Anda di halaman 1dari 17

EKONOMI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (EKI 314)

“MASALAH LIMBAH PADAT DAN BAHAN BERACUN”

DOSEN PENGAMPU:
1. Dr. I Made Endra Kartika Yudha, S.E., M.Sc.
2. Made Sinthya Aryasthini M., S.E., M.E.

OLEH:
Kelompok 5

Yustiti Ros Sianturi 2007511019 (09)


Samantha Elizabeth Jade de Kruyff 2007511020 (10)

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan paper ini dari mata kuliah Ekonomi Pembangunan
Berkelanjutan yang berjudul “Masalah Limbah Padat dan Bahan Beracun”. Dengan
adanya paper ini kami berharap dapat digunakan sebagai acuan pada penilaian semester
ganjil.
Meskipun dalam penyusunan paper ini kami banyak menemukan hambatan dan
kesulitan, tetapi karena motivasi dan kerjasama dari berbagai pihak paper ini dapat
terselesaikan. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas dukungan dan kerja
samanya sehingga terwujudnya paper ini. Kami menyadari keterbatasan kemampuan dan
pengetahuan yang dimiliki sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan guna kesempurnaan paper ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan atas perhatian dan koreksinya, kami
mengucapkan terimakasih. Semoga paper ini berguna untuk menambah wawasan serta
pengetahuan bagi pembaca.

Denpasar, 03 September 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

BAB I.........................................................................................................................................4

PENDAHULUAN.....................................................................................................................4

1.1 Latar Belakang...........................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................5

1.3 Tujuan........................................................................................................................6

BAB II........................................................................................................................................6

PEMBAHASAN........................................................................................................................6

2.1 Limbah Padat Berbahaya...........................................................................................6

2.2 Limbah Padat Perkotaan............................................................................................9

2.3 Pengawasan Bahan Kimia Beracun.........................................................................12

2.4 Pengawasan Pestisida...............................................................................................12

2.5 Pengawasan Bahan Kimia........................................................................................14

BAB III PENUTUP.................................................................................................................15

3.1 Kesimpulan....................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................17

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kegiatan pembangunan yang dilakukan saat ini merupakan salah satu usaha untuk
meningkatkan mutu kehidupan manusia. Berbagai pembangunan dilakukan dengan jalan
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk keperluan dan kepentingan
pembangunan, salah satunya adalah kegiatan industri.
Pesatnya perkembangan dan pembangunan dunia industri memang sangat
menguntungkan bagi manusia, namun disisi lain juga dapat menyebabkan efek negatif yang
cukup besar karena akan dihasilkannya limbah baik dalam bentuk padat, cair, maupun gas
yang dapat menyebabkan kualitas lingkungan mengalami penurunan. Limbah merupakan
bahan sisa yang dihasilkan dari suatu usaha dan/atau kegiatan baik pada skala industri, rumah
tangga, instansi dan lain sebagainya yang dilakukan oleh manusia. Untuk menjaga agar
kualitas lingkungan tetap stabil dan tidak mengalami penurunan, maka limbah-limbah
tersebut harus diolah atau dikendalikan antara lain dengan cara mengelola dan mengolah
limbah secara baik dan sesuai dengan karakteristiknya masingmasing, sehingga limbah yang
akan dibuang ke lingkungan telah memenuhi persyaratan dan sesuai dengan baku mutu dalam
peraturan perundangundangan yang berlaku. Dalam hal ini sesuai dengan Undang-Undang
No 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pengelolaan
Sampah. Limbah yang tidak diolah dengan baik dapat menjadi salah satu faktor terjadinya
pencemaran lingkungan yang berdampak buruk bagi lingkungan. Manusia sebagai makhluk
hidup selain mendayagunakan unsur-unsur dari alam, manusia juga membuang kembali
segala sesuatu yang tidak dipergunakannya lagi ke alam. Tindakan ini akan berakibat buruk
terhadap 2 manusia apabila jumlah buangan sudah terlampau banyak sehingga alam tidak
dapat lagi membersihkan keseluruhannya (proses self purification terlampaui). Pengotoran
lingkungan yang terjadi dan sumber daya alam yang sangat dibutuhkan untuk kehidupan
sehari-hari dan manusia sebagai akibatnya mengalami gangguan kesehatan karenanya
(Soemirat, 2004: 16). Saat ini, masalah limbah telah menjadi perhatian serius di berbagai
daerah di Indonesia.
Hal ini ditunjukkan dengan semakin banyaknya masalah yang memaparkan tentang
betapa pengelolaan dan pengolahan limbah belum menjadi perhatian serius bagi sebagian

