Dosen Pengampu :
Oleh:
KELOMPO 3
Dini Amsi (
2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
limpahannya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Sanitasi
dan Penanganan Limbah Pertanian yang berjudul “Pengolahan Limbah Cair dan
B3,”
Akhir kata penulis sangat menyadari bahwa isi dari makalah ini masih
sangat jauh dari yang semestinya. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan
masukan dan saran yang bersifat membangun untuk tugas-tugas selanjutnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
PEMBAHASAN
1
water) adalah kotoran dari masyarakat, rumah tangga dan juga yang berasal
dari industri, air tanah, air permukaan, serta buangan lainnya.
Metcalf & Eddy (2003), mendefinisikan limbah berdasarkan titik
sumbernya sebagai kombinasi cairan hasil buangan rumah tangga
(permukiman),instansi perusahaaan, pertokoan, dan industri dengan air tanah,
air permukaan, dan air hujan
Limbah cair merupakan sisa buangan hasil suatu proses yang sudah tidak
dipergunakan lagi, baik berupa sisa industri, rumah tangga, peternakan,
pertanian, dan sebagainya.Komponen utama limbah cair adalah air (99%)
sedangakan komponen lainnya bahan padat yang bergantung asal buangan
tersebut.(Rustama et. al, 1998).
2. Jenis-jenis LImbah Cair
a. Limbah cair yang bersumber dari rumah tangga yaitu limbah cair
yang berasal dari pemukiman dan aktivitas penduduk. Pada
umumnya terdiri-dari bahan organik.
b. Limbah cair yang bersumber dari industri yaitu limbah cair yang
berasal dari berbagai jenis industri. Pada umumnya mengandung
zat-zat kimia yang bervariasi sesuai dengan jenis industrinya.
c. Limbah cair kotapraja yaitu limbah cair yang berasal dari daerah
perkantoran, perdagangan, hotel, restoran, tempat-tempat umum,
tempat ibadah dan lain-lain. Pada umumnya jenis limbah cair ini
sama dengan limbah cair yang berasal dari rumah tangga.
a. Padatan
Pada limbah cair terdapat padatan organik dan non-organik yang
mengendap dan tersuspensi sehingga bisa mengendap dan menyebabkan
pendangkalan.
b. Kekeruhan
Kekeruhan menunjukkan sifat optis di dalam air karena terganggunya
cahaya matahari saat masuk ke dalam air akibat adanya koloid dan
suspensi.
c. Bau
Bau dikarenakan karena adanya mikroorganisme yang menguraikan bahan
organik.
d. Suhu
Limbah cair memiliki suhu yang berbeda dibandingkan dengan air biasa,
biasanya suhunya lebih tinggi karena adanya proses pembusukan.
a. pH (tingkat keasaman)
Menunjukkan tingkat keasaman dari air limbah. Kadar pH yang baik
adalah dimana pH masih memungkinkan keberlangsungan kehidupan
biologis di dalam air berjalan dengan baik. Keasaman limbah cair
dipengaruhi oleh adanya bahan buangan yang bersifat asam atau basa.
Agar limbah tidak berbahaya, maka limbah diupayakan untuk memilikipH
netral.
b. BOD
Biochemical Oxygen Demand (BOD) merupakan jumlah oksigen terlarut
yang diperlukan oleh mikroogranisme untuk dapat menguraikan atau
mendekomposisikan bahan organik dalam kondisi aerobik.
c. COD
Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan jumlah oksigen yang
dibutuhkan dalam proses penguraian bahan organik yang terkandung
dalam air.
d. DO
Dissolved Oxygen (DO) atau oksigen terlarut merupakan jumlah oksigen
yang terkandung dalam air limbah (dalam bentuk molekul oksigen dan
bukan dalam bentuk molekul hidrogen oksida) biasanya dinyatakan dalam
mg/L (ppm).
e. TSS
Total padatan yang tersuspensi dalam air berupa bahan-bahan organik dan
anorganik yang disaring dengan kertas milliopore berpori-pori 0,45
mikromil.
f. TDS
Suatu ukuran zat terlarut yang terdapat pada sebuah larutan yang dapat
berupa zat organik maupun zat anorganik.
g. Minyak dan Lemak
Bahan yang dapat terekstrak oleh n-heksana meliputi hidrokarbon, asam
lemak (minyak nabati, minyak hewani).
h. Amoniak
Senyawa yang terbentuk dari proses oksidasi bahan organik yang
mengandung nitrogen dalam air limbah dengan bantuan bakteri.
i. Suhu
Suhu pada air menentukan seberapa besar kehadiran biota air
dan aktivitasnya.
