Anda di halaman 1dari 48

MAKALAH

PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI INDUSTRI

“Disusun dalam Rangka Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Individu pada Mata
Kuliah Sanitasi Industri dan K3”

Dosen Pengampuh:
Bongakaraeng, SKM, M.KES
NIP.

Oleh:
Dianty Suci Ramadhany
NIM: 711345121013

KEMENTERIAN KESEHATAN R.I


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MANADO
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PRODI D-III SANITASI
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha

Esa karena atas berkat dan rahmat-NYA sehingga saya dapat menyelesaikan

penyusunan makalah yang berjudul “Pengelolaan Limbah B3 di Industri” ini

dengan baik dan tepat waktu.

Selanjutnya, saya sangat menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini

masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu,

dengan rendah hati saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun dari berbagai pihak agar nantinya dapat menjadi suatu pembelajaran

dalam pembuatan dan penyusunan makalah ataupun bentuk tulisan berikutnya.

Akhir kata, saya ucapkan terima kasih. Semoga tulisan dalam bentuk

makalah yang telah disusun ini dapat bermanfaat bagi setiap pembacanya.

Manado, 12 Februari
2023
Penulis,

Dianty Suci Ramadhany

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................4
C. Tujuan....................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................6
A. Definisi Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)............................................6
B. Identifikasi Sumber dan Jenis Limbah B3..............................................................8
C. Karakteristik Limbah............................................................................................16
D. Dampak................................................................................................................17
E. Pengelolaan Limbah B3 Industri..........................................................................22
BAB III PENUTUP.....................................................................................................43
A. Kesimpulan..........................................................................................................43
B. Saran....................................................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................44

ii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keadaan lingkungan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan

masyarakat. Moeller (1992), menyatakan “In it broadsense,

environmental health is the segment of public health that is concerned

with assessing, understanding, and controlling the impacts of people on

their environment and the impacts of the environment on them”.

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kesehatan lingkungan merupakan

bagian dari kesehatan masyarakat yang memberi perhatian pada penilaian,

pemahaman, dan pengendalian dampak manusia pada lingkungan dan

dampak lingkungan pada manusia.

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Dan Lingkungan Hidup

No.02/MENKLH/1988, yang dimaksud dengan pencemaran adalah Masuk

atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan/atau komponen lain

ke dalam air/udara berubahnya tatanan (komposisi) air/udara oleh kegiatan

manusia atau proses alam, sehingga kualitas udara/air menjadi kurang atau

tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Pencemaran

tersebut pada zaman sekarang semakin meningkat seiring dengan

berkembangnya industri yang ada, diantaranya industri dan transportasi,

baik industri minyak dan gas bumi, pertanian, industri kimia, industri

logam dasar, industri jasa, dan jenis aktivitas manusia lainnya yang dapat

1
menghasilkan limbah dan akan meningkatkan pencemaran pada perairan,

udara, dan tanah.

Pembangunan industri adalah bidang kegiatan yang berfungsi

untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.

Industrialisasi sendiri tidak terlepas dari upaya peningkatan standar

sumber daya manusia dan juga pemanfaatan sumber daya alam.

Semakin banyaknya industri di suatu wilayah, masalah lingkungan hidup

juga merupakan keadaan kritis dan harus mendapat banyak perhatian.

Peningkatan industrialisasi berimplikasi pada pencemaran

lingkungan karena adanya pembuangan limbah (cair, padat dan gas)

dengan kuantitas dan kualitas yang semakin meningkat. Di antara limbah

yang dihasilkan dari kegiatan industri tersebut, ada limbah yang bersifat

berbahaya dan beracun atau disebut dengan limbah B3.

Limbah dari suatu industri merupakan masalah dan menjadi

perhatian yang serius dari masyarakat maupun pemerintah Indonesia,

khususnya terhadap perkembangan Industri yang terus meningkat setiap

tahunnya. Jika limbah dari Industri tidak diolah dengan baik akan

berdampak buruk terhadap lingkungan hidup. Seperti pada tahun 1960,

ketika di Jepang mengalami periode perkembangan ekonomi yang sangat

cepat, penyebaran industrialisasi meningkatkan masalah polusi lingkungan

yang meliputi seluruh negeri. Banyak aspek kesejahteraan manusia

dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak penyakit dapat dimulai,

2
didukung, ditopang, atau dirangsang oleh faktor-faktor lingkungan. Jenis-

jenis masalah polusi lingkungan yang pernah terjadi di Jepang, yaitu

penyakit Minamata (akibat pembuangan limbah yang mengandung Methyl

Mercury yang berasal dari industri pupuk Chisso Chemical Corporation di

prefektur Minamata), yokkaichi asma (akibat emisi gas buang khususnya

senyawa Sulfur dioksida (SO2) yang dihasilkan oleh industri petrokimia),

dan penyakit itai-itai (akibat pencemaran Cadmium yang berasal dari

industri pertambangan di Prefektur Toyama). Dengan alasan tersebut,

interaksi antara manusia dengan lingkungannya merupakan komponen

penting dari kesehatan masyarakat.

Hal tersebut (limbah) bukan merupakan masalah kecil dan sepeleh.

Jika limbah B3 dibiarkan ataupun dianggap sepele dalam penanganannya,

atau bahkan melakukan penanganan limbah B3 yang salah dan tidak tepat,

maka dampak dari limbah B3 tersebut akan semakin meluas dan akan

sangat dirasakan bagi lingkungan sekitar kita. Dampak tersebut akan

menjurus pada kehidupan makhluk hidup, baik dampak yang akan

dirasakan dalam jangka waktu dekat maupun dalam jangka panjang

dimasa yang akan datang. Kita tidak akan tahu seberapa parah kelak

dampak tersebut akan terjadi, namun seperti kata pepatah “Lebih Baik

Mencegah Daripada Mengobati”, hal tersebut menjadi salah satu aspek

pendorong bagi kita semua agar lebih berupaya mencegah dampaknya

daripada menyaksikan dampak dari limbah B3 tersebut terjadi dihadapan

kita, dan akhirnya semakin sulit bagi kita untuk menanggulanginya.

3
Peraturan-peraturan tentang masalah pengelolaan limbah telah

banyak dikeluarkan, karena masalah limbah semakin meningkat dan

tersebar luas di semua sektor. Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai pengganti

Undang-undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan

Hidup, menempatkan masalah bahan dan limbah berbahaya sebagai salah

satu perhatian utama, akibat dampaknya terhadap manusia dan lingkungan

bila tidak dikelola secara baik. Penanganan limbah merupakan suatu

keharusan guna terjaganya kesehatan manusia serta lingkungan pada

umumnya, namun pengadaan dan pengoperasian saran pengelolah limbah

ternyata masih dianggap memberatkan bagi sebagian Industri.

Banyaknya limbah B3 yang dihasilkan dari kegiatan industri

sesuai dengan tingkat industrialisasi yang tinggi. Namun, hingga saat ini

pengelolaan limbah B3 industri secara terpadu dan berwawasan

lingkungan belum dilakukan secara maksimal. Padahal setiap proses pada

alur pengelolaan limbah B3 menimbulkan bahaya dan risiko.

Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik

untuk membahas tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan

beracun (B3) di industri, serta menjelaskan kemungkinan dampaknya

terhadap lingkungan dan manusia.

4
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1. Apa itu limbah bahan berbahaya dan beracun (B3)?

2. Apa saja jenis limbah yang tergolong bahan berbahaya dan beracun

(B3) yang dihasilkan oleh suatu industri?

3. Apa saja karakteristik limbah yang tergolong bahan berbahaya dan

beracun (B3) yang dihasilkan oleh suatu industri?