4
besar industri yang ada di Indonesia. Perkembangan industri tidak berbanding lurus dengan
penanganan limbahnya karena pengadaan sarana pengelolaan dan pengolahan limbah masih
dianggap mahal dan memberatkan bagi sebagian pelaku industri. Keanekaragaman jenis
limbah tergantung pada aktivitas industri dan penghasil limbah lainnya.
Mulai dari penggunaan bahan baku, pemilihan proses produksi dan lain sebagainya,
maka proses tersebut akan mempengaruhi karakter limbah yang dihasilkan. Pada umumnya,
jenis limbah yang dihasilkan pada industri mie instan sama dengan industri makanan lainnya,
yang berbeda hanyalah karakteristiknya yang sesuai dengan bahan baku yang digunakan.
Limbah tersebut antara lain berupa limbah cair, padat, dan limbah gas. Untuk mengurangi
dampak buruk limbah terhadap lingkungan hidup, maka diperlukan pengelolaan limbah yang
tersistem pada saat dihasilkan. Limbah padat lebih dikenal sebagai sampah, yang seringkali
tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis.
Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia senyawa organik dan
senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat
berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu
dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh
limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah. Limbah padat atau sampah merupakan
material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan limbah padat berbahaya?
2. Apa yang dimaksud dengan limbah padat perkotaan?
3. Apa yang dimaksud dengan pengawasan bahan kimia beracun?
4. Apa yang dimaksud dengan pengawasan pestisida
5. Apa yang dimaksud dengan pengawasan bahan kimia?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan limbah padat berbahaya.
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan limbah padat perkotaan.
3. Mengetahui apa yang dimaksud dengan pengawasan bahan kimia beracun.
4. Mengetahui apa yang dimaksud dengan pengawasan pestisida.
5. Mengetahui apa yang dimaksud dengan pengawasan bahan kimia.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Limbah Padat Berbahaya


2.1.1 Pengertian Limbah Padat

Limbah padat adalah benda yang tidak terpakai, tidak diinginkan dan dibuang yang
berasal dari suatu aktifitas dan bersifat padat. Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3)
adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau
beracun dan karena sifat dan konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup dan atau
dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta
mahluk hidup lain.
Berikut ini terdapat beberapa dampak dari limbah padat, yakni sebagai berikut:

1. Bisa mengakibatkan gas beracun, misalnya asam sulfat (H 2S), amonia (NH3), methan
(CH4), CO2. Gas tersebut akan dampak apabila limbah padat ditumpuk dan
mereputkarena terdapat mikroorganisme.
2. Bisa menyusutkan tingkat udara pada sampah yang disusun.
3. Bisa menyusutkan tingkat air karena limbah padat umumnya langsung dibuang pada
lautan ataupun berdampingan dengan air limbah.
4. Bisa mengakibatkan kehancurakn pada permukaan tanah.

