Anda di halaman 1dari 22

SISTEM PENGELOLAAN

LIMBAH CAIR DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN


(B3)

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Analisis Kebijakan Lingkungan

Dosen Pengampu :

Ns. Febry Handiniy,M.KM

Oleh:

KELOMPO 3

Atila Aulia (20132010

Dini Amsi (

Novia Ramadanis (201302045)

Sintya Dwi Nor Latifah (2013201061)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYRAKAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
limpahannya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Sanitasi
dan Penanganan Limbah Pertanian yang berjudul “Pengolahan Limbah Cair dan
B3,”

Penulis mendapatkan referensi dari beberapa literatur, dan juga dari UU


yang berkaitan dengan materi tersebut. Penulisan makalah ini tentunya tidak lepas
dari kesulitan-kesulitan mendasar, tetapi apapun itu adalah proses pembelajaran
untuk hasil yang lebih baik. Kesulitan yang dihadapi bukan menjadi penghalang
tetapi menjadi motivasi untuk terus melakukan perbaikan.

Akhir kata penulis sangat menyadari bahwa isi dari makalah ini masih
sangat jauh dari yang semestinya. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan
masukan dan saran yang bersifat membangun untuk tugas-tugas selanjutnya.

Padang, 06 Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................ii


DAFTAR ISI .....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................2
B. Rumusan Masalah ..................................................................................3
C. Tujuan ....................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Limbah Secara Umum .........................................................4
B. Pengolahan Limbah Cair ........................................................................4
C. Pengolahan Limbah B3 ..........................................................................12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................18
B. Saran .......................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Keadaan lingkungan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat.


Banyak aspek kesehatan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak
penyakit dapat dimulai, didukung, ditopang atau dirangsang oleh faktor-faktor
lingkungan. Bagi pengusaha yang belum sadar terhadap akibat buangan
mencemarkan lingkungan, tidak memiliki program pengendalian dan pencegahan
pencemarann yang mengakibatkan bahan buangan yang keluar dari pabrik
langsung dibuang ke alam bebas.

Limbah membutuhkan pengolahan bila ternyata mengandung senyawa


pencemaran yang berakibat menciptakan kerusakan terhadap lingkungan atau
paling tidak potensial menciptakan pencemaran. Suatu perkiraan harus dibuat
lebih dahulu dengan jalan mengidentifikasi: sumber pencemaran, kegunaan jenis
bahan, sistem pengolahan, banyaknya buangan dan jenisnya, kegunaan bahan
beracun dan berbahaya yang terdapat dalam pabrik.

Dengan adanya perkiraan tersebut maka program pengendalian dan


penanggulangan pencemaran perlu dibuat. Sebab limbah tersebut baik dalam
jumlah besar atau sedikit dalam jangka panjang atau jangka pendek akan membuat
perubahan terhadap lingkungan, maka diperlukan pengolahan agar limbah yang
dihasilkan tidak sampai mengganggu struktur lingkungan. Pengolohan limbah
bertujuan untuk mengambil barang-barang berbahaya di dalamnya dan atau
mengurangi/menghilangkan senyawa-senyawa kimia atau nonkimia yang
berbahaya dan beracun.

1
B. Rumusan masalah

Bagaimana cara pengolahan limbah cair dan limbah B3?

C. Tujuan

Untuk mengetahui cara pengolahan limbah cair dan B3?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Limbah Secara Umum

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) No. 32 Tahun 2009


tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), definisi
limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. Definisi secara umum, limbah
adalah bahan sisa atau buangan yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses
produksi, baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan, dan sebagainya.
Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas dan debu, cair atau padat. Di antara
berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat beracun atau berbahaya dan dikenal
sebagai Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3). Mahida (1993) dan
Bennet (1997) menyatakan bahwa limbah adalah buangan cair dari suatu
lingkungan masyarakat baik domestik, perdagangan maupun industri yang
mengandung bahan organik dan non organik. Bahan organik yang terkandung
dalam limbah umumnya terdiri dari bahan nitrogen, lemak, karbohidrat dan sabun.
Limbah cair itu sendiri merupakan gabungan atau campuran dari air dan bahan-
bahan pencemar yang terbawa oleh air, baik dalam keadaan terlarut maupun
tersuspensi yang terbuang dari sumber pertanian, sumber industri, sumber
domestik (perumahan, perdagangan dan perkantoran),dan pada saat tertentu
tercampur dengan air tanah, air permukaan ataupun air hujan (Zain, 2005).

