Anda di halaman 1dari 66

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Akhir tahun 2019 lalu ditemukan adanya kasus pneumonia misterius yang

pertama kali dilaporkan di Kota Wuhan, China. Badan kesehatan dunia atau World

Health Organization (WHO) secara resmi mengumumkan nama penyakit penyebab

kasus tersebut sebagai Coronavirus Disease 2019 atau yang biasa disebut dengan

Covid-19. Covid-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus Severe

Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-Cov-2), yang merupakan

coronavirus jenis baru dan sebelumnya belum pernah diidentifikasi pada manusia.

Jika virus ini menginfeksi manusia akan menimbulkan beberapa gejala seperti

demam, rasa lelah, batuk kering, dan berkemungkinan untuk mengalami nyeri, diare,

hilang penciuman, hilang indra perasa bahkan ruam pada kulit.

Akibat penyebaran kasus yang sangat pesat, WHO menetapkan status

Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) / Kedaruratan

Kesehatan Masyarakat (KKM), yaitu kondisi yang saat ini terjadi dapat

menimbulkan dampak bagi kesehatan masyarakat dunia dan besar kemungkinan

adanya penyebaran penyakit antar negara . Selanjutnya, pada tanggal 11 Maret

2020 WHO secara resmi menetapkan wabah virus corona sebagai pandemi.

Indonesia merupakan negara dengan struktur penduduk tua (Aging Population),

dimana populasi lanjut usia (lansia) saat ini diproyeksikan sebesar 27,08 juta jiwa

atau 9,99% dari total penduduk Indonesia. Permasalahan kesehatan pada populasi

lansia antara lain sebanyak 63.5% lansia menderita Hipertensi, 5.7% lansia dengan

1
2

Diabetes Mellitus, 4.5% lansia dengan Penyakit Jantung, 4.4% lansia dengan Stroke,

0.8% lansia dengan Gangguan Ginjal dan 0.4% lansia menderita Kanker (Riskesdas

2018). Pada era pandemi saat ini, kelompok lansia merupakan kelompok yang paling

berisiko mengalami keparahan/morbiditas dan mortalitas akibat penyakit Covid-19.

Data mortalitas akibat Covid-19 di beberapa negara lain menunjukkan peningkatan

seiring dengan meningkatnya usia, seperti di Tiongkok jumlah kematian pada

populasi usia 60-69 tahun sebesar 3.6%, pada usia 70-79 tahun sebesar 8% dan pada

usia lebih dari 80 tahun sebanyak 14.8%. Hal ini dikarenakan pasien lansia (geriatric)

umumnya memiliki berbagai komorbiditas, seperti penyakit kardiovaskular, penyakit

kencing manis, penyakit pernapasan kronik, hipertensi dan lain-lain. Hal ini senada

dengan Indonesia, dimana angka mortalitasnya meningkat seiring dengan

meningkatnya usia yaitu pada populasi usia 45-54 tahun adalah 8%, 55-64 tahun 14%

dan 65 tahun ke atas 22%. Untuk itu pencegahan penularan melalui upaya promotif

dan preventif kepada kelompok lansia sangat penting dilakukan, baik di tingkat

keluarga, masyarakat dan fasilitas Kesehatan. (Buku panduan pelayanan lansia di era

pandemi covid 2020).

Kasus Covid-19 per 24 November 2021 di dunia sudah mencapai 259 juta

kasus, dengan jumlah kasus di Indonesia sebanyak 4,25 juta kasus dan 144 ribu

orang meninggal (Kemenkes RI, 2021). Di sulawesi selatan sudah mencapai 110 ribu

kasus dan 2 ribu kasus orang meninggal.

Angka kematian akibat Covid-19 semakin tinggi selaras dengan penambahan

jumlah kasus positf di Indonesia. Virus corona paling banyak merenggut nyawa

masyarakat lanjut usia (lansia) berusia 60 tahun ke atas. Kondisi tersebut tecermin
3

dari data Kementerian Kesehatan yang menunjukkan setengah kematian Covid-

19 adalah para lansia. Proporsi kematian Covid-19 lansia berkisar 45,3-50,5% sejak

Januari hingga pertengahan Juni 2021.

Pernyataan oleh emergency committee WHO yang menyebutkan bahwa

penyebaran dapat dihentikan jika proteksi, deteksi dini, isolasi, dan perawatan

yang cepat diterapkan guna menciptakan implementasi sistem yang kuat untuk

menghentikan penyebaran Covid-19. Salah satu cara yang sangat mungkin untuk

mencegah penyebaran virus ini adalah dengan pengembangan vaksin. Vaksin

berdasarkan Permenkes No 84 tahun 2020 diartikan sebagai produk biologi yang

mengandung antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati atau yang telah

dilemahkan, utuh atau sebagian, atau toksin mikroorganisme yang telah diolah

menjadi toksoid atau protein rekombinan, yang ditambahkan zat lain, dan bila

diberikan kepada seseorang akan menyebabkan kekebalan spesifik secara aktif

melawan penyakit tertentu. Proses atau tindakan memasukkan vaksin kedalam

tubuh manusia dinamakan dengan vaksinasi. Tujuan dari vaksinasi Covid-19

adalah untuk mengurangi risiko penularan dan memutus mata rantai Covid-19.
4

Berbagai negara dari seluruh dunia telah berkomitmen bersama dengan melibatkan

pemerintah, perusahaan bioteknologi, ilmuwan, dan akademisi untuk menciptakan

vaksin Covid-19. Menyikapi hal tersebut, pemerintah Indonesia juga terlibat aktif dalam

perencanaan kegiatan vaksinasi yang akan diberikan kepada masyarakat. Presiden Joko

Widodo pada tanggal 5 Oktober 2020 meresmikan Peraturan Presiden RI No 99 Tahun

2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka

Penanggulangan Pandemi Coronavirus Disease 2019.

Vaksin Covid-19 merupakan salah satu terobosan pemerintah untuk melawan

dan menangani Covid-19 yang ada didunia khususnya Negara Indonesia. Tujuan

dari vaksinasi Covid-19 adalah untuk mengurangi penyebaran Covid-19,

menurunkan angka kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh Covid-19,

mencapai kekebalan dan melindungi masyarakat dari Covid-19, sehingga dapat

menjaga masyarakat dan perekonomian (Kemenkes RI Dirjen P2P, 2020). Meski

begitu, tidak bisa dipungkiri masih banyak kelompok masyarakat yang menolak

vaksinasi. Kelompok yang menolak divaksinasi memiliki banyak alasan, mulai dari

masalah kesehatan hingga alasan agama. Berawal dari kepedulian terhadap

kesehatan, terdapat beberapa kelompok masyarakat dengan latar belakang yang

berbeda-beda. Dikarenakan kekhawatiran tentang peningkatan kematian atau

korban akibat vaksin. Hal ini disebabkan karena dikhawatirkan tubuh tidak pandai

menangani vaksin dan justru akan menyerang orang yang telah divaksinasi yang

berujung pada penyakit dan kematian (Enggar Furi H, 2020).

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan sudah memutuskan

untuk menetapkan tujuh jenis vaksin Covid-19 yang digunakan di Indonesia, yaitu
5

vaksin yang diproduksi oleh PT Bio Farma (Persero), AstraZeneca, China National

Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm), Moderna, Pfizer Inc. and

BioNtech, Sinovac Biotech Ltd, dan Novavax Inc. Penjelasan tersebut tertuang

dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No H.K. 01.07/12758 tahun 2020 yang

dikeluarkan pada 28 Desember 2020.

Menurut data vaksin kementrian kesehatan per 26 November 2021 adalah 137

juta vaksinasi dosis pertama dan sekitar 93 juta dosis kedua. Kelompok usia lansia

sekitar 3 juta ( 14,40%) dosis pertama sedangkan dosis kedua hanya 1,9 Juta (8,91).

Vaksinasi lansia di Sulsel telah mencapai 18,79 % atau 141,687 orang dari total

target sebanyak 753,919 orang, sedangkan pemberian dosis kedua telah di jangkau

92,615 orang. ( Komite Penanganan Covid-19 Dan Pemulihan Ekonomi Nasional

(KPCPEN) Makassar).

Berdasarkan data puskesmas Belawae jumlah lansia sebanyak 303 orang akan

tetapi jumlah ini belum real di karenakan ada yang telah berpindah, meninggal dan

lain sebagainya sehingga jumlah yang real ±203, jumlah lansia yang sudah di vaksin

sebanyak 143 orang atau sekitar 70,4%.

Solusi vaksinasi ini kembali menimbulkan kontroversi bagi sebagian orang.

Pertama, karena adanya keraguan pengembangan vaksin, dikarenakan waktu

pengembangan vaksin cukup singkat, sekitar satu tahun. Ini berebeda dengan

vaksin lain yang mungkin membutuhkan waktu bertahun-tahun. Hal ini kemudian

menimbulkan kekhawatiran masyarakat tentang efek samping atau dampak vaksin

terhadap para pemberi vaksin (Pranita, 2020). Sehingga persepsi dan sikap

masyarakat menjadi tolak ukur kesadaran masyarakat. Upaya promotif dan


6

preventif harus dilaksanakan oleh Tenaga kesehatan dan masyarakat.

Perkembangan internet dan kenyamanan informasi terkini memberikan dukungan

terhadap jumlah informasi. Penyebaran informasi yang salah akan mempengaruhi

persepsi masyarakat terhadap vaksin covid-19 dan dengan demikian mempengaruhi

perilaku masyarakat. Keputusan dan pilihan yang diambil lebih didasarkan pada

informasi dari internet, khususnya media sosial (Moudy and Syakurah, 2020).

Adapun penerimaan yang dirasakan individu tersebut juga turut dipengaruhi

oleh faktor modifikasi seperti umur, pengetahuan, pendidikan, pekerjaan, sosial-

ekonomi, dan etnis. Penelitian oleh Liora Shmueli (2021) mengenai niat masyarakat

untuk menerima vaksin Covid-19 menunjukkan terdapat hubungan antara persepsi

kerentanan, persepsi keparahan, persepsi manfaat, dan isyarat untuk bertindak

dengan keinginan masyarakat untuk divaksin Covid-19.(16) Penelitian lain oleh

Dewi Susetiyany (2021) menunjukkan faktor yang mempengaruhi kesediaan

masyarakat Sulawesi Tengah untuk menerima vaksinasi Covid-19 adalah umur,

tingkat pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, agama, dan suku.

Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti penting untuk meneliti tentang “Faktor –

Faktor yang Berhubungan dengan Penerimaan vaksin covid-19 pada lansia di wilayah

kerja puskesmas Belawae Kabupaten Sidenreng Rappang Tahun 2021”.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana hubungan masing - masing faktor dengan penerimaan vaksinasi

Covid-19 pada lansia di wilayah kerja puskesmas Belawae Kabupaten Sidenreng

Rappang?
7

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan masing - masing faktor dengan penerimaan

vaksinasi Covid-19 pada lansia di wilayah kerja puskesmas Belawae Kabupaten

Sidenreng Rappang.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui hubungan faktor Pengetahuan dengan penerimaan vaksinasi Covid-

19 pada lansia di wilayah kerja puskesmas Belawae Kabupaten Sidenreng

Rappang.

b. Mengetahui hubungan faktor Persepsi dengan penerimaan vaksinasi Covid-19

pada lansia di wilayah kerja puskesmas Belawae Kabupaten Sidenreng Rappang.

c. Mengetahui hubungan faktor Tingkat pendidikan dengan penerimaan vaksinasi

Covid-19 pada lansia di wilayah kerja puskesmas Belawae Kabupaten Sidenreng

Rappang.

d. Mengetahui hubungan faktor Pekerjaan dengan penerimaan vaksinasi Covid-19

pada lansia di wilayah kerja puskesmas Belawae Kabupaten Sidenreng Rappang.

e. Mengetahui hubungan faktor riwayat penyakit tidak menular dengan penerimaan

vaksinasi Covid-19 pada lansia di wilayah kerja puskesmas Belawae Kabupaten

Sidenreng Rappang.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Ilmiah

Diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi dan bahan rujukan bagi

peneliti lain terkait faktor yang berhubungan dengan penerimaan vaksin Covid-19
8

pada lansia.

2. Manfaat Institusi

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi untuk pihak institusi

kesehatan yang melakukan vaksinasi covid-19 kepada lansia guna meningkatkan

cakupan vaksin covid-19 terhadap lansia.

3. Manfaat Praktis

Menambah pengetahuan dan memperluas wawasan peneliti mengenai faktor

yang berhubungan dengan penerimaan Vaksin Covid-19 pada lansia.


9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Corona Virus Disease Covid -19

1. Pengertian

Coronavirus merupakan sekelompok besar virus yang bisa menyebabkan

penyakit dengan gejala ringan hingga parah. Setidaknya ada dua virus corona

diketahui menyebabkan penyakit yang bisa menimbulkan gejala parah, seperti

Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome

(SARS). Penyakit Coronavirus 2019 (Covid- 19) merupakan jenis penyakit baru

yang belum pernah ditemukan pada manusia sebelumnya (Direktorat Jenderal

Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P)., 2020).

Virus penyebab Covid-19 disebut Sars-CoV-2. Coronavirus adalah virus

zoonosis (menyebar antara hewan dan manusia). Penelitian telah menunjukkan

bahwa SARS ditularkan dari musang ke manusia, sedangkan MERS ditularkan dari

unta ke manusia. Sementara itu, hewan yang menjadi sumber penularan Covid-19

masih belum diketahui (Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

(P2P)., 2020).

B. Gejala Klinis Covid-19

Menurut (Kemenkes, 2020a), Gejala dan tanda umum infeksi Covid- 19

meliputi:

1. Gejala gangguan pernapasan akut, seperti demam, suhu puncak > 38° C, batuk

bersin, dan sesak napas.


10

2. Masa inkubasi rata-rata 5-6 hari, dan masa inkubasi terlama adalah 14 hari.

3. Dalam kasus yang parah, dapat menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan

akut, gagal ginjal, dan bahkan kematian.

4. Tingkat keparahan dipengaruhi oleh daya tahan, usia dan penyakit yang sudah

ada sebelumnya (komorbiditas), seperti hipertensi, diabetes, asma, dll.

5. Pada kebanyakan kasus, tanda dan gejala klinis yang dilaporkan adalah demam,

pada beberapa kasus dapat terjadi kesulitan bernafas, pada pemeriksaan X-ray

didapatkan infiltrasi pneumonia yang luas pada kedua paru.

C. Epidemiologi Covid-19

Sejak kasus pertama terjadi di Wuhan, jumlah kasus Covid-19 di China terus

meningkat setiap hari, dan mencapai puncaknya antara akhir Januari 2020 hingga

awal Februari 2020. Awalnya, sebagian besar laporan datang dari Hubei dan provinsi

sekitarnya, kemudian meningkat ke provinsi lain dan China secara keseluruhan

(Zunyou. Wu and McGoogan, 2020). Pada 30 Januari 2020, China telah

mengonfirmasi 7.736 kasus Covid-19, dan ada 86 kasus terdapat di Taiwan,

Thailand, Vietnam, Malaysia, Nepal, Sri Lanka, Kamboja, Jepang, Arab Saudi,

Korea Selatan, Singapura, India, Filiphina, Kanada, Australia , Finlandia, Jerman,

dan Prancis (WHO, 2020b).

Pada 29 Juni 2020, terdapat 1.021.401 kasus di seluruh dunia, termasuk

499.913 kematian. Eropa dan Amerika Utara telah menjadi pusat pandemi Covid-19,

dengan lebih banyak kasus dan kematian daripada China. Amerika Serikat

menempati urutan pertama kasus Covid-19, dengan peningkatan 2.496.628 kasus

pada 29 Juni 2020, disusul Brasil dengan peningkatan 1.311.667 kasus. Negara yang
11

melaporkan kasus paling terkonfirmasi adalah Amerika Serikat, Brasil, Rusia, India,

dan Inggris Raya. Sedangkan negara dengan angka kematian tertinggi adalah

Amerika Serikat, Inggris, Italia, Prancis, dan Spanyol (WHO, 2020a) (Kemenkes,

2020b).

Indonesia melaporkan kasus Covid-19 pertamanya pada 2 Maret 2020, dan

jumlahnya terus bertambah. Pada 30 Juni 2020, Kementerian Kesehatan telah

melaporkan 56.385 kasus Covid-19 yang dikonfirmasi, termasuk 2.875 kematian di

34.000 provinsi (CFR 5,1%). Sebanyak 51,5% kasus adalah laki-laki. Kasus

terbanyak terjadi antara usia 45-54 tahun, dan paling sedikit terjadi antara usia 0-5

tahun. Angka kematian tertinggi ditemukan pada pasien usia 55-64 tahun

(kementerian Kesehatan RI, 2020).

D. Virulogi Covid-19

Coronavirus adalah virus RNA yang mempunyai ukuran partikel 120-160

nm. Virus ini terutama menginfeksi hewan, termasuk kelelawar dan unta.

Sebelum wabah Covid-19, ada 6 jenis virus corona yang bisa Menulari manusia

yaitu HcoV-229E (α-coronavirus), HcoV-OC43 (β- coronavirus), HCoVNL63

(α-coronavirus), HcoV-HKU1 (β-coronavirus), SARS-CoV (β-coronavirus) dan

MERS-CoV (β-coronavirus). Coronavirus adalah penyebab Covid-19 dan

termasuk dalam genus β-coronavirus. Hasil analisis filogenetik menunjukkan

bahwa virus tersebut tergolong subtipe yang sama, yaitu Sarbecovirus, dengan

virus corona penyebab wabah penyakit saluran pernapasan akut (SARS) yang

parah pada tahun 2002- 2004. Atas dasar itulah, International Commission on

Taxonomy of Viruses (ICTV) menamai penyebab Covid-19 SARS-CoV-2 (Zhu


12

et al., 2020).

Urutan SARSCoV-2 mirip dengan virus corona yang diisolasi dari kelelawar,

sehingga dihipotesiskan bahwa SARS-CoV-2 berasal dari kelelawar, dan kemudian

kelelawar bermutasi dan menginfeksi manusia. (Zhou et al., 2020) Mamalia dan

burung dianggap Ini adalah host perantara. (Rothan and Byrareddy, 2020) Pada

SARS-CoV-2, data in vitro mendukung kemungkinan bahwa virus dapat

menggunakan reseptor ACE2 untuk memasuki sel. Studi tersebut juga menemukan

bahwa SARS-CoV-2 tidak menggunakan reseptor virus corona lain, seperti

aminopeptidase N (APN) dan dipeptidyl peptidase 4 (DPP-4) (Zhou et al., 2020).

E. Phatogenesis Covid-19

Patogenesis SARS-CoV-2 masih belum banyak diketahui, namun diyakini

tidak berbeda dengan SARSCoV yang lebih dikenal luas. (Susilo et al., 2020)

Menurut Rothan. H,dkk (2020) Pasien yang terinfeksi Covid- 19 menunjukkan

jumlah sel darah putih yang lebih tinggi, pernapasan abnormal, dan peningkatan

kadar sitokin pro-inflamasi dalam plasma. Laporan kasus Covid-19 menunjukkan

bahwa pasien yang demam selama 5 hari mengalami batuk, memiliki suara napas

yang keras di kedua paru- parunya, dan memiliki suhu tubuh 39°C. Dahak pasien

menunjukkan reaksi berantai polimerase real-time positif, mengkonfirmasikan

infeksi Covid-19 (Rothan and Byrareddy, 2020).

Sebagai virus yang menyerang sistem pernapasan, patogenesis utama infeksi

Covid-19 adalah pneumonia berat, RNAaemia, kekeruhan kaca tanah, dan cedera

jantung akut. Kadar sitokin dan kemokin dalam darah pasien yang terinfeksi Covid-

19 sangat tinggi (Rothan and Byrareddy, 2020).


13

F. Transmisi Covid-19

Berdasarkan banyaknya orang tertular yang pernah bersentuhan dengan

pasar hewan basah di Wuhan yang biasanya menjual hewan hidup, diduga itu

mungkin asal zoonosis Covid-19. Namun, hingga saat ini, dengan pengecualian

mamalia dan burung, tidak ada bukti yang konsisten tentang kumpulan virus

corona. Analisis urutan genom Covid-19 mengungkapkan bahwa mirip dengan

dua sindrom pernafasan akut parah yang diturunkan dari kelelawar, mereka 88%

identik dengan dua virus corona. Ini menunjukkan bahwa mamalia paling

mungkin menjadi penghubung antara Covid-19 dan manusia (Rothan and

Byrareddy, 2020).