Proses Pengolahan Limbah Padat

Dalam proses pengolahan limbah padat terdapat 4 proses, yaitu:


 Pemisahan, yaitu karena limbah padat terdiri dari ukuran yang berbeda dan
kandungan yang berbeda juga maka harus dipisahkan terlebih dahulu. Sistem
pemisahan ada 3 cara, yaitu:

1. Sistem balistik yaitu pemisahan untuk mendapatkan ukuran atau berat yang
seragam.
2. Sistem gravitasi yaitu Sistem pemisahan berdasarkan gaya berat.
3. Sistem magnetis yaitu sistem penisahan berdasarkan sifat magnet.

6
 Penyusunan ukuran

 Pengomposan

 Pembuangan limbah

Contoh Limbah Padat

Dibawah ini adalah macam-macam contoh limbah padat yakni sebagai berikut:

 Kardus kemasan -Seng -Amplas -Serbuk Kayu -Kertas -Plastik.


 Sisa makanan -Plastik -Kertas -Sisa Bangunan -Kardus -Kaleng -Bekas kemasan
makanan.
 Sisa Jerami -Kotoran Hewan -daun daun.

2.1.2 Jenis Limbah Berbahaya 

Pada dasarnya limbah tidak memiliki manfaat yang baik, sehingga banyak sekali usaha yang
dilakukan agar bisa mengurangi produksi limbah setiap harinya. Tapi, tetap saja hal ini sulit,
mengingat produksi limbah setiap harinya sangatlah besar. Dari seluruh jenisnya, limbah B3
adalah yang paling mengkhawatirkan. 

Limbah B3 adalah singkatan dari limbah berbahaya dan beracun. Dimana jenis limbah-limbah
ini sendiri tidak hanya membahayakan lingkungan tapi juga manusia. Menurut peraturan
pemerintah limbah B3 mempunyai sifat seperti mudah meledak, korosif, beracun, mudah
menyala dan infeksius. Berikut ini adalah jenis limbah B3: 

a. Sumber Spesifik 
Jenis dari limbah B3 yang pertama adalah yang berasal dari sebuah proses utama dalam
kegiatan industri. Dimana ada beberapa zat yang ada pada limbah dengan sumber spesifik ini,
untuk yang terhalogenasi semisalnya adalah klorobenzena, metilen klorida dan lain
sebagainya. Sedangkan yang tidak terhalogenasi adalah seperti aseton, nitrobenzene dan lain-
lain. 

b.Sumber Tidak Spesifik 


Lalu jenis yang kedua adalah limbah yang berasal dari sumber tidak spesifik. Limbah yang
satu ini sendiri tidak dihasilkan dari proses utama dalam kegiatan industri, tapi dari kegiatan
atau proses pemeliharaan alat, pelarutan kerak dan lain sebagainya. 

7
c.Kadaluarsa 
Untuk jenis yang satu ini adalah limbah yang berasal dari berbagai sumber yang bisa
dikatakan tidak diduga. Kalau Anda berpikir limbah kadaluarsa dari barang yang expired,
maka itu benar. Biasanya limbah ini berasal dari sisa makanan, sisa kemasan, makanan
kadaluarsa dan lain sebagainya. 

Ketiga jenis dari limbah B3 tersebut sebenarnya sering Anda temui dimana saja. Bahkan
mungkin Anda pernah membuang limbah-limbah tersebut setiap harinya. Cobalah perhatikan
lagi sampah yang Anda buang, karena bisa saja mengandung limbah B3 yang seharusnya
tidak

Adapun beberapa contoh dari produk-produk yang berpotensi untuk menjadi limbah B3. Apa
saja contohnya? Berikut ini daftarnya: 

1. Baterai 

Tidak banyak yang tahu, bahwa baterai bekas adalah contoh dari limbah B3. Anda pun pasti
sering menemukan batu baterai bekas yang dibuang sembarangan. Padahal pada dasarnya
batu baterai bekas tidak boleh dibuang sembarangan. Karena sangat berbahaya sekali bagi
manusia serta lingkungan. 

