KELOMPOK VI
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT sehingga kami diberi kesempatan kesempatan
untuk menyelesaikan tugas penulisan makalah tentang “Pengelolaan Limbah”.
Adapun penulisan makalah ini merupakan bentuk dari pemenuhan beberapa tugas mata
kuliah Kimia Lingkungan. Pada makalah ini akan dibahas mengenai pentingnya pengelolaan
limbah, cara pengelolaan limbah padat, cair, gas dan Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) serta
konsep dasar produksi bersih.
Kami ucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah membantu kami selama
proses penyelesaian makalah ini. Penulis juga berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi setiap pembaca. Tak lupa kami meminta kritik dan saran mengenai penulisan
makalah kami ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
COVER........................................................................................................................................................i
PRAKATA..................................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................iii
BAB 1.........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG.................................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................................................1
C. TUJUAN.....................................................................................................................................2
BAB II.........................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................3
A. PENTINGNYA PENGELOLAAN LIMBAH.............................................................................3
B. CARA PENGELOLAAN LIMBAH PADAT..............................................................................5
C. METODE PENGELOLAAN LIMBAH CAIR..........................................................................11
D. METODE PENGELOLAAN LIMBAH GAS, DEBU DAN PARTIKEL.................................15
E. PENGELOLAAN LIMBAH B3................................................................................................17
F. KONSEP DASAR PRODUKSI BERSIH..................................................................................42
BAB III......................................................................................................................................................45
PENUTUP.................................................................................................................................................45
A. KESIMPULAN.........................................................................................................................45
B. SARAN.....................................................................................................................................45
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Limbah berupakan benda Padat, Cair, Gas dan partikel serta Bahan Beracun dan
Berbahaya (B3) yang tidak diperlukan dan dibuang, limbah pada umumnya mengandung
bahan pencemar dengan konsentrasi bervariasi. Bila dikembalikan ke alam dalam jumlah
besar, limbah ini akan terakumulasi di alam sehingga mengganggu keseimbangan ekosistem
Alam
Penumpukan limbah di alam menyebabkan ketidak seimbangan ekosistem tidak
dikelolah dengan baik. Pengelolahan limbah ini merupakan upaya merencanakan
melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi pendaya gunaan limbah, serta pengendalian
dampak yang ditimbulkannya
Upaya pengelolahan limbah tidak mudah dan memerlukan pengetahuan tentang
limbah Padat, Cair, Gas dan partikel serta B3 unsur-unsur yang terkandung serta
penanganan limbah agar tidak mencemari lingkungan selain itu perlu keterampilan
mengelolah limbah menjadi ekonomis dan mengurang jumlah limbah yang terbuang ke
alam.
B. RUMUSAN MASALAH
a. Apa pentingnya pengelolaan limbah?
b. Bagaimana cara pengelolaan limbah padat?
c. Bagaimana metode pengelolaan limbah cair?
d. Bagaimana metode pengelolaan limbah gas, debu dan partikel?
e. Bagaimana pengelolaan limbah B3?
f. Bagaimana konsep dasar produksi bersih?
C. TUJUAN
a. Mengetahui pentingnya pengelolaan limbah.
b. Mengetahui cara pengelolaan limbah padat.
c. Mengetahui metode pengelolaan limbah cair.
d. Mengetahui metode pengelolaan limbah gas, debu dan partikel.
e. Mengetahui pengelolaan limbah B3.
f. Mengetahui konsep dasar produksi bersih.
BAB II
PEMBAHASAN
5. Sanitary Landfill
a) Kebakaran
b) Lalat, burung, serangga
c) Hembusan angin dan
d) Tersebarnya bau(Irianto, 2018 : 82).
Penggunaan sistem landfill pada daerah yang berpenduduk padat perlu beberapa
pertimbangan seperti :
a) Kemungkinan terpolusinya air tanah dan air permukaan oleh limbah, dehingga perlu
manajemen yang baik untuk dapat melaksanakan sistem landfill.
b) Kemungkinan adanya peledakan gas (methan) yang terbentuk selama dekomposisi
limbah.
c) Kematian tanaman akibat gas (methan)( Irianto, 2018 : 83).
6. Insinerasi
Insinerasi adalah pembakaran sampah atau limbah padat menggunakan suatu alat
yang disebut insinerator. Kelebihan dari proses insinerasi adalah volume sampah
berkurang sangat banyak (bisa mencapai 90 %). Selain itu, proses insinerasi
menghasilkan panas yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik atau untuk
pemanas ruangan. Jenis limbah padat yang cocok untuk insinerasi diantaranya adalah
kertas, plastik dan karet. Sedangkan jenis limbah padat yang kurang sesuai untuk
insinerasi adalah kaca, sampah makanan dan baterai. Kelemahan metode insinerasi
adalah biaya yang mahal dan menghasilkan asap buangan yang dapat menjadi
pencemar udara serta abu pembakaran yang kemungkinan mengandung senyawa yang
berbahaya.
7. Pembuatan Kompos
8. Daur Ulang
Daur ulang adalah proses untuk menjadikan suatu bahan bekas menjadi bahan
baru dengan tujuan mencegah adanya sampah yang sebenarnya dapat menjadi sesuatu
yang berguna, mengurangi penggunaan bahan baku yang baru, mengurangi
penggunaan energi, mengurangi polusi, kerusakan lahan, dan emisi gas rumah
kaca jika dibandingkan dengan proses pembuatan barang baru. Daur ulang adalah
salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri atas kegiatan pemilahan,
pengumpulan, pemrosesan, pendistribusian dan pembuatan produk / material bekas
pakai, dan komponen utama dalam manajemen sampah modern dan bagian ketiga
adalam proses hierarki sampah 3R (Reuse, Reduce, and Recycle).
a) Bahan bangunan
Material bangunan bekas yang telah dikumpulkan dihancurkan dengan mesin
penghancur, kadang-kadang bersamaan dengan aspal, batu bata, tanah, dan batu.