Penyebaran SARS-CoV-2 dari orang ke orang merupakan sumber utama

penularan, sehingga penyebarannya menjadi lebih agresif. Penyebaran SARS-CoV2

pada pasien bergejala terjadi melalui tetesan yang dikeluarkan saat batuk atau bersin

(Han and Hailan Yang, 2020). Penularan dari manusia ke manusia terutama terjadi

melalui kontak langsung atau melalui tetesan yang ditularkan melalui batuk atau

bersin orang yang terinfeksi (Rothan and Byrareddy, 2020).

Pengikatan reseptor yang diekspresikan oleh sel inang merupakan tahap

pertama dari infeksi virus dan kemudian fusi dengan membran sel. Ini karena sel

epitel paru merupakan target utama virus. Oleh karena itu, menurut laporan,

penyebaran SARS-CoV dari orang ke orang terjadi melalui pengikatan antara domain

pengikat reseptor dari lonjakan virus dan reseptor sel yang telah diidentifikasi

sebagai reseptor angiotensin converting enzyme 2 (ACE2). Yang penting, urutan


14

lonjakan domain pengikatan reseptor Covid-19 mirip dengan SARS-CoV (Rothan

and Byrareddy, 2020).

Penularan juga dapat terjadi melalui benda dan permukaan yang

terkontaminasi tetesan di sekitar orang yang terinfeksi. Sebab, penyebaran virus

Covid-19 bisa terjadi melalui kontak langsung dengan orang yang terinfeksi Dan

secara tidak langsung menyentuh permukaan atau benda yang digunakan oleh

orang yang terinfeksi (seperti stetoskop atau termometer) (kementerian

Kesehatan RI, 2020).

G. Klasifikasi Pasien Covid-19

Menurut Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Revisi V

(2020), Klasifikasi Pasien Covid-19 dibagi menjadi 8 bagian yaitu sebagai berikut.

1. Kasus Suspek

Kasus suspek adalah orang yang memiliki salah satu kondisi berikut:

a. Orang yang mengidap Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan pernah

bepergian atau tinggal di negara / wilayah di mana penularan lokal dilaporkan di

Indonesia dalam 14 hari terakhir sebelum timbulnya gejala.

b. Seseorang yang menderita gejala atau tanda ISPA dan memiliki riwayat kontak

dengan kasus Covid-19 yang dikonfirmasi dalam 14 hari terakhir sebelum

timbulnya gejala.

c. Pasien ISPA berat atau pneumonia berat memerlukan rawat inap dan didasarkan

pada manifestasi klinis yang meyakinkan tanpa alasan lain.

2. Kasus Probable

Kasus yang mungkin terjadi adalah mereka yang diduga menderita ARDS parah
15

atau kematian karena gambaran klinis Covid-19 yang meyakinkan dan tidak ada

hasil tes laboratorium Rt-PCR.

3. Kasus Konfirmasi

Kasus yang dikonfirmasi adalah orang yang hasil uji laboratorium RT- PCR

nya terbukti positif virus covid-19. Kasus konfirmasi dibagi menjadi dua :

a. Gejala kasus yang dikonfirmasi (dengan gejala / sympromatic)

b. Kasus terkonfirmasi asimtomatik (tidak bergejala)

4. Kontak erat

Orang yang mungkin telah melakukan kontak dengan kasus Covid-19 atau

kasus yang dikonfirmasi. Catatan riwayat kontak yang mencurigakan meliputi:

a. Kontak tatap muka dengan kasus yang mungkin atau dikonfirmasi dalam

radius 1 meter dan dalam waktu 15 menit atau lebih.

b. Kontak fisik langsung secepat mungkin (seperti berjabat tangan, meremas

tangan, dll.).

c. Orang yang dapat memberikan perawatan segera untuk kemungkinan atau

kasus yang dikonfirmasi tanpa mengenakan alat pelindung diri standar.

d. Menurut penilaian risiko lokal yang ditetapkan oleh tim investigasi

epidemiologi lokal, tunjukkan paparan lain (lihat lampiran untuk petunjuk).

5. Pelaku Perjalanan

Orang yang memiliki riwayat perjalanan adalah orang-orang yang pernah

melakukan perjalanan dari luar negeri maupun dalam negeri selama 14 hari terakhir.

6. Discarded

Jika terpenuhi, itu adalah salah satu dari kondisi berikut :


16

a. Pasien dengan status kasus mencurigakan dan hasil tes RT-PCR negatif

selama 2 hari berturut-turut (interval> 24 jam).

b. Mereka yang berstatus kontak dekat telah menyelesaikan masa karantina

selama 14 hari.

7. Selesai Isolasi

Isolasi akan selesai jika salah satu dari kondisi berikut terpenuhi:

a. Tidak ada kasus yang terkonfirmasi menunjukkan asimtomatik

b. Kemungkinan kasus tanpa tindak lanjut RT-PCR / gejala (simptomatik) kasus

yang dikonfirmasi adalah 10 hari dari tanggal onset, ditambah paling sedikit 3

hari setelah tidak ada demam dan gejala pernapasan.

c. Kasus / gejala dengan tes RT-PCR negatif dua kali lebih mungkin

dibandingkan kasus yang dikonfirmasi, dan gejala demam dan gangguan

pernapasan tidak lagi muncul setelah setidaknya tiga hari.

8. Kematian

Pemantauan kasus Covid-19 yang dikonfirmasi atau mati dapat menyebabkan

kematian akibat Covid-19.

H. Konsep Dasar Lansia

1. Defenisi lansia

Menurut World Health Organization (WHO), lansia adalah seseorang yang

telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada

manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok

yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process

atau proses penuaan.


17

Seseorang dikatakan lansia ialah apabila berusia 60 tahun atau lebih, karena

faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani

maupun sosial (Nugroho, 2012).

Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-

tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin

rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan

kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan,

pencernaan, endokrin dan lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring

meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel,

jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut pada umumnya mengaruh pada

kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh

pada ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada

activity of daily living (Fatimah, 2010).

2. Proses Menua

Menurut Depkes RI (2016) tentang proses menua yaitu:

a. Teori – teori biologi

1) Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)

Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies –

spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang

diprogram oleh molekul – molekul/DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami

mutasi sehingga terjadi penurunan kemampuan fungsional sel.

2) Pemakaian dan rusak

Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak).
18

3) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)

Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus.

Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan

tubuh menjadi lemah dan sakit.

4) Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory)

Sistem immune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus

kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.

5) Teori stres

Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.

Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal,

kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.

6) Teori radikal bebas

Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal bebas

(kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti

karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat

regenerasi.

7) Teori rantai silang

Sel-sel yang tua atau usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat,

khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan

dan hilangnya fungsi.

8) Teori program

Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah

sel-sel tersebut mati.


19

b. Teori kejiwaan sosial

1) Aktivitas atau kegiatan (activity theory)

Lansia mengalami penurunan jumlah kegiatan yang dapat dilakukannya. Teori

ini menyatakan bahwa lansia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak

dalam kegiatan sosial. Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari

lansia berupa mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap

stabil.

2) Kepribadian berlanjut (continuity theory)

Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia. Pada teori ini

menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lansia sangat

dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.

3) Teori pembebasan (disengagement theory)

Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara

berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini

mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun

kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan ganda (triple loss), yakni: (1)

Kehilangan peran; (2) Hambatan kontak sosial; (3) Berkurangnya kontak

komitmen.

3. Batasan Lanjut Usia

Menurut Nugroho (2008) ada beberapa pendapat para ahli mengenai batasan

lanjut usia diantaranya :

a. Menurut World Health Organization (WHO), ada empat tahapan lanjut usia

yaitu:
20

1) Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun

2) Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun

3) Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun

4) Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun

b. Menurut Koesoemanto Setyonegoro, lanjut usia dikelompokkan sebagai berikut:

1) Usia dewasa muda (elderly adulthood) yaitu usia 18/20-25 tahun

2) Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas (usia 25-60/65 tahun)

3) Lanjut usia (geriatric age) yaitu usia lebih dari 65/70 tahun, terbagi:

a) Usia 70-75 tahun (young old)

b) Usia 75-80 tahun (old)

c) Usia lebih dari 80 tahun (very old)

c. Menurut Hurlock, perbedaan lanjut usia terbagi dalm dua tahap yaitu:

1) Early old age (usia 60-70 tahun)

2) Advanced old age (usia 70 tahun ke atas)

4. Karakteristik Lansia

Lansia memiliki karakteristik yang berusia lebih dari 60 tahun, kebutuhan dan

masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, kebutuhan biopsikososial

dan spiritual, kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif (Maryam, 2008).

5. Klasifikasi Lansia

Menurut Depkes RI (2013) klasifikasi lansia terdiri dari:

a. Pra lansia yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun

b. Lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih


21

c. Lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 60 tahun lebih dengan maslah

kesehatan.

d. Lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakuakan pekerjaan dan

kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.

e. Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga

hidupnya tergantung pada bantuan orang lain.

6. Ciri-Ciri Lansia

Menurut Depkes RI (2016), ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut :

a. Lansia merupakan periode kemunduran

Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor psikologis

sehingga motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia.

Misalnya lansiayang memiliki motivasi yang rendah dalam melakukan kegiatan,

maka akanmempercepat proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang

memilikimotivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama

terjadi.

b. Lansia memiliki status kelompok minoritas

Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap

lansiadan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya lansia yang lebih

senangmempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi

negatif, tetapiada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang lain

sehingga sikap sosialmasyarakat menjadi positif.

c. Menua membutuhkan perubahan peran

Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasarkeinginan sendiri


22

bukan atas dasar tekanan dari lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan sosial

di masyarakat sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan

lansia sebagai ketua RW karena usianya.

7. Penyesuaian yang buruk pada lansia

Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung

mengembangkankonsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan bentuk

perilaku yang buruk.Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri

lansia menjadi buruk pula. Contoh: lansia yang tinggal bersama keluarga sering tidak

dilibatkan untukpengambilan keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi

inilah yangmenyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan

bahkanmemiliki harga diri yang rendah.