B. Pengolahan Limbah Cair

1. Pengertian Limbah Cair


Sesuai Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 58 Tahun 1995
pasal 1 ayat 1, Limbah cair adalah semua bahan buangan yang berbentuk cair
yang kemungkinan mengandung mikroorganisme pathogen, bahan kimia
beracun, dan radioaktivitas.
Limbah cair adalah sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang
berwujud cair yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan
kualitas lingkungan. Sedangkan menurut Sugiharto (1987) air limbah (waste

1
water) adalah kotoran dari masyarakat, rumah tangga dan juga yang berasal
dari industri, air tanah, air permukaan, serta buangan lainnya.
Metcalf & Eddy (2003), mendefinisikan limbah berdasarkan titik
sumbernya sebagai kombinasi cairan hasil buangan rumah tangga
(permukiman),instansi perusahaaan, pertokoan, dan industri dengan air tanah,
air permukaan, dan air hujan
Limbah cair merupakan sisa buangan hasil suatu proses yang sudah tidak
dipergunakan lagi, baik berupa sisa industri, rumah tangga, peternakan,
pertanian, dan sebagainya.Komponen utama limbah cair adalah air (99%)
sedangakan komponen lainnya bahan padat yang bergantung asal buangan
tersebut.(Rustama et. al, 1998).
2. Jenis-jenis LImbah Cair

a. Limbah cair yang bersumber dari rumah tangga yaitu limbah cair
yang berasal dari pemukiman dan aktivitas penduduk. Pada
umumnya terdiri-dari bahan organik.
b. Limbah cair yang bersumber dari industri yaitu limbah cair yang
berasal dari berbagai jenis industri. Pada umumnya mengandung
zat-zat kimia yang bervariasi sesuai dengan jenis industrinya.
c. Limbah cair kotapraja yaitu limbah cair yang berasal dari daerah
perkantoran, perdagangan, hotel, restoran, tempat-tempat umum,
tempat ibadah dan lain-lain. Pada umumnya jenis limbah cair ini
sama dengan limbah cair yang berasal dari rumah tangga.

3. Parameter Fisika dan Kimia Limbah Cair

Pengolahan air limbah diperlukan untuk mencegah polutan yang


terkandung dalam air limbah dapat mengganggu keberlangsungan rantai
makanan sehingga berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat. Dalam
melakukan pengolahan limbah industri terutama limbah cair lebih baik
dilakukan analisa terhadap jenis dan karakteristik limbah terlebih dahulu agar
bisa dilakukan penanganan dengan efektif dan efisien.
Berdasarkan karakter fisiknya, limbah cair memiliki beberapa parameter atau
indikator, yaitu:

a. Padatan
Pada limbah cair terdapat padatan organik dan non-organik yang
mengendap dan tersuspensi sehingga bisa mengendap dan menyebabkan
pendangkalan.
b. Kekeruhan
Kekeruhan menunjukkan sifat optis di dalam air karena terganggunya
cahaya matahari saat masuk ke dalam air akibat adanya koloid dan
suspensi.
c. Bau
Bau dikarenakan karena adanya mikroorganisme yang menguraikan bahan
organik.
d. Suhu
Limbah cair memiliki suhu yang berbeda dibandingkan dengan air biasa,
biasanya suhunya lebih tinggi karena adanya proses pembusukan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 68 tahun 2016


