Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) merupakan penyakit menular
disebabkan oleh Sindrom Pernafasan Akut Parah Coronavirus 2 (SARS CoV-2).
SARS-CoV-2 merupakan jenis virus corona baru yang belum pernah muncul
Sebelumnya ditemukan pada manusia. Setidaknya ada dua jenis Coronavirus yang
telah diketahui dapat menyebabkan penyakit dengan gejala yang parah, seperti
Sindrom Pernafasan Timur Tengah (MERS) dan sindrom pernafasan akut yang
parah (SARS). Tanda dan gejala Infeksi COVID-19 yang umum termasuk gejala
gangguan pernapasan akut Misalnya demam, batuk, dan sesak napas.
Masa inkubasi rata-rata dari virus ini adalah 5-6 hari Masa inkubasi terlama
adalah 14 hari. Untuk COVID-19 Parah bisa menyebabkan kegagalan ginjal,
pneumonia, sindrom pernafasan akut, dan bahkan juga kematian (Kemenkes RI,
2020). Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) pertama kali terdeteksi di Wuhan,
China pada akhir tahun 2019 yang menyebabkan ribuan pasien meninggal dan
hanya dalam beberapa bulan virus ini dengan cepat menyebar ke seluruh belahan
dunia (Syamaidzar, 2020). Penyebaran corona virus telah dinyatakan oleh World
Health Organization (WHO) sebagai global pandemic dan Pemerintah telah
menyatakan pandemi Coronavirus Disease (COVID-19) 2019 sebagai bencana non-
alam. Sejak
Meskipun sudah tersedia banyak obat dan metode penanganan pasien
COVID-19, lonjakan kasus positif dan mortalitas masih tetap terjadi. Upaya
pencegahan 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan) dinilai
kurang cukup untuk menekan penyebaran virus ini sebab diperlukan sesuatu yang
dapat menjaga kesehatan secara menyeluruh untuk mengurangi dampak sosial dan
ekonomi masyarakat (Hakam, 2021). Belum lagi ditambah dengan ketidakpatuhan
warga terhadap penerapan protokol kesehatan. Selain karena kurangnya edukasi,
ketidakpatuhan warga disebabkan oleh motif ekonomi, sikap tidak peduli, merasa
berpotensi rendah terhadap penularan virus, serta ketidakpercayaan kepada
pemerintah yang mengeluarkan kebijakan dan pernyataan yang inkonsisten (Sari,
2020). Hal ini seolah membantu membuat pandemi berlangsung lebih lama hingga

1
saat ini. Dalam upaya mengembalikan kondisi dunia sebagaimana sebelum
pandemi, telah diusung program vaksinasi oleh pemerintah di seluruh dunia,
termasuk Indonesia. Vaksinasi COVID-19 telah mengalami perjalanan yang panjang
untuk memastikan keamanan dan keampuhannya melalui berbagai penelitian dan uji
coba. Program vaksinasi dianggap sebagai kunci dalam mengakhiri pandemi karena
dapat digunakan dalam rangka mengurangi angka morbiditas dan mortalitas serta
membentuk kekebalan kelompok terhadap virus COVID-19 (Satgas COVID-19,
2021c). Namun, perjalanan vaksin hingga diterima dengan baik dan didistribusikan
kepada masyarakat luas saat ini membutuhkan proses yang lebih panjang karena
masih terdapat pro dan kontra terhadap vaksinasi (Hakam, 2021).
Banyak dari masyarakat yang tidak mempercayai penggunaan vaksin sebagai
solusi dalam mengakhiri pandemi. Berdasarkan survei mengenai penerimaan vaksin
COVID-19 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik
Indonesia, Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), United
Nations Children’s Fund (UNICEF), dan World Health Organization (WHO) yang
dilakukan pada September 2020 dan melibatkan 115.000 responden, mendapatkan
hasil bahwa masih banyak masyarakat yang ragu bahkan menolak vaksinasi
COVID-19, di mana sebanyak 7,6% menolak dan 27% ragu-ragu. Alasan dibalik
penolakan dan keraguan mengenai vaksin tersebut sangatlah beragam, seperti tidak
yakin terhadap keamanan vaksin, ragu terhadap efektivitas vaksin, takut terhadap
efek samping vaksin, tidak mempercayai kegunaan vaksin, dan karena keyakinan
agama.
Ketidakpercayaan dan keraguan banyak masyarakat terhadap vaksin COVID-
19 tak lepas dari banyaknya kesimpangsiuran informasi dan minimnya edukasi yang
memadai. Padahal, akses informasi edukasi mengenai vaksinasi dalam pandemi
dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap vaksinasi, sehingga dapat
membantu proses vaksinasi oleh pemerintah.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pandemi COVID-19


