Anda di halaman 1dari 37

TUGAS

PUBLIKASI ILMIAH

DOSEN PENGAMPU:

Assoc. Prof. Dr. Didin Saepudin, SE., M.Si., CFrA

Disusun Oleh:

MARIATI
1211201125

PROGRAM PASCASARJANA

MAGISTER MANAJEMEN KESEHATAN

UNIVERSITAS SANGGA BUANA YPKP BANDUNG

2021

1
LITERATUR RIVIEW

DETERMINAN KESEDIAAN MASYARAKAT MENERIMA VAKSINASI COVID 19


DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA
TAHUN 2021

A. PENDAHULUAN

Pada akhir Desember 2019 diawali dengan adanya kasus pneumonia yang tidak

diketahui etiologinya di Wuhan, China. Berdasarkan hasil data epidemiologi, kasus

tersebut diduga berhubungan dengan Pasar Seafood di Wuhan. Kemudian pada tanggal 7

Januari 2020, pemerintah China kemudian mengumumkan bahwa penyebab kasus

tersebut adalah Coronavirus jenis baru yang kemudian diberi nama SARS-CoV-2

(Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2). Virus ini berasal dari famili yang

sama dengan virus penyebab SARS dan MERS. Meskipun berasal dari famili yang sama,

namun SARS-CoV-2 lebih menular daripada SARS-CoV dan MERS-CoV (CDC China,

2020).

Kasus Covid-19 per 19 Januari 2021 di dunia sudah mencapai 96 juta kasus, denga

n jumlah kasus di Indonesia sebanyak 927.380 kasus dan 26.590 orang meninggal deng

an angka kematian sebesar 2,9%. Angka ini diketahui lebih besar dari angka kematian a

kibat Covid-19 di dunia yaitu sebesar 2,1%.(5) Sumatera Barat menyumbang 25.720 kas

us dengan 569 orang meninggal (CFR = 2,2%).(6) Kasus tertinggi di Sumatera Barat

berada di Kota Padang dengan jumlah 13.154 kasus positif dan 267 meninggal (CFR =

2,03%).

Selama berlangsungnya masa pandemi Covid-19 memberikan dampak langsung pa

da jutaan bahkan seluruh masyarakat dunia, sebagai akibat dari diberlakukannya kebijak

an untuk menerapkan protokol kesehatan yang harus ditegakkan pada seluruh aspek keg

iatan, mulai dari pembatasan sosial hingga lockdown total sehingga mengakibatkan terh

ambatnya seluruh kegiatan masyarakat. Jika penyebaran virus tidak dikendalikan secara

2
efektif, maka akan menimbulkan efek lanjutan yang berpotensi menimbulkan tantangan

besar bagi sistem kesehatan dunia dan berdampak luas pada ekonomi global.

Pernyataan oleh emergency committee WHO yang menyebutkan bahwa penyebara

n dapat dihentikan jika proteksi, deteksi dini, isolasi, dan perawatan yang cepat diterapk

an guna menciptakan implementasi sistem yang kuat untuk menghentikan penyebaran C

ovid-19.(9) Salah satu cara yang sangat mungkin untuk mencegah penyebaran virus ini a

dalah dengan pengembangan vaksin.(8) Vaksin berdasarkan Permenkes No 84 tahun 202

0 diartikan sebagai produk biologi yang mengandung antigen berupa mikroorganisme y

ang sudah mati atau yang telah dilemahkan, utuh atau sebagian, atau toksin mikroorgani

sme yang telah diolah menjadi toksoid atau protein rekombinan, yang ditambahkan zat l

ain, dan bila diberikan kepada seseorang akan menyebabkan kekebalan spesifik secara a

ktif melawan penyakit tertentu.(Kemenkes RI, 2021).

Proses atau tindakan memasukkan vaksin kedalam tubuh manusia dinamakan deng

an vaksinasi. Tujuan dari vaksinasi Covid-19 adalah untuk mengurangi risiko penularan

dan memutus mata rantai Covid-19. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian

Kesehatan sudah memutuskan untuk menetapkan tujuh jenis vaksin Covid-19 yang

digunakan di Indonesia, yaitu vaksin yang diproduksi oleh PT Bio Farma (Persero),

AstraZeneca, China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm),

Moderna, Pfizer Inc. and BioNtech, Sinovac Biotech Ltd, dan Novavax Inc. Penjelasan

tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No H.K. 01.07/12758 tahun

2020 yang dikeluarkan pada 28 Desember 2020.

Terdapat kelompok-kelompok yang menjadi prioritas untuk disuntik vaksin Covid-

19 berdasarkan Permenkes No 84 tahun 2020, pada tahap pertama yang menjadi

prioritas untuk divaksin adalah tenaga kesehatan. (10) Berdasarkan data yang

dilaporkan Kemenkes RI, total sasaran vaksinasi Covid-19 di Indonesia berjumlah

181.554.465 orang, dan sasaran vaksinasi Covid-19 untuk tenaga kesehatan adalah

3
1.534.937 orang. Data per 3 Februari 2021 sudah tercatat 646.026 orang yang divaksin

tahap 1, dan tahap 2 berjumlah 71.621 orang.

Saat ini masih banyak beredar berita simpang siur mengenai vaksin Covid-19 di

tengah masyarakat. Hal tersebut dapat menjadi salah satu penyebab masyarakat tidak

mau divaksin. Selain itu, kurangnya pemahaman masyarakat mengenai tujuan, manfaat

vaksinasi, dan efek apa yang akan ditimbulkan jika tidak melakukan vaksinasi bisa

menjadi penyebab lain masyarakat tidak mau divaksin. Studi pendahuluan yang

dilakukan oleh peneliti kepada 40 responden, menunjukkan 20 dari 40 orang tidak

mengetahui manfaat vaksinasi Covid-19, 31 dari 40 orang menyatakan tidak adanya

sosialisasi mengenai vaksinasi Covid-19 di lingkungannya, 29 dari 40 orang merasa

khawatir terhadap status halal vaksin, dan 30 dari 40 orang merasa takut untuk divaksin

karena banyaknya berita hoax yang beredar mengenai vaksin Covid-19.