8. Perubahan-perubahan pada Lansia

Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara

degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia,

tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan seksual (Azizah

dan Lilik M, 2011).

a. Perubahan Fisik

1) Sistem Indra

Sistem pendengaran:Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh

karenahilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam,

terutamaterhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak

jelas, sulitdimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.

2) Sistem Integumen
23

Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastiskering dan berkerut.

Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis danberbercak. Kekeringan

kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen

berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.

3) Sistem Muskuloskeletal

Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: Jaringan penghubung

(kolagendan elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi. Kolagen sebagai

pendukungutama kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat

mengalamiperubahan menjadi bentangan yang tidak teratur.

a) Kartilago: jaringan kartilagopada persendian menjadi lunak dan

mengalami granulasi, sehingga permukaansendi menjadi rata.

Kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dandegenerasi yang

terjadi cenderung kearah progresif,konsekuensinya kartilagopada

persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan.

b) Tulang: berkurangnyakepadatan tulang setelah diamati adalah bagian dari

penuaan fisiologi, sehinggaakan mengakibatkan osteoporosis dan lebih

lanjut akan mengakibatkan nyeri,deformitas dan fraktur.

c) Otot: perubahan struktur otot pada penuaan sangatbervariasi, penurunan

jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringanpenghubung dan

jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif.

d) Sendi: pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligamen dan

fasiamengalami penuaan elastisitas.

4) Sistem kardiovaskuler
24

Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah massa jantung

bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga peregangan jantung

berkurang, kondisi ini terjadi karena perubahan jaringan ikat. Perubahan ini

disebabkan oleh penumpukan lipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringan

konduksi berubah menjadi jaringan ikat.

5) Sistem Respirasi

Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas

total parutetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk

mengkompensasi kenaikan ruang paru, udara yang mengalir ke paru

berkurang. Perubahan pada otot,kartilago dan sendi torak mengakibatkan

gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan peregangan toraks

berkurang.

6) Pencernaan dan Metabolisme

Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan

produksisebagai kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan gigi, indra

pengecap menurun, rasa lapar menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver

(hati) makinmengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, dan

berkurangnya aliran darah.

7) Sistem perkemihan

Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak

fungsi yangmengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan

reabsorpsi olehginjal.

8) Sistem saraf
25

Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang

progresifpada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi

dankemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

9) Sistem reproduksi

Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary

danuterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki- laki testis masih dapat

memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangsur-

angsur.

b. Perubahan Kognitif:

(1) Daya Ingat (Memory);

(2) IQ (Intellegent Quotient);

(3) Kemampuan Belajar (Learning);

(4) Kemampuan Pemahaman (Comprehension);

(5)Pemecahan Masalah (Problem Solving);

(6) Pengambilan Keputusan (Decision Making);

(7)Kebijaksanaan (Wisdom);

(8)Kinerja (Performance);

(9)Motivasi (Motivation)

c. Perubahan mental

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental:

1) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa

2) Kesehatan umum

3) Tingkat pendidikan
26

4) Keturunan (hereditas)

5) Lingkungan

6) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.

7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.

8) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan

keluarga.

9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran

diri,perubahan konsep diri. Perubahan spiritual agama atau kepercayaan

makin terintegrasi dalam kehidupannya. Lansia semakinmatang (mature)

dalam kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dalam berfikir danbertindak

sehari-hari.

d. Perubahan Psikososial

1) Kesepian

Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal terutama

jikalansia mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita penyakit fisik

berat,gangguan mobilitas atau gangguan sensorik terutama pendengaran.

2) Duka cita (Bereavement)

Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan

kesayangandapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada lansia.

Hal tersebutdapat memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatan.

3) Depresi

Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu

diikuti dengan keinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi suatu episode
27

depresi. Depresijuga dapat disebabkan karena stres lingkungan dan

menurunnya kemampuan adaptasi.

4) Gangguan cemas

Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan cemas umum,

gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsesif kompulsif, gangguan-

gangguantersebut merupakan kelanjutan dari dewasa muda dan

berhubungandengan sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek samping

obat, atau gejalapenghentian mendadak dari suatu obat.

5) Parafrenia

Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham (curiga),

lansiasering merasa tetangganya mencuri barang- barangnya atau

berniatmembunuhnya. Biasanya terjadi pada lansia yang terisolasi/diisolasi

ataumenarik diri dari kegiatan sosial.

6) Sindroma Diogenes

Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku

sangatmengganggu. Rumah atau kamar kotor dan bau karena lansia bermain-

main dengan feses dan urinnya, sering menumpuk barang dengan tidak

teratur.Walaupun telah dibersihkan, keadaan tersebut dapat terulang kembali.

9. Tujuan Pelayanan Kesehatan pada Lansia

Tujuan pelayanan kesehatan pada lansia menurut Depkes RI (2016) terdiri dari:

a. Mempertahankan derajat kesehatan para lansia pada taraf yang setinggi-

tingginya,sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan.

b. Memelihara kondisi kesehatan dengan aktifitas-aktifitas fisik dan mental.


28

c. Mencari upaya semaksimal mungkin agar para lansia yang menderita

suatupenyakit atau gangguan, masih dapat mempertahankan kemandirian

yang optimal.

d. Mendampingi dan memberikan bantuan moril dan perhatian pada lansia

yang beradadalam fase terminal sehingga lansia dapat mengadapi

kematian dengan tenang danbermartabat.Fungsi pelayanan dapat

dilaksanakan pada pusat pelayanan sosial lansia, pusat informasi

pelayanan sosial lansia, dan pusat pengembangan pelayanan sosial

lansiadan pusat pemberdayaan lansia.

I. Vaksin Covid-19

1. Definisi Vaksin Covid-19

Vaksin merupakan produk biologi yang mengandung antigen yang jika

diberikan kepada manusia akan secara aktif mengembangkan kekebalan khusus

terhadap penyakit tertentu (Covid-19 Komite Penanganan, 2020). Berbagai

negara termasuk Indonesia, sedang mengembangkan vaksin yang sangat cocok

untuk pencegahan infeksi SARS-CoV-2 pada berbagai platform, yaitu vaksin

virus yang dilemahkan, vaksin hidup dilemahkan, vaksin vektor virus, vaksin

asam nukleat, seperti virus. Vaksin (vaksin mirip virus) dan vaksin subunit

protein. Tujuan dengan dibuatnya vaksin ialah untuk mengurangi penyebaran

Covid-19, menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat Covid-19,

mencapai imunitas kelompok dan melindungi masyarakat dari Covid-19,

sehingga dapat menjaga produktivitas sosial dan ekonomi (Kemenkes RI Dirjen

P2P, 2020).
29

Menurut Menteri Kesehatan, vaksin Covid-19 memiliki tiga manfaat.

Termasuk di dalamnya adalah menambah kekebalan setiap orang yang divaksinasi

secara langsung, jika jumlah penduduk yang divaksinasi banyak, maka sistem

kekebalan penduduk akan memberikan perlindungan bagi mereka yang belum

divaksinasi atau belum menjadi populasi sasaran vaksin (yudho winanto, 2020).

2. Jenis-Jenis Vaksin Covid-19

Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto mengatakan bahwa pemerintah

sudah menetapkan ada 6 jenis vaksin Covid-19 yang akan digunakan di Indonesia

(Kemenkes RI, 2020a), di antaranya ialah :

a. Vaksin Merah Putih

Vaksin merah putih tersebut merupakan hasil kerjasama BUMN PT Bio

Farma (Persero) dengan Lembaga Eijkman. Pemerintah berharap vaksin merah

putih selesai pada akhir 2021. Bio Farma juga bekerja sama dengan perusahaan

vaksin China Sinovac Biotech.

b. AstraZeneca

AstraZeneca Pengujian yang dilakukan oleh AstraZeneca dan Oxford

University menunjukkan bahwa efisiensi rata-rata produksi vaksin virus corona

adalah 70%. Saat ini, uji coba masih berlanjut pada 20.000 relawan. Vaksin

AstraZeneca dianggap mudah untuk dikeluarkan karena tidak perlu disimpan

pada suhu yang sangat dingin.

c. China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm)

Perusahaan Grup Farmasi Nasional China. Meskipun tahap pengujian

terakhir belum selesai, di Cina, sekitar 1 juta orang telah divaksinasi berdasarkan
30

izin penggunaan darurat. Sebelum Sinopharm terbukti benar-benar sukses, itu

hanya digunakan untuk pejabat China, pekerja keliling dan pelajar. Pada

September 2020, Uni Emirat Arab adalah negara pertama di luar China yang

menyetujui penggunaan vaksin tersebut.

d. Moderna

Moderna mengklaim tingkat efektif produksi vaksinnya adalah

94,5%. Di penghujung November, Moderna mengaku telah mengajukan

permohonan penggunaan darurat vaksin Covid-19 kebadan regulasi di

Amerika Serikat dan Eropa. Moderna yakin bahwa vaksinnya memenuhi

persyaratan penggunaan darurat yang ditetapkan oleh Food and Drug

Administration (FDA) AS.

e. Pfizer Inc and BioNTech

Vaksin Pfizer dan BioNTech telah menyarankan BPOM di Amerika

Serikat dan Eropa untuk segera menggunakan vaksin virus korona mereka.

Dalam uji coba terakhir pada 18 November 2020, mereka mengklaim bahwa 95%

vaksin tersebut efektif melawan virus corona dan tidak ada bahaya keamanan.

f. Sinovac Biotech Ltd

Saat ini, CoronaVac sedang memasuki uji coba fase 3. Sinovac

sedang menguji vaksinnya di Brasil, Indonesia dan Bangladesh. Seperti yang

ditunjukkan pada hasil awal pada monyet yang dipublikasikan di jurnal

Science, antibodi yang dihasilkan oleh vaksin tersebut dapat menetralkan 10

strain Sars-coV-2.
31

J. Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan

1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan suatu ide yang muncul untuk mendapatkan

informasi dan memahami hal-hal yang diketahui yang dapat diingat dalam pikiran agar

bisa diambil gagasan atau informasi yang baru. Menurut Notoatmodjo (2010) dalam

(Wulandari. et al, 2015), menyebutkan bahwa pengetahuan merupakan salah satu

sumber informasi yang didapatkan melalui penginderaan manusia pada objek tertentu.