2.1.1. Definisi COVID-19
Coronavirus disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus severe acute respiratory syndrome coronavirus-2 (SARS-CoV-2). Virus ini
pertama kali ditemukan di Wuhan, Republik Rakyat Tiongkok, tetapi sangat mudah
menular dan kini telah menyebar ke seluruh dunia. Analisis genomik
mengungkapkan bahwa SARS-CoV-2 secara filogenetik terkait dengan virus mirip
kelelawar severe acute respiratory syndrome-like atau SARS-like. Oleh karena itu,
kelelawar dikatakan menjadi reservoir utama yang paling mungkin. Sumber
perantara asal dan proses transfer virus ini ke manusia belum diketahui, tetapi
penyebaran virus dari manusia ke manusia yang sangat cepat telah dikonfirmasi
secara luas (Shereen dkk., 2020).
Mayoritas orang yang terinfeksi COVID-19 akan mengalami penyakit
pernapasan ringan hingga sedang dan sembuh tanpa memerlukan perawatan
khusus. Orang tua dan mereka yang memiliki masalah medis seperti penyakit
kardiovaskular (penyakit pada jantung dan pembuluh darah), diabetes, penyakit
pernapasan kronis, dan kanker lebih mungkin untuk mengidap penyakit yang serius
setelah terinfeksi virus ini (WHO, 2021a). Hal inilah yang menyebabkan banyak
pasien COVID-19 dengan gejala parah merupakan orang-orang yang memiliki
penyakit penyerta.

2.1.2. Prevalensi COVID-19 di Indonesia


Prevalensi COVID-19 meningkat secara cepat baik di dunia maupun di
Indonesia dan infeksinya sudah menyebar ke 34 provinsi di Indonesia. Berdasarkan
data nasional Satgas COVID-19 (2021) pada tanggal 23 April 2021, tercatat
1.651.794 kasus terkonfirmasi, 1.506.599 kasus sembuh, dan 100.256 kasus aktif
COVID-19. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2021 adalah 271.349.889 jiwa,
sehingga diperoleh prevalensi COVID-19 di Indonesia adalah 0,006 atau 6 per 1000
penduduk.
Perkembangan penanganan COVID-19 di Indonesia dinilai sejalan dengan
tingkat dunia di mana penurunan kasus positifnya kira-kira 17% dan penurunan

3
kematiannya 10% (Satgas COVID-19, 2021b). Perkembangan kasus terinfeksi
COVID-19 di Indonesia yang sudah mengalami penurunan dapat dapat dilihat pada
Grafik 2.1.