Hasil yang lebih kasar bisa dipakai menjadi pelapis jalan semacam aspal dan hasil
yang lebih halus bisa dipakai untuk membuat bahan bangunan baru semacam bata.
b) Baterai
c) Barang Elektronik
d) Logam
e) Bahan Lainnya
1) Kaca yang didapat dari botol atau wadah bisa didaur ulang menjadi botol atau
wadah kaca kembali dan dapat juga dicampur dengan aspal untuk menjadi bahan
pembuat jalan.
3) Plastik dapat didaur ulang sama halnya seperti mendaur ulang logam. Botol
plastik bekas yang terbuat dari plastik jenis polyetilen terftalat (PET) bisa didaur
ulang menjadi berbagai produk lain, seperti karpet, gelas dan peralatan plastik.
C. METODE PENGELOLAAN LIMBAH CAIR
Metode dan tahapan proses pengolahan limbah cair yang telah dikembangkan
sangat beragam. Limbah cair dengan kandungan polutan yang berbeda kemungkinan
akan membutuhkan proses pengolahan yang berbeda pula. Proses- proses pengolahan
tersebut dapat diaplikasikan secara keseluruhan, berupa kombinasi beberapa proses atau
hanya salah satu. Proses pengolahan tersebut juga dapat dimodifikasi sesuai dengan
kebutuhan atau faktor finansial.
1. Pengolahan Primer (Primary Treatment)
Tahap pengolahan primer limbah cair sebagian besar adalah berupa proses pengolahan
secara fisika.
d. Penyaringan (Screening)
Pertama, limbah yang mengalir melalui saluran pembuangan disaring
menggunakan jeruji saring. Metode ini disebut penyaringan. Metode penyaringan
merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan-bahan padat
berukuran besar dari air limbah.
e. Pengolahan Awal (Pretreatment)
Kedua, limbah yang telah disaring kemudian disalurkan kesuatu tangki
atau bak yang berfungsi untuk memisahkan pasir dan partikel padat teruspensi
lain yang berukuran relatif besar. Tangki ini dalam bahasa inggris disebut grit
chamber dan cara kerjanya adalah dengan memperlambat aliran limbah sehingga
partikel – partikel pasir jatuh ke dasar tangki sementara air limbah terus dialirkan
untuk proses selanjutnya.
f. Pengendapan
Setelah melalui tahap pengolahan awal, limbah cair akan dialirkan ke
tangki atau bak pengendapan. Metode pengendapan adalah metode pengolahan
utama dan yang paling banyak digunakan pada proses pengolahan primer limbah
cair. Di tangki pengendapan, limbah cair didiamkan agar partikel – partikel
padat yang tersuspensi dalam air limbah dapat mengendap ke dasar tangki.
Enadapn partikel tersebut akan membentuk lumpur yang kemudian akan
dipisahkan dari air limbah ke saluran lain untuk diolah lebih lanjut. Selain metode
pengendapan, dikenal juga metode pengapungan (Floation).
g. Pengapungan (Floation)
Metode ini efektif digunakan untuk menyingkirkan polutan berupa minyak
atau lemak. Proses pengapungan dilakukan dengan menggunakan alat yang dapat
menghasilkan gelembung- gelembung udara berukuran kecil (± 30 – 120 mikron).
Gelembung udara tersebut akan membawa partikel –partikel minyak dan lemak ke
permukaan air limbah sehingga kemudian dapat disingkirkan.
Bila limbah cair hanya mengandung polutan yang telah dapat disingkirkan
melalui proses pengolahan primer, maka limbah cair yang telah mengalami proses
pengolahan primer tersebut dapat langsung dibuang kelingkungan (perairan). Namun,
bila limbah tersebut juga mengandung polutan yang lain yang sulit dihilangkan
melalui proses tersebut, misalnya agen penyebab penyakit atau senyawa organik dan
anorganik terlarut, maka limbah tersebut perlu disalurkan ke proses pengolahan
selanjutnya.
2. Pengolahan Sekunder (Secondary Treatment)
Tahap pengolahan sekunder merupakan proses pengolahan secara biologis, yaitu
dengan melibatkan mikroorganisme yang dapat mengurai/ mendegradasi bahan
organik. Mikroorganisme yang digunakan umumnya adalah bakteri aerob.
Terdapat tiga metode pengolahan secara biologis yang umum digunakan yaitu
metode penyaringan dengan tetesan (trickling filter), metode lumpur aktif (activated
sludge), dan metode kolam perlakuan (treatment ponds / lagoons) .
a. Metode Trickling Filter
Pada metode ini, bakteri aerob yang digunakan untuk mendegradasi bahan
organik melekat dan tumbuh pada suatu lapisan media kasar, biasanya berupa
serpihan batu atau plastik, dengan dengan ketebalan ± 1 – 3 m. limbah cair
kemudian disemprotkan ke permukaan media dan dibiarkan merembes melewati
media tersebut. Selama proses perembesan, bahan organik yang terkandung dalam
limbah akan didegradasi oleh bakteri aerob. Setelah merembes sampai ke dasar
lapisan media, limbah akan menetes ke suatu wadah penampung dan kemudian
disalurkan ke tangki pengendapan.
Dalam tangki pengendapan, limbah kembali mengalami proses pengendapan
untuk memisahkan partikel padat tersuspensi dan mikroorganisme dari air limbah.