Kementerian Kesehatan bersama beberapa organisasi (II AGI, UNICEF dan WHO)

melakukan survei daring pada 19-30 September 2020 untuk mengetahui penerimaan publik

terhadap vaksin COVID-19. Survei tersebut melibatkan lebih dari 115.000 responsden dari 34

provinsi di Indonesia. Berdasarkan survei tersebut, diketahui bahwa 658 responsden bahwa

bersedia menerima vaksin COVID-19 jika disediakan Pemerintah, sedangkan 8% di

antaranya menolak. 274 sisanya menyatakan ragu dengan rencana Pemerintah untuk

mendistribusikan vaksin COVID-19. Berdasarkan data responden yang dilakukan

Kementerian Kesehatan bersama Indonesian Technical Advisory Group on Immunization

(ITAGI) yang dirilis pada Oktober 2020, menununjukan bahwa masih ada sekitar 7,6

persen masyarakat yang menolak untuk divaksinasi dan 26,6 persen masyarakat belum

memutuskan dan masih kebingungan (Sukmasih 2020).

Data yang diperoleh dari survei daring yang dilakukan oleh kerjasama antara Kemenkes

RI (2020), WHO, ITAGI, UNICEF mengenai penerimaan vaksin Covid- 19 di Indonesia,

didapatkan bahwa masih banyak masyarakat yang enggan untuk menerima vaksin Covid-

4
19, alasan penolakan vaksin Covid-19 paling umum adalah terkait dengan keamanan

vaksin (30%), keraguan terhadap efektivitas vaksin (22%), ketidakpercayaan terhadap

vaksin (13%), kekhawatiran adanya efek samping seperti demam dan nyeri (12%), dan

alasan keagamaan (8%). Sumatera Barat yang menduduki dua peringkat terbawah

dengan persentase kesediaan menerima vaksin Covid-19 terendah yaitu sebesar 47%.

(Kemenkes RI, 2020)

B. LANDASAN TEORI

1. Definisi Coronavirus Disease 2019

Pada saat ini kesehatan dunia sedang dalam masalah besar dimana Coronavirus

2019 atau Covid-19 merupakan pandemi yang telah mengakibatkan tingginya angka

mortalitas di berbagai belahan dunia. Corona Virus Disease (Covid-19) adalah

penyakit yang disebabkan oleh virus Corona jenis baru yang diberi nama SARS-CoV-

2. Covid-19 pertama kali terdeteksi di kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok pada

Desember 2019 yang ditetapkan sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia

(WHO) pada 11 Maret 2020. Wabah ini menyebar ke seluruh dunia dengan sangat

cepat, sudah ada jutaan kasus Covid-19 yang dilaporkan dari ratusan negara di dunia

yang mengakibatkan ratusan ribu orang meninggal dunia dan sudah ada pula ratusan

ribu orang yang sembuh dari wabah ini (Algifari, 2020).

Menurut WHO (2020) penyakit coronavirus disease 2019 (COVID-19)

adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus corona yang baru ditemukan.

Kebanyakan orang yang terinfeksi virus COVID-19 akan mengalami penyakit

pernapasan ringan hingga sedang dan sembuh tanpa memerlukan perawatan khusus.

Orang tua dan orang-orang yang memiliki komorbit seperti penyakit kardiovaskular,

diabetes, penyakit pernapasan kronis, dan kanker memungkin tertular COVID-19.

Coronavirus disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit yang disebabkan oleh turunan

5
coronavirus baru. ‘CO’ diambil dari corona, ‘VI’ virus, dan ‘D’ disease (penyakit).

Coronavirus Disease 2019 adalah penyakit jenis baru yang disebabkan oleh virus

Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-Cov-2) yang sebelumnya

disebut Novel Corornavirus (2019-nCov). Virus baru ini sangat menular dan cepat

menyebar secara global (Rahayu, S., & Nugroho, 2020).

Coronavirus adalah virus yang termasuk dalam family Coronaviridae dan ordo

Nidovirales. Nama “Corona” menggambarkan duri-duri berbentuk menyerupai

mahkota pada permukaan luar virus, oleh karena itu disebut sebagai Coronavirus.

Coronavirus berukuran sangat kecil (diameter 65-125 nm) dan mengandung RNA

jalinan-tunggal sebagai materi nukleus. SARS- 13 CoV-2 merupakan anggota subgrup

β-CoV dan patogen mayor pada sistem pernapasan manusia sebagai target utamanya

(Ruslin dkk, 2020).

Virus Corona adalah kelompok virus RNA terkait menyerang hewan yang

menyebabkan penyakit pada mamalia dan burung. Pada manusia, virus ini menyerang

sistem pernapasan dan menyebabkan infeksi di saluran pernapasan. Virus Corona

dapat menyebabkan gangguan ringan pada sistem pernapasan, infeksi paru-paru

hingga dapat menyebabkan kematian. Virus Corona ini lebih banyak menyerang

lansia tapi sebenarnya virus ini dapat menyerang siapa saja, mulai dari bayi, anak-

anak hingga orang dewasa termasuk ibu hamil dan menyusui (Zulkifli dkk, 2020).

2. Patofisiologi Coronavirus Disease 2019

2019-nCoV memiliki struktur khas Coronavirus dengan “duri-duri protein”

pada lapisan membran dan juga menggambarkan poliprotein lainnya, nucleoprotein,

dan membran protein, misalnya RNA Polymerase, 3- Chymotrypsin-Protease, Papain-

Like Protease, Helicase, Glikoprotein dan protein aksesoris lainnya. Protein S dari

Coronavirus dapat berikatan dengan reseptor inang untuk memfasilitasi masuknya

virus ke dalam sel target. SARS-CoV-2 berikatan dengan Angiotensin-Converting

6
Enzyme 2 (ACE2) pada manusia, reseptor yang sama untuk SARS-CoV-2 dapat

diberikatan dengan reseptor ACE2 pada sel manusia, kelelawar, musang, dan babi,

tetapi tidak dapat berikatan dengan sel-sel tanpa ACE2. Sebagai virus yang

menargetkan sistem

pernapasan, patogenesis utama infeksi Covid-19 adalah pneumonia berat, RNAaemia,

kombinasi dengan rontgen dada tampakan Ground-Glass Opacities, dan cedera

jantung akut. Peningkatan level sitokin dan Ghemokine dalam darah dijumpai pada

pasien dengan infeksi Covid-19. Limfopenia merupakan ciri umum pada pasien

Covid-19 dan dapat menjadi faktor penting yang berhubungan dengan keparahan

penyakit dan mortalitas (Ruslin dkk, 2020)

3. Cara Penularan Coronavirus Disease 2019

Virus Corona atau Human Coronavirus setidaknya telah menyebabkan tiga

wabah besar penyakit di dunia selama dua dekade terakhir, tingginya resiko yang di

hadapi dari cara penyebaran virus Corona menghasilkan angka kejadian dan kematian

yang terus bertambah. Cara penularan virus Corona yang terbilang mudah menyebar

juga menimbulkan kekhawatiran.

