Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR

“ PENYAKIT POLIO DAN PENYAKIT CAMPAK “

DOSEN PENGAMPU: GUSNI RAHMA .M.EPID

NAMA KELOMPOK 2 :

1. RESI ARYANTI (2013201053)


2. SISKA ANDINI PUTRI (2013201062)
3. REGINA TRI WANTARI (2013201052)
4. VERA SUMITA (2013201067)
5. SHOFIY IZAFIRAH (2013201058)

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
menganugerahkan banyak nikmat sehingga kami dapat menyusun makalah Epidemiologi
Penyakit Menular ini dengan baik. Makalah ini berisi tentang hasil riset dari sumber-sumber
yang telah kami cari dan kami susun secara cepat dengan bantuan dan dukungan berbagai pihak
diantaranya: anggota dari kelompok 2, dan terimkasih kepada dosen mata kuliah epidemiologi
penyakit menular,Gusni Rahma,M.Epid,yang telah memberikan kami tugas ini dengan tujuan
untuk kami pelajari,Oleh karena itu kami sampaikan terima kasih atas waktu, tenaga dan
pikirannya yang telah diberikan. Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa hasil
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna.

Padang, 08 Juni 2022

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Polio merupakan (keluarga Picornaviridae), sering disingkat sebagai "Polio"
adalah virus yang paling ditakuti abad ke-20 di dunia yang menghasilkan permulaan
program inisiatif global untuk pemberantasan polio pada tahun 1988. Sebagian polio
positif yang diakibatkan oleh enterovirus RNA ini dikenal dengan kemampuannya untuk
mempengaruhi sebuah bagian dari sumsum tulang belakang, dan mengakibatkan
terjadinya Acute Flaccid Paralysis (AFP) atau dapat menyebabkan kematian jika otot
pernapasan atau tenggorokan mendapat lumpuh tetapi untungnya tidak banyak kasus
yang terjadi. Terdapat tiga serotypes dari virus polio, di dunia kasus infeksi dari 1 per
200-2000 kasus tergantung pada jenis serotype virus. Tingkat fatality biasanya dari 5
hingga 10% dalam kasus-kasus lumpuh. World Health Organization (WHO) 27 tahun
yang lalu telah mencapai keberhasilan luar biasa dalam mengurangi jumlah polio di
negara-negara endemik, dari 125 negara di penjuru dunia hanya ada 3 negara termasuk
Pakistan, Afghanistan, dan Nigeria, dimana Wild Polio Virus (WPV) transmisinya belum
terputus walaupun angka kasus terjadinya polio telah turun dibawah angka 99%
dibandingkan dengan 350.000 kasus baru per tahun kemudian (Ghafoor & Sheikh,
2016).
Pada bulan Mei 2012, World Health Assembly (WHA) mendeklarasikan bahwa
eradikasi polio adalah salah satu isu kedaruratan kesehatan masyarakat dan perlu disusun
suatu strategi menuju eradikasi polio. Indonesia telah berhasil menerima sertifikasi bebas
polio bersama dengan negara anggota WHO di South East Asia Region (SEAR) pada
bulan Maret 2014, sementara itu dunia masih menunggu negara lain yang belum bebas
polio yaitu Afganistan, Pakistan dan Nigeria. Untuk mempertahankan keberhasilan
tersebut dan untuk melaksanakan strategi menuju eradikasi polio di dunia, Indonesia
melakukan beberapa rangkaian kegiatan yaitu Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio,
penggantian vaksin trivalent Oral Polio Vaccine (tOPV) ke bivalent Oral Polio Vaccine
(bOPV) dan introduksi Inactivated Polio Vaccine (IPV). Pada akhir tahun 2020