Endapan yang terbentuk akan mengalami proses pengolahan limbah lebih lanjut,
sedangkan air limbah akan dibuang ke lingkungan atau disalurkan ke proses
pengolahan selanjutnya jika masih diperlukan
Pada metode activated sludge atau lumpur aktif, limbah cair disalurkan ke sebuah
tangki dan didalamnya limbah dicampur dengan lumpur yang kaya akan bakteri
aerob. Proses degradasi berlangsung didalam tangki tersebut selama beberapa jam,
dibantu dengan pemberian gelembung udara aerasi (pemberian oksigen). Aerasi
dapat mempercepat kerja bakteri dalam mendegradasi limbah. Selanjutnya, limbah
disalurkan ke tangki pengendapan untuk mengalami proses pengendapan,
sementara lumpur yang mengandung bakteri disalurkan kembali ke tangki aerasi.
Seperti pada metode trickling filter, limbah yang telah melalui proses ini dapat
dibuang ke lingkungan atau diproses lebih lanjut jika masih dperlukan.
Pengolahan tersier dilakukan jika setelah pengolahan primer dan sekunder masih
terdapat zat tertentu dalam limbah cair yang dapat berbahaya bagi lingkungan atau
masyarakat. Pengolahan tersier bersifat khusus, artinya pengolahan ini disesuaikan
dengan kandungan zat yang tersisa dalam limbah cair / air limbah. Umunya zat yang
tidak dapat dihilangkan sepenuhnya melalui proses pengolahan primer maupun
sekunder adalah zat-zat anorganik terlarut, seperti nitrat, fosfat, dan garam- garaman.
4. Desinfeksi (Desinfection)
Desinfeksi atau pembunuhan kuman bertujuan untuk membunuh atau mengurangi
mikroorganisme patogen yang ada dalam limbah cair. Meknisme desinfeksi dapat
secara kimia, yaitu dengan menambahkan senyawa/zat tertentu, atau dengan
perlakuan fisik. Dalam menentukan senyawa untuk membunuh mikroorganisme,
terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
Daya racun zat
Waktu kontak yang diperlukan
Efektivitas zat
Kadar dosis yang digunakan
Tidak boleh bersifat toksik terhadap manusia dan hewan
Tahan terhadap air
Biayanya murah
Contoh mekanisme desinfeksi pada limbah cair adalah penambahan klorin
(klorinasi), penyinaran dengan ultraviolet(UV), atau dengan ozon (Oз).
Proses desinfeksi pada limbah cair biasanya dilakukan setelah proses pengolahan
limbah selesai, yaitu setelah pengolahan primer, sekunder atau tersier, sebelum
limbah dibuang ke lingkungan.
5. Pengolahan Lumpur (Slude Treatment)
Setiap tahap pengolahan limbah cair, baik primer, sekunder, maupun tersier, akan
menghasilkan endapan polutan berupa lumpur. Lumpur tersebut tidak dapat dibuang
secara langsung, melainkan pelu diolah lebih lanjut. Endapan lumpur hasil
pengolahan limbah biasanya akan diolah dengan cara diurai/dicerna secara aerob
(anaerob digestion), kemudian disalurkan ke beberapa alternatif, yaitu dibuang ke laut
atau ke lahan pembuangan (landfill), dijadikan pupuk kompos, atau dibakar
(incinerated).
E. PENGELOLAAN LIMBAH B3
Proses pengolahan secara fisika dan kimia bertujuan untuk mengurangi daya
racun limbah B3 dan/atau menghilangkan sifat/karakteristik limbah B3 dari berbahaya
menjadi tidak berbahaya. Proses pengolahan secara stabilisasi/solidifikasi bertujuan
untuk mengubah watak fisik dan kimiawi limbah B3 dengan cara penambahan senyawa
pengikat B3 agar pergerakan senyawa B3 ini terhambat atau terbatasi dan membentuk
massa monolit dengan struktur yang kekar. Sedangkan proses pengolahan secara
insinerasi bertujuan untuk menghancurkan senyawa B3 yang terkandung di dalamnya
menjadi senyawa yang tidak mengandung B3.
Pemilihan proses pengolahan limbah B3, teknologi dan penerapannya didasari
atas evaluasi kriteria yang menyangkut kinerja, keluwesan, kehadalan, keamanan, operasi
dari teknologi yang digunakan, dan pertimbangan lingkungan. Timbunan limbah B3 yang
sudah tidak dapat diolah atau dimanfaatkan lagi harus ditimbun pada lokasi penimbunan
(landfill) yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Limbah B3 yang telah diolah harus memenuhi baku mutu limbah. Baku mutu
limbah cair wajib memenuhi persyaratan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam
Kep-men 04/1991 atau yang ditetapkan oleh Bapedal. Baku mutu emisi udara wajib
memenuhi persyaratan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Kep-men 13/1995
atau yang ditetapkan oleh Bapedal. Penimbunan wajib memenuhi semua persyaratan
yang tercantum dalam PP 19/1994 dan ketentuan lain yang ditetapkan.