2.2. Vaksin
2.2.1. Definisi Vaksin
Vaksin merupakan suatu produk biologi yang berisi antigen yang apabila
diberikan pada seseorang maka dapat menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif
terhadap suatu penyakit tertentu (Kemenkes, 2020). Pemberian vaksin biasanya
dilakukan untuk mencegah maupun mengurangi pengaruh infeksi akibat patogen
tertentu. Patogen atau mikroorganisme parasit merupakan agen biologis yang
menyebabkan penyakit pada inangnya (Levinson, 2008). Vaksin dapat bersifat
profilaksis, yakni mencegah ataupun memperbaiki efek infeksi yang dapat terjadi di
masa depan oleh patogen alami maupun liar serta bersifat terapeutik, yang
digunakan dalam membantu pengobatan seperti vaksin terhadap kanker (Melief,
dkk. 2015).
Terdapat beberapa jenis vaksin, seperti vaksin hidup yang dilemahkan
(mengandung patogen hidup yang dilemahkan yang cukup memicu respon imun,
tetapi tidak mampu menyebabkan penyakit), vaksin inaktif (mengandung patogen
tidak aktif, sehingga tidak dapat mereplikasi diri di dalam tubuh inang), vaksin
toksoid (mengandung toksin yang sudah dinonaktifkan), vaksin subunit
(mengandung antigen murni daripada mengandung seluruh patogen), dan vaksin
konjugat (mengandung protein yang digunakan untuk membawa antigen berbasis
polisakarida) (WHO, 2021c). Singkatnya, vaksin dapat diartikan sebagai suatu
produk kesehatan buatan yang bertujuan untuk menguatkan sel imun tubuh untuk
mengantisipasi apabila terdapat infeksi di masa mendatang.

2.2.2. Sejarah Vaksin


Konsep dasar mengenai vaksin telah ada sejak 2000 tahun yang lalu di
Tiongkok dan India, yakni inokulasi bahan yang didapat penderita cacar yang
diberikan kepada orang sehat (WHO, 2021c). Namun, vaksin di dunia modern
pertama kali ditemukan oleh Edward Jenner, seorang dokter asal Inggris. Jenner
menemukan fakta bahwa seseorang yang meminum susu dari sapi yang terinfeksi
cacar relatif kebal terhadap penyakit cacar. Hal ini membuat Jenner terpikirkan untuk
4
mengambil eksudat dan sekresi dari sapi yang terinfeksi cacar lalu dimasukkan ke
dalam tubuh seorang anak laki-laki bernama James Phipps pada 14 Mei 1796. Hasil
percobaan Jenner tersebut sukses membuat Phipps tidak terinfeksi penyakit cacar
lagi di masa mendatang. Lalu, pada abad ke-19, Louis Pasteur mengembangkan
penemuan Jenner lewat pengembangan vaksin rabies. Hingga akhirnya pada abad
yang sama undang-undang vaksinasi wajib mulai disahkan di Inggris (Mandal,
2012). Puncak keberhasilan penggunaan vaksin adalah pada tahun 1980, di mana
program vaksinasi cacar yang dijalankan oleh WHO berbuah manis dengan
membuahkan hasil berupa dunia yang dinyatakan bebas dari penyakit cacar. Hal ini
tentu saja menjadi suatu tonggak sejarah awal kemenangan gemilang umat manusia
dalam melawan penyakit berbahaya lewat penggunaan vaksin (WHO, 2021c).
Perjalanan panjang disertai keberhasilan vaksin selama ini telah menjadi bukti nyata
bahwa vaksin sangat berperan besar dalam meningkatkan taraf kesehatan
masyarakat secara global.

2.2.3. Cara Kerja Vaksin


WHO (2021c) menyatakan bahwa tujuan utama semua jenis vaksin adalah
untuk merangsang sistem kekebalan tubuh untuk membuat antibodi pada tubuh
yang bertahan cukup lama untuk melawan antigen dari patogen spesifik yang masuk
kedalam tubuh orang tersebut. Dengan kata lain, vaksin berperan dalam melatih
sistem kekebalan tubuh untuk mengenali dan memerangi patogen. Ketika vaksin
yang berisi antigen yang telah dilemahkan dimasukkan ke dalam tubuh, maka sistem
kekebalan tubuh akan mendeteksinya sebagai antigen berbahaya, meskipun antigen
dalam vaksin sudah didesain untuk tidak menimbulkan penyakit. Sistem kekebalan
tubuh lalu akan memproduksi antibodi dan mengingatnya apabila antigen tersebut
menyerang lagi di kemudian hari. Apabila seseorang di kemudian hari terinfeksi oleh
antigen tersebut, maka sistem kekebalan tubuh mampu mengenali antigen secara
lebih efektif, sehingga mampu melakukan penyerangan terhadap antigen secara
lebih agresif dan destruktif untuk mencegah antigen menyebar dalam tubuh dan
menyebabkan penyakit.