diharapkan penyakit polio telah berhasil dihapus dari seluruh dunia (KESMAS, 2016).
Imunisasi merupakan salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif
dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Imunisasi merupakan prioritas
utama dalam pelayana kesehatan di bidang preventif. Penurunan insiden penyakit
menular telah terjadi berpuluh-puluh tahun yang lalu di negara-negara maju yang telah
melakukan imunisasi dengan teratur dengan cakupan luas (Ranuh, et al., 2014). Imunisasi
polio dilakukan dengan cara memberikan vaksinasi, Vaksin merupakan suspensi
mikroorganisme yang telah dilemahkan atau dimatikan atau antigen mikroorganisme
yang diberikan untuk mencegah atau mengatasi penyakit infeksi (Depkes RI, 2016).
Campak merupakan penyakit infeksi disebabkan oleh virus dan sangat menular.
Pada tahun 1963 belum adanya vaksinasi yang meluas sehingga epidemi terjadi setiap 2-3
tahun dan menyebabkan 2,6 juta kematian setiap tahun. Pada tahun 2018 dilaporkan lebih
dari 140.000 orang meninggal karena campak terutama anak-anak di bawah usia 5 tahun,
meskipun vaksin sudah tersedia secara aman dan efektif (World Health Organization,
2019).
Penyakit campak di Indonesia menjadi masalah kesehatan yang harus ditangani
karena kasusnya masih tinggi dan masih terdapat kejadian luar biasa (KLB). Kejadian
luar biasa (KLB) pada campak terjadi apabila terdapat 5 atau lebih kasus klinis dalam
waktu 4 minggu berturut-turut yang terjadi mengelompok dan adanya hubungan
epidemiologis. Penyebaran kasus suspek campak hampir terdapat di seluruh provinsi.
Pada tahun 2018 terdapat 8.429 kasus dengan 85 kasus KLB suspek campak, jauh lebih
rendah dibandingkan tahun 2017 yaitu 15.104 kasus dengan 349 KLB (Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2019).
Pada tahun 2019, terdapat 8.819 kasus suspek campak, meningkat jika
dibandingkan tahun 2018. Kasus suspek campak terbanyak terdapat di Provinsi Jawa
Tengah (1.562 kasus), DKI Jakarta (1.374 kasus), dan Aceh (972 kasus). Proporsi kasus
campak terbesar pada umur 1-4 tahun (29,3%), sedangkan terendah pada umur 10-14
tahun (11,6%) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020).
Penanggulangan campak terdiri dari tiga tahapan, yaitu reduksi, eliminasi, dan
eradikasi. Tahap reduksi adalah upaya meningkatkan cakupan imunisasi rutin dan
imunisasi pada kesempatan kedua dengan pemberian imunisasi tambahan pada daerah
dengan kasus campak yang tinggi. Tahap eliminasi memiliki cakupan imunisasi >95%,
kasus campak sangat jarang terjadi, daerah-daerah dengan cakupan imunisasi rendah
sangat kecil jumlahnya, dan KLB hampir tidak pernah terjadi. Anak-anak yang dicurigai
rentan (tidak terlindung) harus diselidiki dan diberikan imunisasi. Tahap eradikasi ketika
cakupan imunisasi sangat tinggi dan merata serta kasus campak sudah tidak ditemukan
lagi diseluruh dunia (World Health Organization, 2012).
Pengendalian campak di Indonesia dimulai pada tahun 1982. Program imunisasi
telah diperluas dan menerapkan jadwal standar untuk imunisasi rutin pada usia 9 bulan.
Tahap reduksi ditargetkan untuk mengurangi kematian akibat campak hingga 90% pada
2010. Setelah tercapai reduksi maka tahap selanjutnya untuk mencapai eliminasi yang
disepakati akan dicapai pada tahun 2020.