Proses pengolahan secara Kimia antara lain:
a. Reduksi – Oksidasi,
b. Elektrolisasi,
c. Netralisasi,
d. Presipitasi/Pengendapan,
e. Solidifikasi/Stabilisasi,
f. Absorpsi,
g. Penukar Ion,
h. Pirolisa
a.Pembersihan Gas
1. Elektrostatik presipitator
2. Penyaringan partikel
3. Wet scrubbing
4. Adsorpsi dengan karbon aktif
b. Pemisahan cairan dan padatan:
1. Sentrifugasi
2. Klarifikasi
3. Koagulasi
4. Filtrasi
5. Flokulasi
6. Flotasi
7. Sedimentasi
8. Thickening
c.Penyisihan komponen-komponen yang spesifik:
1. Adsorpsi
2. Kristalisasi.
3. Dialisasi
4. Electrodialisa
5. Evaporasi
6. Leaching
7. Reverse osmosis
8. Solvent extraction
9. Stripping
Berbagai sumber mengelompokkan pengolahan limbah menjadi tiga golongan
besar yaitu teknik kimia meliputi oksidasi, pengendapan kimia, koagulasi, Dissolved
air flotation, oksidasi dengan elektrokimia, flokulasi, hidrolisis, netralisasi, ekstraksi
solvent dan Ion Exchange. Cara fisika yaitu Carbon adsorption, Distillation,
Filtration, Steam Stripping, Oil and grease skimming, Oil/water separation,
Sedimentation, Membrane technologies. Cara biologi meliputi Biological nitrogen
removal, Bioaugmentation, Activated sludge, Extended aeration, Anaerobic
processes, Rotating biological contactors, Sequencing batch reactors and trickling
filters.
7. Teknik-teknik Khusus Pengolahan Limbah B3
a. Pirolisa
Pirolisa adalah penguraian biomassa (lysis) karena panas (pyro) pada suhu
lebih dari 150oC. Pada proses pirolisa terdapat beberapa tingkatan proses, yaitu
pirolisa primer dan pirolisa sekunder. Pirolisa primer adalah pirolisa yang terjadi
pada bahan baku (umpan), sedangkan pirolisa sekunder adalah pirolisa yang
terjadi atas partikel dan gas/uap hasil pirolisa primer. Penting diingat bahwa
pirolisa adalah penguraian karena panas, sehingga keberadaan O2 dihindari pada
proses tersebut karena akan memicu reaksi pembakaran. Pirolisa merupakan
proses konversi bahan organik padat melalui pemanasan tanpa kehadiran oksigen.
Dengan adanya proses pemanasan dengan temperatur tinggi, molekul-molekul
organik yang berukuran besar akan terurai menjadi molekul organik yang kecil
dan lebih sederhana. Hasil pirolisa dapat berupa tar, larutan asam asetat,
methanol, padatan char, dan produk gas.
b. Pengolahan Limbah B3 secara biologi
Proses pengolahan limbah B3 secara biologi yang telah cukup
berkembang saat ini adalah bioremediasi dan viktoremediasi. Bioremediasi adalah
penggunaan bakteri dan mikroorganisme lain untuk mendegradasi atau mengurai
limbah B3, sedangkan viktoremediasi adalah penggunaan tumbuhan untuk
mengabsorbsi dan mengakumulasi bahan-bahan beracun dari tanah. Kedua proses
ini sangat bermanfaat dalam mengatasi pencemaran oleh limbah B3 dan biaya
yang diperlukan lebih murah dibandingkan dengan metode kimia atau fisik.
Namun, proses ini juga masih memiliki kelemahan. Proses bioremediasi dan
viktoremediasi merupakan prose salami sehingga membutuhkan waktu yang
relative lama untuk membersihkan limbah B3, terutama dalam skla besar. Selain
itu, karena menggunkan makhluk hidup, proses ini dikhawatirkan dapat
membawa senyawa-senyawa beracun ke dalam rantai makanan di ekosistem.
c. Elektrostatik presipitator
d. Wet scrubbing
Wet scrubber adalah peralatan pengendali pencemar udara yang berfungsi
untuk mengumpulkan partikel-partikel halus yang terbawa dalam gas buang suatu
proses dengan menggunakan titik titik air. Pada pengolahan ini cairan umumnya
air digunakan untuk menangkap partikel debu atau untuk meningkatkan ukuran
aerosol. Partikel halus berukuran 0,1 sampai 20 mikron dapat disisihkan secara
efektif dari gas pembawa menggunakan wet collector. Nama lain dari filter basah
adalah Scrubbers atau Wet Collectors. Prinsip kerja filter basah adalah
membersihkan udara yang kotor dengan cara menyemprotkan air dari bagian atas
alt, sedangkan udara yang kotor dari bagian bawah alat. Pada saat udara yang
berdebu kontak dengan air, maka debu akan ikut disemprotkan air turun ke
bawah.
Venturi Scrubber menghilangkan partikel debu dan kontaminan gas
tertentu dari gas aliran dengan memaksanya melewati aliran cair, menghasilkan
cairan yang teratomisasi. Tinggi kecepatan diferensial di antara gas kotor dan
cairan droplets menyebabkan partikel bertumbukan, kemudian akan berkelompok
untuk membentuk tetesan yang lebih besar. Terakhir, tetesan cair tersebut
dilemparkan pada dinding alat pemisah dan gas bersih pun dikeluarkan melalui
puncak scrubber. Sebelum gas kotor dilepaskan ke dalam scrubber, suhu harus
direndahkan di bawah 1000oC, dan gas bersih harus dipanaskan kembali sebelum
dikeluarkan . Air dipompakan kembali melewati sistem ketika scrubber tidak
mampu lagi menahan partikel debu dan bahan yang terlarut. Proses ini beroperasi
dengan efisiensi 85% untuk pemidahan sulfur dioksida (SO 2), 30% untuk pe
Proses ini membedah efisiensi sebanyak sekitar 85% untuk pemisahan dioksida
belerang, 30% untuk pemisahan nitrogen oksida (NO), dan 99% untuk pemisahan
debu/partikulat. Skema operasi alat ini ditunjukkan dalam gambar berikut. Sejauh
ini, teknologi untuk mengontrol pencemaran sebagian besar didesain unuk
memisahkan partikel debu dari emisi gas. Pemisahan polutan gas yang lain pun
penting dilakukan dengan teknologi yang spesifik. Misalnya pada pemisahan
sulfur oksida (SO2), injeksi batu kapur sangat umum digunakan. Proses tersebut
dilakukan di mana batu kapur digiling dengan batubara dan dimasukkan ke dalam
tungku perapian. Gas polutan dipanaskan terlebih dahulu dan dimasukkan ke
dalam tungku perapian, dimana batu kapur akan bereaksi dengan belerang
dioksida (SO2) dan oksigen (O2)untuk menghasilkan kalsium sulfat (CaSO4 atau
gips). Proses ini dapat memisahkan sekitar 20-30% sulfur oksida. Senyawa sulfat,
abu terbang, dan kapur yang tidak bereaksi mengalir melalui pre-heater sebelum
memasuki wet scrubber, agar senyawa tersebut dapat mengalami kontak dengan
air. Efisiensi pemisahan yang dapat tercapai adalah sebesar 80% untuk SO 2 dan
98% untuk zat partikulat.