2.2.4. Manfaat Penggunaan Vaksin


Vaksin dapat dikatakan sebagai salah satu produk peradaban manusia yang
paling gemilang. Selama penggunaannya, vaksin sangat efektif dalam melawan,
5
memusnahkan dan meminimalisir infeksi penyakit seperti cacar, polio, dan rubella.
Contoh nyata manfaat pemberian vaksin adalah penurunan kasus campak di
Amerika Serikat. Pada tahun 1958, terdapat kurang lebih sekitar 763.094 kasus
campak di Amerika Serikat, dan 552 kasus diantaranya berakhir dengan kehilangan
nyawa (Orenstein, Papania, dan Wharton, 2004). Setelah pengadaan vaksinasi,
kasus campak di Amerika Serikat menurun drastis menjadi kurang dari 150 kasus
per tahun (Redd, dkk. 2008).
Selain membentuk kekebalan pada taraf individu, vaksinasi juga dapat
membantu membentuk kekebalan pada tingkat komunitas (herd immunity). Herd
immunity merupakan suatu kekebalan yang telah tercipta pada tiap individu dalam
suatu komunitas, baik kekebalan tersebut tercipta secara alami maupun buatan
lewat vaksinasi. Ketika herd immunity tercapai, maka patogen tidak akan
mendapatkan inang untuk berkembang biak, sehingga patogen dan penyakit yang
disebabkannya akan menghilang dengan sendirinya (John dan Samuel, 2000).
Tercapainya herd immunity ini dapat membantu dalam menangani dan
menghentikan penyakit yang telah menginfeksi orang dalam jumlah banyak dalam
suatu komunitas atau dalam kata lain disebut sebagai wabah Vaksin COVID-19