B. RUMUSAN MASALAH
1. jelaskan penjelasan dari penyakit polio?
2. jelaskan bagaimana ciri ciri dari penyakit polio?
3. jelaskan bagaimana cara menangani penyakit polio?
4. jelaskan pengobatan dari penyakit polio?
5. jelaskan penjelasan dari penyakit campak?
6. jelaskan bagaimana etiologi penyakit campak?
7. jelaskan bagaimana patofisiologi penyakit campak?
8. jelaskan bagaimana masa penularan campak?
9. jelaskan bagaimana pencegahan penyakit campak?
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI PENYAKIT POLIO


Penyakit polio merupakan penyakit menular yang dapat menyerang sistem saraf
pusat. Dan Penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus poliovirus dan sangat mudah
menyebar terutama pada anak-anak dibawah usia lima tahun.dan penyakit polio ini
merupakan penyakit menular yang tidak berbasis keturunan,artinya seseorang yang
mengalami penyakit polio tidak dapat menurunkan penyakit ini kepada keturunan nya.
Dan pada penyakit ini dapat menyebabkan nyeri dan merusak saraf motorik, sehingga
membuat pengidapnya mengalami kelumpuhan otot atau ketidakmampuan untuk
menggerakkan bagian tubuh tertentu. Selain itu penyakit polio ini merupakan penyakit
saraf yang dapat menyebabkan kelumpuhan permanen pada penderita nya,dan polio ini
dapat menyebarkan kepada anak anak terutama pada anak yang tidak melakukan
imunisasi polio,Selain kelumpuhan permanen, polio juga bisa menyebabkan gangguan
pada saraf pernapasan. Kondisi ini menyebabkan penderitanya kesulitan bernapas.
Menurut Sudrajat Suraatmaja, penyakit Polio adalah suatu penyakit infiral yang
akut yang disebabkan penyakit infeksi virus polio tipe I, II, III dan penyakit ini sering
diderita oleh anak-anak umur 1 sampai 2 tahun".
Menurut Soedarto D.T.M.H, penyakit Polio disebut juga Infantile paralysis adalah
radang sel-sel saraf tulang belakang (spinal cord) yang disebabkan oleh virus
poliomielitis dan menyebabkan penyakit yang berjalan akut.
Underwood yang berasal dari Inggris pada tahun 1787 mengungkapkan polio
sebagai penyakit paralisis akut pada anak. Namun dalam buku yang lain Underwood pada
tahun 1789 pertama kali menulis tentang kelumpuhan anggota badan bagian bawah
(Ekstremitis Inferior) pada anak, yang kemudian dikenal sebagai Poliomyelitis.

B. GEJALA POLIO
Sebagian besar penderita polio tidak menyadari bahwa dirinya telah terinfeksi
polio, sebab virus polio awalnya hanya menimbulkan sedikit gejala atau bahkan tidak
menimbulkan gejala sama sekali. Namun, penderita polio tetap dapat menyebarkan virus
dan menyebabkan infeksi pada orang lain. Berdasarkan gejala yang muncul, polio dapat
dibagi menjadi dua jenis, yaitu polio yang tidak menyebabkan kelumpuhan (nonparalisis)
dan polio yang menyebabkan kelumpuhan (paralisis). Berikut adalah gejala kedua jenis
polio tersebut:
1. Polio nonparalisis
Polio nonparalisis adalah jenis polio yang tidak menyebabkan kelumpuhan.
Gejala polio ini muncul 6–20 hari sejak terpapar virus dan bersifat ringan. Gejala
polio nonparalisis berlangsung selama 1–10 hari dan akan menghilang dengan
sendirinya. Gejala tersebut meliputi:
 Demam
 Sakit kepala
 Radang tenggorokan
 Muntah
 Otot terasa lemah
 Kaku di bagian leher dan punggung
 Nyeri dan mati rasa di bagian lengan atau tungkai
2. Polio paralisis
Polio paralisis adalah jenis polio yang berbahaya, karena dapat
menyebabkan kelumpuhan saraf tulang belakang dan otak secara permanen.
Gejala awal polio paralisis serupa dengan polio nonparalisis. Namun, dalam
waktu 1 minggu, akan muncul gejala berupa:
 Hilangnya refleks tubuh
 Ketegangan otot yang terasa nyeri
 Tungkai atau lengan terasa lemah

C. ETIOLOGI
Polio disebabkan oleh Poliovirus (PV) yang mempunyai tiga tipe. Tipe Brunhilde
yang sering menimbulkan epidemi yang luas dan ganas, tipe Lansing kadang-kadang
menyebabkan kasus yang sporadik dan tipe Leon menyebabkan epidemi ringan. Di
Negara tropis dan subtropis kebanyakan disebabkan olch tipe Lansing dan Leon dan virus
ini tidak menimbulkan imunitas silang.