4. Bagaimana pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di

industri?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan

makalah ini antara lain:

1. Untuk mengetahui dan memahami tentang pengertian atau definisi dari

limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).

2. Untuk mengetahui jenis limbah yang tergolong bahan berbahaya dan

beracun (B3) yang dihasilkan oleh suatu industri.

3. Untuk mengetahui karakteristik limbah yang tergolong bahan

berbahaya dan beracun (B3) yang dihasilkan oleh suatu industri.

4. Untuk mengetahui dan memahami cara penanganan dan pengelolaan

limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di industri.

5
BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

Definisi limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap

bahan sisa (limbah) dari suatu kegiatan proses produksi yang mengandung

bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifatnya (toxicity, flammability,

reactivity, dan corrosivity), serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik

secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan

lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia.

Menurut PP No. 18 tahun 1999, yang dimaksud dengan limbah B3

adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan

berbahaya dan atau beracunyang karena sifat dan atau konsentrasinya dan

atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat

mencemarkan dan/atau merusakan lingkungan hidup dan/atau

membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup

manusia serta mahluk hidup lain.

Menurut PP No.101 Tahun 2014, definisi limbah B3 adalah sisa

suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan

beracun atau B3. Sedangkan menurut California Department of Toxic

6
Substance Control, limbah B3 didefinisikan sebagai limbah dengan

karakteristik tertentu, yang berpotensi membahayakan kesehatan manusia

dan lingkungan.

Berdasarkan PP No.22 Tahun 2021, yang dimaksud limbah B3

adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan

berbahaya dan beracun (B3). B3 ini merupakan zat, energi, dan/atau

komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik

secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau

merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup,

kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.

Menurut OSHA (Occupational Safety and Halth Administration),

Hazardous Waste as the waste form of a “hazardous substance” that is a

substance that will, or may, result in adverse effect on the health or safety

employees.

Sedangkan menurut RCRA (Resource Conservation and Recovery

Act) adalah limbah (Solid) atau gabungan berbagai limbah yang karena

jumlah dan konsentrasinya, atau karena karakteristik fisik-kimia dan

adanya infeksiusnya bersifat dapat mengakibatkan timbulnya atau

menyebabkan semakin parahnya penyakit yang tidak dapat disembuhkan

atau penyakit yang melumpuhkan.

7
Department of Environment and Energy Australia (DEA) memiliki

definisi tersendiri dan lebih detil tentang limbah B3. Menurut DEA,

pengertian limbah B3 antara lain:

 limbah yang memiliki karakteristik seperti yang dijelaskan dalam

Lampiran III Konvensi Basel, yaitu mudah meledak,

cairan/padatan mudah terbakar, beracun, berbahaya terhadap

lingkungan dan dapat menyebabkan infeksi

 limbah yang memiliki karakteristik seperti yang dijelaskan dalam

Lampiran I Konvensi Basel, yaitu limbah medis, limbah yang

mengandung campuran minyak bumi atau hidrokarbon, limbah dari

produksi/formulasi/penggunaan resin/latex, limbah dari

pengolahan logam dan plastik, limbah dari buangan industri dan

limbah yang mengandung senyawa tertentu seperti timbal, air

raksa, kadmium, tembaga, dan lain-lain

 limbah yang timbul dari pembakaran limbah rumah tangga

Intinya adalah setiap materi yang karena konsentrasi dan/atau sifat

dan/atau jumlahnya yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3)

dan membahayakan manusia, mahluk hidup, serta lingkungan, apapun

jenis sisa bahannya.

B. Identifikasi Sumber dan Jenis Limbah B3

1. Sumber Spesifik

8
Limbah B3 sisa proses suatu industri atau kegiatan yang secara

spesifik dapat ditentukan berdasarkan kajian ilmiah. Berikut beberapa

contohnya:

a) Industri Pupuk

Sumber pencemaran dari industri pupuk dapat berasal dari proses

produksi ammonia, urea, dan lainnya yang menghasilkan bahan-

bahan pencemar berbahaya, misalnya seperti:

 Logam berat (As, Hg, dsb.)

 Sulfida/senyawa ammonia

Salah satu contoh akibat yang ditimbulkan oleh limbah industri

pupuk adalah Minamata Diseases yang terjadi di Jepang.

b) Industri Sandang dan/atau Tekstil

Limbah industri sandang juga memiliki tingkat bahaya yang tinggi.

Sisa zat pewarna dan zat kimia lain menjadi momok mengerikan

dari limbah industri yang satu ini. Zat pewarna yang ada dalam air

sisa pencelupan kain batik tentu sangat beracun dan berbahaya.

Jika dibuang begitu saja, bisa dipastikan limbah tersebut akan

mencemari lingkungan. Bahan pencemar dari industri tekstil dapat

berasal dari proses dyeing, printing, finishing, dan sebagainya yang

menghasilkan bahan-bahan pencemar yang mengandung:

 Logam berat (As, Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, dll.)

 Pigmen, zat warna, dll.

c) Industri Kertas

9
Di industri kertas, ada proses percetakan dan pewarnaan yang juga

dapat menghasilkan limbah-limbah yang mengandung bahan

pencemar, seperti Mercury (Hg) dan logam-logam berat dari

tinta/pewarna lainnya.

d) Industri Kimia

Dalam industri kimia, penggunaan bahan-bahan kimia begitu

sering dijumpai. Misalnya saja dalam aktivitas produksi alkohol.

Dalam prosesnya, dibutuhkan banyak air. Limbah cair yang

dihasilkan juga mengandung banyak senyawa berbahaya. Selain

itu, selama proses pencucian peralatan, senyawa CaSO4 juga turut

dilepaskan bersama dengan larutan air. Meski dampaknya tidak

terasa langsung, secara pasti CaSO4 bisa mengancam

kelangsungan hidup. Selain itu, bahan yang juga dihasilkan dari

industri kimia adalah Pestisida. Pestisida dapat tergolong B3 jika

penggunaannya yangs terus menerus dan dalam jumlah yang

berlebihan, sehingga bukannya efektif membasmi hama, tetapi

malah mencemari lingkungan air, udara, maupun tanah. Pestisida

mengandung racun yang bisa mengganggu susunan saraf dan larut

dalam lemak. Hal tersebut dapat membahayakan kesehatan

manusia dan lingkungan karena bahan kimia dalam pestisida dapat

menyebabkan kanker, alergi, dan merusak susunan saraf.

e) Industri Logam dan Elektronika

10
Limbah industri logam dan elektronika umumnya lekat kaitannya

dengan gas buang yang dihasilkan selama proses produksi.

Karbon dioksida, Karbon monoksida, dan Gas belerang yang

dihasilkan bisa mencemari udara. Belum lagi partikel logam berat

yang terkandung di dalamnya. Jika dihirup oleh makhluk hidup,

gangguan kesehatan jelas akan mengancam. Selain polusi udara,

industri logam juga turut menjadi penyumbang polusi suara. Tidak

jarang, suara yang dihasilkan bisa begitu keras hingga mengganggu

organ pendengaran manusia (kebisingan).

f) Industri Pipa dan/atau Kabel

Ada bahan yang digunakan sebagai pelapis logam dalam

pembuatan pipa ataupun kabel. Bahan tersebut adalah Tembaga

(Cu), Limbah yang satu ini juga biasa dijumpai di tempat

pembuangan limbah berbahaya. Tembaga juga menjadi salah satu

bahan penting dalam menghasilkan beberapa produk kerajinan.