tentang Baku Mutu Limbah Domestik, terdapat beberapa parameter fisika dan
kimia dalam air limbah yaitu:

a. pH (tingkat keasaman)
Menunjukkan tingkat keasaman dari air limbah. Kadar pH yang baik
adalah dimana pH masih memungkinkan keberlangsungan kehidupan
biologis di dalam air berjalan dengan baik. Keasaman limbah cair
dipengaruhi oleh adanya bahan buangan yang bersifat asam atau basa.
Agar limbah tidak berbahaya, maka limbah diupayakan untuk memilikipH
netral.
b. BOD
Biochemical Oxygen Demand (BOD) merupakan jumlah oksigen terlarut
yang diperlukan oleh mikroogranisme untuk dapat menguraikan atau
mendekomposisikan bahan organik dalam kondisi aerobik.

c. COD
Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan jumlah oksigen yang
dibutuhkan dalam proses penguraian bahan organik yang terkandung
dalam air.
d. DO
Dissolved Oxygen (DO) atau oksigen terlarut merupakan jumlah oksigen
yang terkandung dalam air limbah (dalam bentuk molekul oksigen dan
bukan dalam bentuk molekul hidrogen oksida) biasanya dinyatakan dalam
mg/L (ppm).
e. TSS
Total padatan yang tersuspensi dalam air berupa bahan-bahan organik dan
anorganik yang disaring dengan kertas milliopore berpori-pori 0,45
mikromil.
f. TDS
Suatu ukuran zat terlarut yang terdapat pada sebuah larutan yang dapat
berupa zat organik maupun zat anorganik.
g. Minyak dan Lemak
Bahan yang dapat terekstrak oleh n-heksana meliputi hidrokarbon, asam
lemak (minyak nabati, minyak hewani).
h. Amoniak
Senyawa yang terbentuk dari proses oksidasi bahan organik yang
mengandung nitrogen dalam air limbah dengan bantuan bakteri.
i. Suhu
Suhu pada air menentukan seberapa besar kehadiran biota air
dan aktivitasnya.