Masyarakat umum biasanya mendapatkan pengetahuan mengenai Covid-

19 melalui media informasi yang digunakan untuk mencari tahu suatu

permasalahan yang terjadi ditengah masyarakat sekarang. Informasi tidak lagi

dimaknai sebagai informasi dari satu orang ke orang lain, tetapi sudah menjadi

kebutuhan untuk mencari penyelesaian masalah yang ada setiap saat. Namun pada

kenyataannya, muncul masalah tersendiri dalam peredaran informasi yang cepat.

Beritanya tidak valid dan sumbernya tidak jelas. Hoaks tentang vaksin Covid-19

menimbulkan kepanikan publik dalam menghadapi pendistribusian vaksin Covid-

19. Apalagi menurut beberapa pemberitaan, vaksin covid-19 dianggap tidak halal

dan lain sebagainya. Proses produksi dan penyebaran informasi yang mudah di

masyarakat mengaburkan informasi yang efektif dan dikaburkan oleh berita yang

diedit oleh orang- orang yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu,

masyarakat membutuhkan pengetahuan dan pemahaman yang efektif tentang

vaksin Covid-19 (Nurislaminingsih, 2020).


32

Untuk menambah pengetahuan masyarakat mengenai vaksin Covid-19

diperlukannya kegiatan sosialisasi untuk menambah pengetahuan

masyarakat mengenai vaksin Covid-19 serta pentingnya penggunaan masker

pada saat keluar rumah bagi tenaga kesehatan maupun non- kesehatan

(Liang et al., 2020).

2. Persepsi

Persepsi adalah suatu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui

alat indra atau biasa juga disebut proses sensoris. Stimulus tersebut akan

diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi. (Walgito,

2010).

Menurut Sobur (2003) dalam (Wanto and Asha, 2020) menyebutkan bahwa

persepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

1. Harapan

Harapan merupakan kemampuan secara keseluruhan, termasuk

kemampuan menghasilkan cara untuk mencapai tujuan yang diinginkan, dan

motivasi untuk menggunakan cara-cara tersebut. Harapan didasarkan pada

harapan positif untuk mencapai tujuan. Jika harapan disertai dengan tujuan

berharga yang dapat dicapai daripada tujuan yang mustahil, maka harapan akan

menjadi lebih kuat.

2. Pengalaman

Pengalaman merupakan proses belajar dalam mencari ilmu, sehingga

dapat dikembangkan kembali dan diperluas. Orang dengan lebih banyak

pengalaman akan menambah sumber pengetahuan dan pemahaman.


33

3. Masa Lalu

Masa lalu adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan jumlah total

peristiwa yang terjadi sebelum titik waktu tertentu. Masa lalu sangat kontras

dengan masa kini dan masa depan.

4. Keadaan Psikologis

Keadaan Psikologi merupakan suatu kondisi kesehatan mental, keadaan

emosi, cara berpikir tentang pengelolaan informasi dan perilaku sosial manusia.

Psikologi harus dianggap sebagai bagian penting dari kesehatan manusia secara

keseluruhan.

Selain 4 faktor tersebut masih ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi

persepsi, yaitu :

1) Perhatian adalah proses mental ketika stimulus menjadi menonjol dalam

kesadaran dan stimulus yang lain berkurang.

2) Merangsang benda atau peristiwa tertentu baik berupa orang, benda atau

peristiwa.

3) Situasi, pembentukan persepsi terjadi pada tempat, waktu, atmosfer, dll.

4) Gerakan lebih mudah untuk dilihat daripada objek tetap, statis dan pasif.

5) Sesuatu hal yang baru, karena hal baru akan menarik lebih banyak perhatian.

Dalam penelitian tentang persepsi masyarakat terhadap vaksin covid-19,

terdapat teori mengenai persepsi. Teori yang berkaitan dengan persepsi yaitu salah

satunya adalah teori skinner tentang stimulus- organisme-response model (SOR).

Model ini dikembangkan oleh Russell dan Mehrabian pada tahun 1974. Model ini

menjelaskan hubungan antara tiga komponen utama yaitu, rangsangan (stimulus),


34

mahluk hidup (organisme) dan reaksi terhadap rangsangan (response). Menurut

Eroglu, et al (2001) dalam (Hardianto, 2019) Stimulus atau rangsangan dapat

diartikan sebagai faktor yang mempengaruhi kondisi internal individu. Dalam

penelitian ini, yang mencakup stimulus yaitu pendidikan, umur, jenis kelamin,

agama, pengetahuan, penyakit tidak menular. Organisme ialah suatu proses yang

terjadi dalam diri seseorang yang terdiri dari pembelajaran, ingatan, sosial dan

motivasi sedangkan response ialah keputusan akhir atau tanggapan seperti,

perhatian, penerimaan dan pengertian dimana response dalam penelitian ini yaitu

persepsi masyarakat terhadap vaksin covid-19.

Teori Skinner tentang stimulus-organisme-response menunjukkan suatu

konsentrasi terhadap perkembangan psikis yang terjadi pada masyarakat. Bagaimana

masyarakat menangkap dan menyeleksi suatu objek yang ada di sekitarnya, lalu

mengorganisasinya dan memberikan reaksi terhadap objek atau rangsangan dengan

menunjukkan respons baik dalam perubahan sikap maupun tindakan yang terus

menerus (Inda Premordia, Agus Maulana, 2008). persepsi masyarakat terhadap vaksin

covid-19 ialah sebagai berikut :

3. Faktor Pendidikan

Pendidikan merupakan upaya agar seseorang mengembangkan sesuatu

atau informasi agar menjadi lebih baik. Semakin tinggi latar belakang pendidikan

seseorang, semakin banyak pula ilmu yang diperolehnya. Namun hal ini tidak

berarti bahwa pendidikan yang rendah akan mengakibatkan penurunan

pengetahuan yang kesemuanya bergantung pada kognitif kepribadian masing-


35

masing (Notoatmodjo, 2003).

4. Faktor Pekerjaan

Menurut Notoatmodjo, 2010 (dalam Purnamasari. I & Raharyani. A.E,

2020), menyebutkan bahwa pekerjaan merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi tingkat persepsi seseorang. Dalam penelitian Moudy. J &

Syakurah. R.A (2020), menemukan bahwa terdapat hubungan antara pekerjaan

dengan status kesehatan seseorang (Moudy and Syakurah, 2020).

5. Riwayat Penyakit Tidak Menular

Penyakit tidak menular merupakan salah satu jenis penyakit yang tidak

bisa ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui segala bentuk kontak apa

pun. Menurut Najmah, dkk (2015) mengatakan bahwa seseorang yang mempunyai

riwayat penyakit tidak menular ialah menderita Penyakit Jantung, Hipertensi,

Kencing Manis, Rematik, Kanker atau Tumor, Stroke, Kecelakaan Lalu Lintas

dan Osteoporosi atau Patah Tulang (Najmah,etal 2015).


BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti

1. Variabel Independen ( Vaksin Covid -19 : Pengetahuan, persepsi, pendidikan,

pekerjaan , dan riwayat penyakit tidak menular)

a. Pengetahuan

Masyarakat umum biasanya mendapatkan pengetahuan mengenai Covid-19

melalui media informasi yang digunakan untuk mencari tahu suatu permasalahan

yang terjadi ditengah masyarakat sekarang. Informasi tidak lagi dimaknai sebagai

informasi dari satu orang ke orang lain, tetapi sudah menjadi kebutuhan untuk

mencari penyelesaian masalah yang ada setiap saat. Namun pada kenyataannya,

muncul masalah tersendiri dalam peredaran informasi yang cepat. Beritanya tidak

valid dan sumbernya tidak jelas. Hoaks tentang vaksin Covid-19 menimbulkan

kepanikan publik dalam menghadapi pendistribusian vaksin Covid-19.

b. Persepsi

Persepsi adalah suatu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui

alat indra atau biasa juga disebut proses sensoris. Stimulus tersebut akan

diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi. (Walgito, 2010)

c. Pendidikan

Pendidikan merupakan upaya agar seseorang mengembangkan sesuatu atau

informasi agar menjadi lebih baik. Semakin tinggi latar belakang pendidikan

seseorang, semakin banyak pula ilmu yang diperolehnya. Namun hal ini tidak

berarti bahwa pendidikan yang rendah akan mengakibatkan penurunan


pengetahuan yang kesemuanya bergantung pada kognitif kepribadian masing-

masing (Notoatmodjo, 2003).

d. Pekerjaan

Menurut Notoatmodjo, 2010 (dalam Purnamasari. I & Raharyani. A.E,

2020), menyebutkan bahwa pekerjaan merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi tingkat persepsi seseorang dalam menerima vaksin covid -19.

e. Riwayat Penyakit Menular

Penyakit tidak menular merupakan salah satu jenis penyakit yang tidak bias

ditularkan dari salah satu orang ke orang lain melalui segala bentuk kontak

apapun, namun hal ini sangat berpengaruh pada pemberian vaksin covid-19.

2. Variabel Dependen ( Penerimaan Vaksin Covid-19)

Kesedian lansia untuk melakukan vaksin covid-19 dalam hal ini dengan

adanya dorongan oleh orang tua, toko masyarakat, perilaku teman sebaya yang

menjadi panutan (Purnomo and Gayatri, 2017).

B. Bagan Kerangka Konsep

Berdasarkan penelitian ini terdapat kerangka konsep sebagai berikut :

Pengetahuan

Pendidikan
Penerimaan Vaksin
Pekerjaan Covid-19

Riwayat Penyakit
Tidak menular
Keterangan

: Variabel Independent

: Variabel Dependent

C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

Cara

No Variabel Definisi Ukur dan Hasil Ukur Skala Ukur

Alat Ukur

1 Dependent : Merupakan Kuesioner 1=Ya Nominal

Penerimaan kesediaan Lansia 2= Tidak

Vaksin dalam penerimaan

vaksin covid -19

untuk menambah

system imun tubuh

dalam melawan

virus corona.