Logam berat tembaga atau Cu sendiri sebenarnya digolongkan ke

dalam logam berat esensial. Artinya, meskipun Cu merupakan

logam berat beracun, tetapi unsur ini sangat dibutuhkan tubuh

meski dalam jumlah yang sedikit. Toksisitas yang dimiliki oleh Cu

baru akan bekerja dan memperlihatkan pengaruhnya bila logam ini

telah masuk ke dalam tubuh organisme dalam jumlah besar atau

melebihi nilai organisme terkait. Limbah tembaga yang larut ke

dalam air bisa memberi dampak yang sangat merusak.

11
g) Industri Plastik

Limbah yang dapat ditemukan / dihasilkan dari industri plastik ini

salah satunya adalah Timah Hitam / Timbal (Pb). Selain industri

plastik, limbah ini kerap dihasilkan oleh percetakan, pabrik plastik,

pabrik karet, pabrik cat, tambang timah dan peleburan timah.

Timah hitam sendiri memiliki sifat lunak, mudah ditempa, dan

memiliki titik leleh yang rendah. Karena itulah, logam yang satu

ini kerap dimanfaatkan dalam konstruksi bangunan. Namun, meski

memiliki banyak manfaat, kadar timah hitam yang terlalu tinggi

bisa merusak lingkungan. Sifat timah hitam yang pada dasarnya

beracun juga membuat limbah ini cukup sulit untuk diolah.

h) Industri Elektroplating

Salah satu limbah B3 yang dihasilkan dari industri ini adalah

Kromium (Cr). Kromium merupakan salah satu limbah industri

yang dapat berpotensi menjadi pencemar dari industri

electroplating. Kromium adalah jenis logam berat yang esensial

bagi tubuh. Kromium sejatinya dibutuhkan tubuh untuk

metabolism hormone insulin dan pengaturan kadar gula darah.

Namun, dapat bersifat toksik dalam jumlah yang sangat tinggi.

Selain bersifat toksik, kromium juga bersifat karsinogenik atau

dapat menyebabkan kanker. Masuknya logam Cr ke dalam strata

lingkungan salah satunya adalah akibat adanya sisa kegiatan atau

limbah perindustrian. Sungai yang tercemar logam berat kromium

12
jika dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber air bersih untuk

mandi, cuci, dan kakus dapat berbahaya bagi kesehatan manusia.

Sebab, jika terjadi kontak langsung antara kulit dan mata dapat

mengakibatkan adanya keluhan kesehatan berupa dermatitis dan

borok.

2. Sumber non Spesifik

Berasal bukan dari proses utamanya, tetapi berasal dari kegiatan

pemeliharaan alat, pencucian, pencegahan korosi, pelarut kerak,

pengemasan, dan lain-lain. Contohnya:

a) Pelarut Terhalogenisasi

 Tetrakloroetilen

 Klorobenzen

 Karbon tetraklorida

b) Pelarut yang tidak terhalogenisasi

 Dimetilbenzen

 Aseton

 Metanol

c) Asam/Basa

d) Yang tidak spesifik lainnya

 PCB’s

 Limbah minyak diesel

13
 Pelumas bekas

3. Bahan kimia kadaluwarsa, tumpahan, sisa kemasan atau buangan

produk yang tidak memenuhi spesifik.

Contohnya:

 Asetal Dehida (D3001)

 Asetamida (D3002)

 Asam Asetat, garam-garamnya dan ester-esternya (D3003)

 Aseton (D3004)

 Asetonitril (D3005)

Sedangkan menurut PP No. 101 Tahun 2014, ada 4 (empat)

sumber-sumber limbah B3, yaitu:

1. Limbah B3 dari sumber spesifik

a) pelarut terhalogenasi

contohnya: metilen klorida, klorobenzena, dll.

b) pelarut yang tidak terhalogenasi

contohnya: aseton, toluena, nitrobenzena, dll.

c) asam atau basa

contohnya: asam fosfat, asam sulfat, natrium hidroksida, dll

d) yang tidak spesifik lain

contohnya: aki bekas, limbah laboratorium yang mengandung B3,

kemasan bekas B3, dll.

14
2. Limbah B3 dari B3 kadaluwarsa, B3 yang tumpah, B3 yang tidak

memenuhi spesifikasi produk yang akan dibuang, dan bekas kemasan

B3

Contohnya: Barium sianida, karbon disulfida, tembaga sianida, gas

fluor, endrin, dll.

3. Limbah B3 dari sumber spesifik umum

a) pabrik pupuk dan bahan senyawa nitrogen

contohnya: limbah karbon aktif, katalis bekas, sludge IPAL, dll.

b) pabrik pestisida

contohnya: residu proses produksi, abu insinerator, sludge IPAL,

dll.

c) kilang minyak bumi

contohnya: sludge dari proses produksi, residu dasar tanki, dll.

d) pabrik petrokimia

contohnya: katalis bekas, sludge IPAL, dll.

4. Limbah B3 dari sumber spesifik khusus

Contohnya: Copper slug dari proses peleburan bijih tembaga, slag

nikel dari proses peleburan bijih nikel, slag timah putih dari proses

peleburan timah putih (Sn), sludge IPAL proses pengolahan air limbah

dari industri pulp.

Limbah B3 yang sangat membahayakan adalah limbah dari industri

kimia. Limbah dari industri kimia umumnya mengandung berbagai macam

15
unsur logam berat, seperti Al, Cr, Cd, Cu, Fe, dan zat kimia lainnya yang

digunakan berbagai industri cat, kertas, pertambangan, peleburan timah

hitam, dll. Limbah B3 ini memiliki sifat akumulatif dan beracun sehingga

berbahaya bagi kesehatan manusia.

Berdasarkan sumbernya, limbah B3 dapat diklasifikasikan

menjadi:

1. Primary sludge, yaitu limbah yang berasal dari tangki sedimentasi pada

pemisahan awal dan banyak mengandung biomassa senyawa organik

yang stabil dan mudah menguap.

2. Chemical sludge, yaitu limbah yang dihasilkan dari proses koagulasi

dan flokulasi.

3. Excess activated sludge, yaitu limbah yang berasal dari proses

pengolahan dengan lumpur aktif sehingga banyak mengandung

padatan organik berupa lumpur dari hasi lproses tersebut.

4. Digested sludge, yaitu limbah yang berasal dari pengolahan biologi

dengan digested aerobic maupun anaerobic di mana padatan/lumpur

yang dihasilkan cukup stabil dan banyak mengandung padatan

organik.

C. Karakteristik Limbah

1. Mudah meledak, yaitu materi yang dapat meledak karena adanya

kejutan, panas atau mekanisme lain, misalnya dinamit.

16
2. Mudah terbakar, yaitu bahan padat, cair, uap, atau gas yang menyala

dengan mudah dan terbakarsecara cepat bila dipaparkan pada sumber

nyala, misalnya: jenis pelarut ethanol, gas hidrogen, methane.

3. Bersifat reaktif, yaitu limbah yang pada keadaan normal tidak stabil,

dapat menyebabkan perubahan tanpa peledakan. Misalnya sianida,

sulfida, atau amonia.

4. Beracun, yaitu bahan beracun yang dalam dosis kecil dapat membunuh

atau mengganggukesehatan, seperti hidrogen sianida.

5. Menyebabkan infeksi, yaitu bagian tubuh manusia yang diamputasi

dan cairan dari tubuh manusia yangterkena infeksi. Misalnya hepatitis

dan kolera.

6. Bersifat Korosif, yaitu bahan padat atau cair yang dapat membakar

atau merusak jaringan kulit bila berkontak dengannya.