4. Pengolahan Limbah Cair


Bagi industri-industri besar, seperti industri pulp dan kertas, teknologi
pengolahan limbah cair yang dihasilkannya mungkin sudah memadai, namun
tidak demikian bagi industri kecil atau sedang. Namun demikian, mengingat
penting dan besarnya dampak yang ditimbulkan limbah cair bagi lingkungan,
penting bagi sektor industri kehutanan untuk memahami dasar-dasar teknologi
pengolahan limbah cair.
Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara
kelestarian lingkungan. Apapun macam teknologi pengolahan air limbah
domestik maupun industri yang dibangun harus dapat dioperasikan dan
dipelihara oleh masyarakat setempat. Jadi teknologi pengolahan yang dipilih
harus sesuai dengan kemampuan teknologi masyarakat yang bersangkutan.
Berbagai teknik pengolahan air buangan untuk menyisihkan bahan polutannya
telah dicoba dan dikembangkan selama ini.
Teknik-teknik pengolahan limbah cair telah dikembangkan secara umu
yaitu:
a. Pengolahan Primer (Primary Treatment)
Tahap pengolahan primer limbah cair sebagian besar adalah berupa proses
pengolahan secara fisika:
1) Penyaringa (Screening)
Pertama, limbah yang mengalir melalui saluran pembuangan disaring
menggunakan jeruji saring. Metode ini disebut penyaringan. Metode
penyaringan merupakan cara yang efisien dan murah untuk
menyisihkan bahan-bahan padat berukuran besar dari air limbah.
2) Pengolahan Awal (Pretreatment)
Kedua, limbah yang telah disaring kemudian disalurkan kesuatu tangki
atau bak yang berfungsi untuk memisahkan pasir dan partikel padat
teruspensi lain yang berukuran relatif besar. Tangki ini dalam bahasa
inggris disebut grit chamber dan cara kerjanya adalah dengan
memperlambat aliran limbah sehingga partikel – partikel pasir jatuh ke
dasar tangki sementara air limbah terus dialirkan untuk proses
selanjutnya.
3) Pengendapan
Setelah melalui tahap pengolahan awal, limbah cair akan dialirkan ke
tangki atau bak pengendapan. Metode pengendapan adalah metode
pengolahan utama dan yang paling banyak digunakan pada proses
pengolahan primer limbah cair. Di tangki pengendapan, limbah cair
didiamkan agar partikel – partikel padat yang tersuspensi dalam air
limbah dapat mengendap ke dasar tangki. Enadapn partikel tersebut
akan membentuk lumpur yang kemudian akan dipisahkan dari air
limbah ke saluran lain untuk diolah lebih lanjut. Selain metode
pengendapan, dikenal juga metode pengapungan (Floation).
4) Pengapungan (Floation)
Metode ini efektif digunakan untuk menyingkirkan polutan berupa
minyak atau lemak. Proses pengapungan dilakukan dengan
menggunakan alat yang dapat menghasilkan gelembung- gelembung
udara berukuran kecil (± 30 – 120 mikron). Gelembung udara tersebut
akan membawa partikel –partikel minyak dan lemak ke permukaan air
limbah sehingga kemudian dapat disingkirkan.
Bila limbah cair hanya mengandung polutan yang telah dapat
disingkirkan melalui proses pengolahan primer, maka limbah cair yang telah
mengalami proses pengolahan primer tersebut dapat langsung dibuang
kelingkungan (perairan). Namun, bila limbah tersebut juga mengandung
polutan yang lain yang sulit dihilangkan melalui proses tersebut, misalnya
agen penyebab penyakit atau senyawa organik dan anorganik terlarut, maka