2.2.5. Penggunaan Vaksin di Pandemi COVID-19


Seperti vaksin lainnya, vaksin COVID-19 dapat melindungi tubuh dari
penyakit yang disebabkan oleh COVID-19 dengan cara menstimulasi imunitas
spesifik tubuh dengan pemberian vaksin tersebut (Kemenkes, 2021). Oleh karena
itu, vaksin merupakan senjata utama yang digunakan dalam menghentikan laju
suatu wabah, khususnya kini pada pandemi COVID-19.
Indonesia sendiri melakukan langkah antisipasi yang ketat pencegah COVID-
19 dalam bentuk program vaksinasi. Vaksin diedarkan secara berkala dan sesuai
dengan tingkat risiko pekerjaan atau usia yang mudah terpapar virus COVID-19.
Pada gelombang satu periode Januari – April 2021 pemerintah mewacanakan
distribusi vaksin tertuju kepada tenaga kesehatan, petugas pelayanan publik, dan
masyarakat lanjut usia. Tak berhenti sampai disana, pada gelombang dua periode
April 2021 – Maret 2022, giliran masyarakat rentan yang tinggal di daerah mudah
tertular dan masyarakat lainnya yang mendapat vaksinasi COVID-19 (Iskandar et
al., 2021). Menurunkan angka kematian akibat COVID-19, mencapai imunisasi
kelompok untuk melindungi masyarakat, melindungi dan memperkuat seluruh sistem
6
kesehatan, serta menjaga produktivitas untuk meminimalkan dampak sosial dan
ekonomi merupakan tujuan dari program vaksinasi COVID-19 yang dilakukan
pemerintah (Satgas COVID-19, 2021c).
Ada beberapa upaya pemerintah dalam penyebarluasan vaksin COVID-19
terkhususnya di area kualitas dan keamanan vaksin, ketersediaan vaksin, kejadian
lanjutan pasca imunisasi (KIPI), dan komunikasi. Upaya dalam area kualitas dan
keamanan vaksin meliputi adanya uji klinis oleh Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) dan diterbitkannya emergency use authorization (EUA). Upaya
mewujudkan keamanan wilayah distribusi vaksin dilakukan dengan menerapkan
sistem informasi dan proses distribusi vaksin yang terintegrasi melalui TNI/Polri,
dengan penyediaan fasilitas cold chain yang memadai sesuai standarisasi WHO.
Selanjutnya, upaya dalam area ketersediaan vaksin dilakukan dengan cara
diplomasi ketersediaan vaksin (sesuai kerangka kerjasama bilateral dan multilateral)
dan pengadaan vaksin serta logistik sesuai amanah Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 99 Tahun 2020. Selain itu, dalam pelayanan vaksinasi yang baik
agar ketersediaan vaksin dapat dimanfaatkan secara maksimal, perlu diperhatikan
penyediaan sumber daya manusia yang kompeten dan memadai, penyediaan
sistem informasi untuk proses registrasi, pencatatan dan pelaporan, serta
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang mampu melakukan vaksinasi.
Kemudian, pada area kejadian lanjutan pasca imunisasi (KIPI), dilakukan upaya
peningkatan kapasitas SDM (Komnas, Komda dan Focal Point KIPI) di seluruh
daerah dan koordinasi intensif dengan Komnas/Komda PP KIPI. Lalu, pada area
terakhir yaitu komunikasi, upaya yang dapat dilakukan dengan cara melalui media
komunikasi, informasi dan edukasi vaksinasi dan 3M (Iskandar, H, Nugroho, R,
Laudder, M & Matulessy, A, 2021).
Vaksin yang diproduksi secara massal telah melalui proses yang panjang dan
harus memenuhi syarat utama yaitu aman, efektif, stabil, dan efisien dari segi biaya.
Melalui beberapa tahap uji klinis yang benar dan sesuai terhadap prinsip dan
standar ilmiah serta kesehatan, keamanan vaksin dapat dipastikan. Intinya,
pemerintah tidak terburu-buru melaksanakan vaksinasi dan terus mengedepankan
keamanan, manfaat, atau khasiat vaksin. Pemerintah saat ini menyediakan vaksin
COVID-19 yang sudah terbukti aman, telah lolos uji klinis, dan sudah
mendapatkan emergency use authorization (EUA) dari BPOM. Hingga saat ini ada
beberapa jenis vaksin yang disebarluaskan dan lulus uji BPOM seperti Sinovac
7
Biotech Ltd, PT. Bio Farma, AstraZeneca, Sinopharm, Moderna, Pfizer-BioNTech,
dan Novavax (Kemenkes, 2021).