Menurut Xu et al. (2020) terdapat beberapa macam penyebaran COVID-19

diantaranya sebagai berikut.

a. Droplet

COVID-19 ditularkan terutama melalui tetesan pernapasan. Ketika seorang pasien

batuk atau bersin, droplet yang mengandung virus mungkin dihirup oleh individu

yang rentan.

b. Kontak Langsung

Ditemukan bahwa 71,8% penduduk non-lokal memiliki riwayat COVID-19 karena

kontak dengan individu dari Wuhan. Lebih dari 1800 dari 2055 (~ 88%) pekerja

medis dengan COVID-19 berada di Hubei, menurut laporan dari 475 rumah sakit.

7
c. Kontak Tidak Langsung

Hal ini terjadi ketika droplet mengandung COVID-19 mendarat di permukaan

meja, gagang pintu, telepon, dan benda mati lainnya. Virus itu dipindahkan dari

permukaan ke selaput lendir dengan jari yang terkontaminasi menyentuh mulut,

hidung, atau mata. Penelitian telah memperkirakan bahwa COVID-19 dapat

bertahan hingga 5 hari pada suhu 20 ° C, kelembaban 40-50%, dan dapat bertahan

hidup kurang dari 48 jam di udara kering, dengan pengurangan viabilitas setelah 2

jam.

d. Penularan Asimptomatik

Infeksi asimptomatik telah dilaporkan dalam setidaknya dua kasus dengan paparan

riwayat ke pasien yang berpotensi pra-simptomatik yang kemudian didiagnosis

dengan COVID-19. Virus itu dulu ditularkan ke tiga anggota keluarga sehat

lainnya. Sebelum berkembangnya gejala, individu mungkin tidak diisolasi dan

mungkin merupakan sumber virus seluler yang penting.

e. Penularan Antar Keluarga

Penularan dalam klaster keluarga sangat umum. Satu studi melaporkan bahwa 78

hingga 85% kasus dalam kelompok agregat besar terjadi karena transmisi antar

militer di Sichuan dan Guangdong, China.

f. Transmisi Aerosol

Lingkungan tertutup dengan kondisi buruk ventilasi, aerosol dapat bertahan di

udara selama 24-48 jam dan menyebar dari beberapa meter hingga puluhan meter.

Namun, belum ada bukti kuat untuk aerosol penularan. WHO juga menganggap

bahwa rute ini memerlukan penyelidikan lebih lanjut.

g. Penularan Okuler

8
Telah dilaporkan sebagai dokter tanpa pelindung mata terinfeksi selama inspeksi di

Wuhan pada 22 Januari 2020. Studi lebih lanjut ditemukan bahwa COVID-19

dapat dideteksi dalam air mata dan sekresi konjungtiva pasien COVID-19.

h. Penularan Tinja-Oral

Pertama kali dilaporkan dalam kasus COVID-19 di AS. Studi selanjutnya

terdeteksi SARS-CoV-2 dalam tinja dan penyeka dubur COVID-19 pasien.

Selanjutnya, 23,3% dari Pasien COVID-19 tetap COVID-19 positif bahkan ketika

viral load tidak lagi terdeteksi di saluran pernapasan. SARS-CoV-2 juga telah

terdeteksi di epitel lambung, duodenum, dan rektal. Tidak ada bukti yang cukup

untuk mendukung transmisi vertikal karena sampel dari neonatus yang dilahirkan

dengan positif COVID-19 dari ibu negatif. Apalagi tidak ada viral load telah

terdeteksi dari lingkungan vagina 35 wanita pasien, menunjukkan kurangnya bukti

untuk penularan seksual dari COVID-19.

4. Tanda Gejala Coronavirus Disease 2019

Wabah virus Corona yang meluas terjadi karena kemampuan virus ini dalam

menginfeksi antar manusia, bukan dari hewan ke manusia. Penularan virus ini dapat

terjadi melalui percikan atau droplet saluran pernapasan dari pembawa virus ke orang

lain yang belum terinfeksi. Pasien yang terjangkit virus Corona sebagian besar

(sekitar 80%) memiliki gejala ringan atau bahkan tanpa gejala. Pada beberapa

penderita, kondisi dapat memburuk dengan gejala berat berupa peradangan paru

(pneumonia) berat hingga kematian. Gejala Covid-19 ringan sangat mirip dengan

gejala penyakit flu dan masuk angin biasa seperti demam, sakit kepala, dan batuk.

Akan tetapi, gejala Covid-19 memiliki karakteristik yang sedikit berbeda dengan flu

biasa, yakni jenis batuk yang umumnya kering. Lemas dan nyeri otot juga banyak

dilaporkan pada penderita Covid-19 (Ahsan dkk, 2020).

9
Gejala klinis yang paling umum pada onset Covid-19 sesuai penelitian yang

dilaporkan oleh Nan-shan Zong dengan sampel 1099 kasus terkonfirmasi

laboratorium adalah demam (88,7%), batuk (67,8%), kelelahan (38,1%), produksi

sputum (33,4%), takipneu (18,6%), radang tenggorokan (13,9%), dan sakit kepala

(13,6%). Terdapat tanda-tanda abnormal seperti RNAaemia ARDS (sindrom

gangguan pernapasan akut), serangan jantung akut, dan insiden Ground-Glass Opacity

yang dapat menyebabkan kematian (Ruslin dkk, 2020).

5. Golongan Resiko Terkena Coronavirus Disease 2019

Menurut Miller & Englund (2020) ada beberapa faktor resiko COVID-19 diantaranya

sebagai berikut.

a. Usia 65 Tahun dan Lebih Tua

Tingkat keparahan dan hasil dari penyakit coronavirus disease 2019 (COVID-19)

sangat bergantung pada usia pasien. Orang lansia dengan usia 65 tahun keatas

mewakili 80% rawat inap dan memiliki risiko kematian 23 kali lipat lebih besar

daripada mereka yang berusia di bawah 65 tahun (Mueller et al., 2020).

b. Tinggal di Panti Jompo atau Fasilitas Perawatan dalam Jangka Panjang

Hal ini disebabkan perawatan atau kebersihan yang buruk dan kekurangan alat

pelindung diri sehingga mudah berisiko covid-19 (Shi et al., 2020).

c. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Dalam sebuah studi mengevaluasi 1.099 pasien yang didiagnosis di laboratorium

