4.2 Siklus Hidup Kecoa

Gambar 2.4 Siklus hidp kecoa

Kecoa adalah serangga dengan metamorfosa tidak lengkap,


hanya melalui tiga stadia (tingkatan perkembangan), yaitu stadium
telur, stadium nimfa, dan stadium dewasa yang dapat dibedakan
jenis jantan dan betinanya.
Stadium telur kecoa membutuhkan waktu 30-40 hari untuk
menetas. Telur kecoa tidak diletakkan sendiri-sendiri melainkan
secara berkelompok. Kelompok telur ini dilindungi oleh selaput
16

keras yang disebut kapsul telur atau ootheca.Kapsul telur


dihasilkan oleh kecoa betina dan diletakkan pada tempat
tersembunyi atau pada sudut-sudut dan pemukaan sekatan kayu
hingga menetas dalam waktu tertentu yang disebut sebagai masa
inkubasi kapsul telur, tetapi pada spesies kecoa lainnya kapsul telur
tetap menempel pada ujung abdomen hingga menetas. Jumlah telur
maupun masa inkubasinya tiap kapsul telur berbeda menurut
spesiesnya (Depkes, 2009).
Dari kapsul telur yang telah dibuahi akan menetas menjadi
nimfa yang hidup bebas dan bergerak aktif. Nimfa yang baru keluar
dari kapsul telur berwarna putih seperti butiran beras, kemudian
berangsur-angsur berubah menjadi berwarna coklat dan tidak
bersayap. Nimfa tersebut berkembang melalui beberapa instar(1-6
instar) sebelum mencapai stadium dewasa, lamanya stadium nimfa
berkisar 5-6 bulan. Periplanetta americana dewasa dapat diketahui
dengan adanya dua pasang sayap baik pada kecoa jantan maupun
kecoa betina (Depkes, 2009).
BAB III
METODE

3.1 Waktu
Penelitian dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 9 Mei 2018 pikl 07.00 –
10.00 WIB.

3.2 Tempat
Penelitian dilakukan di Laboratorium Terpadu lantai 3 gedung D
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.

3.3 Alat dan Bahan


3.3.1 Alat
Tabel 3.1 Alat Praktikum
NO ALAT KEGUNAAN
1 Mikroskop Untuk mengamati benda-benda
berukuran kecil, dalam praktikum
ini digunakan untuk mengamti
secara detail morfologi kecoa,
lalat, nyamuk, dan pinjal.
2 Alat Tulis Untuk menulis dan menggambar
bagian-bagian penting ketika
praktikum.
3 Kertas HVS Sebagai media ketika mencatat
dan media untuk membuat
laporan sementara.
4 Jarum penusuk Untuk menusuk bagian tubuh
objek yang akan diamati.
5 Kamera Untuk megambil gambar objek
pada mikroskop.

17
18

3.3.2 Bahan
Tabel 3.2 Bahan Praktikum
NO BAHAN KEGUNAAN
1 Nyamuk Aedes aegypti Sebagai objek pengamatan
2 Kecoa Periplaneta Sebagai objek pengamatan
americana
3 Lalat Musca domestica Sebagai objek pengamatan
4 Pinjal Xenopsylla Sebagai objek pengamatan
cheopsis

3.4 Metode
3.4.1 Metode Praktikum Identifikasi Nyamk Aedes aegypti
Metode atau langkah-langkah praktikum identifikasi Nyamuk
Aedes aegypti adalah sebagai berikut :

Menyiapkan alat dan bahan

Mengamati dan mengidentifikasi Nyamuk Aedes aegypti

Menulis laporan sementara praktikum

Selesai

Se
Gambar 3.1 Metode identifikasi Nyamuk Aedes aegypti
19

3.4.2 Metode Praktikum Identifikasi Pinjal Xenopsylla cheopsis


Metode atau langkah-langkah praktikum identifikasi Pinjal
Xenopsylla cheopsis adalah sebagai berikut :
Menyiapkan alat dan bahan

Mengamati dan mengidentifikasi Pinjal Xenopsylla cheopsis

Menulis laporan sementara praktikum

Selesai

Se
Gambar 3.2 Metode identifikasi pinjal Xenopsylla cheopsis

3.4.3 Metode Praktikum Identifikai Lalat Musca domestica


Metode atau langkah-langkah praktikum identifikasi Lalat Musca
domestica adalah sebagai berikut :

Menyiapkan alat dan bahan

Mengamati dan mengidentifikasi Lalat Musca domestica

Menulis laporan sementara praktikum

Selesai

Selalat Musca domestica


Gambar 3.3 Metode identifikasi
20

3.4.4 Metode Praktikum Identifikasi Kecoa Periplaneta americana


Metode atau langkah-langkah praktikum identifikasi Kecoa
Periplaneta americana adalah sebagai berikut :

Menyiapkan alat dan bahan

Mengamati dan mengidentifikasi Kecoa Periplaneta americana

Menulis laporan sementara praktikum

Selesai

Se
Gambar 3.4 Metode identifikasi Kecoa Periplaneta americana
21

BAB IV
HASIL PENGAMATAN PRAKTIKUM

Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Nyamuk Aedes aegypti


No. Gambar Keterangan
1.