Apabila BOD air buangan tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob
masih dapat dianggap lebih ekonomis dari anaerob. Pada BOD lebih tinggi
dari 4000 mg/l, proses anaerob menjadi lebih ekonomis.
C. Pengolahan Limbah B3
1. Pengertian Limbah B3
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun
2014 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun pasal 1
ayat 1 bahwa Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat B3
adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi,
dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk
hidup lain.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1995 Limbah B3
didefinisikan sebagai setiap limbah yang mengandung bahan berbahaya
dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun secara tidak langsung dapat merusak
dan/atau mencemarkan lingkungan hidup dan/atau dapat membahayakan
manusia.
Limbah B3 yang dibuang langsung ke dalam lingkungan hidup dapat
menimbulkan bahaya terhadap lingkungan hidup dan kesehatan manusia serta
makhluk hidup lainnya. Mengingat risiko tersebut, perlu diupayakan agar
setiap usaha dan/atau kegiatan menghasilkan Limbah B3 seminimal mungkin
dan mencegah masuknya Limbah B3 dari luar wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Pengelolaan Limbah B3 dimaksudkan agar Limbah B3
yang dihasilkan masing-masing unit produksi sesedikit mungkin dan bahkan
diusahakan sampai nol, dengan mengupayakan reduksi pada sumber dengan
pengolahan bahan, substitusi bahan, pengaturan operasi kegiatan, dan
digunakannya teknologi bersih.
2. Pengaturan Hukum Tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya Dan
Beracun (B3) Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
Pengelolaan B3 semula diatur dalam Gevaarlijke Stoffen Ordonnantie
(GSO), Stb. 1949 No.377 dan beberapa peraturan khusus, seperti PP No.7
Tahun 1972 tentang Pengawasan Atas Peredaran, penyimpanan dan
Penggunaan Pestisida. Dan yang terbaru diatur dalam PP No.101 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun mengantikan PP
No.18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun.
Pengelolaan B3 maupun Limbah B3 telah diatur UU 32/2009 tentang
PPLH. Pasal 58 UUPPLH-2009 menentukan bahwa setiap orang yang
memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indenesia,
menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan,
membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3 wajib melakukan pengelolaan
B3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan B3 diatur dalam peraturan
pemerintah. Dari ketentuan tersebut jelas bahwa setiap aktivitas yang terkait
dalam B3 wajib melakukan pengelolaan B3. Kewajiban tersebut merupakan
upaya untuk mengurangi terjadinya kemungkinan risiko terhadap lingkungan
hidup baik berupa pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup,
mengingat B3 mempunyai potensi yang cukup besar untuk menimbulkan
dampak negatif.8 Oleh karena itu menurut pendapat penulis, pengelolaan
limbah B3 yang ada saat ini perlu dilakukan dalam bentuk pengelolaan yang
terpadu karena dapat menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia,
mahluk hidup lainnya dan lingkungan hidup apabila tidak dilakukan
pengelolaan dengan benar.
Pengaturan mengenai pengelolaan limbah B3 diatur dalam Pasal 59
UUPPLH-2009. Pengelolaan limbah B3 merupakan rangkaian kegiatan yang
mencakup pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan,
pemanfaatan dan/atau pengolahan termasuk penimbunan limbah B3. Beberapa
ketentuan penting dari pasal ini bahwa setiap orang yang menghasilkan limbah
B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya. Dalam hal
setiap orang tidak mampu melakukan sendiri pengelolaan limbah B3,
pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain. Pengelolaan limbah B3 wajib
mendapat izin dari menteri, gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya. Menteri, gubernur, atau bupati/walikota mencantumkan
persyaratan lingkungan hidup yang harus dipenuhi dan kewajiban yang harus
dipatuhi pengelola limbah B3 dalam izin.