e. Klarifikasi
Clarifier berfungsi untuk memisahkan sejumlah kecil partikel-partikel
halusyang menghasilkan liquid yang jernih yang bebas partikel-partikel solid
ataususpensi. Teknologi pemisahan liquid-solid umumnya dipakai pada proses
pengolahan air bersih pada berbagai industri antara lain pada pengolahan air
minum PDAM dan pengolahan air baku untuk Demin Plant maupun Cooling
Water System. Di dalam Clarifier terjadi proses yang kita sebut dengan proses
klarifikasiyang mana proses ini berfungsi menghilangkan suspended solid.
f. Setrifugasi
Sentrifugasi adalah proses yang memanfaatkan gaya sentrifugal untuk sedimentasi
campuran dengan menggunakan mesin sentrifuga atau pemusing. Komponen
campuran yang lebih rapat akan bergerak menjauh dari sumbu sentrifuga dan
membentuk endapan (pelet), menyisakan cairan supernatan yang dapat diambil
dengan dekantasi. Teknik sentrifugasi telah dimanfaatkan baik untuk keperluan
penelitian, misalnya pada bidang biologi sel dan biologi molekular, maupun untuk
industri, misalnya dalam pengayaan uranium dan pengolahan anggur.
g. Koagulasi-flokulasi
Pada air yang mempunyai alkalinitas tidak cukup untuk bereaksi dengan
alum, maka perlu ditambahkan alkalinitas dengan menambah kalsium hidroksida.
h. Elektrodialisis
Elektrodialisis adalah gabungan antara elektrokimia dan penukaran ion.
Elektrodialisis yang disingkat ED merupakan proses pemisahan elektrokimia
dengan ion-ion berpisah melintas membran selektif anion dan kation dari larutan
encer kelarutan membran lebih pekat akibat aliran arus searah atau DC. Pada
dasarnya proses ini adalah proses dialysis di bawah pengaruh medan listrik. Cara
kerjanya; listrik tegangan tinggi dialirkan melalui dua layer logam yang
menyokong selaput semipermiabel. Sehingga pertikel-partikel zat terlarut dalam
sistem koloid berupa ion-ion akan bergerak menuju elektrode dengan muatan
berlawanan. Adanya pengaruh medanlistrik akanmempercepat proses pemurnian
sistem koloid. Elektrodialisis hanya dapat digunakan untuk memisahkan partikel-
partikel zat terlarut elektrolit karena elektrodialisis melibatkan arus listrik.
i. Flotasi
Flotation (flotasi) berasal dari kata float yang berarti mengapung atau
mengambang. Flotalasi dapat diartikan sebagai suatu pemisahan suatu zat dari zat
lainnya pada suatu cairan/larutan berdasarkan perbedaan sifat permukaan dari zat
yang akan dipisahkan, dimana zat yang bersifat hidrofilik tetap berada fasa air
sedangkan zat yang bersifat hidrofobik akan terikat pada gelembung udara dan
akan terbawa ke permukaan larutan dan membentuk buih yang kemudian dapat
dipisahkan dari cairan tersebut. Secara umum flotation melibatkan 3 fase yaitu
cair (sebagai media), padat (partikel yang terkandung dalam cairan) dan gas
(gelembung udara).
Faktor- faktor yang mempengaruhi flotation adalah ukuran partikel, pH
larutan , surfaktan, dan bahan kimia yang lain, misalnya koagulan. Ukuran
partikel yang besar membuat partikel tersebut cenderung untuk mengendap
sehingga susah untuk terflotasi. Sedangkan pH yang tinggi partkel cenderung
mengendap. Fungsi surfaktan adalah kolektor yang merupakan reagen yang
memiliki gugus polar dan gugus non polar sekaligus. Kolektor akan mengubah
sifat partikel dari hidrofil menjadi hidrofob. Sedangkan penambahan koagulan
dapat mengakibatkan ukuran partikel-partikel menjadi lebih besar. Faktor lain
yang mempengaruhi flotasi adalah laju udara yang berfungsi sebagai pengikat
partikel yang memiliki sifat permukaan hidrofobik, persen padatan, untuk flotasi
pada partikel kasar dapat dilakukan dengan persen padatan yang besar demikian
sebaliknya, besar laju pengumpanan yang berpengaruh terhadap kapasitas dan
waktu tinggal. Laju udara pembilasan yang berfungsi untuk mengalirkan
konsentrrat ke dalam lounder. Ketebalan lapisan buih dan ukuran gelembung
udara juga mempengaruhi flotasi.