D. Dampak

1. Dampak Industri Terhadap Lingkungan Hidup


Industri secara umum merupakan kelompok bisnis tertentu

yang memiliki teknik dan metode dalam menghasilkan keuntungan. Di

mana, dari hal tersebut dampak secara ekonomi lebih dirasakan,

padahal di samping itu adanya industri juga berdampak pada aspek lain

yang tidak hanya bersifat menguntungkan, namun juga merugikan.

Beberapa dampak positif dari adanya suatu industri, yaitu dapat

mengurangi tingkat pengangguran, menghasilkan berbagai macam

barang, membuka lapangan pekerjaan, menunjang kesejahteraan

17
masyarakat yang tinggal di kawasan perindustrian, mengolah

banyaknya bahan mentah, hingga mampu menambah defisit negara,

dan lain sebagainya. Sedangkan dampak negatif dari adanya suatu

industri dapat berupa peningkatan urbanisasi, mengubah gaya hidup

masyarakat yang tinggal di sekitar industri, memunculkan sifat

konsumtif, menggerus lahan, mengakibatkan rusaknya lingkungan,

limbah yang dihasilkan dapat menyebabkan pencemaran terhadap air,

udara, tanah, serta masih banyak lagi, di mana tidak jarang juga

menimbulkan penyakit pada manusia.

Berikut terdapat berbagai macam kasus kerusakan lingkungan

akibat aktivitas industri, di antaranya yaitu (Ridwan, 2010):

a) Air Pollution

Polusi yang dihasilkan oleh industri-industri besar menyebabkan

berbagai macam permasalahan seperti polusi udara di mana dapat

mempengaruhi hujan asam yang merusak hutan.

b) Water Pollution

Banyaknya terjadi kasus industri yang membuang limbahnya ke

aliran air seperti ke sungai, danau atau bahkan laut. Dampak yang

ditimbulkan, yaitu pencemaran air, yang mana kualitas air menurun

dan dapat meracuni makhluk hidup yang berada di sungai, danau

maupun laut. Bahkan lebih jauh lagi bila air yang biasa dikonsumsi

18
manusia terkontaminasi limbah maka dapat menjadikan penyakit

dan hak untuk hidup sehat mereka terancam.

c) Land Pollution

Dua isu utama dari dampak aktivitas industri terhadap kualitas

tanah adalah (1) upaya untuk memulihkan kualitas tanah menjadi

kembali subur dan sehat terkena dampak erosi akibat aktivitas

ekonomi disebabkan oleh industri-industri, dan (2) bagaimana

mereduksi kerusakan kualitas tanah agar tidak semakin parah,

upaya ideal yang dapat dilakukan dapat berupa ditetapkannya

secara tegas produk pemerintahan (kebijakan) yang efektif

mengenai limbah yang dihasilkan industri-industri.

2. Dampak Limbah B3 Industri Terhadap Lingkungan Hidup

Industrialisasi merupakan salah satu upaya negara untuk

meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Namun di samping itu,

berkembangnya industri juga memiliki dampak negatif yang perlu

diwaspadai, seperti keberadaan limbah industri B3. Limbah B3

merupakan sumber pencemaran lingkungan yang perlu mendapat

perhatian khusus sebab dampak dari limbah B3 dapat mempengaruhi

kesehatan manusia dan lingkungan (Nursabrina et al, 2021).

Industri yang mengolah limbah B3 dan dalam hasilnya

langsung dibuang ke lingkungan akan mengganggu kualitas

lingkungan dan bahkan mengancam keselamatan manusia serta

organisme yang lain. Proses pencemaran yang disebabkan limbah B3

19
industri bisa terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Proses

pencemaran secara langsung, yaitu seperti menyebarnya racun karena

zat-zat yang berbahaya bagi makhluk hidup, sehingga dapat

mempengaruhi kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan, di samping

itu juga dapat mempengaruhi keseimbangan lingkungan air, udara dan

tanah. Sedangkan proses secara tidak langsung, berupa air dan tanah

yang terkontaminasi banyak bahan kimia sehingga dapat menyebabkan

polusi hingga menimbulkan pencemaran yang parah (Nurlani dalam

Nursabrina et al, 2021).

Apabila kasus pencemaran limbah B3 industri dibiarkan

berlarut-larut tanpa adanya penanganan khusus, akibatnya akan

menimbulkan masalah lingkungan baru. Paparan limbah industry B3

telah terbukti berdampak serius pada kesehatan lingkungan dan

masyarakat. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengolah limbah

industri yang terstandarisasi sebelum dibuang ke lingkungan.

Limbah B3 berdampak pada kesehatan dan merugikan

masyarakat melalui dua cara, yakni secara langsung (melalui ledakan,

kebakaran, reagen, zat korosif) dan tidak langsung (toksik akut dan

kronis). Limbah B3 masuk ke lingkungan melalui media air, tanah,

udara, dan biota yang mempengaruhi secara kontinyu dan tidak

kontinyu, bertahap dan seketika, teratur dan tidak teratur. Limbah

berbahaya meracuni organisme melalui fenomena organik dan

mengekspos organisme (tumbuhan, hewan, dan manusia).

20
Bagian tubuh manusia sangat sensitif terhadap efek residu B3,

seperti:

 Ginjal dan jantung: umumnya disebabkan zat beracun cadmium

 Tulang: umumnya disebabkan zat beracun benzene

 Otak dan Sistem Syaraf: umumnya disebabkan zat beracun methyl

mercury dan timbal

 Liver: umumnya disebabkan zat beracun karbon tetrachloridae.

 Paru-paru: umumnya disebabkan zat beracun paraquat

 Mata: umumnya disebabkan bahan beracun chloroquine

dan juga efek paling terkenal yang berpengaruh pada pertumbuhan

dan pertumbuhan.

Berikut beberapa contoh akibat / dampak yang disebabkan oleh

limbah B3 industri, diantaranya:

a) Penyakit Minamata yang terjadi akibat mengkonsumsi ikan yang

sudah terkontaminasi limbah logam berat Methyl Mercury (Hg)

yang berasal dari industri pupuk Chisso Chemical Corporation di

prefektur Minamata. Menurut Pemerintah Jepang, 1.784 orang

mati karena penyakit minamata dan puluhan ribu lainnya harus

menghabiskan hidupnya dengan kondisi lumpuh, kerusakan saraf,

kehilangan penglihatan dan kemampuan berbicara, termasuk bayi-

bayi yang baru lahir dari ibu yang mengkonsumsi ikan tersebut.

21
Minamata menyebabkan penderitanya tidak bisa menyesuaikan

gerakan anggota tubuhnya.

b) Yokkaichi Asthma adalah kasus keluhan karena polusi lingkungan,

lebih spesifiknya polusi udara. Penyakit ini terjadi akibat emisi gas

buang khususnya senyawa Sulfur dioksida (SO2) yang dihasilkan

oleh industri petrokimia.

c) Penyakit itai-itai (rasa sakit pada seluruh tubuh dan tulang yang

mudah patah) yang terjadi akibat mengkonsumsi air minum yang

tercemar logam Cadmium (Cd) yang berasal dari pertambangan di

Prefektur Toyama (menumpuk di hati dan ginjal). Limbah

Cadmium tersebut mencemari tanah dan air di lingkungan sungai

tersebut, termasuk sumber air masyarakat sekitar. Pencemaran

cadmium ini telah menyebabkan kematian ratusan penduduk

setempat.

E. Pengelolaan Limbah B3 Industri

Pencemaran dan kerusakan lingkungan sangat erat kaitannya

dengan kegiatan pembangunan manusia, antara lain disebabkan oleh

kegiatan industri, di dalam berbagai jenis limbah terdapat jenis limbah

berbahaya, seperti zat radioaktif, logam berat, dan lain sebagainya.