limbah tersebut perlu disalurkan ke proses pengolahan selanjutnya.
b. Pengolahan Sekunder (Secondary Treatment)
Tahap pengolahan sekunder merupakan proses pengolahan secara
biologis, yaitu dengan melibatkan mikroorganisme yang dapat mengurai/
mendegradasi bahan organik. Mikroorganisme yang digunakan umumnya
adalah bakteri aerob.
Terdapat tiga metode pengolahan secara biologis yang umum
digunakan yaitu metode penyaringan dengan tetesan (trickling filter),
metode lumpur aktif (activated sludge), dan metode kolam perlakuan
(treatment ponds / lagoons) .
1) Metode Trickling Filter
Pada metode ini, bakteri aerob yang digunakan untuk mendegradasi
bahan organik melekat dan tumbuh pada suatu lapisan media kasar,
biasanya berupa serpihan batu atau plastik, dengan dengan ketebalan ±
1 – 3 m. limbah cair kemudian disemprotkan ke permukaan media dan
dibiarkan merembes melewati media tersebut. Selama proses
perembesan, bahan organik yang terkandung dalam limbah akan
didegradasi oleh bakteri aerob. Setelah merembes sampai ke dasar
lapisan media, limbah akan menetes ke suatu wadah penampung dan
kemudian disalurkan ke tangki pengendapan.
Dalam tangki pengendapan, limbah kembali mengalami proses
pengendapan untuk memisahkan partikel padat tersuspensi dan
mikroorganisme dari air limbah. Endapan yang terbentuk akan
mengalami proses pengolahan limbah lebih lanjut, sedangkan air
limbah akan dibuang ke lingkungan atau disalurkan ke proses
pengolahan selanjutnya jika masih diperlukan
2) Metode Activated Sludge
Pada metode activated sludge atau lumpur aktif, limbah cair disalurkan
ke sebuah tangki dan didalamnya limbah dicampur dengan lumpur
yang kaya akan bakteri aerob. Proses degradasi berlangsung didalam
tangki tersebut selama beberapa jam, dibantu dengan pemberian
gelembung udara aerasi (pemberian oksigen). Aerasi dapat
mempercepat kerja bakteri dalam mendegradasi limbah. Selanjutnya,
limbah disalurkan ke tangki pengendapan untuk mengalami proses
pengendapan, sementara lumpur yang mengandung bakteri disalurkan
kembali ke tangki aerasi. Seperti pada metode trickling filter, limbah
yang telah melalui proses ini dapat dibuang ke lingkungan atau
diproses lebih lanjut jika masih dperlukan.
3) Metode Treatment ponds/ Lagoon
Metode treatment ponds/lagoons atau kolam perlakuan merupakan
metode yang murah namun prosesnya berlangsung relatif lambat. Pada
metode ini, limbah cair ditempatkan dalam kolam-kolam terbuka.
Algae yang tumbuh dipermukaan kolam akan berfotosintesis
menghasilkan oksigen. Oksigen tersebut kemudian digunakan oleh
bakteri aero untuk proses penguraian/degradasi bahan organik dalam
limbah. Pada metode ini, terkadang kolam juga diaerasi. Selama proses
degradasi di kolam, limbah juga akan mengalami proses pengendapan.
Setelah limbah terdegradasi dan terbentuk endapan didasar kolam, air
limbah dapat disalurka untuk dibuang ke lingkungan atau diolah lebih
lanjut.
Ditinjau dari segi lingkungan dimana berlangsung proses
penguraian secara biologi, proses ini dapat dibedakan menjadi dua jenis:
1) Proses aerob, yang berlangsung dengan hadirnya oksigen;
2) Proses anaerob, yang berlangsung tanpa adanya oksigen.