COVID-19 di Cina, PPOK terdeteksi pada 1,1% pasien. Dalam meta-analisis yang

mengevaluasi kejadian penyakit ini mendasari pasien COVID-19 yang

membutuhkan rawat inap, 0,95% pasien ditemukan mengalami PPOK (95%) (Edis,

2020).

d. Penderita Asma

10
Proporsi penderita asma dan COVID-19 selama masa penelitian adalah 1,41%,

yang jauh lebih tinggi dari 0,86% yang diamati pada populasi umum. Meskipun

data ini menunjukkan frekuensi COVID-19 yang lebih tinggi pada pasien asma,

manifestasi dari penyakit pada populasi klinis ini tidak terlalu parah, dengan angka

12 rumah sakit yang rendah penerimaan. Selain itu, proporsi ini lebih rendah

daripada yang dilaporkan untuk pasien kronis lainnya penyakit (Izquierdo et al.,

2021).

e. Kondisi Kardiovaskular yang Serius

Peningkatan komorbiditas kardiovaskular berlaku untuk COVID-19 juga, terutama

di antara mereka yang memiliki penyakit lebih parah. Dalam 1 kohort dari 191

pasien dari Wuhan, Cina, komorbiditas ditemukan pada 48% (67% yang tidak

bertahan), hipertensi pada 30% (48% yang tidak bertahan), DM pada 19% (31%

tidak bertahan), dan CVD pada 8% (13% dari tidak bertahan). Dalam kohort dari

138 dirawat di rumah sakit pasien dengan COVID-19, komorbiditasnya serupa

lazim (46% secara keseluruhan dan 72% pada pasien yang membutuhkan

perawatan unit perawatan intensif [ICU]), seperti juga komorbiditas

kardiovaskular: hipertensi pada 31% (58% pada pasien yang membutuhkan

perawatan ICU), CVD pada 15% (25% pada pasien yang membutuhkan perawatan

ICU), dan DM pada 10% (22% pada pasien yang membutuhkan perawatan ICU)

(Clerkin et al., 2020).

f. Menerima Kemoterapi

Orang yang menerima kemoterapi dengan sistem kekebalan yang terganggu dan

komplikasi, setelah transplantasi sel induk memiliki peningkatan risiko infeksi

(Ahnach & Doghmi, 2020).

g. Riwayat Sumsum Tulang atau Transplantasi Organ

11
Selama transplantasi sumsum tulang, komplikasi paru sering terjadi dan

berhubungan dengan kematian. Infeksi COVID-19 dapat mempersulit gejala klinis

dengan risiko gangguan pernapasan yang lebih tinggi dan situasi ini bisa menjadi

lebih kritis tergantung pada faktor-faktor komorbiditas seperti usia, penyakit

kardiovaskular, hati dan ginjal (Ahnach & Doghmi, 2020).

h. Defisiensi Imun

Singkatnya dampak klinis COVID-19 pada IDP bervariasi dari gejala ringan

sampai kematian. Proporsi kematian dalam hal ini seri (25%) lebih besar dari pada

populasi umum dengan COVID-19 dilaporkan di rumah sakit Kota New York

(10,2%), dan serupa dengan data hasil yang dilaporkan dalam transplantasi ginjal

populasi (28%). Dalam pengalaman single-center ini, mereka yang meninggal

karena penyakit terkait PID atau penyakit penyerta lainnya yang sudah ada

sebelumnya.

i. HIV/AIDS yang Tidak Terkontrol dengan Baik

Gejala yang dilaporkan dengan tingkat keparahan pasien COVID-19 dengan

infeksi HIV. Gejala umum adalah demam (165 dari 223, 74,0%), batuk (130 dari

223, 58,3%), dan dispnea (68 dari 223, 30,5%). Kurang umum adalah sakit kepala

(44 dari 223, 19,7%), artralgia / mialgia (33 dari 223, 14,8%), dan sakit

tenggorokan (18 dari 223, 8,1%). Setiap gejala gastrointestinal dilaporkan sebesar

13,0%. COVID-19 dilaporkan ringan hingga sedang di 141 kasus 212 (66,5%),

parah pada 46 pasien (21,7%), dan kritis pada 25 pasien (11,8%). Mayoritas pasien

(158 dari 244, 64,7%) dirawat di rumah sakit; 16,8% dirawat di unit perawatan

intensif (Mirzaei et al., 2021).

j. Riwayat Merokok

Sebanyak 16 artikel yang merinci 11322 pasien COVID-19 dimasukkan bahwa

hasil penelitian meta-analisis mengungkapkan hubungan antara riwayat merokok

12
dan kasus COVID-19 yang parah 95%. Selain itu, ditemukan hubungan antara

riwayat merokok saat ini dan COVID-19 yang parah 95%. kemudian 10,7%

(978/9067) bukan perokok, COVID-19 tergolong parah, sedangkan pada perokok

14 aktif, COVID-19 yang parah terjadi pada 21,2% (65/305) kasus (Gülsen et al.,

2020).

k. Diabetes Melitus

Pasien dengan diabetes melitus memiliki kecenderungan meningkatnya infeksi

virus dan bakteri yang mempengaruhi saluran pernapasan. Salah satu mekanisme

yang bertanggung jawab atas kecenderungan ini adalah sindrom leukosit, yang

merupakan gangguan fungsi leukosit dari fagositosis (gangguan kekebalan). Hal ini

semakin menekankan kemungkinan peningkatan kecenderungan infeksi SARS-

CoV-2 pada kelompok diabetes.

l. Penyakit Ginjal Kronis

Penyakit ginjal kronis dikaitkan dengan risiko yang lebih tinggi dari infeksi yang

parah. Dalam sebuah meta-analisis menunjukkan 20% pasien dengan penyakit

ginjal kronis yang terjangkit COVID-19 memiliki penyakit parah, risiko 3 kali lipat

lebih tinggi dibandingkan dengan mereka tanpa penyakit ginjal kronis (Hassanein

et al., 2020).

m. Penyakit Hati

Selain itu menurut Andruetto et al. (2021) beberapa faktor risiko lain seperti jenis

kelamin laki-laki yang diketahui berkaitan erat dengan prevalensi perokok aktif

yang tinggi, orang yang memiliki kontak erat, orang yang tinggal serumah dengan

pasien yang terkonfirmasi virus covid-19, pernah bepergian ke daerah yang

terjangkit virus, satu lingkungan yang sama tapi tidak pernah kontak dekat atau

jarak 2 meter termasuk resiko rendah, dan terakhir tenaga kesahatan menjadi salah

satu yang berisiko tinggi tertular.