Diperlukan pengolahan limbah industri B3 yang tepat, karena apabila

tidak dilakukan penanganan, maka akan membahayakan lingkungan,

kesehatan manusia, dan bahaya lainnya.

22
Limbah B3 tidak bisa dibuang sembarangan ke lingkungan karena

mengandung bahan yang dapat membahayakan manusia dan makhluk

hidup lain. Hingga kini, produksi limbah bahan berbahaya dan beracun

(B3) terus meningkat sejalan dengan semakin pesatnya perkembangan

industri di Indonesia. Jenis limbah yang dihasilkan di antaranya logam

berat, sianida, pestisida, cat dan zat warna, minyak, pelarut, dan zat kimia

berbahaya lainnya.

Ada banyak cara limbah mencemari lingkungan yang pada

akhirnya akan memengaruhi kesehatan manusia. Semua limbah B3 baik

padat, cair, ataupun gas memiliki potensi merusak kesehatan manusia dan

lingkungan akibat sifat-sifat yang dimiliki limbah. Ketika limbah berada di

dalam tanah, maka limbah akan mencemari sumber air, air tanah serta

tanaman yang tumbuh di sekitarnya untuk kemudian dikonsumsi oleh

manusia. Limbah juga dapat terminum dan bersentuhan langsung dengan

kulit manusia atau termakan oleh binatang laut, misalnya ikan, yang

akhirnya dikonsumsi oleh manusia. Selebihnya, limbah juga bisa menguap

ke udara dan terhirup oleh manusia.

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Samarinda mengungkapkan

beberapa bahaya limbah B3, antara lain:

 Beracun, radioaktif, meledak

 Karsinogenik (mengakibatkan kanker)

 Teratogenik (mengakibatkan cacat lahir)

23
 Mutagenik (mengakibatkan kerusakan kromosom)

 Bioakumulasi (peningkatan konsentrasi bahan berbahaya di ujung

rantai makanan).

Dari berbagai macam dampak negatif yang diakibatkan limbah B3,

industri tentu memerlukan pengelolaan limbah B3 yang baik dan ramah

lingkungan. Dalam pengelolaan limbah B3 tersebut, perlu ditetapkan dan

dilaksanakan sistem pengelolaan yang efektif. Ada berbagai strategi yang

dapat digunakan saat mengolah limbah industri B3 (Santoso WY dalam

Nursabrina et al, 2021):

1. Melakukan reduksi (pengurangan) dan pencegahan jumlah maksimum

yang dapat dicapai melalui pembentukan limbah B3 dan pengolahan

limbah B3 yang tepat. Sehingga limbah B3 tidak melewati batas

maksimum atau baku mutu.

2. Meningkatkan kesadaran masyarakat terkait bahaya limbah B3, yang

artinya masyarakat teredukasi mengenai dampak negatif dari adanya

limbah B3.

3. Memperkuat kerja sama pada tingkat lokal, regional, nasional hingga

internasional dalam pengolahan limbah B3 industri.

4. Merumuskan peraturan perundang-undangan yang jelas dan tegas

mengenai aturan pengelolaan limbah B3.

5. Membangun pusat pengolahan limbah industri B3 di kawasan industri

tanpa membuang limbahnya ke lingkungan sekitar industri.

24
Limbah B3 yang dihasilkan oleh suatu industri memiliki dampak

negatif yang sangat beragam. Tanpa pengelolaan yang memadai, limbah

ini memiliki daya rusak lingkungan yang jauh lebih berat dibandingkan

dengan jenis limbah yang lain. Bahkan limbah B3 juga berpotensi

mengancam kesehatan manusia. Maka dari itu, sangat penting bagi

industri yang menggunakan B3 untuk melakukan pengelolaan terhadap

limbahnya dengan benar sesuai regulasi yang berlaku, yakni PP No.22

Tahun 2021. PP ini merupakan turunan dari UU Cipta Kerja yang

membahas mengenai penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup.

Berikut pengelolaan limbah B3 berdasarkan regulasi nasional

terbaru PP No.22 Tahun 2021, diantaranya:

1. Pengurangan

Sesuai PP No.22 Tahun 2021 Pasal 283, setiap orang yang

menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengurangan limbah B3.

Pengurangan limbah B3 bisa dilakukan melalui:

 Substitusi bahan: pemilihan bahan baku dan/atau bahan penolong

yang semula mengandung B3 digantikan dengan bahan baku

dan/atau bahan penolong yang tidak mengandung B3.

 Modifikasi proses: pemilihan dan penerapan proses produksi yang

lebih efisien.

 Penggunaan teknologi ramah lingkungan.

25
2. Penyimpanan

Sesuai PP No.22 Tahun 2021 Pasal 285, setiap orang yang

menghasilkan limbah B3 wajib melakukan penyimpanan limbah B3

dan dilarang melakukan pencampuran limbah B3 yang disimpannya.

Untuk dapat melakukan penyimpanan limbah B3, setiap orang yang

menghasilkan limbah B3 wajib memenuhi:

 Standar penyimpanan limbah B3 yang diintegrasikan ke dalam

nomor induk berusaha, bagi penghasil limbah B3 dari usaha

dan/atau kegiatan wajib memiliki Surat Pernyataan Pengelolaan

Lingkungan (SPPL), dan/atau

 Rincian teknis penyimpanan limbah B3 yang dimuat dalam

persetujuan lingkungan bagi:

(1) Penghasil limbah B3 dari usaha dan/atau kegiatan wajib

melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)

atau Upaya Pengelolaan Lingkungan – Upaya Pemantauan

Lingkungan (UKL-UPL), dan

(2) Instansi pemerintah yang menghasilkan limbah B3.

Standar dan/atau rincian teknis penyimpanan limbah B3 yang

dimaksud meliputi:

 Nama, sumber, karakteristik, dan jumlah limbah B3 yang akan

disimpan.

26
 Dokumen yang menjelaskan tentang tempat penyimpanan limbah

B3.

*Penjelasan detail mengenai hal ini tercantum pada Pasal 286

sampai dengan Pasal 291.

 Dokumen yang menjelaskan tentang pengemasan limbah B3

*Penjelasan detail mengenai hal ini tercantum pada Pasal 292.

 Persyaratan lingkungan hidup

*Penjelasan detail mengenai hal ini tercantum pada Pasal 294.

 Kewajiban pemenuhan standar dan/atau rincian teknis

penyimpanan limbah B3

*Penjelasan detail mengenai hal ini tercantum pada Pasal 295.

Setelah pelaku usaha melakukan kegiatan penyimpanan limbah

B3 memenuhi standar dan/atau rincian teknis sesuai peraturan yang

berlaku, pelaku usaha wajib menyusun dan menyampaikan laporan

pelaksanaan yang disampaikan kepada Bupati/Walikota/Pejabat

penerbit persetujuan lingkungan.

Catatan: Pembahasan lebih detail dan rinci mengenai kegiatan

penyimpanan limbah B3 tercantum pada Pasal 285 sampai dengan

Pasal 297.

27
3. Pengumpulan

Sesuai PP No.22 Tahun 2021 Pasal 298, setiap orang yang

menghasilkan limbah B3 wajib menyerahkan limbah B3 yang

dihasilkannya kepada pengumpul limbah B3, dalam hal:

 Tidak mampu memenuhi ketentuan jangka waktu penyimpanan

limbah B3, dan/atau

 Kapasitas tempat penyimpanan limbah B3 terlampaui.

Jangka waktu penyimpanan limbah B3 mencakup:

 Untuk limbah B3 yang dihasilkan sebesar 50 kg per hari atau lebih

disimpan paling lama 90 hari sejak limbah B3 dihasilkan.