2 Independen : Merupakan Kuesioner 1=Baik : Jika skor Ordinal

pengetahuan kemampuan lansia jawaban

mengenai responden ≥ 5

informasi tentang dari total skor

kegunaan vaksin 2=Kurang : Jika

covid -19, macam skor jawaban

– macam vaksin responden < 5 dari


Cara

No Variabel Definisi Ukur dan Hasil Ukur Skala Ukur

Alat Ukur

covid -19, total skor.

kandungan

didalam vaksin dan

tempat pemberian

vaksin serta vaksin

yang sudah di

suntikkan di

masyarakat.
3. Persepsi Kuesioner 1=Positif : jika Ordinal
Merupakan proses
skor jawaban
yang menyangkut
responden ≥ 5
masuknya pesan
dari total skor
atau informasi
2=Negatif : jika
kedalam otak
skor jawaban
manusia.
responden < 5

dari total skor

4 Pendidikan Kuesioner Ordinal


1=pendidikan
Merupakan tingkat
Tinggi
pendidikan Formal
(sma,PT/Akademi)
seseorang dalam
2=Pendidikan
Cara

No Variabel Definisi Ukur dan Hasil Ukur Skala Ukur

Alat Ukur

mengembangkan Rendah (tidak

sesuatu atau sekolah, sd,smp)

informasi agar (Wulandari et al.,

menjadi lebih baik. 2020)

5 Pekerjaan Kuesioner Ordinal


1= Bekerja

Merupakan suatu 2= Tidak Bekerja

aktivitas yang

dilakukan oleh

manusia untuk

mempertahankan

hidupnya.
6 Riwayat Kuesioner Nominal
1=Tidak
Penyakit Tidak
2= Ya
Riwayat penyakit
Menular
tidak menular ialah

jika seseorang

menderita dari

salah satu jenis

penyakit seperti :

Jantung,
Cara

No Variabel Definisi Ukur dan Hasil Ukur Skala Ukur

Alat Ukur

Hipertensi,

Kencing Manis,

Rematik,

Kankeratau tumor,

stroke, Hemofilia,

kecelakaan lalu

lintas dan

osteoporosis

D. Hipotesis penelitian

1. Hipotesis Alternatif (HA)

a. Ada hubungan antara faktor Pengetahuan dengan penerimaan vaksinasi

Covid-19 pada lansia di wilayah kerja puskesmas Belawae Kabupaten

Sidenreng Rappang.

b. Ada hubungan antara faktor Pendidikan dengan penerimaan vaksinasi Covid-

19 pada lansia di wilayah kerja puskesmas Belawae Kabupaten Sidenreng

Rappang.

c. Ada hubungan antara faktor pekerjaan dengan penerimaan vaksinasi Covid-

19 pada lansia di wilayah kerja puskesmas Belawae Kabupaten Sidenreng

Rappang.
d. Ada hubungan antara faktor riwayat penyakit covid-19 dengan penerimaan

vaksinasi Covid-19 pada lansia di wilayah kerja puskesmas Belawae

Kabupaten Sidenreng Rappang.

2. Hipotesis Noul (H0)

a. Tidak Ada hubungan antara faktor Pengetahuan dengan penerimaan

vaksinasi Covid-19 pada lansia di wilayah kerja puskesmas Belawae

Kabupaten Sidenreng Rappang.

b. Tidak Ada hubungan antara faktor Pendidikan dengan penerimaan vaksinasi

Covid-19 pada lansia di wilayah kerja puskesmas Belawae Kabupaten

Sidenreng Rappang.

c. Tidak Ada hubungan antara faktor pekerjaan dengan penerimaan vaksinasi

Covid-19 pada lansia di wilayah kerja puskesmas Belawae Kabupaten

Sidenreng Rappang.

d. Tidak Ada hubungan antara faktor riwayat penyakit dengan penerimaan

vaksinasi Covid-19 pada lansia di wilayah kerja puskesmas Belawae

Kabupaten Sidenreng Rappang.

BAB IV

METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian study deskriptif korelaisonal dengan

pendekatan cross sectional Study, yaitu penelitian yang diarahkan untuk

menjelaskan hubungan antara dua variabel bebas dengan variabel terikat dengan

desain penelitian cross sectional dimana data yang menyangkut variabel bebas

dan terikat dikumpulkan dalam waktu bersama – sama. (Notoatmodjo, 2010).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah kerja puskesmas Belawae Kabupaten

Sidenreng Rappang.

2. Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 18 Februari s/d 18 Maret tahun

2022.

C. Populasi dan sampel

1. Populasi

Menurut (Sugiyono, 2013) menyebutkan bahwa populasi adalah

wilayah generalisasi yang akan diteliti oleh peneliti dengan melakukan

insvestigasi yang kemudian akan ditarik kesimpulan. Populasi target

dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang belum vaksin dan

bersedia di vaksin yang ada di wilayah kerja Puskesmas Belawae

Kabupaten Sidenreng Rappang sebanyak 60 orang.

2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang memiliki jumlah dan

karakteristik yang dapat mewakili dari populasi (Sugiyono, 2013). Menurut

(Najmah, 2015), sampel adalah sebagian kecil dari populasi atau objek

dengan karakteristik yang sama. Sampel penelitian ini adalah seluruh lansia

dengan usia 60 Tahun keatas dan belum di vaksin covid-19 yang bersedia di

vaksin covid-19.

Sampel dalam penelitian ini yakni berjumlah 52 sampel atau

responden.

Adapun jumlah lansia yang ada di Wilayah kerja Puskesmas Belawae

Kabupaten Sidenreng Rappang yakni sebanyak 303 orang dan jumlah yang

sudah di vaksin sebanyak 95 orang dan belum di vaksin sebanyak 60 orang.

Sehingga penentuan besar sampel dalam penelitian ini menggunakan

rumus sebagai berikut :

N= N

1+N (d)2

Keterangan :

n : Jumlah Sampel

N : Jumlah Populasi

d : Tingkat kepercayaan/ketetapan yang di inginkan (0,05)

60

n =
1+ 60(0,0,05)2

60

n =

1+ 60(0,0025)

60

n =

1+ 0,15

60

n =

1,15

n = 52,1

Berdasarkan perhitungan tersebut, dapat diketahui bahwa sampel yang

diperlukan sejumlah 52 orang.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Pada penelitian ini, menggunakan nonprobability sampling dengan


teknik yang diambil yaitu Proposive Sampling merupakan teknik

pengambilan sampel dengan cara menentukan kriteria khusus terhadap

sampel yang akan diteliti (Priyono, 2008). Teknik ini dilakukan dengan

menetukan kriteria pada sampel penelitian yaitu lansia yang berusia 60 tahun

keatas dan belum di vaksin covid-19 yang ada di wilayah kerja Puskesmas

Belawae Kabupaten Sidenreng Rappang. Kemudian untuk cara pengambilan

sampel dalam penelitian ini hanya kepada lansia yang bersedia untuk mengisi

kuesioner secara langsung.

D. Pengumpulan dan penyajian data

1. Pengumpulan data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data primer. Menurut

Sekaran (2011) menyebutkan bahwa data primer adalah suatu data yang

diperoleh dari peneliti yang berkaitan dengan variabel dan tujuan penelitian yang

ingin diteliti. Data primer dalam penelitian ini bersumber dari kuisioner yang

diberikan kepada responden secara langsung dan melalui penyebaran kuisioner.

2. Penyajian Data

Dalam penelitian ini penyajian data disajikan dalam bentuk tabel, grafik,

dan interpretasi hasil untuk mempermudah dalam penyampaian informasi dan

juga mempermudah pada saat data yang dihasilkan telah didapatkan untuk

disajikan agar mudah dipahami.

A. Etika Penelitian

1. Informed consent / Lembar persetujuan


Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti

yang memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul penelitian dan manfaat

penelitian. Bila subjek menolak maka peneliti tidak akan memaksakan

kehendak dan tetap menghormati hak-hak subjek.

2. Anonimity /Kerahasiaan identitas

Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencantumkan nama

responden, tetapi lembar tersebut diberikan kode.

3. Confidentiality / Kerahasiaan informasi

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya

kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

E. Analisis data

1. Analisis Univariat

Pada penelitian ini untuk mengetahui masing – masing karakteristik

variabel yang akan diteliti.

2. Analisis Bivariat

Pada penelitan ini untuk mengetahui hubungan antara dua varibel. Uji

statistik dalam analisis bivariat dalam penelitian ini menggunakan uji chi-squere.

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Puskesmas Belawae beralamat di

Kecamatan Pitu Riase, Kabupaten Sidenreng Rappang. Dalam penelitian ini

diperoleh data mengenai Faktor – faktor yang mempengaruhi penerimaan

vaksin covid-19 pada lansia di Puskesmas Belawae Kabupaten Sidenreng

Rappang. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 18 februari s.d 18 maret

2022 adapun jumlah sampel dalam penelitian inisebanyak 52 responden yang

diambil menggunakan kriteria khusus (proposive sampling).

Setelah data dikumpulkan melalui kuesioner selanjutnya dilakukan

pengelolaan data di Aplikasi SPSS dan skoring. Analisa data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah Analisa Univariat dan Bivariat.

1. Karakteristik Umum Responden

a. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Responden

NO UMUR FREKUENSI PERSENTASE (%)


1 60-65 18 34,6
2 66-70 13 25
3 71-75 10 19,2
4 76-80 7 13,5
5 81-85 3 5,8
6 85-90 1 1,9
TOTAL 52 100
Sumber : Data Primer, Maret 2022

Berdasarkan table 5.1 dari 52 lansia, 18 lansia (34,6%) berumur 60-


65 tahun, 13 lansia (25%) berumur 66-70 tahun, 10 lansia berumur (19,2%)
71-75 tahun, 7 lansia (13,5%) berumur 76-80 tahun, 3 lansia (5,8%) berumur
81-85 tahun, serta 1 lansia (1,9%) berumur 85-90 tahun.

b. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Responden

Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin

NO JENIS KELAMIN FREKUENSI PERSENTASE (%)


1 LAKI-LAKI 35 67,3
2 PEREMPUAN 17 32,7
TOTAL 52 100
Sumber : Data Primer, Maret 2022

Berdasarkan table 5.2 dari 52 lansia, 35 lansia (67,3%) berjenis

kelamin laki-laki dan terdapat 17 lansia (32,7%) berjenis kelamin perempuan.