13
6. Pemeriksaan Coronavirus Disease 2019

Hingga saat ini uji Covid-19 yang tersedia di Indonesia adalah pemeriksaan

PCR untuk menemukan antigen SARS-CoV-2 dan pemeriksaan rapid test untuk

menemukan antibodi spesifik terhadap SARS-CoV-2. Pemeriksaan antigen dengan

PCR merupakan standar diagnostik Covid-19 rekomendasi WHO. Pemeriksaan ini

dilakukan dengan mengambil sampel antigen baik melalui swab atau apus hidung dan

tenggorokan, maupun dahak atau cairan yang berasal dari paru-paru. Pengambilan

sampel untuk pemeriksaan antigen memerlukan petugas kesehatan terlatih yang

menggunakan alat pelindung diri (APD) yang lengkap. Sampel ini kemudian dikirim

dengan medium transpor khusus ke laboratorium berstandar Biosafety Level 2 (BSL

2) yang dapat mengolah dan menganalisis antigen dengan teknik PCR. Hasil

pemeriksaan antigen ini memerlukan waktu yang lebih lama, terlebih lagi karena

terbatasnya jumlah laboratorium berstandar BSL 2 di Indonesia.

Pemeriksaan antibodi dengan rapid test dilakukan dengan mengambil sampel

darah dari ujung jari tangan. Namun secara umum keakuratannya jauh di bawah PCR.

Sesuai namanya, rapid test memberikan hasil yang cepat, dalam hitungan menit. Jika

hasil rapid test negatif, ada kemungkinan pasien sebenarnya sudah terinfeksi virus

namun antibodinya belum terbentuk karena tubuh memerlukan waktu untuk

membentuk antibodi, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan ulang kurang lebih 7 hari

setelah pemeriksaan awal. Jika hasil rapid test positif, perlu dilanjutkan dengan

pemeriksaan antigen dengan PCR untuk mengonfirmasi diagnosis, karena masih ada

kemungkinan hasil positif palsu (dr. Shihab, 2020)

7. Pencegahan Coronavirus Disease 2019

Menurut buku milik Kamil dkk (2020) banyak negara di dunia, kasus dan

bahkan wabah Covid-19 telah terjadi. WHO dan melalui Kementerian Kesehatan

14
memberikan arahan untuk melakukan beberapa langkah pencegahan agar dapat

mengurangi risiko terinfeksi atau menyebarkan Covid-19.

a. Seringlah mencuci tangan dengan air bersih mengalir dan sabun, atau cairan

antiseptik berbahan dasar alkohol dapat membunuh virus di tangan.

b. Jaga jarak setidaknya 1 meter dengan orang yang batuk-batuk atau bersin-bersin.

Ketika batuk atau bersin, orang mengeluarkan percikan dari hidung atau

mulutnya dan percikan ini dapat membawa virus. Jika terlalu dekat, seseorang

dapat menghirup percikan ini dan juga virus Covid-19 jika orang yang batuk itu

terjangkit penyakit ini.

c. Hindari menyentuh mata, hidung, dan mulut. Tangan menyentuh berbagai

permukaan benda dan virus penyakit ini dapat tertempel di tangan. Tangan yang

terkontaminasi dapat membawa virus ini ke mata, hidung atau mulut, yang dapat

menjadi titik masuk virus ini ke tubuh sehingga seseorang menjadi sakit.

d. Tetaplah tinggal di rumah jika merasa kurang sehat. Jika demam, batuk dan

kesulitan bernapas, segeralah cari pertolongan medis.

e. Selalu memakai masker ketika terpaksa keluar rumah agar penularan virus Covid-

19 bisa dicegah saat berpergian diluar rumah. Tak dapat dipungkiri, kabar virus

Corona baru atau Covid-19 masuk ke Indonesia rupanya telah menciptakan

kepanikan di tengah masyarakat.

Akibat hal ini, banyak masyarakat yang mulai mencari perlindungan guna mencegah

penularan virus Corona (Gunawan & Yulita, 2020). Adapun cara pencegahan Covid-

19 yang dilakukan adalah:

a. Lebih rajin mencuci tangan. World Health Organization (WHO) menyebutkan,

cuci tangan adalah langkah awal yang efektif mencegah segala macam penyakit,

seperti infeksi saluran pencernaan dan penyakit pernafasan.

15
b. Sadar akan kebersihan lingkungan. Lingkungan yang bersih menjadi salah satu

tolak ukur akan pengembangan suatu penyakit. Masyarakat Indonesia diminta

agar tetap menjaga kesehatan diri sendiri dan keluarga dengan terus berperilaku

hidup bersih dan sehat seiring dengan kasus virus Corona.

c. Mengubah pola makan sehat. Menurut WHO, ada beberapa cara pencegahan

virus Corona melalui makanan. Contohnya dengan menghindari konsumsi

makanan cepat saji dan lebih sering memasak dirumah.

d. Rajin olahraga. Tak dapat dipungkiri, semenjak virus Corona masuk Indonesia

banyak orang yang rutin melakukan olahraga. Hal ini guna meningkatkan daya

tahan tubuh dan mencegah dari berbagai serangan penyakit.

e. Berdoa. Tak sedikit orang yang mengunggah kalimat doa selama merebaknya

virus Corona. Meski belum ada penelitian yang menyatakan bahwa doa dapat

mencegah virus Corona.

8. Penanganan Coronavirus Disease 2019

Jika hasil tes pemeriksaan Covid-19 positif, tetap tenang dan jangan panik.

Laporkan diri ke posko KLB Dinas Kesehatan masing-masing kota atau ke PKM

kecamatan sesuai tempat tinggal. Petugas surveilans dari PKM kecamatan akan

mendata dan mengevaluasi kondisi pasien. Jika gejala yang dirasakan ringan, dokter

akan memberikan obat-obatan simptomatik untuk meredakan gejala dan

menyarankan untuk melakukan isolasi mandiri di rumah (dr. Shihab, 2020).

9. Program Vaksinasi Coronavirus Disease 2019

Program vaksinasi COVID-19 di Indonesia telah dilaksanakan sejak 13 Januari

2021. Orang pertama yang divaksin adalah Presiden Republik Indonesia, Joko

Widodo yang kemudian diikuti oleh sejumlah pejabat, tokoh agama, organisasi

profesi dan perwakilan dari masyarakat. Program ini terlaksana setelah sebelumnya

pada 11 Januari 2021 Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mengeluarkan

16
persetujuan penggunaan darurat diikuti fatwa halal yang dikeluarkan oleh Majelis

Ulama Indonesia terhadap vaksin COVID-19 yang diproduksi oleh Sinovac.