 Untuk limbah B3 kategori 1 yang dihasilkan kurang dari 50 kg per

hari atau lebih disimpan paling lama 180 hari sejak limbah B3

dihasilkan.

 Untuk limbah B3 kategori 2 dari sumber tidak spesifik dan sumber

spesifik umum yang dihasilkan kurang dari 50 kg per hari atau

lebih disimpan paling lama 365 hari sejak limbah B3 dihasilkan.

Penyerahan limbah B3 harus disertai dengan bukti penyerahan limbah

B3, di mana salinan bukti penyerahan limbah B3 ini menjadi bagian

dalam pelaporan pelaksanaan kegiatan penyimpanan limbah B3.

Catatan: Pembahasan lebih detail dan rinci mengenai kegiatan

pengumpulan limbah B3 tercantum pada Pasal 298 sampai dengan

Pasal 309.

28
4. Pengangkutan

Sesuai PP No.22 Tahun 2021 Pasal 310, pengangkutan limbah

B3 wajib dilakukan dengan menggunakan alat angkut yang tertutup

untuk limbah B3 kategori 1 dan alat angkut terbuka untuk limbah B3

kategori 2.

Sesuai Pasal 311, pengangkutan limbah B3 wajib memiliki

rekomendasi pengangkutan limbah B3 dan perizinan berusaha di

bidang pengangkutan limbah B3. Rekomendasi pengangkutan limbah

B3 ini nantinya akan menjadi dasar diterbitkannya perizinan berusaha

di bidang pengangkutan limbah B3.

Untuk mendapatkan rekomendasi pengangkutan limbah B3,

pengangkut limbah B3 harus mengajukan permohonan secara tertulis

kepada Menteri dan dilengkapi dengan persyaratan meliputi:

 Identitas pemohon

 Akta pendirian badan usaha / industry

 Bukti kepemilikan atas dana penjaminan untuk pemulihan fungsi

lingkungan hidup

 Buku kepemilikan alat angkut

 Dokumen pengangkutan limbah B3 yang mencakup:

1) Jenis dan jumlah alat angkut

2) Sumber, nama, dan karakteristik limbah B3 yang diangkut

3) Prosedur penanganan limbah B3 pada kondisi darurat

4) Peralatan untuk penanganan limbah B3

29
5) Prosedur bongkar muat limbah B3.

Catatan: Pembahasan lebih detail dan rinci mengenai kegiatan

pengangkutan limbah B3 tercantum pada Pasal 310 sampai dengan

Pasal 314.

5. Pemanfaatan

Sesuai PP No.22 Tahun 2021 Pasal 315, pemanfaatan limbah B3

wajib dilaksanakan oleh setiap orang yang menghasilkan limbah B3.

Jika perusahaan Anda tidak mampu melakukannya sendiri,

pemanfaatan limbah B3 diserahkan kepada pemanfaat limbah B3.

Sesuai Pasal 316, pemanfaatan limbah B3 meliputi:

 Pemanfaatan limbah B3 sebagai substitusi bahan baku

 Pemanfaatan limbah B3 sebagai substitusi sumber energi

 Pemanfaatan limbah B3 sebagai bahan baku

 Pemanfaatan limbah B3 sesuai dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi.

Pemanfaatan limbah B3 dapat dilakukan dengan mempertimbangkan:

 Ketersediaan teknologi

 Standar produk jika hasil pemanfaatan limbah B3 berupa produk

 Standar lingkungan hidup atau baku mutu lingkungan hidup.

Setiap orang atau industri yang menghasilkan limbah B3 juga

dilarang melakukan pemanfaatan limbah B3 terhadap limbah B3 dari

sumber tidak spesifik dan sumber spesifik yang memiliki tingkat

kontaminasi radioaktif lebih besar atau sama dengan 1 Bq/cm2.

30
Untuk dapat melakukan pemanfaatan limbah B3, industri wajib

memiliki persetujuan lingkungan dan perizinan berusaha dengan

persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Catatan: Pembahasan lebih detail dan rinci mengenai kegiatan

pemanfaatan limbah B3 tercantum pada Pasal 315 sampai dengan

Pasal 341

6. Pengolahan

Sesuai PP No.22 Tahun 2021 Pasal 342, pengolahan limbah B3

wajib dilaksanakan oleh setiap orang yang menghasilkan limbah B3.

Jika industri tidak mampu melakukannya sendiri, pengolahan limbah

B3 diserahkan kepada pengolah limbah B3.

Sesuai Pasal 343, pengolahan limbah B3 dapat dilakukan

dengan cara:

1) Termal, meliputi:

Baku Mutu Emisi, standar efisiensi pembakaran dengan nilai paling

sedikit mencapai 99,99%, dan standar efisiensi penghancuran serta

penghilangan senyawa principle organic hazardous

constituents (POHCs) dengan nilai paling sedikit mencapai

99,99%.

2) Stabilisasi dan solidifikasi secara fisika, kimia, maupun biologi

dengan cara teknologi bersih atau ramah lingkungan, berupa baku

31
mutu stabilisasi dan solidifikasi berdasarkan analisis organik dan

anorganik.

3) Cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi.

Berikut merupakan metode – metode pengolahan limbah B3 dari

sumber lain yang ditemukan (selain PP No.22 Tahun 2021), yakni:

1) Pengolahan Secara Fisik

Sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air

limbah, dilakukan penyisihan terhadap bahan-bahan tersuspensi

berukuran besar dan yang mudah mengendap atau bahan-bahan

yang terapung. Penyaringan atau screening merupakan cara yang

efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang

berukuran besar. Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat

disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan. Parameter

desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan

mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak

pengendap.

 Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-

bahan yang mengapung seperti minyak dan lemak agar tidak

mengganggu proses pengolahan berikutnya. Flotasi juga dapat

digunakan sebagai cara penyisihan bahan-bahan tersuspensi

(clarification) atau pemekatan lumpur endapan (sludge

32
thickening) dengan memberikan aliran udara ke atas (air

flotation).

 Proses filtrasi di dalam pengolahan air buangan, biasanya

dilakukan untuk mendahului proses adsorbsi atau proses

reverse osmosis-nya, akan dilaksanakan untuk menyisihkan

sebanyak mungkin partikel tersuspensi dari dalam air agar

tidak mengganggu proses adsorbsi atau menyumbat membran

yang dipergunakan dalam proses osmosa.

 Proses adsorbsi, biasanya dengan karbon aktif, dilakukan

untuk menyisihkan senyawa aromatik misalnya fenol dan

senyawa organik terlarut lainnya, terutama jika diinginkan

untuk menggunakan kembali air buangan tersebut.

 Teknologi membran (reverse osmosis) biasanya diaplikasikan

untuk unit-unit pengolahan kecil, terutama jika pengolahan

ditujukan untuk menggunakan kembali air yang diolah. Biaya

instalasi dan operasinya sangat mahal.

 Evaporasi pada umumnya dilakukan untuk menguapkan

pelarut yang tercampur dalam limbah, sehingga pelarut

terpisah dan dapat diisolasi kembali. Evaporasi didasarkan

pada sifat pelarut yang memiliki titik didih yang berbeda

dengan senyawa lainnya.

 Metode insinerasi atau pembakaran dapat diterapkan untuk

memperkecil volume limbah B3. Namun saat melakukan

33
pembakaran perlu dilakukan pengendalian agar gas beracun

hasil pembakaran tidak mencemari udara. Pengolahan secara

insinerasi bertujuan untuk menghancurkan senyawa B3 yang

terkandung di dalamnya menjadi senyawa yang tidak

mengandung B3. Insinerator adalah alat untuk membakar

sampah padat, terutama untuk mengolah limbah B3 yang perlu

syarat teknis pengolahan dan hasil olahan yang sangat ketat.