2.2.6. Jenis Vaksin COVID-19


Coronavirus adalah virus RNA beruntai positif dengan genomnya dikemas
dalam protein nukleokapsid (N) dan diselimuti oleh protein membran (M), protein
amplop (E), dan protein spike (S). Berbagai studi vaksin coronavirus yang
menargetkan protein struktural telah dilakukan, tetapi upaya ini dihentikan setelah
wabah SARS dan MERS. Kemunculan COVID-19 mendesak penelitian
vaksin coronavirus untuk terus dilanjutkan (Ong dkk., 2020). Jenis vaksin yang
memiliki potensi dan disetujui untuk melewati tahap uji coba meliputi: (1) virus yang
diinaktivasi atau dilemahkan, jenis yang tidak memiliki kemampuan untuk
menyebabkan penyakit, tetapi dapat memicu respon imun yang bersifat protektif
(CoVaxin & Sinovac Biotech); (2) protein-based, mengandung fragmen virus yang
tidak berbahaya, seperti protein spike atau cangkang protein yang menyerupai
COVID-19 (Epivac Corona Vaccine); (3) vaksin vektor virus,
menggunakan carrier virus yang berfungsi untuk membawa gen yang memproduksi
protein virus korona pada inang untuk menimbulkan respon imun
(Gam-Covid-Vac/Sputnik V & AstraZeneca/Oxford Vaccine Trial); (4) vaksin RNA
dan DNA, menggunakan modifikasi gen mRNA atau DNA untuk menghasilkan
protein yang menginduksi sistem imun (Moderna Vaccine Trial/mRNA 1273 dan
Pfizer/BioNTech Vaccine Trial/BNT162b2) (Shmerling, 2021; Singh, 2021).
Melalui pengamatan dan penelitian yang melibatkan masyarakat sebagai
sukarelawan, dihasilkan data mengenai efektivitas masing-masing jenis vaksin.
Vaksin yang diresmikan di Amerika Serikat, yaitu Pfizer/BioNTech Vaccine
Trial/BNT162b2, melibatkan 44.000 orang dan terbukti efektif hingga 95%. Selain itu,
vaksin lainnya yang juga diresmikan di Amerika Serikat, seperti Moderna Vaccine
Trial/mRNA 1273 memiliki efektivitas hingga 94% dan Johnson & Johnson/Janssen
memiliki efektivitas hingga 66% secara keseluruhan. Vaksin yang diresmikan di
Inggris, seperti AstraZeneca/Oxford Vaccine Trial memiliki efektivitas hingga 70%
dengan penggunaan dosis penuh dan 90% dengan penggunaan dosis yang lebih
rendah (Shmerling, 2021).

8
2.2.7. Pro dan Kontra Vaksin COVID-19
1. Pro Penggunaan Vaksin COVID-19
Target dari vaksin adalah membentuk imunitas kelompok (herd immunity), di
mana sebagian besar masyarakat dapat terlindungi dari infeksi virus dan
menghambat transmisi antar individu secara signifikan, sehingga dapat
memusnahkan pandemi secara perlahan. Kekebalan yang muncul secara alami
setelah pasien terinfeksi COVID-19 memang menimbulkan respon imun yang lebih
tahan lama dan lebih baik dibandingkan kekebalan tubuh yang didapat melalui
vaksin. Namun, sangat tidak mungkin untuk menerapkan hal ini sebagai solusi
preventif, di mana masyarakat harus terinfeksi terlebih dahulu untuk mendapatkan
imunitas alami. Menurut Centers for Disease Control and Prevention atau CDC
(2021b), pasien yang mendapatkan vaksin COVID-19 dapat melindungi diri sendiri
dan masyarakat di sekitar dari transmisi COVID-19, terutama orang-orang dengan
penyakit komorbid yang lebih rentan terinfeksi. Selain itu, jika terinfeksi COVID-19,
vaksin dapat mencegah pasien mengalami gejala-gejala yang serius. Kombinasi
antara pelaksanaan protokol kesehatan dan penerimaan vaksin COVID-19 dapat
menjadi solusi untuk membantu menyelesaikan pandemi COVID-19 (Singh, 2021).
2. Kontra Penggunaan Vaksin COVID-19
Seperti obat-obatan pada umumnya, vaksin juga memiliki efek samping
farmakologis. Vaksin COVID-19 dapat menimbulkan beberapa efek ringan, seperti
menginduksi demam ringan, nyeri, atau kemerahan di area injeksi vaksin. Selain itu,
efek yang ditimbulkan juga dapat berupa rasa lelah, mual, muntah, sakit kepala,
serta nyeri otot dan sendi. Efek ringan dapat hilang dengan sendirinya dalam satu
hari sampai satu minggu (Shmerling, 2021; Singh, 2021). Efek samping vaksin
COVID-19 yang berat sangat jarang terjadi, namun tercatat 11 kasus per satu juta
kasus mengalami reaksi anafilaksis setelah menerima vaksin Pfizer/BioNTech
Vaccine Trial/BNT162b2 (CDC, 2021a). Studi kasus lain yang dilakukan di Norwegia
melaporkan terdapat 23 kasus kematian pada warga lanjut usia yang tidak diketahui
penyebabnya setelah menerima vaksin COVID-19 (Torjesen, 2021). Hal inilah yang
menyebabkan beberapa masyarakat menjadi kontra terhadap vaksin karena
ketakutan akan efek samping vaksin yang dipercaya dapat berdampak negatif
terhadap tubuh.