2.
22

Tabel 4.2 Hasil pengpengamatan Pinjal


No. Gambar Keterangan
1.

2.
23

Tabel 4.3 Hasil pengamatan Lalat Musca domestica


No. Gambar Keterangan
1. a.
b.
c.
d.

2.
24

Tabbel 4.4 Hasil pengamatan Kecoa Periplaneta americana


No. Gambar Keterangan
1.

2.
BAB V
PEMBAHASAN

Praktikum parasitologi identifikasi kecoa, lalat, nyamuk dan pinjal ini


bertujuan untuk memeberikan ambaran tentang sistem morfologi hewan-hewan
ditas dn juga untuk membedakan jenis kelamin serangga serangga tersebut
1. Nyamuk
Perbedaan antara nyamuk jantan dan betina tidak terlihat ketika kita
melihat nya muk dengan kasat mata, tetapi sebenarnya terdapat perbedaan
diantara keduanya, yaitu pada nyamuk jantan antenanya lebih lebat, pulpus
pada nyamuk jantan lebih panjang dan pulpus jantan sama panjangnya
seperti probacisnya.
2. Pinjal
Antara pinjal jantan dan betina apabila dilihat dengan kasat mata dan
tidak sangat jeli maka susah untuk mengidentifikasi. Apabila
menggunakan mikroskop antara pinjal jantan dan betina dapat dibedakan
dengan ada tidaknya spermateca. Pinjal betina memiliki spermateca
sedangkan pinjal jantan tidak. Selain itu pinjal jantan dan betina dapat
dibedakan dari bentuk tubuhnya pinjal betina lebih gemuk tubuhnya dan
tidak lancip sedangkan pinjal jantan lebih ramping dan lancip.
3. Lalat
Jika dilihat lalat Musca domestica itu pasti bentuknya sama saja
antara jantan dan betina. Tetapi sebenarnya apabila diamati terdapat
beberapa perbedaan diataranya pada lalat betina posisi matanya agak
menjauh sedangkan pada lalat jantan posisi matanya lebih dekat/dempet.
Selain itu, pada lalat betina ukuranya lebih besar dibandingkan lalat jantan.
4. Kecoa
Kecoa Periplaneta americana jantan dan betina dapat dibedakan dari
bagian belakang tubuhnya. Kecoa jantan memiliki cercus dan stili
sedangkan kecoa betina hanya memiliki cercs saja. Sayap kecoa juga dapat
dignakan untuk mengidentifikasi antara kecoa jantan dan betina, sayap

25
26

kecoa jantan lebih lebar dan sayap kecoa betina menyerpai bentuk
tubuhnya atau hampir tidak memiliki sayap.
BAB VI
PENUTUP

6.1 Simpulan
Dari praktikum parasitologi identifikasi nyamuk, pinjal, lalat dan
kecoa maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Dilihat dari morfologi nyamuk, pinjal, lalat dan kecoa mereka memiliki
beberapa kesamaan, yaitu termasuk dalam golongan vektor mekanik
karena dapat memindahkan kuman-kuuman penyakit dengan adanya bulu-
bulu pada kakinya, sedangkan ada pula yang menggunakan mulutnya baik
mulut penjilat atau mulut penghisap.
2. Perbedaan jenis kelamin nyamk, pinjal, lalat dan kecoa antara yang jantan
dan betina dapat dibedakan berdasarkan perbedaan bagian tubuh tertentu.
Baik perbedaan bentuk dan ukuran serta ada tidaknya disalah satu
serangga. Perbedaan tersebut beberapa dapat diamati sengan mata
telanjang namun, ada pula untuk yang lebih detail dengan bantan
mikroskop.

6.2 Saran
Serangga diatas memiliki sisi positif dan dampak negatif bagi
kesehatan, oleh karena itu untuk menghindari dari hewan diatas menjaga
lingkungan sekitar karena vektor mekanik akan membawa banyak penyakit dari
tempat-tempat kotor dan juga menutup makanan supaya tidak dihinggapi
bianatang tersebut.