Ukuran, desain dan spesifikasi insinerator yang digunakan

disesuaikan dengan karakteristik dan jumlah limbah yang akan

diolah. Insinerator dilengkapi dengan alat pencegah pencemar

udara untuk memenuhi standar emisi. Insinerasi mengurangi

volume dan massa limbah hingga sekitar 90% (volume) dan

75% (berat). Teknologi ini bukan solusi terakhir dari sistem

pengolahan limbah padat karena pada dasarnya hanya

memindahkan limbah dari bentuk padat yang kasat mata ke

bentuk gas yang tidak kasat mata. Proses insinerasi

menghasilkan energi dalam bentuk panas. Kelebihan metode

pembakaran adalah metode ini merupakan metode hemat uang

di bidang transportasi dan tidak menghasilkan jejak karbon

yang dihasilkan transport, seperti pembuangan darat.

Menghilangkan 10% dari jumlah limbah, cukup banyak

membantu mengurangi beban tekanan pada tanah. Rencana

pembakaran waste-to-energy (WTE) juga memberikan

34
keuntungan yang besar dimana limbah normal maupun limbah

B3 yang dibakar mampu menghasilkan listrik yang dapat

berkontribusi pada penghematan ongkos. Pembakaran 250 ton

limbah per hari dapat memproduksi 6,5 megawatt listrik sehari

(berharga $3 juta per tahun). Kerugian metode pembakaran

adalah adanya biaya tambahan dalam pembangunan instalasi

pembakaran limbah. Selain itu pembakaran limbah juga

menghasilkan emisi gas yang memberikan efek rumah kaca.

Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan

energi atau heating value limbah. Selain menentukan

kemampuan dalam mempertahankan berlangsungnya proses

pembakaran, heating value juga menentukan banyaknya energi

yang dapat diperoleh dari sistem insinerasi. Jenis insinerator

yang paling umum diterapkan untuk membakar limbah padat

B3 ialah rotary kiln, multiple hearth, fluidized bed, open pit,

single chamber, multiple chamber, aqueous waste injection,

dan starved air unit. Dari semua jenis insinerator tersebut,

rotary kiln mempunyai kelebihan karena alat tersebut dapat

mengolah limbah padat, cair, dan gas secara simultan.

2) Pengolahan Secara Kimia

Pengolahan air limbah secara kimia biasanya dilakukan

untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah

mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat

35
organik beracun, dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang

diperlukan tergantung jenis dan kadar limbahnya.

Proses pengolahan limbah B3 secara kimia yang umum

dilakukan adalah stabilisasi/solidifikasi. Stabilisasi/solidifikasi

adalah proses mengubah bentuk fisik dan/atau senyawa kimia

dengan menambahkan bahan pengikat atau zat pereaksi tertentu

untuk memperkecil/membatasi kelarutan, pergerakan, atau

penyebaran daya racun limbah, sebelum dibuang. Definisi

stabilisasi adalah proses pencampuran limbah dengan bahan

tambahan dengan tujuan menurunkan laju migrasi bahan pencemar

dari limbah serta untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut.

Solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan

berbahaya dengan penambahan aditif. Kedua proses tersebut

seringkali terkait sehingga sering dianggap mempunyai arti yang

sama. Contoh bahan yang dapat digunakan untuk proses

stabilisasi/solidifikasi adalah semen, kapur, dan bahan

termoplastik.

Teknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan

semen, kapur (CaOH2), dan bahan termoplastik. Metode yang

diterapkan di lapangan ialah metode in-drum mixing, in-situ

mixing, dan plant mixing. Peraturan mengenai

solidifikasi/stabilitasi diatur oleh BAPEDAL berdasarkan Kep-

03/BAPEDAL/09/1995 dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995.

36
Selain solidifikasi / stabilitasi, proses pengolahan secara

kimia juga dapat dilakukan dengan:

 Presipitasi adalah pengurangan bahan-bahan terlarut dengan

cara menambahkan senyawa kimia tertentu yang larut dan

dapat menyebabkan terbentuknya padatan. Dalam pengolahan

air limbah, presipitasi digunakan untuk menghilangkan logam

berat, sufat, fluoride, dan fosfat. Senyawa kimia yang biasa

digunakan adalah lime, dikombinasikan dengan kalsium

klorida, magnesium klorida, alumunium klorida, dan garam –

garam besi. Adanya complexing agent, misalnya NTA (Nitrilo

Triacetic Acid) atau EDTA (Ethylene Diamine Tetraacetic

Acid), menyebabkan presipitasi tidak dapat terjadi. Oleh karena

itu, kedua senyawa tersebut harus dihancurkan sebelum proses

presipitasi akhir dari seluruh aliran, dengan penambahan garam

besi dan polimer khusus atau gugus sulfida yang memiliki

karakteristik pengendapan yang baik. Presipitasi fosfat dari

sewage dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu

penambahan slaked lime, garam besi, atau garam alumunium.

 Koagulasi dan Flokulasi digunakan untuk memisahkan padatan

tersuspensi dari cairan jika kecepatan pengendapan secara

alami padatan tersebut lambat atau tidak efisien. Proses

koagulasi dan flokulasi adalah konversi dari polutan-polutan

yang tersuspensi koloid yang sangat halus didalam air limbah,

37
menjadi gumpalan-gumpalan yang dapat diendapkan, disaring,

atau diapungkan.

Beberapa kelebihan proses pengolahan kimia antara lain

dapat menangani hampir seluruh polutan anorganik, tidak

terpengaruh oleh polutan yang beracun atau toksik, dan tidak

tergantung pada perubahan konsentrasi. Namun, pengolahan kimia

dapat meningkatkan jumlah garam pada effluent dan meningkatkan

jumlah lumpur sehingga memerlukan bahan kimia tambahan yang

akibatnya biaya pengolahan menjadi mahal.

3) Pengolahan Secara Biologi

Proses pengolahan limbah B3 secara biologi yang

berkembang dewasa saat ini dikenal dengan istilah bioremediasi

dan fitoremediasi.

 Bioremediasi adalah penggunaan bakteri dan mikroorganisme

lain untuk mendegradasi/mengurai limbah B3.

 Fitoremediasi adalah penggunaan tumbuhan untuk

mengabsorbsi dan mengakumulasi bahan-bahan beracun dari

tanah.

Kedua proses ini sangat bermanfaat dalam mengatasi pencemaran

oleh limbah B3 dan biaya yang diperlukan lebih murah

dibandingkan metode fisik atau kimia. Namun, proses ini juga

masih memiliki kelemahan. Proses bioremediasi dan fitoremediasi

38
merupakan proses alami sehingga membutuhkan waktu yang

relatif lama untuk membersihkan limbah B3, terutama dalam skala

besar. Selain itu, karena menggunakan makhluk hidup, proses ini

dikhawatirkan dapat membawa senyawa-senyawa beracun ke

dalam rantai makanan di dalam ekosistem.

Pengolahan limbah B3 dilakukan dengan mempertimbangkan

ketersediaan teknologi dan standar lingkungan hidup atau baku mutu

lingkungan hidup. Sama halnya seperti pemanfaatan limbah B3, untuk

dapat melakukan pengolahan limbah B3, perusahaan wajib memiliki

persetujuan lingkungan dan perizinan berusaha dengan persyaratan

sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Catatan: Pembahasan lebih detail dan rinci mengenai kegiatan

pemanfaatan limbah B3 tercantum pada Pasal 342 sampai dengan

Pasal 365.