D. PENCEGAHAN POLIO
Pencegahan polio dapat dilakukan dengan melakukan imunisasi polio. Vaksin
polio mampu memberikan kekebalan terhadap penyakit polio dan aman diberikan kepada
orang dengan daya tahan tubuh yang lemah. Ada dua bentuk vaksin polio, yaitu suntik
(IPV) dan obat tetes mulut (OPV). Vaksin polio dalam bentuk obat tetes mulut (OPV-0)
diberikan kepada bayi sesaat setelah lahir. Selanjutnya, vaksin polio akan diberikan
sebanyak empat dosis, baik dalam bentuk suntik maupun obat tetes mulut. Berikut adalah
jadwal pemberian keempat dosis vaksin polio tersebut:
 Dosis pertama (polio-1) diberikan saat usia 2 bulan
 Dosis kedua (polio-2) diberikan saat usia 3 bulan
 Dosis ketiga (polio-3) diberikan saat usia 4 bulan
 Dosis terakhir diberikan pada usia 18 bulan sebagai dosis booster
 Guna meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya
imunisasi polio, pemerintah menyelenggarakan Pekan Imunisasi Nasional
(PIN) Polio di seluruh wilayah Indonesia.
Melalui kegiatan tersebut, semua bayi dan balita (usia 0–59 bulan) akan diberikan
vaksinasi polio tambahan tanpa mempertimbangkan apakah imunisasinya sudah lengkap
atau belum. Vaksin polio untuk dewasa Vaksin polio juga diberikan kepada orang
dewasa yang belum pernah melakukan imunisasi polio. Vaksin polio untuk dewasa
diberikan dalam bentuk suntik (IPV) dalam tiga dosis. Berikut adalah pembagian
dosisnya:
 Dosis pertama dapat diberikan kapan saja
 Dosis kedua diberikan dengan jeda waktu 1–2 bulan
 Dosis ketiga diberikan dengan jeda waktu 6–12 bulan setelah dosis kedua
 Orang dewasa yang akan bepergian ke negara dengan kasus polio aktif juga
dianjurkan untuk menjalani vaksinasi polio. Hal ini dilakukan sebagai bentuk
pencegahan ketika berinteraksi dengan penderita atau seseorang yang diduga
menderita polio.

E. DEFINISI PENYAKIT CAMPAK


Campak merupakan penyakit yang sangat menular dan disebabkan oleh infeksi
virus campak. Sebelum pengenalan dan meluasnya penggunaan vaksin campak terdapat 2
juta kasus kematian setiap tahunnya (Moss, 2017). Setelah vaksin campak menyebar
luas, jumlah kasus campak turun menjadi kurang dari 150 kasus per tahun dari 2001
hingga 2010 (Keller et al., 2019).
Campak adalah suatu penyakit akut yang sangat menular yang disebabkanoleh
virus. Campak disebut juga rubeola, morbili, atau measles. Penyakit ini
ditularkan melalui droplet ataupun kontak dengan penderita. Penyakit ini memiliki masa
inkubasi 8-13 hari. Campak ditandai dengan gejala awal demam, batuk, pilek, dan
konjungtivitis yang kemudian diikuti dengan bercak kemerahan pada kulit (rash).
Dampak penyakit campak di kemudian hari adalah kurang gizisebagai akibat diare
berulang dan berkepanjangan pasca campak, sindrom radang otak pada anak diatas 10
tahun, dan tuberkulosis paru menjadi lebih parah setelah sakit campak berat.

F. ETIOLOGI
Virus campak merupakan spesies virus RNA berantai tunggal negatif,
berselubung, tidak bersegmen, termasuk dalam genus Morbillivirus di famili
Paramyxoviridae. Memiliki genom sekitar 16.000 nukleotida yang mengkodekan enam
protein struktural, nukleoprotein, fosfoprotein, hemaglutinin, matriks, fusi, dan dua
protein non-struktural V dan C yang dikodekan dalam fosfoprotein gen. Protein
hemaglutinin merupakan salah satu dari dua glikoprotein trans membran pada permukaan
virion dan berikatan dengan reseptor seluler seperti limfosit, monosit, makrofag, sel
dendritik, dan nectin-4. Kekebalan tubuh disebabkan oleh penetralan antibodi IgG
terhadap protein haemaglutinin yang menghalangi pengikatan ke sel inang Reseptor.
Protein fusi, virus kedua glikoprotein yang terpapar permukaan virus. Protein fusi
bertugas untuk fusi amplop virus dengan sel inang membran, ribonukleoprotein virus
masuk ke dalam sitoplasma (Moss, 2017).
G. PATOFISIOLOGI
Virus campak menular melalui droplet atau partikel aerosol pada mulanya
menginfeksi limfosit, sel dendritik, dan makrofag alveolar di saluran pernapasan. Selama
masa inkubasi, virus bereplikasi dan menyebar. Mulanya menyebar ke jaringan limfoid
kemudian disebarluaskan ke seluruh aliran darah oleh limfosit yang terinfeksi. Sel
dendritik yang terinfeksi dan limfosit mentransfer virus campak ke sel epitel saluran
pernapasan menggunakan reseptor nectin-4. Permukaan epitel yang rusak memungkinkan
transmisi menuju inang yang rentan. Masa infeksi campak meluas beberapa hari sebelum
maupun setelah dimulainya ruam. RNA virus campak dapat terdeteksi 3 bulan setelah
onset ruam. RNA virus campak tetap terdeteksi di limfoid jaringan meskipun sudah tidak
terdeteksi dalam darah (Moss, 2017).