Apabila BOD air buangan tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob
masih dapat dianggap lebih ekonomis dari anaerob. Pada BOD lebih tinggi
dari 4000 mg/l, proses anaerob menjadi lebih ekonomis.

c. Pengolahan Tersier (Tertiary Treatment)


Pengolahan tersier dilakukan jika setelah pengolahan primer dan
sekunder masih terdapat zat tertentu dalam limbah cair yang dapat
berbahaya bagi lingkungan atau masyarakat. Pengolahan tersier bersifat
khusus, artinya pengolahan ini disesuaikan dengan kandungan zat yang
tersisa dalam limbah cair / air limbah. Umunya zat yang tidak dapat
dihilangkan sepenuhnya melalui proses pengolahan primer maupun
sekunder adalah zat-zat anorganik terlarut, seperti nitrat, fosfat, dan
garam- garaman.
Pengolahan tersier sering disebut juga pengolahan lanjutan
(advanced treatment). Pengolahan ini meliputi berbagai rangkaian proses
kimia dan fisika. Contoh metode pengolahan tersier yang dapat digunakan
adalah metode saringan pasir, saringan multimedia, precoal filter,
microstaining, vacum filter, penyerapan dengan karbon aktif, pengurangan
besi dan mangan, dan osmosis bolak-balik.
Metode pengolahan tersier jarang diaplikasikan pada fasilitas
pengolahan limbah. Hal ini disebabkan biaya yang diperlukan untuk
melakukan proses pengolahan tersier cenderung tinggi sehingga tidak
ekonomis.
d. Desinfeksi (Desinfection)
Desinfeksi atau pembunuhan kuman bertujuan untuk membunuh
atau mengurangi mikroorganisme patogen yang ada dalam limbah cair.
Meknisme desinfeksi dapat secara kimia, yaitu dengan menambahkan
senyawa/zat tertentu, atau dengan perlakuan fisik. Dalam menentukan
senyawa untuk membunuh mikroorganisme, terdapat beberapa hal yang
perlu diperhatikan, yaitu :
1) Daya racun zat
2) Waktu kontak yang diperlukan
3) Efektivitas zat
4) Kadar dosis yang digunakan
5) Tidak boleh bersifat toksik terhadap manusia dan hewan
6) Tahan terhadap air
7) Biayanya murah
Contoh mekanisme desinfeksi pada limbah cair adalah penambahan
klorin (klorinasi), penyinaran dengan ultraviolet(UV), atau dengan ozon
(Oз).
Proses desinfeksi pada limbah cair biasanya dilakukan setelah proses
pengolahan limbah selesai, yaitu setelah pengolahan primer, sekunder atau
tersier, sebelum limbah dibuang ke lingkungan
e. Pengolahan Lumpur (Slude Treatment)
Setiap tahap pengolahan limbah cair, baik primer, sekunder,
maupun tersier, akan menghasilkan endapan polutan berupa lumpur.
Lumpur tersebut tidak dapat dibuang secara langsung, melainkan pelu
diolah lebih lanjut. Endapan lumpur hasil pengolahan limbah biasanya
akan diolah dengan cara diurai/dicerna secara aerob (anaerob digestion),
kemudian disalurkan ke beberapa alternatif, yaitu dibuang ke laut atau ke
lahan pembuangan (landfill), dijadikan pupuk kompos, atau dibakar
(incinerated).