2. Analisis Univariat

Analisa Univariat bertujuan untuk menggambarkan karakteristik

responden meliputi penerimaan vaksin, pengetahuan , pendidikan,

pekerjaan, persepsi dan riwayat penyakit.

Tabel 5.3 Distribusi Berdasarkan Penerimaan Vaksin Covid-19 Pada

Lansia di Puskesmas Belawae Kab. Sidrap


NO Penerimaan Vaksin n %

1 Ya 32 61,5

2 Tidak 20 38,5

Total 52 100

Sumber : Data Primer, Maret 2022

Berdasarkan Tabel 5.3 diperoleh keseluruhan sampel penelitian

sebanyak 52 lansia, dari 52 lansia, 32 lansia (61,5%) menerima vaksin

dan sebanyak 20 lansia (38,5%) tidak atau menolak untuk di vaksin.

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan tentang Vaksin

Covid-19 Pada Lansia di Puskesmas Belawae Kab. Sidrap

NO Pengetahuan n %

1 Baik 42 80,8

2 Kurang 10 19,2

Total 52 100

Sumber : Data Primer, Maret 2022

Berdasarkan Tabel 5.4 diperoleh keseluruhan sampel penelitian

sebanyak 52 lansia, dengan pengetahuan baik sebanyak 42 lansia

(80,8%), dan pengetahuan kurang sebanyak 10 lansia (19,2%).

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pendidikan tentang

Vaksin Covid-19 Pada Lansia di Puskesmas Belawae Kab. Sidrap


NO Pendidikan n %

1 Tinggi 4 7,7

2 Rendah 48 92.3

Total 52 100

Sumber : Data Primer, Maret 2022

Berdasarkan Tabel 5.5 diperoleh keseluruhan sampel penelitian

sebanyak 52 lansia, dengan pendidikan tinggi sebanyak 4 lansia (7,7%),

dan pendidikan rendah sebanyak 48 lansia (92,3%).

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan tentang Vaksin

Covid-19 Pada Lansia di Puskesmas Belawae Kab. Sidrap

NO Pekerjaan n %

1 Bekerja 11 21.2

2 Tidak Bekerja 41 78.8

Total 52 100

Sumber : Data Primer, Maret 2022

Berdasarkan Tabel 5.6 diperoleh keseluruhan sampel penelitian

sebanyak 52 lansia, dengan status bekerja sebanyak 11 lansia (21,2%),

dan tidak bekerja sebanyak 41 (78,8%) lansia .

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Persepsi tentang Vaksin

Covid-19 Pada Lansia di Puskesmas Belawae Kab. Sidrap


NO Persepsi n %

1 Positif 45 86,5

2 Negatif 7 13,5

Total 51 100

Sumber : Data Primer, Maret 2022

Berdasarkan Tabel 5.7 diperoleh keseluruhan sampel penelitian

sebanyak 52 lansia, 45 lansia (86,5%) memiliki persepsi yang positif, dan

7 lansia (13,5%) memiliki persepsi yang Negatif terhadap Vaksin covid-

19.

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi berdasarkan Riwayat Penyakit menular

tentang Vaksin Covid-19 Pada Lansia di Puskesmas Belawae Kab. Sidrap

NO Riwayat Penyakit n %

1 Tidak Ada 26 50.0

2 Ada 26 50.0

Total 52 100

Sumber : Data Primer, Maret 2022

Berdasarkan Tabel 5.8 diperoleh keseluruhan sampel penelitian

sebanyak 52 lansia, dengan tidak ada riwayat penyakit sebanyak 26 lansia

(50%), dan ada riwayat penyakit sebanyak 26 (50%) lansia .

3. Analisis Bivariat

Analisis Bivariat ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui

Faktor –faktor yang mempengaruhi penerimaan vaksin covid-19 pada


lansia di wilayah kerja puskesmas Belawae, yang dilakukan dengan

menggunakan uji statistic Chi Square dengan tingkat kemaknaan α= 0,05

seperti yang tertera di bawah ini :

Tabel 5.9 Hasil Analisis Bivariat Hubungan Pengetahuan dengan

Penerimaan Vaksin

Penerimaan Vaksin P-
N Total
Pengetahuan Ya Tidak Value
O
n % n % n %

1 Baik 31 73,8 11 26,2 42 80,8


0,001
2 Kurang 1 10 9 90 10 19,2

Total 32 61,5 21 38,5 52 100

Berdasarkan Tabel 5.9 didapati hasil penelitian dari 42

(80,8%) dengan pengetahuan baik, cenderung lebih banyak menerima

vaksin covid- 19 yaitu sebanyak 31 lansia (73%) di bandingkan

dengan yang tidak menerima vaksin covid-19 sejumlah 11 lansia

(26,2%). Sementara itu, lansia dengan pengetahuan kurang sebanyak

10 (19,2%), yang menerima vaksin sebanyak 1 lansia (10%)

sementara yang tidak menerima vaksin sebanyak 9 (90%).

Berdasarkan hasil uji statistic chi square diperoleh nilai ρ – 0,001.

Dengan demikian ρ < α = 0,05 sehingga Ha diterima dan Ho ditolak

dengan interpretasi “Ditemukan adanya hubungan pengetahuan


dengan penerimaan vaksin covid-19 di wilayah kerja Puskesmas

Belawae”

Tabel 5.10 Hasil Analisis Bivariat Hubungan Pendidikan dengan

Penerimaan Vaksin

Penerimaan Vaksin P-
Total
NO Pendidikan Ya Tidak Value

n % n % n %

1 Tinggi 4 100 0 0.0 4 7,7


0,267
2 Rendah 28 58,3 20 41,7 48 92.3

Total 32 61,5 20 38,5 52 100

Berdasarkan Tabel 5.10 menunjukkan bahwa dari 4 lansia

(7,7%) dengan pendidikan tinggi , terdapat 4 lansia (100%) yang

menerima vaksin , dan sebanyak 48 lansia (92,3%) dengan pendidikan

rendah, terdapat 28 lansia (58,3%) yang menerima vaksin serta 20

lansia (41,7%) tidak menerima vaksin.

Berdasarkan hasil uji statistic chi square diperoleh nilai ρ – 0,267.

Dengan demikian ρ > α =0,05 sehingga Ha ditolak dan Ho diterima

dengan interpretasi “Tidak ditemukan adanya hubungan pendidikan

dengan penerimaan vaksin covid-19”


Tabel 5.11 Hasil Analisis Bivariat Hubungan Pekerjaan dengan

Penerimaan Vaksin

Penerimaan Vaksin P-

Total Valu
NO Pekerjaan Ya Tidak
e

n % n % n %

1 Bekerja 6 54,4 5 45,5 11 21.2

Tidak 0,851
2 26 63,4 15 36,6 41 78.8
Bekerja

Total 32 61,5 20 38,5 52 100

Berdasarkan Tabel 5.11 menunjukkan bahwa dari 11 lansia

(21,2%) sedang bekerja, terdapat 6 lansia (54,4%) yang menerima

vaksin,dan sebanyak 5 lansia (45,5%) yang menolak di vaksin,

sementara itu dari 41 lansia (78,8%) tidak bekerja, terdapat 26 lansia

(63,4%) menerima vaksin setar 15 lansia (36,6%) yang tidak bekerja

menolak untuk di vaksin.

Berdasarkan hasil uji statistic chi square diperoleh nilai ρ – 0,851.

Dengan demikian ρ > α =0,05 sehingga Ha ditolak dan Ho diterima


dengan interpretasi “Tidak ditemukan adanya hubungan pekerjaan

dengan penerimaan vaksin covid-19”

Tabel 5.12 Hasil Analisis Bivariat Hubungan Persepsi dengan

Penerimaan Vaksin covid-19

Penerimaan Vaksin P-

Total Valu
NO Persepsi Ya Tidak
e

n % n % n %

1 Positif 32 71,1 13 28,9 45 86,5


0,001
2 Negatif 0 0 7 100 7 13,5

Total 32 61,5 20 38,5 52 100

Berdasarkan Tabel 5.12 menunjukkan bahwa dari 45 lansia

(86,5%) dengan persepsi positif, terdapat 32 lansia (71,1%) yang

bersedia menerima vaksin sementara 13 lansia (28,9%) yang menolak

di vaksin, sedangkan dari 7 lansia (13,3%), terdapat 7 lansia (100%)

yang memiliki persepsi negative tidak bersedia divaksin covid-19

Berdasarkan hasil uji statistic chi square diperoleh nilai ρ – 0,01

Dengan demikian ρ > α (0,05)sehingga Ha diterima dan Ho ditolak

dengan interpretasi “Ditemukan adanya hubungan persepsi dengan

penerimaan vaksin covid-19”


Tabel 5.13 Hasil Analisis Bivariat Hubungan Riwayat Penyakit tidak

menular dengan Penerimaan Vaksin

Penerimaan Vaksin P-

Riwayat Total Valu


NO Ya Tidak
Penyakit e

n % n % n %

1 Tidak Ada 22 84,6 4 15,4 26 50


0,002
2 Ada 10 38,5 16 61,5 26 50

Total 32 61,5 20 38,5 52 100

Berdasarkan Tabel 5.13 menunjukkan bahwa dari 26 lansia

(50%) tidak memiliki riwayat penyakit tidak menular, terdapat 22

lansia (84,6%) yang bersedia divaksin,dan yang menolak di vaksin

sebanyak 4 (15,4%), sementara itu terdapat 26 lansia (50%) memiliki

riwayat penyakit tidak menular, terdapat 10 lansia (38,5%) yang

bersedia di vaksin serta 16 lansia (61,55) menolak untuk di vaksin.

Berdasarkan hasil uji statistic chi square diperoleh nilai ρ – 0,002.

Dengan demikian ρ > α = 0,05 sehingga Ha diterima dan Ho ditolak

dengan interpretasi “Ditemukan adanya hubungan Riwayat Penyakit

tidak menular dengan penerimaan vaksin covid-19”


B. Pembahasan

1. Hubungan Pengetahuan dengan penerimaan vaksin covid-19

Berdasarkan hasil penelitian di dapatkan adanya pengaruh

pengetahuan terhadap penerimaan vaksin covid-19. Hal ini

berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa dari

42 lansia dengan pengetahuan baik, cenderung lebih banyak menerima

vaksin covid- 19 yaitu sebanyak 31 lansia di bandingkan dengan yang

tidak menerima vaksin covid-19 sejumlah 11 lansia Sementara itu,

lansia dengan pengetahuan kurang sebanyak 10 responden yang

menerima vaksin sebanyak 1 responden sementara yang tidak

menerima vaksin sebanyak 9 responden.