Ada beberapa bahan kimia yang ada dalam batu baterai dan terbukti bisa menjadi racun,
seperti merkuri, timbal, nikel, lithium dan kadmium. Semua jenis logam berat tersebut
sangatlah berbahaya apabila masuk ke dalam tubuh manusia. Jadi, lebih baik Anda tidak
membuang batu baterai bekas di tempat umum.  

2.Deterjen 

Deterjen adalah salah satu jenis limbah B3 yang dapat membahayakan lingkungan dan
manusia. Anda sendiri pasti menggunakan deterjen untuk menjaga kebersihan, tapi ternyata
ada beberapa bahan kimia berbahaya di dalamnya. Sebut saja filler, builder, surfaktan serta
aditif. 

Busa yang dihasilkan oleh deterjen dan Anda buang ke saluran air bisa menyebabkan dampak
buruk. Busa yang terkena air tidak akan hilang begitu saja dan membuat udara menjadi

8
berkurang atau terbatas. Ketika busa ini masuk ke sungai, maka makhluk hidup yang ada bisa
mati karena kurangnya oksigen. 

3.Obat nyamuk 

Bagi Anda yang menggunakan obat nyamuk di rumah, lebih baik berhati-hati dalam
menggunakannya. Dalam obat ini terkandung berbagai bahan kimia yang berbahaya,
misalnya adalah DDVP, karbamat serta diethyltoluamide. Ketiga bahan tersebut merupakan
pembunuh serangga.  Sehingga bisa dipastikan bahwa asap yang dihasilkan obat nyamuk
bakar sangatlah berbahaya apabila dihirup. Walaupun sekarang sudah ada obat nyamuk
dalam bentuk cair yang dosis bahan kimianya lebih kecil, tapi tetap saja Anda harus tetap
berhati-hati. 

2.2 Limbah Padat Perkotaan


Istilah limbah padat perkotaan (MSW) umumnya digunakan untuk menggambarkan
sebagian besar limbah padat tidak berbahaya dari kota atau desa yang memerlukan
pengumpulan dan pengangkutan rutin ke tempat pemrosesan atau pembuangan. Sumber
MSW termasuk rumah pribadi, tempat komersial dan institusi, serta fasilitas industri.
Bentuk Limbah yang dihasilkan di daerah perkotaan biasanya kertas, kardus, kulit
kacang, kulit telur, kayu, serbuk gergaji, serutan kayu, plastik pembungkus makanan, plastik
belanjaan, kaleng bekas minuman dan makanan kaleng semisal sarden, kasur bekas, sisa-sisa
makanan dan lainnya. Proses pengolahan masing-masing bahan limbah organik secara umum
sama.
A.Peran pemerintah dalam limbah padat perkotaan
Pengeloaan sampah di mulai dari tempat awal pembuangan sampah baik di tingkat rumah
tangga, institusi mauoun pembuangan sementara. Keterlibatan pemerintah sangat dibutuhkan
dalam kegiatan operasional persampahan, meliputi tahap pengangkutan, pengolahan,
pembuangan akhir, dan pemanfaatan sampah. Salah satu faktor yang mempengaruhi
pengelolaan sampah di antaranya aspek sosial politik. Institusi pemerintah yang terkait
dengan pengeloaan sampah baik yang tingkat Pusat maupun daerah, antara lain Kementerian
Lingkungan Hidup, Kementerian Pekerjaan Umum, Unit Pelaksana teknis Dinas (UPTD),
Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP), Perusahaan daerah Kebersaihan, dan Badan
Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH). Selain Institusi pemerintah yang mendukung
keberhasilan dalam penyelenggaraan program dan kegiatan penanganan sampah di perkotaan,