H. MASA PENULARAN CAMPAK


Masa penularan campak yaitu 4 hari sebelum ruam sampai 4 hari setelah
munculnya ruam. Pada hari 1-3 pertama sakit merupakan fase prodromal. Sedangkan
masa inkubasi selama 7-18 hari (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2018).
Gejala pada campak diawali dengan demam tinggi, pilek, batuk, kehilangan nafsu makan,
dan konjungtivitis (Balu & Mostow, 2019). Muncul bintik koplik atau papula putih pada
dasar eritematosa pada mukosa bukal dalam beberapa hari. Pada keadaan ini, infeksi
sangat menular. Setelah beberapa hari enantem memudar, suhu meningkat, dan
munculnya eksantema morbiliform eritematosa yang khas dimulai dari belakang telinga
(Drutz, 2016). Gejala pada tubuh berbentuk makulopapular selama 3-7 hari menjalar
keseluruh tubuh (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2018). Dalam kasus
campak yang lebih parah dapat menyebabkan infeksi telinga, diare, pneumonia, atau
ensefalitis. Kasus campak pada ibu hamil dapat menyebabkan keguguran, kematian saat
lahir, prematur, dan bayi yang baru lahir dengan campak (Balu & Mostow, 2019).

I. PENCEGAHAN PENYAKIT CAMPAK


Campak dapat dicegah dengan vaksin campakgondong-rubella (MMR). Beberapa
orang khawatir bahwa vaksin MMR dapat menyebabkan autisme. Namun, para ilmuwan
di seluruh dunia tidak menemukan hubungan antara vaksin MMR dan autism (Balu &
Mostow, 2019).
Vaksinasi campak 97% efektif dalam mencegah penyakit. Dianjurkan dua kali
dalam pemberian; dosis pertama pada usia 12-15 bulan, dan dosis kedua pada usia 4-6
tahun usia. Pada orang yang belum pernah vaksin, dalam waktu 72 jam setelah terpapar
virus harus divaksin untuk mencegah infeksi (Drutz, 2016). Wanita hamil, bayi, dan
mereka yang memiliki sistem kekebalan yang lemah harus menerima suntikan antibodi
(imunoglobulin) dalam waktu 6 hari setelah terpapar virus agar terhindar dari infeksi dan
komplikasi (Balu & Mostow, 2019). Vaksin campak terdiri dari vaksin hidup dengan
strain virus yang melemah sehingga terbentuk antibodi yang protektif saat terkena virus
campak. Efek samping dari vaksin adalah rasa sakit, demam, ruam ringan, dan nyeri
sendi atau kekakuan (Drutz, 2016).
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Campak merupakan penyakit yang sangat menular dan disebabkan oleh infeksi virus
campak yang ditularkan melalui perantara droplet. Virus campak termasuk dalam genus
Morbillivirus di famili Paramyxoviridae. Gejala pada campak diawali dengan demam
tinggi, pilek, batuk, kehilangan nafsu makan, dan konjungtivitis. Tatalaksana umumnya
suportif dan pemberian vitamin A sesuai usia penderita. Pencegahan dilakukan dengan
vaksinasi MMR.
penyakit polio ini merupakan penyakit yang akut yang dapat menyerang manusia
secara tiba tiba,dan penyakit ini bisa membuat si penderita mengalami beberapa hal yang
dirasakan,serta dr penyakit ini dapat menimbulkan kompiliksi bagi sipenderitanya apabila
penyakit ini tidak segera ditenagani dan dikendalikan.
DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, Suharjo, dkk. 2010. Vaksinasi, Cara Ampuh Cegah Penyakit Infeksi
Yogyakarta: 2010
Centers for Disease Control and Prevention. 2015. Epidemiology and
Preventionof Vaccine. Preventable Diseases. 13th Edition.
http://www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/downloads/polio
Zulkifli Andi. 2007. Epidemiologi Penyakit Polio. Fakultas Kesehatan
Masyarakat.Universitas Hasanuddin
ahmal,Putri Nuraini. (2021). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Campak. Jurnal Medika Hutama.03 No 01
Balu, B., & Mostow, E. N. (2019). Measles. JAMA Dermatology, 155(12), 1436.
https://doi.org/10.1001/jamadermatol.2019.2663

Anda mungkin juga menyukai