Berdasarkan hasil uji statistic chi square diperoleh nilai ρ – 0,001.

Dengan demikian ρ < α = 0,05 sehingga Ha diterima dan Ho ditolak

dengan interpretasi “Ditemukan adanya hubungan pengetahuan

dengan penerimaan vaksin covid-19 di wilayah kerja Puskesmas

Belawae”

Pengetahuan dapat di pengaruhi oleh informasi yang didapatkan

dari media online seperti android secara mandiri, berita di televisi dan

mempunyai peranan penting dalam penyebaran informasi tentang

vaksinasi (Karlsson et. (Karlsson et al., 2021). Hal ini dikarenakan

bahwa informasi merupakan sebuah pesan yang secara langsung atau

tidak langsung didaptkan masyarakat. Semakin banyak seseorang


mendapatkan informasi pemahaman tentang penerimaan vaksin.

kekhawatiran, sehingga semakin banyak informasi maka dapat

mempengaruhi pemikirannya. Faktor lain adalah responden cenderung

memiliki keyakinan jika divaksin akan menyebabkan badannya sakit

(K. Wang et al., 2021). Hasil ini sesuai dengan penelitian Malik et al.,

2020, keyakinan seseorang dapat mempengaruhi seseorang bertindak.

Pengetahuan sangat penting untuk memahami dinamika penyakit,

pengendalian dan keberhasilan program vaksin (Bhartiya et al., 2021).

Pengetahuan yang kurang dapat mempengaruhi dalam pengambilan

keputusan vaksinasi covid-19. Selain itu persepsi masyarakat menjadi

alasan utama penerimaan vaksin Covid-19. Alasan utama dalam

penerimaan vaksin covid-19 adalah pengetahuan, sikap dan persepsi

di Arab dengan hasil penerimaan sebesar 64.7%, di Amerika 64% dan

di Turki 49.7% (Bhartiya et al., 2021).

2. Hubungan pendidikan dengan penerimaan vaksin covid-19

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 4 responden

dengan pendidikan tinggi , terdapat 4 responden yang menerima vaksin ,

dan sebanyak 48 lansia dengan pendidikan rendah, terdapat 28 responden

yang menerima vaksin serta 20 responden tidak menerima vaksin.

Berdasarkan hasil uji statistic chi square diperoleh nilai ρ – 0,267.

Dengan demikian ρ < α =0,05 sehingga Ha ditolak dan Ho diterima


dengan interpretasi “Tidak ditemukan adanya hubungan pendidikan

dengan penerimaan vaksin covid-19”

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Tasnim, 2021)

yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara pendidikan

dengan persepsi masyarakat terhadap vaksin covid-19 dengan P- value

yang dihasilkan yaitu 0,302. Kemudian hal ini juga berbeda dengan

penelitian yang dilakukan oleh (Faasse and Newby, 2020) yang

mangatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara pendidikan dengan

persepsi masyarakat terhadap vaksin covid-19 dengan P-value yaitu

0,804.

3. Hubungan pekerjaan dengan penerimaan vaksin covid-19

Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa dari 11 lansia

sedang bekerja, terdapat 6 lansia yang menerima vaksin,dan sebanyak 5

lansia yang menolak di vaksin, sementara itu dari 41 lansia tidak bekerja,

terdapat 26 lansia menerima vaksin setar 15 lansia yang tidak bekerja

menolak untuk di vaksin.

Berdasarkan hasil uji statistic chi square diperoleh nilai ρ – 0,851.

Dengan demikian ρ < α =0,05 sehingga Ha ditolak dan Ho diterima

dengan interpretasi “Tidak ditemukan adanya hubungan pekerjaan dengan

penerimaan vaksin covid-19”

Pekerjaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

tingkat persepsi seseorang terhadap vaksin covid-19. Dari hasil analisis


bivariate didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pekerjaan

dengan penerimaan vaksin covid-19 hal ini sejalan dengan penelitian

(Qiao et al., 2020) yang mengatakan bahwa tidak terdapat hubungan

antara status pekerjaan dengan persepsi tentang vaksin covid19.

Masyarakat yang bekerja cenderung menerima terhadap vaksin covid-19

karena orang yang sudah bekerja lebih banyak bertemu dengan orang

secara sosial, lingkungan tempat kerja dan banyak terpapar informasi. (J.

Wang et al., 2021) kemudian orang yang belum bekerja juga cenderung

menerima, hal ini mungkin saja berkaitan dengan lingkungan sosial,

teman dan tingkat pendidikan seseorang. Pada kesediaan mereka benar

ingin melakukan sesuai keinginan mereka atau ada keterpaksaan dalam

melakukan vaksinasi terkait dimana tempat mereka bekerja. Sehingga

orang yang memiliki persepsi yang baik terhadap vaksin belum tentu bisa

mengukur tingkat penerimaan mereka terhadap vaksin covid-19 (Karlsson

et al., 2021).

4. Hubungan persepsi dengan penerimaan vaksin covid-19

Berdasarkan Tabel 5.10 menunjukkan bahwa dari 45 lansia dengan

persepsi positif, terdapat 32 lansia yang bersedia menerima vaksin

sementara 13 lansia yang menolak di vaksin, sedangkan dari 7 lansia,

terdapat 7 lansia yang memiliki persepsi negative tidak bersedia divaksin

covid-19
Berdasarkan hasil uji statistic chi square diperoleh nilai ρ – 0,01

Dengan demikian ρ > α (0,05) sehingga Ha diterima dan Ho ditolak

dengan interpretasi “Ditemukan adanya hubungan persepsi dengan

penerimaan vaksin covid-19”

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi berhubungan dengan

penerimaan vaksin , hal ini karena ada pengaruh pengetahuan dan self

efficacy. Self efficacy mempunyai peranan penting didalam seseorang

melaksanakan vaksinasi Covid-19. Hal yang memperkuat adalah niat

seseorang dalam melakukan vaksinasi covid-19 (Karlsson et al., 2021).

Pada hasil penelitian terdapat 7,3% dengan persepsi negatif. Hal ini

terlihat pada kekhawatiran efek samping vaksinasi covid-19. Faktor yang

mempengaruhi adalah pengetahuan yang kurang tentang vaksin covid-19

(Al-Mohaithef & Padhi, 2020). Persepsi juga dapat dipenagruihi oleh

proses interaksi pandangan seseorang. Proses interaksi tidak terlepas dari

pandangan orang lain atau pandangan orang lain yang mengarah pada

apa yang disebut dengan pandangan komunitas.

5. Hubungan Riwayat penyakit tidak menular dengan penerimaan vaksin

covid-19

Berdasarkan hasil menunjukkan bahwa dari 26 lansia tidak memiliki

riwayat penyakit tidak menular, terdapat 22 lansia yang bersedia

divaksin,dan yang menolak di vaksin sebanyak 4 (15,4%), sementara itu


terdapat 26 lansia memiliki riwayat penyakit tidak menular, terdapat 10

lansia yang bersedia di vaksin serta 16 lansia menolak untuk di vaksin.

Berdasarkan hasil uji statistic chi square diperoleh nilai ρ – 0,002.

Dengan demikian ρ > α = 0,05 sehingga Ha diterima dan Ho ditolak

dengan interpretasi “Ditemukan adanya hubungan Riwayat Penyakit tidak

menular dengan penerimaan vaksin covid-19”

Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan

tahapan-tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang

ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan

penyakit yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada sistem

kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrin

dan lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya

usia sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan,

serta sistem organ. Perubahan tersebut pada umumnya mengaruh pada

kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan

berpengaruh pada ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum

akan berpengaruh pada activity of daily living (Fatimah, 2010), dan

juga mempengaruhi dalam pengambilan keputusan untuk menerima

vaksin covid-19,
d. Keterbatasan Penelitian

Hal-hal yang memungkinkan terjadinya keterbatasan dalam penelitian

ini adalah :

1. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner memungkinkan

kekurangan telitian terhadap pengamatan yang dilakukan peneliti.

2. Di dalam pengisian kuesioner, bisa saja responden tidak memberikan

jawaban yang sebenarnya sehingga dapat terjadi bias pada jawaban yang

diberikan.

3. Pengetahuan peneliti tentang metodologi penelitian dan analisa data masih

kurang dan penelitian ini merupakan pengalaman meneliti yang pertama.

4. Keterbatasan waktu yang dihadapi oleh peneliti sehingga dalam

pengambilan sampel mempunyai keterbatasan.


BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan

sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Ada Hubungan pengetahuan dengan penerimaan vaksin covid-19 pada

lansia.

2. Tidak ada Hubungan pendidikan dengan penerimaan vaksin covid-19 pada

lansia .

3. Tidak ada Hubungan pekerjaan dengan penerimaan vaksin covid-19 pada

lansia.

4. Ada Hubungan persepsi dengan penerimaan vaksin covid-19 pada lansia.

5. Ada Hubungan riwayat penyakit menular dengan penerimaan vaksin covid-

19 pada lansia.

B. Saran

Dengan memperhatikan hasil penelitian dengan segala keterbatasan yang

dimiliki peneliti, maka peneliti mengajukan beberapa saran :

1. Bagi petugas kesehatan untuk terus menggalakkan pendidikan kesehatan

kepada masyarakat dalam hal ini tentang upaya pencegahan covid-19.

2. Bagi perawat untuk lebih mengintensifkan program penyuluhan tentang

pentingnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai upaya


pencegahan covid-19 sehingga dapat menurunkan resiko bahaya covid-19

terutama pada lansia.

3. Bagi masyarakat untuk dapat menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat

khususnya pada hal-hal yang dapat mencegah covid-19.

4. Bagi peneliti selanjutnya perlu melakukan penelitian dengan menggunakan

metode yang lain dan memiliki sampel yang lebih banyak sehingga validitas

dapat dijamin.

Anda mungkin juga menyukai