9
juga tergantung pada ketersediaan sarana dan prasarana persampahan yang dimiliki oleh
pemerintahan. Pemerintah juga mempunyai upaya lain dalam pengelolaan sampah dengan
melibatkan masyarakat. Peran pemerintah tersebut dapat berupa peran langsung kepada
masyarakat melalui Dinas terkait, juga peran dalam penegakan hukum/regulasi.
B. Aspek Pengelolaan Sampah Perkotaan
Paling tidak ada 3 aspek penting dalam pengelolaan sampah di wilayah perkotaan, yaitu
aspek teknik, kelembagaan, keuangan dan manajemen. Ketiga aspek tersebut secara rinci
diuraikan sebagai berikut:
1. Aspek Teknik
Untuk menentukan teknik pengolahan sampah, ciri dan karakter sampah sangat
diperlukan informasinya. Karakter sampah yang perlu dikenali antara lain; (a) tingkat
produksi sampah, dan (b) komposisi kandungan sampah. Berdasarkan karakter sampahnya,
secara umum dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, dan
kemakmuran serta gaya hidup dari masyarakat perkotaan. Tingkat produtivitas sampah di
Indonesia tercatat paling rendah dibandingkan dengan tingkat produktivitas di negara-negara
tetangga. Rataan produk sampah harian di Jakarta tercatat 0,8 kg/hari/kk, di Bangkok
tercatat 0,9 kg/hari/kk, di Singapura 1,0 kg/hari/kk, dan di Seoul sebanyak 2,8 kg/hari/kk.
Namun demikian, berdasarkan komposisi sampah organiknya di Jakarta tercatat 16,3% dan
sampah anorganik (83,7%), di Bangkok sampah organik 87,4% dan 12,6% sampah
anorganik, di Singapura sampah organik 77,8% dan 22,2% sampah anorganik, sedangkan di
Seoul sampah organik 89,4% dan sampah anorganiknya 10,6%. Secara teknis data
(informasi) produktivitas dan komposisi sampah, sangat berpengaruh terhadap sistem
pengelolaan yang direncanakan. Hal tersebut mengingat rancang tindak penanganan yang
hendak dilakukan haruslah mampu mengakomodasi perubahan-perubahan dari karakter
sampah yang ditimbulkan, keterkaitannya dengan sistem pengangkutan, efektifitas waktu
timbun sampah, peralatan penunjang dan sarana-prasarana di tempat pembuangan sementara
(TPS) dan tempat pembuangan akhir (TPA)

2.Aspek Kelembagaan
Secara umum pengelolaan sampah di Indonesia dilakukan oleh Dinas Kebersihan.
Selain berfungsi sebagai pengelola sampah, dinas tersebut juga berperan sebagai pengatur,
pengawas, dan pembina pengelola persampahan. Sebagai pengatur, Dinas Kebersihan
bertugas membuat peraturan-peraturan, sebagai pengawas selain melaksanakan evaluasi

10
hasil pemantauan kinerja juga memberikan sangsi kepada operator. Agar kinerja para
operator meningkat maka peranan Dinas Kebersihan juga melakukan pembinaan melalui.
pelatihan-pelatihan untuk mendapatkan umpan balik atas pelayanan pengelolaan
persampahan. Walaupun wewenang Dinas Kebersihan hampir mencakup seluruh alur
kegiatan pengelolaan sampah, akan tetapi pada beberapa permukiman elite pengelolaan
sampahnya dilakukan oleh masyarakat maupun pihak swasta.

Masyarakat lebih banyak terlibat pada aktivitas di tempat pengumpulan sampah,


sedangkan pihak swasta umumnya pada aktivitas pengangkutan dan proses-proses
pemanfaatannya. Kurangnya pengetahuan dalam menyusun rancang tindak penanganan
sampah berdasarkan kebutuhan alat, jarak tepuh dari TPS ke TPA, serta tumpang
tindihnya fungsifungsi dari Dinas Kebersihan, menyebabkan pengelolaan persampahan
menjadi tidak efektif. Hal tersebut mengingat bahwa Dinas Kebersihan yang bertindak
sebagai pihak pengatur, seharusnya mengukur kinerja keberhasilan pengelolaan sampah,
sebagai dasar penyempurnaan rancang tindak penangannya, dan bukan sebagai pelaksana
penanganan persampahan.