7. Penimbunan

Sesuai PP No.22 Tahun 2021 Pasal 366, setiap orang yang

menghasilkan limbah B3 wajib melaksanakan penimbunan limbah B3.

Jika industri tidak mampu melakukannya sendiri, penimbunan limbah

B3 dapat diserahkan kepada penimbun limbah B3.

Sesuai Pasal 367, penimbunan limbah B3 oleh penghasil limbah

B3 wajib memiliki persetujuan lingkungan dan perizinan berusaha

39
dengan persyaratan sesuai perundang-undangan yang berlaku.

Penimbunan limbah B3 dapat dilakukan pada fasilitas penimbunan

limbah B3 berupa:

1. Penimbunan akhir

2. Sumur injeksi

3. Penempatan kembali di area bekas tambang

4. Bendungan penampung limbah tambang

5. Fasilitas penimbunan limbah B3 lain sesuai dengan perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi.

Lokasi penimbunan limbah B3 ini juga harus memenuhi

persyaratan yang meliputi:

 Bebas banjir

 Permeabilitas tanah (tidak berlaku untuk penimbunan limbah B3

yang menggunakan fasilitas berupa sumur injeksi, penempatan

kembali di area bekas tambang, bendungan penampung limbah

tambang, dam fasilitas penimbunan limbah B3 lain sesuai dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi)

 Daerah yang secara geologis aman, stabil, tidak rawan bencana,

dan di luar kawasan lindung

 Bukan daerah resapan air tanah, terutama yang digunakan untuk air

minum.

40
Catatan: Pembahasan lebih detail dan rinci mengenai kegiatan

pemanfaatan limbah B3 tercantum pada Pasal 366 sampai dengan

Pasal 389.

Untuk menghilangkan atau mengurangi risiko dan bahaya yang

dapat ditimbulkan limbah B3, maka limbah B3 yang dihasilkan perlu

dikelola secara khusus sesuai dengan perundang-undangan yang

berlaku, yakni PP No.22 Tahun 2021.

Pengelolaan limbah B3 harus dilakukan sesuai dengan peraturan

pemerintah, hal ini bertujuan agar mengurangi resiko yang dapat

ditimbulkan pada lingkungan hidup, kesehatan manusia serta

makhluk hidup lainnya. Terdapat upaya pengurangan potensi dampak

limbah B3 industri yang dapat dilakukan dengan berfokus pada 2

aspek, yaitu:

1. Pengurangan sumber timbunan limbah.

Mengacu pada prinsip menghasilkan limbah dari produk terkecil

yang dapat dihasilkan. Dengan kata lain, ini tergantung pada

jenis produk yang diproduksi dan bagaimana produk itu sendiri

diproduksi. Oleh karena itu, setiap produk memiliki atribut yang

sangat berbeda, metode produksinya sendiri, dan hal-hal lainnya.

Hal ini berdampak tidak langsung pada jenis limbah yang

dihasilkan dan kualitasnya. Selain itu, modernisasi sarana

produksi diharapkan dapat mengurangi timbunan limbah. Oleh

41
karena itu, proses ini disebut zero waste dan telah diperluas ke

lean manufacturing di sebagian besar industri.

2. Mengoptimalkan penggunaan limbah industri.

Apabila sumber limbah yang dihasilkan tidak mungkin dikurangi

karena bergantung pada jenis produk dan proses pembuatannya,

maka harapan terakhir industri adalah mengoptimalkan limbah

yang dihasilkan. Proses ini melibatkan pembuangan limbah

selama proses pembuatan, sehingga hasil akhir dari pengolahan

limbah adalah limbah yang dihasilkan. Selain itu, praktik

pengelolaan sampah juga menitikberatkan pada pemanfaatan

limbah dengan biaya sosial ekonomi. Langkah ini dapat dilakukan

secara terpisah dan/atau melibatkan area bisnis yang berbeda

untuk mendapatkan keuntunganperdagangan.

Upaya-upaya pengurangan potensi paparan limbah industri B3

diharapkan dapat menurunkan angka kejadian pencemaran yang

tentunya akan berdampak pada lingkungan dan kesehatan manusia.

Penting kita ketahui juga, meskipun sudah ada regulasi yang

mengatur tentang pengelolaan limbah B3, namun masih diperlukan

pengawasan dari berbagai pihak dalam pelaksanaannya. Diperlukan

juga pola hidup sehat untuk menghindari penyakit yang diakibatkan

oleh limbah B3.

42
Dengan melakukan pengelolaan limbah B3 dengan baik dan

benar, serta tepat, maka kita sudah turut menyelamatkan diri dan

lingkungan terhadap dampak yang bisa timbul.

~ Love the earth, because it is our planet!

43
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Penerapan pengelolaan limbah B3 untuk memenuhi standar

lingkungan adalah suatu masalah mendesak bagi para pihak penghasil

serta untuk jalannya perlindungan lingkungan dan kesehatan. Rencana

Tindakan yang komprehensif dan praktis harus dirumuskan sesegera

mungkin untuk mengurangi risiko terhadap lingkungan. Dampak limbah

terhadap pengelolaan lingkungan penting untuk kelangsungan hidup yang

baik, karena dengan menjaga lingkungan, kita dapat memelihara ekosistem

kehidupan yang lebih baik, dan yang tak kalah pentingnya yaitu untuk

menjaga kesehatan secara keseluruhan.

B. Saran

Mengingat banyaknya tantangan yang terkait dengan pengelolaan

limbah B3, mulai dari industrialisasi hingga keberlanjutan sistem

pengelolaan limbah yang terintegrasi, menyeluruh dan berkelanjutan

diperlukan kebijakan pengelolaan limbah B3 industri. Proses tinjauan

kebijakan ini penting untuk mencegah peningkatan kasus pencemaran

limbah industri di lingkungan. Oleh karena itu, perlu dilakukan

pembaharuan konsep pengelolaan dan bagi pihak-pihak yang

berkepentingan dalam menyelesaikan pengelolaan lingkungan dengan

baik.

44
DAFTAR PUSTAKA

Aisya Nursabrina, dkk. 2021. “KONDISI PENGELOLAAN LIMBAH


B3 INDUSTRI DI INDONESIA DAN POTENSI DAMPAKNYA: STUDI
LITERATUR”. JURNAL RISET KESEHATAN Vol 13, No.1. Bandung : Politeknik
Kesehatan Kemenkes Bandung.

Dion Faruk. 2022. “DUNIA PIKIR AKTIVIS LINGKUNGAN ATAS


DAMPAK INDUSTRI PENGOLAHAN LIMBAH B3 PT. PRIA (Studi
Fenomenologi Pada Komunitas Pendowo Bangkit dan Green Woman di Desa
Lakardowo Kabupaten Mojokerto)”. SKRIPSI. Malang : Universitas
Muhammadiyah Malang.

Muhammad Iqbal. 2022. “6 Contoh Limbah B3 Industri yang


Berbahaya untuk Lingkungan”. Lindungihutan.com

Muhammad Iqbal. “LIMBAH B3 INDUSTRI”. Kendari : Universitas


Haluoleo Kendali.

Pandu. “Dampak Limbah Industri yang Berbahaya Bagi Kesehatan


dan Lingkungan!”. Gramedia Blog.

Peraturan Pemerintah RI. 2021. “PERATURAN PEMERINTAH


REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2021 TENTANG
PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN
LINGKUNGAN HIDUP”.

Safety Sign Indonesia. 2021. “Cara Mengelola Limbah B3 Bagi


Industri, Bagaimana Menurut Regulasi Terbaru?”. Safety Article : Safety Sign
Indonesia.

45

Anda mungkin juga menyukai