j. Reverse Osmosis
Reverse Osmosis untuk pengolahan air industri, air umpan ketel, air
minum dan desalinasi air laut. engertian dari sistem Reverse Osmosis atau RO
adalah perpindahan air melalui satu tahap ke tahap berikutnya yakni bagian yang
lebih encer ke bagian yang lebih pekat. Teknologi reverse osmosis (RO) banyak
dimanfaatkan manusia untuk berbagai keperluan, salah satunya adalah untuk
teknologi pengolahan air minum. Salah satu ciri utama reverse osmosis system
(RO) adalah dengan adanya membran (semipermeable membrane). Membran
semipermeabel ini harus dapat ditembus oleh pelarut, tapi tidak oleh zat
terlarut.Proses reverse osmosis menggunakan tekanan tinggi agar air bisa
melewati membran, di mana kerapatan membran reverse osmosis ini adalah 0,
0001 mikron (satu helai rambut dibagi 500.000 bagian).Jika air mampu melewati
membran reverse osmosis, maka air inilah yang akan kita pakai, tapi jika air tidak
bisa melewati membran semipermeable maka akan terbuang pada saluran khusus.
Sebelum melewati membran, proses kerja sistem reverse osmosis melalui
beberapa tahap penyaringan antara lain cartridge (sediment) , karbon blok, karbon
granular. Perbedaan yang paling jelas sistem reverse osmosis dengan pengolahan
air yang lain adalah sistem reverse osmosis ada 2 hasil karena air yang memiliki
kepekatan di atas 15 ppm akan terbuang menjadi limbah, sedangkan pengolahan
air yang lain hanya satu hasil.
k. Thickening
Thickening adalah proses yang dilakukan untuk mengurangi volume
lumpur sekaligus meningkatkan konsentrasi padatan di dalam lumpur. Proses ini
dapat dilakukan menggunakan peralatan antara lain gravity thickener, gravity belt
thickener, rotary drum, separator, centrifuge, dan flotator. Metode thickening
yang cukup terkenal adalah gravity thickening. Sesuai dengan namanya, dalam
proses ini terjadi pemanfaatan gaya gravitasi (pengendapan) untuk memisahkan
air dari dalam sludge. Unit pengolahan yang digunakan untuk proses ini disebut
gravity thickener yang serupa dengan secondary clarifier pada sistem lumpur
aktif.
Sludge thickening adalah alat yang berfungsi untuk mengurangi kadar air
(liquid) dalam lumpur, sehingga menambah kandungan solid (padatan) dalam
lumpur. Pabrik pengolahan air limbah pada umumnya menggunakan perangkat
penebalan untuk meningkatkan konsentrasi padatan pada akhir langkah proses
tertentu dalam prose lumpur aktif. Penebalan meningkatkan kandungan padatan
lumpur dan mengurangi volume air gratis sehingga meminimalkan beban unit
pada proses hilir seperti pencernaan dan dewatering. Proses yang digunakan
penebalan mencakup penebalan gravitasi, flotasi udara terlarut, sabuk penebalan
gravitasi dan rotary drum penebalan. Jenis penebalan dipilih biasanya ditentukan
oleh ukuran dari pabril limbah, hambatan fisik dan proses hilir. Di pabrik
pengolahan air limbah yang kecil, penebalan biasanya terjadi secara langsung di
dalam tangki penyimpanan lumpur. Lumpur yang dikompersi di bagian bawah
tangki hanya oleh gaya gravitasi, sedangkan di atas lapisan lumpur air keruh
terbentuk, yang diambil dari tangki dan kembali ke inllet. Peralatan mekanis tipe
lumpur penebalan menggunakan proses fisik untuk berkonsentrasi lumpur dengan
menghapus bagian air sehingga mengarah ke peningkatan jumlah presentase
padat. Ada beberapa metode yang berbeda untuk mencapai hal ini dari semua
pilihan yang tersedia, biasanya isi lumpur dapat ditingkatkan dengan 4-5 lipatan
tergantug pada seberapa baik peralatan dioperasikan.
Metode mengandalkan pada prinsip gravitasi dapat diterapkan baik diobati
primer dan bahkan limbah lumpur aktif. Hal ini biasanya dilakukan dalam tangki
melingkar serupa di desain dibandingkan dengan tangki sedimentasi tanaman
khas. Aliran lumpur berasal dari sistem aerasi diarahkan ke pusat dengan baik dan
desain sedemikian rupa sehingga ada cukup waktu penahanan yang cukup untuk
menyelesaikan baik untuk mengambil tempat. Sampah yang dikumpulkan di
bagian bawah tangki diperbolehkan untuk menetap, menjadi kompak dan
kemudian dipompa keluar dari pipa outlet limbah bawah akan tetap baik digester
atau sekunder dewatering. Biasanya ada bendung dan saluran unutk air diperjelas
untuk keluar meluap dan menyapu lengan berputar dengan pisau akan berbalik
kedalam gerakan melingkar untuk menciptakan efek pengadukan lambat.
Hasilnya adalah bahwa dengan melakukan ini, maka akan memastikan bahwa
kekompakan akan terjadi dan mendapatkan lumpur untuk melakukan perjalanan
ke bawah. Kadang-kadang proses dapat ditingkatkan dengan memperlambat laju
umpan sementara desain harus benar merencanakan untuk memberikan waktu
penahanan yang cukup.
l. Stripping
Sebagaimana aerasi, "stripping" juga merupakan istilah lain dari transfer
gas dengan penyempitan makna, lebih dikhususkan pada transfer gas dari fase cair
ke fase gas. Fungsi utama stripping dalam pengolahan air dan air limbah adalah
untuk menyisihkan kandungan gas terlarut yang tidak diinginkan, seperti
ammonia, karbondioksida, hidrogen sulfida, organik volatile, dan sebagainya.