9
BAB 3
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Vaksin merupakan produk biologis yang sangat berguna dalam meminimalisir
kejadian penyakit yang bekerja dengan cara melatih sistem kekebalan tubuh agar
mampu menghadapi infeksi dengan memasukkan antigen yang telah dilemahkan ke
dalam tubuh. Oleh sebab itulah pemberian vaksin dalam pengendalian pandemi
COVID-19 sangat penting, utamanya dalam meminimalisir tingkat kejadian dan
sebagai upaya dalam menuju herd immunity (kekebalan komunitas) untuk memutus
rantai penyebaran COVID-19 sehingga pandemi dapat berakhir. Manfaat vaksin
selama beberapa tahun terakhir telah terbukti meminimalisir angka penyakit bahkan
mengeradikasi penyakit seperti cacar dan polio. Oleh karena itulah, program
vaksinasi yang dilakukan oleh pemerintah harus didukung pelaksanaannya dalam
mengakhiri pandemi COVID-19. Segala bentuk miskonsepsi dan misinterpretasi
mengenai vaksin COVID-19 harus dihindari menggunakan edukasi yang tepat agar
pandemi COVID-19 dapat segera berakhir.

3.2. Saran
Adapun saran yang kami dapat berikan adalah:
1. Bagi pemerintah agar tetap terbuka terhadap akses informasi mengenai
vaksinasi dan mengadakan edukasi yang lebih intens lagi untuk menghindari
miskonsepsi dan misinterpretasi mengenai vaksinasi COVID-19.
2. Bagi masyarakat umum agar lebih berhati-hati lagi dalam memilah informasi.
Carilah informasi dari sumber-sumber terpercaya seperti pemerintah dan
lembaga penelitian atau kesehatan. Minimalisir pencarian informasi di
blogspot ataupun akun anonim karena berpotensi besar merupakan informasi
yang menyesatkan. Tetap lakukan cross check informasi untuk menjamin
kebenaran informasi yang diterima.
3. Bagi nakes, khususnya nakes di UPTD Puskesmas Sambas, sebagai tenaga
medis di ada baiknya mampu membantu pemerintah dalam memberikan
edukasi ke masyarakat, sehingga masyarakat yang belum memahami
mengenai vaksin dapat memahaminya, sehingga mampu meminimalisir
misinformasi dan misinterpretasi mengenai vaksinasi.

10
DAFTAR PUSTAKA

HAKAM. 2021. Understanding the Importance of Covid19 Vaccines. News Report

Melief, C. J. M., van Hall, T., Arens, R., Ossendorp, F., dan van der Burg, S. H.
2015. Therapeutic cancer vaccines. JCI The Journal of Clinical Investigation

Sari, N. N., dkk. (2020). Protokol Kesehatan Covid-19 : Sebagai Upaya Pencegahan
Covid-19 di Area Kerja pada Karyawan Perkantoran di Bandar Lampung.
Jurnal Peduli Masyarakat

Shereen, M. A., Khan, S., Kasmi, A., Bashir, N., & Siddique, R. (2020). COVID-19
Infection: DOI: https://doi.org/10.26593/jrsi.v9i2.4002.115-134 133 Origin,
Transmission, and Characteristics of Human Coronaviruses. Journal of
Advanced Research

11

Anda mungkin juga menyukai