27
DAFTAR PUSTAKA

Aang. 2012. Periplaneta americana.http://aangeifourend.com/2012/05/periplaneta


americana.html. [13 Mei 2018]
Ali, M. 2004. Zoologi Invertebrata. Ar-Raniry Press: Banda Aceh.
Amalia, H. dan I. S. Harahap. 2010. Preferensi Kecoa Amerika Periplaneta
americana (L.) (Blattaria: Blattidae) terhadap Berbagai Kombinasi Umpan.
J. Entomol. Indon. Vol. 7, No. 2, 67-77
Arifah, Farah Ghina, dkk.2016. Preferensi Kecoa Amerika Periplaneta americana
(L.) (Blattaria: Blattidae)terhadp Baiting Gel.http://ejournal-
S1.undip.ac.id/index.php/jkm. Diunduh tanggal 12 Mei 2018.
Budipedia. 2013. Kecoa
Amerika.http://www.budipedia.com/fauna/insecta/dictyoptera/kecoak
amerika/Diakses 13 Mei 2018
Depkes. 2009. Pedoman Pengendalian Kecoa Khusus di Rumah Sakit.
http://www.depkes.go.id/downloads/Pengendalian%20Kecoa.pdf. [13 Mei
2018]
Dharmawan, A. 2005. Ekologi Hewan. Universitas Malang Press: Malang.
Gandahusada, Srisasi, Herry D Illahude dan Wita Pribadi. 2006. Parasitologi
Kedokteran. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Ghofar A, W Meikawati, Mifbakhuddin. 2011. Hubungan Pengetahuan Tentang
Higiene Sanitasi dan Kondisi Higiene Sanitasi Dengan Kepadatan Lalat
Pada Industri Terasi (Studi di Kelurahan Tanjungsari Kecamatan
Rembang). Semarang. UNM Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Hadi UK, Soviana S. 2006. Hama Pemukiman Indonesia Pengenalan, Biologi dan
Pengendalian. Sigit SH, Hadi UK, editor. Bogor (ID): IPB Pr.
Hadi UK, Soviana S. 2010. Ektoparasit Pengenalan, Identifikasi, dan
Pengendaliannya. Bogor (ID): IPB Pr

28
29

Herdiana. 2012. Pengaruh Kecoa Terhadap Kesehatan.


http://herdianaherman.wordpress.com/2012/05/29/pengaruh
kecoaterhadap-kesehatan.html. Diakses 13 Mei 2018
Levine, D. Norman.1994. Buku Pelajaran Parasitologi Veterniter. Cetakan kedua.
Yogyakarta: UGM.
Levine, D. Norman.1994. Buku Pelajaran Parasitologi Veterniter. Cetakan kedua.
Yogyakarta: UGM.
Rosdiana Safar, 2009. Parasitologi Kedokteran Protozoologi Helmintologi
entomologi. Yrama Widya.
Ruslan, H. 2009. Komposisi dan Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah
Pada Habitat Hutan Homogen dan Heterogen di Pusat Pendidikan
Konservasi Alam (PPKA) Bodogol. Suka Bumi. Jawa Barat. VIS VITALIS.
Vol 02 (1), 43-53.
Spielman, A.,and M. D’Antonino.2001. Mosquito: A Natural History of Our Most
Persistent and Deadly Foe. Hyperion Press, New York.
Sucipto CD. 2011. Vektor Penyakit Tropis. Yogyakarta (ID): Penerbit Gosyen.
Suin, N. M. 2003. Ekologi Fauna Tanah.Bumi Aksara: Jakarta.
Taylor MA, Coop RL, Wall RL. 2007. Veterinary Parasitology. Ed k-3. Australia
(AU): Blackwell scientific.
Urquhart GM, Armour J, Duncan JL, Dunn AM, Jennings FW. 1996. Veterinary
Parasitology. Ed k-2. Australia (AU): Blackwell scientific.
Wall R, Shearer D. 2001. Veterinary Ectoparasites: Biology, Pathology and
Control. Ed k-2. Lowa (US): Iowa State Univ Pr.
West LS. 1951. The Housefly. Itacha. New York. Comstock Publishing Company.
Service MW. 1996. Medical Entomology for Student. Liverpool. Chapman
& Hall. Sigit SH, FX Koesharto, Upik KH, Dwi JG, Susi S, Indrosancoyo
AW, Musphyanto C, Mohammad R, Swastiko P, Sulaeman Y, Sanoto U.
2006. Hama Permukiman Indonesia : Pengenalan, Biologi, dan
Pengendalian. Bogor. Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman.
Martina, L.,2015. Aktivitas Mikrobisida sel Neutrofil yang dipapar Streptococcus
mutans dan diinkubasi ekstrak daun alpukat (Persea americana miller.)
30

Wati. 2009. Beberapa Faktor yang berhubungan dengan kejadian Demam


Berdarah Dangue (DBD) di kelurahan ploso kecamatan pacitan tahun
2009
Amalia.,2015. Daya bunuh air perasan daun mengkudu (Morinda citrifolia)
Terhadap kematian larva Aedes aegypti.
LAMPIRAN

Lampiran 1 Dokmentasi

Gambar 1 Nyamuk Aedes aegypti jantan

Gambar 2 Nyamuk Aedes aegypti betina

31
32

Gambar 3 Pinjal Xenopsylla cheopsis jantan

Gambar 4 Pinjal Xenopsylla cheopsis betina


33

Gambar 5 Lalat Musca domestica jantan

Gambar 6 Lalat Musca domestica betina


34

Gambar 7 Kecoa Periplenata americana


35

Lampiran 2 Laporan semestara

Anda mungkin juga menyukai