Jenis peralatan stripping untuk penyisihan ammonia umumnya adalah menara
dengan sistem counter-current antara udara (upflow) dan air (downflow). Menara
dilengkapi dengan kipas angin, rak untuk mendistribusikan air, lubang untuk
pengeluaran gas, dan sebagainya. Dalam ammonia stripping, perlu diketahui
persen ammonia di larutan yaitu dalam bentuk gas ammonia. Gas ammonia dalam
kesetimbangan dengan ion ammonium diberikan dalam persamaan reaksi:
NH3 + H2O → NH4+ + OH-
Air stripping adalah mentransfer komponen volatil dari cairan ke aliran
udara. Ini adalah teknologi rekayasa kimia yang digunakan untuk pemurnian air
tanah dan air limbah yang mengandung senyawa volatil.
Senyawa volatil memiliki tekanan uap relatif tinggi dan kelarutan air
rendah ditandai dengan koefisien berdimensi hukum Henry, yang merupakan
rasio dari konsentrasi di udara yang berada dalam kesetimbangan dengan
konsentrasi dalam air. Polutan dengan koefisien Hukum Henry relatif tinggi dapat
lepaskan dari air. Kontaminan termasuk senyawa BTEX yaitu benzena, toluena,
etil benzena, dan xilena ditemukan dalam bensin, dan pelarut termasuk
trichloroethylene dan tetrachloroethylene. Amonia juga dapat dilepaskan dari air
limbah (sering membutuhkan penyesuaian pH sebelum stripping). Karena
koefisien hukum Henry meningkat dengan suhu, stripping lebih mudah pada suhu
hangat.
Meskipun perangkat yang mempromosikan kontak antara udara dan air
strip beberapa senyawa volatil, pemberian udara biasanya dilakukan dalam
menara dengan arus berlawanan air dan udara. Menara biasanya menggunakan
kemasan plastik. Kriteria desain untuk menara dikemas meliputi luas permukaan
yang disediakan oleh kemasan, tinggi kolom dan diameter, dan udara untuk laju
aliran air.
Karena banyak senyawa yang dilepaskan adalah polutan udara berbahaya,
maka udara yang keluar dari alat stripping angat memerlukan kontrol emisi.
Adsorpsi dengan karbon sering digunakan dan oksidasi katalitik adalah juga
sering digunakan.
m. Pengolahan Stabilisasi/Solidifikasi
Proses stabilisasi/solidifikasi adalah suatu tahapan proses pengolahan
limbah B3 untuk mengurangi potensi racun dan kandungan limbah B3 melalui
upaya memperkecil/membatasi daya larut, pergerakan/penyebaran dan daya
racunnya (immobilisasi unsure yang bersifat racun) sebelum limbah B3 tersebut
dibuang ke tempat penimbunan akhir (landfill) Prinsip kerja stabilisasi/solidifikasi
adalah pengubahan watak fisik dan kimiawi limbah B3 dengan cara penambahan
senyawa pengikat (landfill) sehingga pergerakan senyawa-senyawa B3 dapat
dihambat atau terbatasi dan membentuk ikatan massa monolit dengan struktur
yang kekar (massive).
Bahan-bahan yang biasa digunakan untuk proses stabilisasi/solidifikasi
(bahan aditif) antara lain:
1) Bahan pencampur: gypsum, pasir, lempung, abu terbang; dan
2) Bahan perekat/pengikat: semen, kapur, tanah liat, dan lainlain.
1) Deskripsi kualitatif dan kuantitatif sifat fisika, kimia dan biologi dari:
a) Limbah B3 yang akan dibakar termasuk semua jenis bahan organic
bebrbahaya dan beracun utama (POHCs, PCBs, PCDFs, PCDDs),
Halogen, Total Hidrokarbon (THC), dan Sulfur serta konsentrasi timah
hitam dan merkuri dalam limbah B3;
b) Emisi udara termasuk POHCs, produk pembakaran tidak sempurna (PICs)
dan parameter yang tercantum pada Tabel 3;
c) Limbah cair yang dikeluarkan (effluent) dari pengoperasian insinerator
dan peralatan pencegahan pencemaran udara, termasuk semua POHCs,
PICs dan parameter-parameter sebagaimana tercantum dalam Tabel 4.
2) Menentukan kondisi Operasi,
a) Suhu di ruang bakar, sesuai dengan jenis limbah B3;
b) Waktu tinggal (residence time) gas di zona/ruang bakar minimum 2 detik;
c) Konsentrasi dari excess oxygen di exhaust peneluaran.
d) Menentukan kondisi meteorology yang spesifik (arah angin, kecepatan
angin, curah hujan, dan lain-lain) dan konsentrasi ambient dari POHCs,
PICs, dan parameter yang tercantum pada Tabel 3;
e) Menentukan efisiensi penghancuran dan penghilangan (DRE) dengan
menggunakan persamaan di bawah ini.
Rumus Penghitung DRE (Efisiensi Penghancur dan Penghilang):
W ¿ −W out
DRE = x 100%
W¿
Keterangan :
Limbah Oli
Pelumas atau oli merupakan sejenis cairan kental yang berfungsi sebaga
pelicin, pelindung, dan pembersih bagi bagian dalam mesin. Kode pengenal Oli
adalah berupa huruf SAE yang merupakan singkatan dari Society of Automotive
Engineers. Selanjutnya angka yang mengikuti dibelakangnya, menunjukkan
tingkat kekentalan oli tersebut. Oil sludge terdiri dari minyak (hydrocarbon), air,
abu, karat tangki, pasir, dan bahan kimia lainnya. Kandungan dari hydrocarbon
antara lain benzene, toluene, ethylbenzene, xylenes dan logam berat seperti timbal
(Pb).