Merujuk dari laman resmi Satuan Tugas Penanganan COVID-19 di Indonesia,

vaksinasi akan dilakukan dalam dua tahap bagi masing-masing orang dengan jarak

penyuntikan 14 hari setelah suntikan pertama (Kemenkes, 2021).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan vaksinasi sebagai

sebuah kegiatan sederhana, aman dan efektif untuk melawan penyakit berbahaya

sebelum penyakit tersebut masuk ke dalam tubuh. Kegiatan ini dilakukan dengan

memasukkan vaksin ke dalam tubuh. Vaksin berisi virus atau bakteri yang telah

dilemahkan atau dibunuh sebelumnya, sehingga ketika disuntikkan ke dalam tubuh

manusia akan melatih sistem imun dan membentuk antibodi untuk melawan virus

atau bakteri yang sebenarnya. Hal ini karena setelah divaksin, tubuh kita dapat

mengenali, membentuk antibodi, dan mengingat serta mengetahui bagaimana

melawan virus asli. Vaksin bisa dilakukan dengan cara disuntik, dimasukkan ke

dalam mulut, atau disemprotkan melalui hidung (WHO, 2020).

WHO menyebutkan pentingnya melakukan vaksinasi bukan hanya untuk

melindungi diri sendiri, melainkan juga untuk melindungi orang-orang di sekitar

kita. Hal ini karena tidak semua orang dapat divaksin, orang dengan penyakit serius

dan memiliki alergi tidak boleh menerima vaksin. Dengan mengikuti program

vaksinasi, kita dapat melindung orang yang tidak dapat melakukannya karena

penyebaran virus atau bakteri telah berkurang. Jika masyarakat telah mengikuti

program vaksinasi, maka akan terbentuk “herd immunity” yaitu proteksi secara tidak

langsung dari infeksi penyakit. Imun akan berkembang di populasi komunitas di

mana orang yang tidak boleh divaksin memiliki kesempatan yang rendah pula untuk

terinfeksi virus karena banyak orang di tempatnya tinggal telah memiliki kekebalan

17
melawan virus sehingga tidak menularinya. Bahan-bahan yang ada di dalam vaksin

yang dikutip dari laman resmi WHO antara lain:

a. Antigen, adalah virus yang telah dibunuh atau dilemahkan yang dapat melatih

tubuh manusia untuk dapat mengenali dan melawannya jika virus asli datang.

b. Adjuvan, dapat membantu meningkatkan respon imun di dalam tubuh.

c. Pengawet yang memastikan bahwa vaksin tetap efektif.

d. Stabilisator yang melindungi vaksin selama proses penyimpanan dan pengiriman

sebelum digunakan (WHO, 2020).

10. Kesediaan Masyarakat Mengikuti Vaksin Covid-19

Vaksin merupakan solusi terakhir untuk penyakit menular (Ko SC. Herd

immunity, 2020) Hambatan utama penggunaan vaksin Covid-19 adalah keraguan

masyarakat terhadap vaksin. Persepsi masyarakat tentang keamanan dan efektifitas

vaksin Covid-19 harus baik (Detoc et al., 2020). Persepsi masyarakat merupakan

suatu proses ulang yang dialami oleh manusia pada suatu lingkungan tertentu

dan memberikan pengetahuan atau gagasan yang positif dan negatif

kepada masyarakat sekitar. Kehadiran virus jenis baru yang belum ditemukan

obatnya ini membuat masyarakat cemas, ketakutan, dan bahkan depresi

(Pasaribu, 2021).

Penyakit Covid-19 dinyatakan sebagai pandemi pada Maret 2020. Beberapa

vaksin profilaksis Covid-19 terus dikembangkan, tetapi kesediaan individu

menerima vaksin Covid-19 kurang diketahui (Reiter PL et al.,2020). Kepercayaan

public terhadap program vaksinasi bergantung pada pemerintah, Program Kesehatan

Masyarakat harus lebih luas daripada penyampaian teknologi vaksin (Harrison &

Wu, 2020).

Studi Zhu et al. (2020) menyatakan bahwa vaksin Covid-19 aman dan telah

menyebabkan respon imun yang signifikan setelah imunisasi tunggal disebagian

18
penerima. Masyarakat diharapkan lebih tahu untuk menilai vaksin baru yang sedang

diproduksi. Sementara sejumlah vaksin sedang dikembangkan, vaksin yang efektif

untuk Covid-19 diharapkan telah tersedia untuk umum pada tahun 2021 (Iserson,

2020).

Dari beberapa calon Vaksin yang sedang diuji klinik baik di negara-

negara di dunia maupun di Indonesia, telah muncul keresahaan-keresahan dari

berbagai ahli di Indonesia. Keresahan yang dilontarkan ke publik antara lain tentang

kecocokan tipe vaksi Covid-19 yang dikembangkan dengan virus yang ada di

Indonesia. Mengapa muncul pertanyaan seperti tersebut diatas karena virus corona

atau SARS-Cov-2 cara mutasinya sangatlah cepat.

Keresaan masyarakat juga sama seperti yang dipikirkan oleh banyak ahli

virologi. Namun bagi masyarakat awam dengan informasi yang diperoleh baik

melalui pendengaran dan penglihatannya tentunya pasti memengaruhi persepsinya

terhadap Vaksin Covid-19. Di mana persepsi manusia akan memengaruhi sikap nya

nanti terhadap vaksin itu sendiri. Yang pada akhirnya akan memengaruhi perilaku

masyarakat terhadap Vaksin. Dalam arti bahwa ketika seseorang mempunyai

persepsi yang kurang baik terhadap vaksinasi dari vaksin yang sudah teruji nantinya,

maka jelas akan terjadi penolakan terhadap vaksinasi untuk perlindungan terhadap

SARS-Cov.2.

Dengan demikian, program untuk perlindungan dan pengendalian terhadap

Covid-19 akan gagal, khususnya di wilayah-wilayah zona merah. Dengan demikian,

penting untuk memberikan informasi yang tepat terhadap masyarakat tentang vaksin

Covid-19. Berbagai kampanye sudah dilakukan oleh pemerintah melalui berbagai

media seperti televisi, radio, seminar dan media sosial. Kampanye yang dilakukan

oleh pemerintah kepada masyarakat lebih banyak yang satu arah yaitu dengan

pendekatan komunikasi publik. Di mana komunikasi publik ini interaksi antara

19
penyampai pesan yaitu pemerintah dengan penerima pesan yaitu masyarakat

cenderung kurang atau terbatas (Nasution, 2020).