3.Aspek Keuangan dan Manajemen


Sumber pendanaan pengelolaan sampah selain APBD juga hasil retrribusi jasa
pelayanan persampahan yang berasal dari konsumen (masyarakat). Umumnya ketersediaan
dana pemerintah untuk menangani persampahan sangat kecil, demikian halnya dengan
perolehan yang bersumber dari retribusi. Rata-rata retribusi yang diperoleh berkisar antara
Rp 3.500,- dan Rp 5.000,- /bulan/konsumen. Kedua sumber pendanaan tersebut masih jauh
dari biaya yang diperlukan untuk mengelola pelayanan sampah. Selain penyediaan dana
yang relatif terbatas, kepincangan pengelolaan sampah juga sering diperburuk dengan
banyaknya retribusi yang tertunggak, hingga menyebabkan terganggunya pelayanan
kebersihan sampah.

2.3 Pengawasan Bahan Kimia Beracun


Bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi,
dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara
langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup,
dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan
makhluk hidup lain.
11
Produksi limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) terus bertambah besar tidak
hanya di negara maju namun juga di negara berkembang termasuk di Indonesia. Untuk
menyikapi hal tersebut pemerintah mengeluarkan beberapa regulasi, salah satunya yakni
Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun. Dalam kenyataannya, pelanggaran akan peraturan tersebut masih banyak
terjadi. Pelanggaran terjadi di setiap jenis aktifitas pengelolaan limbah B3.  Hal ini yang
mendasari peneliti untuk membahas pengawasan pengelolaan limbah B3 di Indonesia dan
tantangannya. Pengawasan pengelolaan limbah B3 dilakukan setidaknya dengan cara
melakukan (1) verifikasi terhadap laporan pengelolaan limbah B3 dan/atau dumping
(pembuangan) Limbah B3 dan/atau (2) inspeksi. Apabila ditemukan pelanggaran aturan
dalam pengelolaan limbah B3 maka pemerintah berwenang dalam memberikan sanksi
administratif.
Namun pengelola limbah B3 tidak secara langsung mendapatkan sanksi administratif.
Prinsip yang dipegang oleh pemerintah yakni pengawasan dilakukan dengan mengutamakan
aspek pembinaan. Penerapan pengawasan ini tidak selalu berjalan lancar, justru seringkali
menghadapi berbagai tantangan yakni kurangnya jumlah dan kemampuan pengawas,
keterbatasan sarana pemeriksaan, minimnya pengetahuan masyarakat, banyaknya pengelola
limbah B3 yang tidak berizin, dan jenis instrumen kebijakan Command and Control memiliki
kelemahan-kelemahan.

2.4 Pengawasan Pestisida


Pengelolaan penggunaan pestisida adalah upaya yang dilakukan petani sebelum, selama dan
sesudah penggunaan pestisida, mulai dari penyemprotan, percikan, perlakuan terhadap sisa,
penyimpanan, kelengkapan APD dan pembuangan kemasan pestisida. Pestisida yang paling
sering digunakan di Indonesia adaläh jenis dithiocarbamates, pyrethroids dan
organophosphates. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Sekitar 80% penyemprotan,
pestisida kategori I ini, cukup berbahaya digunakan. Tindakan perlindungan dan penanganan
yang aman jarang diamati, sedangkan merokok dan minum selama penyemprotan sering
dilakukan. Petani yang mengenakan baju lengan panjang dan penutup kepala lebih jarang
menunjukkan gejala kesehatan. Selain itu, petani yang kontak kulit dengan larutan semprotan
sat mengukur atau mencampur (tidak termasuk tangan), yang memakai pakaian basah (kulit
terpapar pestisida), dan yang merokok dan mengucek mata sat penyemprotan menunjukkan
lebih banyak gejala (Sekiyama et al., 2007).