C. Pengolahan Limbah B3

1. Pengertian Limbah B3
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun
2014 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun pasal 1
ayat 1 bahwa Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat B3
adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi,
dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk
hidup lain.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1995 Limbah B3
didefinisikan sebagai setiap limbah yang mengandung bahan berbahaya
dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun secara tidak langsung dapat merusak
dan/atau mencemarkan lingkungan hidup dan/atau dapat membahayakan
manusia.
Limbah B3 yang dibuang langsung ke dalam lingkungan hidup dapat
menimbulkan bahaya terhadap lingkungan hidup dan kesehatan manusia serta
makhluk hidup lainnya. Mengingat risiko tersebut, perlu diupayakan agar
setiap usaha dan/atau kegiatan menghasilkan Limbah B3 seminimal mungkin
dan mencegah masuknya Limbah B3 dari luar wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Pengelolaan Limbah B3 dimaksudkan agar Limbah B3
yang dihasilkan masing-masing unit produksi sesedikit mungkin dan bahkan
diusahakan sampai nol, dengan mengupayakan reduksi pada sumber dengan
pengolahan bahan, substitusi bahan, pengaturan operasi kegiatan, dan
digunakannya teknologi bersih.
2. Pengaturan Hukum Tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya Dan
Beracun (B3) Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
Pengelolaan B3 semula diatur dalam Gevaarlijke Stoffen Ordonnantie
(GSO), Stb. 1949 No.377 dan beberapa peraturan khusus, seperti PP No.7
Tahun 1972 tentang Pengawasan Atas Peredaran, penyimpanan dan
Penggunaan Pestisida. Dan yang terbaru diatur dalam PP No.101 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun mengantikan PP
No.18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun.
Pengelolaan B3 maupun Limbah B3 telah diatur UU 32/2009 tentang
PPLH. Pasal 58 UUPPLH-2009 menentukan bahwa setiap orang yang
memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indenesia,
menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan,
membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3 wajib melakukan pengelolaan
B3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan B3 diatur dalam peraturan
pemerintah. Dari ketentuan tersebut jelas bahwa setiap aktivitas yang terkait
dalam B3 wajib melakukan pengelolaan B3. Kewajiban tersebut merupakan
upaya untuk mengurangi terjadinya kemungkinan risiko terhadap lingkungan
hidup baik berupa pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup,
mengingat B3 mempunyai potensi yang cukup besar untuk menimbulkan
dampak negatif.8 Oleh karena itu menurut pendapat penulis, pengelolaan
limbah B3 yang ada saat ini perlu dilakukan dalam bentuk pengelolaan yang
terpadu karena dapat menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia,
mahluk hidup lainnya dan lingkungan hidup apabila tidak dilakukan
pengelolaan dengan benar.
Pengaturan mengenai pengelolaan limbah B3 diatur dalam Pasal 59
UUPPLH-2009. Pengelolaan limbah B3 merupakan rangkaian kegiatan yang
mencakup pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan,
pemanfaatan dan/atau pengolahan termasuk penimbunan limbah B3. Beberapa
ketentuan penting dari pasal ini bahwa setiap orang yang menghasilkan limbah
B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya. Dalam hal
setiap orang tidak mampu melakukan sendiri pengelolaan limbah B3,
pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain. Pengelolaan limbah B3 wajib
mendapat izin dari menteri, gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya. Menteri, gubernur, atau bupati/walikota mencantumkan
persyaratan lingkungan hidup yang harus dipenuhi dan kewajiban yang harus
dipatuhi pengelola limbah B3 dalam izin.
Selanjutnya, pada bagian mengenai Pengelolaan B3 diatur dalam
UUPPLH-2009, Pasal 58 dinyatakan sebagai berikut :
a. Setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan,
menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun
B3 wajib melakukan pengelolaan B3.
b. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan B3 sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Untuk pengelolaannya, ditentukan dalam bagian kedua tentang