Selanjutnya, pada bagian mengenai Pengelolaan B3 diatur dalam
UUPPLH-2009, Pasal 58 dinyatakan sebagai berikut :
a. Setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan,
menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun
B3 wajib melakukan pengelolaan B3.
b. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan B3 sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
3. Pengolahan limbah B3
Jenis-Jenis Proses Pengolahan Limbah secara Fisik dan Kimia:
a. Proses pengolahan secara kimia :
1) Reduksi-Oksidasi
2) Elektrolisasi
3) Netralisasi
4) Presipitasi / Pengendapan
5) Solidifikasi / Stabilisasi
6) Absorpsi
7) Penukaran ion, dan
8) Pirolisa
b. Proses pengolahan limbah secara fisik :
1) Pembersihan gas : Elektrostatik presipitator, Penyaringan partikel, Wet
scrubbing, dan Adsorpsi dengan karnbon aktif
2) Pemisahan cairan dengan padatan : Sentrifugasi, Klarifikasi,
Koagulasi, Filtrasi,
3) Flokulasi, Floatasi, Sedimentasi, dan Thickening
4) Penyisihan komponen-komponen yang spesifik : Adsorpsi,
Kristalisasi, Dialisa,
5) Electrodialisa, e, Leaching, Reverse osmosis, Solvent extraction, dan
Stripping.
4. Teknologi pengolahan limbah B3
Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode
yang paling populer di antaranya ialah chemical conditioning,
solidification/Stabilization, dan incineration.
a. Chemical Conditioning
Salah satu teknologi pengolahan limbah B3 ialah chemical conditioning.
Tujuan utama dari chemical conditioning ialah:
1) Menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam
lumpur
2) Mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam lumpur
3) Mendestruksi organisme pathogen
4) Memanfaatkan hasil samping proses chemical conditioningyang masih
memiliki nilai ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan pada
proses digestion
5) Mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam
keadaan aman dan dapat diterima lingkungan.
b. Solidification/Stabilization
Di samping chemical conditiong, teknologi solidification/stabilization
juga dapat diterapkan untuk mengolah limbah B3. Secara umum stabilisasi
dapat didefinisikan sebagai proses pencapuran limbah dengan bahan
tambahan (aditif) dengan tujuan menurunkan laju migrasi bahan pencemar
dari limbah serta untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut. Sedangkan
solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya
dengan penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait
sehingga sering dianggap mempunyai arti yang sama
c. Incineration
Teknologi pembakaran (incineration) adalah alternatif yang menarik
dalam teknologi pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan
massa limbah hingga sekitar 90% (volume) dan 75% (berat). Teknologi ini
sebenarnya bukan solusi final dari sistem pengolahan limbah padat karena
pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari bentuk padat yang kasat
mata ke bentuk gas yang tidak kasat mata. Proses insinerasi menghasilkan
energi dalam bentuk panas. Namun, insinerasi memiliki beberapa
kelebihan di mana sebagian besar dari komponen limbah B3 dapat
dihancurkan dan limbah berkurang dengan cepat. Selain itu, insinerasi
memerlukan lahan yang relatif kecil.
Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi
(heating value) limbah. Selain menentukan kemampuan dalam
mempertahankan berlangsungnya proses pembakaran, heating value juga
menentukan banyaknya energi yang dapat diperoleh dari sistem insinerasi.
Jenis insinerator yang paling umum diterapkan untuk membakar limbah
padat B3 ialah rotary kiln, multiple hearth, fluidized bed, open pit, single
chamber, multiple chamber, aqueous waste injection, dan starved air unit.
Dari semua jenis insinerator tersebut, rotary kiln mempunyai kelebihan
karena alat tersebut dapat mengolah limbah padat, cair, dan gas secara
simultan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi
baik industri maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat
bermukim, disanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan.
Limbah yang dihasilkan oleh kegiatan manusia di alam bermacam-
macam sepert limbah padat, cair, B3 dan juga limbah rumah sakit. Untuk
mencegah terjadinya pencemaran lingkungan setiap limbah masing-
masing mempunyai cara pengolahan yang berbeda tergantung dari jenis
limbah tersebut
B. Saran
Saran dari penulis, masyarakat harus dapat memilah dan memilih
mana limbah yang masih dapat digunakan kembali agar dapat berdaya
guna dan memiliki nilai ekonomis. Yang paling utama adalah lingkungan
tetap terjaga kebersihannya dan derajat kesehatan masyarakat dapat
tercapai setinggi mungkin.
Masyarakat disarankan untuk terus mencari tahu berbagai cara
pengolahan dari setiap jenis limbah agar dapa mngurangi residu
pencemaran yang kiat hari semakin meningkat
1
DAFTAR PUSTAKA
Djoko S (2001). Pengelolaan limbah rumah sakit. Sipil Soepra : jurnal sipil 3(8):
91-9