12
Karena begitu bear bahaya yang ditimbulkan dari penggunaan pestisida maka negara-negara
diseluruh dunia berpikir ulang untuk menggunakan pestisida. Salah satu alasan pengelolaan
penggunaan pestisida di Indonesia, karena Indonesia pada tahun 2000 telah sepakat Bersama
146 kepala negara di Dunia menandatangi Millenium Development Goals (MDGS) atau
pembangunan millennium (Sachs dan McArthur, 2005). Setelah MDGs berakhir dilanjutkan
dengan Sustainable Development Goals (SDGs), upaya pengurangan penggunaan pestisida di
Indonesia di mulai pada tahun 1993. Pengurangan penggunaaan pestisida di Indonesia
dibarengi dengan upaya mengelola lingkungan dengan teknologi. Teknologi yang diterapkan
melalui Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT). Penerapan SLPHT hampir
sama untuk setiap kabupaten. Pada periode yang sama, penggunaan pestisida pada padi
mengalami penurunan. Penurunan penggunaan pestisida secara drastis terjadi pada awal
periode. Jumlah petani yang menderita keracunan adalah sebanyak 55 orang (63,96%) dan
yang tidak menderita keracunan adalah sebanyak 31 orang (36,04%). Petani perlu
mengurangi paparan pestisida dengan cara memakai APD secara lengkap dan benar,
menyimpan pestisida dengan baik dan benar, mengurangi lama kerja, tidak bekerja di tempat
yang sama ketika suami/ayah sedang menyemprotkan pestisida, karena bahaya pestisida
begitu bear pengaruhnya terutama terhadap kesehatan dalam jangka panjang, perlu
melakukan pemantauan kejadian Intoksikasi (keracunan) dalam kegiatan pertanian untuk
meningkatkan kesadaran petani pada bahaya pestisida dan bagaimana cara melindungi diri
dari paparan pestisida (Yuniastuti, 2018).
Menurut penelitian permintaan pestisida pada padi dipengaruhi oleh sera]gan hama, harga
relatif pestisida, introduksi teknologi PHT, dan luas tanam. Pada saat harga relatif naik dan
dilaksanakan pengenalan teknologi PHT pada masyarakat petani berdampak pada penurunan
penggunaan pestisida, sebaliknya apabila terdapat kenaikan serangan hama dan penggunaan
luas tanam yang besar akan menaikkan penggunaan pestisida. Sumbangan teknologi PHT
pada penurunan penggunaan pestisida sebesar 20% sedangkan kontribusi perubahan harga
pada penurunan penggunaan pestisida sebesar 80%. Kebijakan harga mempunyai dampak
lebih bear, tidak berarti bahwa kebijakan ini lebih efektif dibanding dengan introduksi
teknologi PHT (Mariyono, 2006). Pemerintah perl lebih meningkatkan upaya pengelolaan
penggunaan pestisida dengan pelaksanaan SLPTHT, petani perlu menggunakan APD dan
tentu saja peningkatan pengetahuan petani tentang bahaya pestisida, baik jangka pendek dan
jangka panjang.

13
2.5 Pengawasan Bahan Kimia
Pengelolaan limbah B3 diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014
kemudian diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Menurut Pasal 39 PP 5/2021, terdapat
empat kategori pengelolaan limbah Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun (B3) yaitu
pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan. Penyimpanan harus
mempertimbangkan jenis dan jumlah B3 yang dihasilkan. Jenis dan karakteristik B3 akan
menentukan bentuk bahan pewadahan yang sesuai dengan sifat limbah B3, sedangkan jumlah
timbunan limbah B3 dan periode timbunan menentukan volume yang harus disediakan.
Bahan yang digunakan untuk wadah dan sarana lainnya dipilih berdasar karakteristik
buangan. Contoh untuk buangan yang korosif disimpan dalam wadah yang terbuat dari fiber
glass.
Laboratorium kimia merupakan tempat melakukan kegiatan praktikum, penelitian,
eksperimen,maupun pembelajaran. Praktikan dan peneliti di dalam menjalankan pekerjaan
mereka, kontak dengan bahan kimia baik langsung maupun tidak langsung akan sering terjadi
bahkan mungkin berlangsung secara rutin. Bahan kimia secara umum memiliki potensi untuk
menimbulkan bahaya terhadap kesehatan pelaku maupun dapat menyebabkan