Pengelolaan limbah B3. Dinyatakan pada Pasal 59 UUPPLH-2009, sebagai
berikut :

a. Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan


limbah B3 yang dihasilkannya.
b. Dalam hal B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) telah
kedaluwarsa, pengelolaannya mengikuti ketentuan pengelolaan limbah B3.
c. Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukan sendiri pengelolaan
limbah B3, pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain.
d. Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
e. Menteri, gubernur, atau bupati/walikota wajib mencantumkan persyaratan
lingkungan hidup yang harus dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi
pengelola limbah B3 dalam izin.
f. Keputusan pemberian izin wajib diumumkan.
g. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan limbah B3 diatur dalam
Peraturan Pemerintah.

Secara khusus, pengelolaan limbah B3 telah diatur lebih lanjut dalam


berbagai peraturan perundangan yang sangat lengkap, khususnya pada level
peraturan menteri (dalam hal ini menteri KLH) dan lebih teknis keputusan
instansi terkait, dalam hal ini BAPEDAL. Sebagaimana dinyatakan
permasalahannya adalah bagaimana melaksanakan peraturan perundangan
yang sudah lengkap tersebut.

3. Pengolahan limbah B3
Jenis-Jenis Proses Pengolahan Limbah secara Fisik dan Kimia:
a. Proses pengolahan secara kimia :
1) Reduksi-Oksidasi
2) Elektrolisasi
3) Netralisasi
4) Presipitasi / Pengendapan
5) Solidifikasi / Stabilisasi
6) Absorpsi
7) Penukaran ion, dan
8) Pirolisa
b. Proses pengolahan limbah secara fisik :
1) Pembersihan gas : Elektrostatik presipitator, Penyaringan partikel, Wet
scrubbing, dan Adsorpsi dengan karnbon aktif
2) Pemisahan cairan dengan padatan : Sentrifugasi, Klarifikasi,
Koagulasi, Filtrasi,
3) Flokulasi, Floatasi, Sedimentasi, dan Thickening
4) Penyisihan komponen-komponen yang spesifik : Adsorpsi,
Kristalisasi, Dialisa,
5) Electrodialisa, e, Leaching, Reverse osmosis, Solvent extraction, dan
Stripping.
4. Teknologi pengolahan limbah B3
Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode
yang paling populer di antaranya ialah chemical conditioning,
solidification/Stabilization, dan incineration.
a. Chemical Conditioning
Salah satu teknologi pengolahan limbah B3 ialah chemical conditioning.
Tujuan utama dari chemical conditioning ialah:
1) Menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam
lumpur
2) Mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam lumpur
3) Mendestruksi organisme pathogen
4) Memanfaatkan hasil samping proses chemical conditioningyang masih
memiliki nilai ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan pada
proses digestion
5) Mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam
keadaan aman dan dapat diterima lingkungan.
b. Solidification/Stabilization
Di samping chemical conditiong, teknologi solidification/stabilization
juga dapat diterapkan untuk mengolah limbah B3. Secara umum stabilisasi
dapat didefinisikan sebagai proses pencapuran limbah dengan bahan
tambahan (aditif) dengan tujuan menurunkan laju migrasi bahan pencemar
dari limbah serta untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut. Sedangkan
solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya
dengan penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait
sehingga sering dianggap mempunyai arti yang sama
c. Incineration
Teknologi pembakaran (incineration) adalah alternatif yang menarik
dalam teknologi pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan
massa limbah hingga sekitar 90% (volume) dan 75% (berat). Teknologi ini
sebenarnya bukan solusi final dari sistem pengolahan limbah padat karena
pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari bentuk padat yang kasat
mata ke bentuk gas yang tidak kasat mata. Proses insinerasi menghasilkan
energi dalam bentuk panas. Namun, insinerasi memiliki beberapa
kelebihan di mana sebagian besar dari komponen limbah B3 dapat
dihancurkan dan limbah berkurang dengan cepat. Selain itu, insinerasi
memerlukan lahan yang relatif kecil.
Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi
(heating value) limbah. Selain menentukan kemampuan dalam
mempertahankan berlangsungnya proses pembakaran, heating value juga
menentukan banyaknya energi yang dapat diperoleh dari sistem insinerasi.
Jenis insinerator yang paling umum diterapkan untuk membakar limbah
padat B3 ialah rotary kiln, multiple hearth, fluidized bed, open pit, single
chamber, multiple chamber, aqueous waste injection, dan starved air unit.
Dari semua jenis insinerator tersebut, rotary kiln mempunyai kelebihan
karena alat tersebut dapat mengolah limbah padat, cair, dan gas secara
simultan.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi
baik industri maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat
bermukim, disanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan.
Limbah yang dihasilkan oleh kegiatan manusia di alam bermacam-
macam sepert limbah padat, cair, B3 dan juga limbah rumah sakit. Untuk
mencegah terjadinya pencemaran lingkungan setiap limbah masing-
masing mempunyai cara pengolahan yang berbeda tergantung dari jenis
limbah tersebut

B. Saran
Saran dari penulis, masyarakat harus dapat memilah dan memilih
mana limbah yang masih dapat digunakan kembali agar dapat berdaya
guna dan memiliki nilai ekonomis. Yang paling utama adalah lingkungan
tetap terjaga kebersihannya dan derajat kesehatan masyarakat dapat
tercapai setinggi mungkin.
Masyarakat disarankan untuk terus mencari tahu berbagai cara
pengolahan dari setiap jenis limbah agar dapa mngurangi residu
pencemaran yang kiat hari semakin meningkat

1
DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Azrul.1995. Pengantar Imu Kesehatan Lingkungan.Jakarta: Mutiara


Sumber Widya.

Agustiani E, Slamet A, Winarni D (1998). Penambahan PAC pada proses lumpur


aktif untuk pengolahan air limbah rumah sakit: laporan penelitian.
Surabaya: Fakultas Teknik IndustriInstitut Teknologi Sepuluh Nopember

Akib, Muhammad, Hukum Lingkungan Perspektif Global dan Nasional, Edisi


Revisi, Rajawali Pers, Jakarta, 2014.

Brace, 1998. “Technology of Anodizing”, Robert Draper Ltd.,


Teddington.http://green.kompasiana.com/polusi/2012/09/07/apa-yang-
terjadi-di-dalam-septik-tank-491567.html

Djoko S (2001). Pengelolaan limbah rumah sakit. Sipil Soepra : jurnal sipil 3(8):
91-9

Danusaputro, Munadjat, Hukum Lingkungan, Buku I Umum, Binacipta, Jakarta,


1985.

Ginting, Perdana, Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri, CV.


Yrama Widya, Bandung, 2007.

Hamdan, Tindak Pidana Pencemaran Lingkungan Hidup, Mandar Maju, Bandung,


2000.

Anda mungkin juga menyukai