Dalam hal ini masyarakat diperlakukan sebagai objek suatu program.

Beberapa studi sudah menjelaskan bahwa ketika masyarakat hanya dijadikan sebagai

objek dari program pembangunan, maka keberhasilan program tersebut cenderung

kurang efektif. Masyarakat haruslah menjadi subjek atau pelaku dalam setiap

program termasuk dalam memberikan informasi tentang vaksin Covid-19 dan segala

aspek tentang strategi perlindungan terhadap bahaya transmisi Covid-19. Namun

demikian, di era pendemik covid-19 ini, WHO telah menetapkan beberapa kriteria

sebagai batasan-batasan dalam melakukan promosi kesehatan di masyarakat,

khususnya di wilayah zona merah (WHO, 2020)

Pada prinsip dari pelaksanaan health promotion kepada masyarakat perlu

memberhatikan protokol kesehatan. Hanya bagaimana model stretegi yang efektif

dalam melakukan promosi kesehatan yang dilakukan oleh masyarakat belum jelas

modelnya, khususnya di era pandemik Covid-19.

11. Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku Kesehatan Masyarakat

Menurut model perubahan perilaku Precede-Proceed dari Lawrence Green

dan M. Kreuter (2005), menyatakan bahwa perilaku kesehatan dipengaruhi oleh

faktor-faktor individu maupun lingkungan. Lawrence Green mencoba menganalisis

perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat

dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor

di luar perilaku (non behavior causes). Selanjutnya perilaku dipengaruhi oleh 3

faktor utama, yang dirangkum dalam akronim Precede: Predisposing, Enabling, dan

Reinforcing Causes in Educational Diagnosis and Evaluation. Precede ini adalah

merupakan arahan dalam menganalisis atau diagnosis dan evaluasi perilaku untuk

intervensi pendidikan (promosi) kesehatan.

20
Precede adalah merupakan fase diagnosis masalah. Model Precede-

Proceed merupakan salah satu model yang paling baik untuk perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi program promosi kesehatan. Precede fase 1 sampai

dengan 4 berfokus pada perencanaan program, sedangkan bagian Proceed fase 5

sampai dengan 8 berfokus pada implementasi dan evaluasi. Delapan fase dari model

panduan dalam menciptakan program promosi kesehatan, dimulai dengan hasil yang

lebih umum ke hasil yang lebih spesifik. Proses secara bertahap mengarah ke

penciptaan sebuah program, pemberian program, dan evaluasi program. Pada fase

ketiga penilaian edukasi dan ekologi (educational and ecological assessment),

faktor-faktor yang memiliki potensi untuk mempengaruhi lingkungan dan

determinan perilaku diklasifikasikan menurut dampaknya. Tipe dampak tersebut

diklasifikasikan menjadi tiga kelompok utama, yaitu: faktor predisposisi, faktor

pemungkin, dan faktor penguat.

a. Faktor Predisposisi (predisposing factors)

Faktor predisposisi merupakan faktor yang mempermudah dan mendasari untuk

terjadinya perilaku tertentu. Faktor predisposisi secara umum dapat dikatakan

sebagai pertimbangan- pertimbangan personal dari suatu individu atau kelompok

yang mempengaruhi terjadinya perilaku. Pertimbangan tersebut dapat mendukung

atau menghambat terjadinya perilaku. Faktor yang termasuk kedalam kelompok

faktor predisposisi antara lain pengetahuan, sikap, nilai-nilai budaya, persepsi, dan

beberapa karakteristik individu seperti umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan

pekerjaan.

b. Faktor Pemungkin (enabling factors)

Faktor pemungkin merupakan faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi

perilaku dan kemudahan untuk mencapainya. Faktor-faktor ini mencakup

ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat seperti

21
rumah sakit, puskesmas, poliklinik, posyandu, polindes, dan sebagainya;

ketercapaian pelayanan kesehatan baik dari segi jarak maupun segi biaya dan sosial;

adanya peraturan-peraturan dan komitmen masyarakat dalam menunjang perilaku

tertentu tersebut. Faktor ini merupakan kondisi dari lingkungan, memfasilitasi

dilakukannya suatu tindakan oleh individu atau organisasi.

c. Faktor Penguat (reinforcing factors)

Faktor penguat merupakan faktor yang untuk terjadinya perilaku tersebut. Faktor

penguat merupakan faktor yang memperkuat suatu perilaku dengan memberikan

penghargaan secara terus menerus pada perilaku dan berperan pada terjadinya suatu

pengulangan. Faktor ini juga meliputi konsekuensi dari tindakan yang menentukan

apakah pelaku menerima umpan balik yang positif dan akan mendapat dukungan

sosial. Kelompok faktor penguat meliputi pendapat, dukungan sosial, pengaruh

teman, kritik baik dari teman-taman atau lingkungan bahkan saran dan umpan balik

dari petugas kesehatan.

12. Determinan Perilaku Vaksinasi

Determinan merupakan faktor yang menentukan atau hal yang ikut menyebabkan atau

mempengaruhi terjadinya sesuatu. Dalam melakukan vaksinasi covid 19, terdapat

beberapa determinan atau faktor-aktor yang mempengaruhi perilaku vaksinasi covid

19 antara lain:

a. Umur

Menurut Lawrence Green mengatakan bahwa faktor sosiodemografi termasuk

didalamnya umur berpengaruh terhadap perilaku kesehatan. Umur diartikan dengan

masa hidup seseorang atau sejak dilahirkan atau diadakan. Umur merupakan usia

individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Semakin

cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam

berfikir, bekerja, dan berperilaku/mengambil tindakan. Umur akan berpengaruh

22
pada keaktifan seseorang untuk berpartisipasi. Dengan demikian, umur yang

semakin dewasa seharusnya akan lebih mudah untuk beradaptasi dengan

lingkungan sekitar sehingga bisa lebih Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

memahami kebermanfaatan dalam mengikuti deteksi dini kanker payudara.7,24

Menurut Prof. Koesoemanto Setyonegoro, umur dapat diklasifikasikan sebagai

berikut:38 1) Usia Dewasa Muda (elderly adulthood) yaitu usia 15-25 tahun 2)

Usia Dewasa Penuh/Tua (middle years) yaitu usia 25-60/65 tahun 3) Lanjut Usia

(geriatric age) yaitu usia >65/70 tahun Dalam pengelompokkan umur, Badan Pusat

Statistik juga menyebutkan bahwa usia muda merupakan usia 0-14 tahun, usia

produktif 15-65 tahun, dan usia tua >65 tahun.

b. Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa, dan negara. Pendidikan terdiri dari pendidikan formal,

nonformal, informal, pendidikan anak usia dini, pendidikan jarak jauh, dan

pendidikan berbasis masyarakat. Tingkat pendidikan seseorang dapat mendukung

atau mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang dan taraf pendidikan yang

rendah selalu berhubungan dengan informasi dan pengetahuan terbatas. Dengan

demikian, semakin tinggi pendidikan seseorang semakin tinggi pula pemahaman

seseorang terhadap informasi yang didapat dan pengetahuannya pun akan semakin

tinggi. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku

seseorang untuk sikap berperan serta dalam pembangunan pada umumnya makin

23
tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi. Pendidikan

menurut Arikunto dikategorikan menjadi 2 yaitu jenjang pendidikan formal terdiri

atas pendidikan rendah dan pendidikan tinggi.