Limbah oli atau limbah minyak pelumas residu dari oli murni atau
vaseline berada di antara C16 sampai ke C20. Di indonesia jumlah limbah
pelumas bekas pada tahun 2003 sekitar 465 juta liter pertahun. Sumber dari
limbah ini berasal dari berbagai aktivitas sarana mesin serta industri. Proses yang
dilakukan melalui tahapan absorpsi dan distilasi (untuk mengolah oli bekas
menjadi sampel bahan bakar). Oli bekas atau Minyak Pelumas Bekas selanjutnya
disebut Minyak Pelumas Bekas adalah sisa pada suatu kegiatan dan/atau proses
produksi.
a. Kemasan harus sesuai dengan karakteristik pelumas bekas dapat berupa drum
atau tangki;
b. Pola penyimpanan dibuat dengan sistem blok, sehingga dapat dilakukan
pemeriksaan menyeluruh terhadap setiap kemasan jika terjadi kerusakan dan
apabila terjadi kecelakaan dapat segera ditangani;
c. Lebar gang antar blok harus diatur sedemikian rupa, sehingga dapat digunakan
untuk lalu lintas manusia, dan kendaraan pengangkut (forklift);
d. Penumpukan kemasan harus mempertimbangkan kestabilan tumpukan
kemasan. Jika berupa drum (isi 200 liter), maka tumpukan maksimum 3 (tiga)
lapis dengan tiap lapis dialasi dengan palet dan bila tumpukan lebih dan 3
(tiga) lapis atau kemasan terbuat dan plastik, maka harus dipergunakan rak;
e. Lokasi peyimpanan harus dilengkapi dengan tanggul disekelilingnva dan
dilengkapi dengan saluran pembuangan meriuju bak penampungan yang kedap
air . Bak penampungan dibuat mampu menampung 110% dari kapasitas
volume drum atau tangki yang ada di dalam ruang penyimpanan, serta tangki
harus diatur sedemikian sehingga bila terguling tidak akan menimpa tangki
lain; mempunyai tempat bongkar muat kemasan yang memadai dengan lantai
yang kedap air.
Pengumpul minyak pelumas bekas wajib memenuhi persyaratan
Persyaratan bangunan pengumpulan Persyaratan Pengumpul minyak pelumas
bekas
a. Memiliki fasilitas untuk penanggulangan terjadinya kebakaran, dan peralatan
komunikasi;
b. Konstruksi bahan bangunan Disesuaikan dengan karakteristik pelumas bekas;
c. Lokasi tempat pengumpulan bebas banjir
Deterjen
a. Detergen adalah garam alkali alkil sulfat atau sulfoniat.
b. Molekul detergen harganya lebih murah dan sukar terdegradasi oleh bakteri
pengurai.
c. Molekul detergen tidak bereaksi dengan ion Ca2+ dan ion Mg2+.
d. Deterjen adalah campuran zat kimia dari sintetik ataupun alam yang memiliki
sifat yang dapat menarik zat pengotor dari media.
e. Deterjen digunakan sebagai sabun cuci pakaian.
1. Mengurangi atau meminimumkan penggunaan bahan baku, air, dan energi serta
menghindari pemakaian bahan baku beracun dan berbahaya serta mereduksi
terbentuknya limbah pada sumbernya, sehingga mencegah dari atau mengurangi
timbulnya masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan serta risikonya terhadap
manusia.
2. Perubahan dalam pola produksi dan konsumsi berlaku baik terhadap proses maupun
produk yang dihasilkan, sehingga harus dipahami betul analisis daur hidup produk.
3. Upaya produksi bersih tidak dapat berhasil dilaksanakan tanpa adanya perubahan
dalam pola pikir, sikap dan tingkah laku dari semua pihak terkait baik dari pihak
pemerintah, masyarakat maupun kalangan dunia (industriawan). Selain itu juga, perlu
diterapkan pola manajemen di kalangan industri maupun pemerintah yang telah
mempertimbangkan aspek lingkungan.
5. Pelaksanaan program produksi bersih ini lebih mengarah pada pengaturan sendiri dan
peraturan yang sifatnya musyawarah mufakat daripada pengaturan secara command
control. Jadi, pelaksanaan program produksi bersih ini tidak hanya mengandalkan
peraturan pemerintah saja, tetapi lebih didasarkan pada kesadaran untuk mengubah
sikap dan tingkah laku.
A. Kesimpulan
Pengelolaan limbah setelh proses produksi bertujuan untuk menghilangkan atau
menurunkan kadar bahan pencemar yang terkandung di dalamnya sehingga limbah-
limbah tersebut memenuhi syarat untuk dibuang. Dengan demikian, dalam pengolahan
limbah untuk mendapatkan hasil yang efektif dan efisien perlu dilakukan langkah-
langkah pengelolaan yang dilaksanakan secara terpadu dimulai dengan upaya
meminumalisir limbah, pengolahan limbah, hingga pembuangan limbah produksi.
B. Saran
Sebaiknya dalam penulisan makalah berikutnya lebih teliti dan lebih maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Indrasti, N.S. dan Fauzi, A.M. 2009. Produksi Bersih. Bogor : IPB Press.
Irianto, I Ketut. 2018. Sistem Teknologi Pengolahan Limbah. Bali : Warmadewa University
Press.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Produksi_bersih.