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Limbah padat adalah benda yang tidak terpakai, tidak diinginkan dan dibuang yang
berasal dari suatu aktifitas dan bersifat padat. Limbah bahan berbahaya dan beracun
(B3) adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan
atau beracun dan karena sifat dan konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara
langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan
hidup dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan
hidup manusia serta mahluk hidup lain. Terdapat 3 jenis limbah B3, yaitu limbah
yang berasal dari sumber spesifik, sumber tidak spesifik, dan kadaluarsa.

2. Istilah limbah padat perkotaan (MSW) umumnya digunakan untuk menggambarkan


sebagian besar limbah padat tidak berbahaya dari kota atau desa yang memerlukan
pengumpulan dan pengangkutan rutin ke tempat pemrosesan atau pembuangan.
Sumber MSW termasuk rumah pribadi, tempat komersial dan institusi, serta fasilitas
industri.
Bentuk Limbah yang dihasilkan di daerah perkotaan biasanya kertas, kardus, kulit
kacang, kulit telur, kayu, serbuk gergaji, serutan kayu, plastik pembungkus makanan,
plastik belanjaan, kaleng bekas minuman dan makanan kaleng semisal sarden, kasur
bekas, sisa-sisa makanan dan lainnya. Proses pengolahan masing-masing
bahan limbah organik secara umum sama.

3. Pengawasan pengelolaan limbah B3 dilakukan setidaknya dengan cara melakukan (1)


verifikasi terhadap laporan pengelolaan limbah B3 dan/atau dumping (pembuangan)

15
Limbah B3 dan/atau (2) inspeksi. Apabila ditemukan pelanggaran aturan dalam
pengelolaan limbah B3 maka pemerintah berwenang dalam memberikan sanksi
administratif.

4. Pengelolaan penggunaan pestisida adalah upaya yang dilakukan petani sebelum,


selama dan sesudah penggunaan pestisida, mulai dari penyemprotan, percikan,
perlakuan terhadap sisa, penyimpanan, kelengkapan APD dan pembuangan kemasan
pestisida. Pestisida yang paling sering digunakan di Indonesia adaläh jenis
dithiocarbamates, pyrethroids dan organophosphates.

5. Pengelolaan limbah B3 diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014
kemudian diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021
tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Menurut Pasal 39 PP
5/2021, terdapat empat kategori pengelolaan limbah Bahan Kimia Berbahaya dan
Beracun (B3) yaitu pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan.

16
DAFTAR PUSTAKA

I Ketut Nehen. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Bali, Udayana University
Press.

Kurniawan, Badrudin. (2019). Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan BErbahaya dan


Beracun (B3) Di Indonesia dan Tantanganya. Jurnal Dinamika Governance FISIP
UPN Veteran Jatim. Vol 9 No 1 Hal. 39

Waryono, Tarsoen. (2008). Konsepsi Penanganan Sampah Perkotaan Secara Terpadu


Berkelanjutan.Dibuka dari
https://staff.blog.ui.ac.id/tarsoen.waryono/files/2009/12/46-konsepsi-penanganan-
sampah-perkotaan.pdf

Wisnujati, N. dan Sangadji, S. (2021) Pengelolaan PEnggunaan Pestisida dalam Mendukung


Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia. SEPA. Vol. 18 No. 1. Hal 92

17

Anda mungkin juga menyukai