1) Pendidikan Rendah, berbentuk Sekolah Dasar (SD) atau sederajat dan Sekolah

Menengah Pertama (SMP) atau sederajat.

2) Pendidikan Tinggi, berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat

dan Perguruan Tinggi (PT).

c. Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2014) pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan

ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan

terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui

mata dan telinga. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang

ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal.

Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk

mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan

sebelumnya. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng

dibandingkan dengan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Secara teori

pengetahuan akan menentukan perilaku seseorang. Secara rasional seorang ibu yang

memiliki pengetahuan tinggi tentu akan berpikir lebih dalam bertindak, dia akan

memperhatikan akibat yang akan diterima bila dia bertindak sembarangan.

Pengetahuan dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik.

Adapun faktor ekstrinsik meliputi pendidikan, pekerjaan, keadaan bahan yang

akan dipelajari. Sedangkan faktor intrinsik meliputi umur, kemampuan dan kehendak

atau kemauan. Dengan meningkatkan dan mengoptimalkan faktor intrinsik yang ada

dalam diri dan faktor ekstrinsik diharapkan pengetahuan ibu akan meningkat.

24
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan terjadi setelah orang

melakukan penginderaan melalui panca indera, yaitu penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui

mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan

dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur

dari subjek penelitian atau responden ke dalam pengetahuan yang ingin diukur dan

disesuaikan dengan tingkatannya.

Tingkat pengetahuan dapat ditentukan dengan kriteria :

1) Baik jika menguasai materi ≥76-100%

2) Cukup jika menguasai materi ≥56-75%

3) Kurang jika menguasai materi

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Charisma AN (2013), pengetahuan dapat

menjadi dasar untuk pengambilan keputusan dan juga akan menentukan perilaku

seseorang terhadap tindakan/perilaku.

d. Sikap

Pengertian sikap yaitu reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap

suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan ataupun aktivitas,

namun merupakan prediposisi tindakan atau perilaku.24 Menurut Allport, seperti

dikutip Notoatmodjo (2014), sikap memiliki 3 (tiga) komponen yaitu kepercayaan

(keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek; kehidupan emosional atau evaluasi

terhadap suatu objek; dan kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). Ketiga

komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude).

Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi

memegang peranan penting. Sikap seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini

25
terdiri dari berbagai tingkatan yaitu menerima (receiving), merespon (responding),

menghargai (valuing) dan bertanggung jawab (responsible).

Menurut Azwar, sikap seseorang dapat diukur. Pengukuran sikap dilakukan

secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana

pendapat dan pernyataan responden terhadap suatu obyek. Pengukuran sikap

dilakukan dengan menggunakan model Likert, yang dikenal dengan summated rating

method. Skala ini juga menggunakan pernyataanpernyataan dengan lima aternatif

jawaban atau tanggapan atas pernyataan-pernyataan tersebut. Subyek yang diteliti

diminta untuk memilih satu dari lima alternatif jawaban yang dikemukakan oleh

Likert yaitu: 28 a) sangat setuju (strongly approve) b) setuju (approve) c) ragu-ragu

(undecide) d) tidak setuju (disapprove) e) sangat tidak setuju (strongly disapprove).

e. Dukungan suami/keluarga

Dukungan keluarga menurut Fridman (2010) adalah sikap, tindakan penerimaan

keluarga terhadap anggota keluargannya, berupa dukungan informasional, dukungan

penilaian, dukungan instrumental dan dukungan emosional. Dukungan suami

merupakan dorongan, motivasi terhadap istri, baik secara moral maupun material.

Dukungan suami merupakan dukungan yang diberikan suami dalam pengambilan

keputusan terhadap istrinya untuk melakukan tindakan/perilaku.

Dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan-dukungan sosial yang di

pandang oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses atau diadakan

untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga

memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan

pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dukungan sosial keluarga dapat berupa

dukungan sosial keluarga internal, seperti dukungan dari suami/istri atau dukungan

dari saudara kandung atau dukungan sosial keluarga eksternal.


26
f. Dukungan Tenaga Kesehatan

Menurut teori Lawrence Green, salah satu faktor pendorong yang berhubungan

dengan perilaku kesehatan adalah dukungan petugas kesehatan. Tenaga kesehatan

memiliki peranan penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang

maksimal kepada masyarakat agar masyarakat mampu untuk meningkatkan

kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat sehingga akan terwujud derajat

kesehatan yang setinggi-tingginya.7 Jenis-jenis dukungan yang harus diberikan tenaga

kesehatan meliputi dukungan informasional, penilaian (appraisal), instrumental, dan

emosional.

1) Dukungan pertama berbentuk dukungan informasional yang melibatkan

pemberian informasi, saran, atau umpan balik tentang situasi dan kondisi.

Dukungan ini meliputi memberikan informasi, nasihat, petunjuk, masukan, atau

penjelasan bagaimana seseorang harus bersikap.

2) Dukungan kedua adalah dukungan penilaian (appraisal) yang bisa berbentuk

penilaian yang positif, penguatan untuk melakukan sesuatu, bimbingan umpan

balik, memberikan support, penghargaan, dan perhatian. 27 Poltekkes Kemenkes

Yogyakarta

3) Dukungan ketiga merupakan dukungan instrumental yang memberikan bantuan

secara langsung, bersifat fasilitas atau materi. Manfaat dukungan ini adalah

mendukung tenaga kesehatan dalam menyampaikan pesan kepada masyarakat

sehingga dapat mengatasi masalah dengan lebih mudah.

4) Dukungan terakhir berbentuk dukungan emosional yang meliputi ekspresi empati

misalnya mendengarkan, bersikap terbuka menunjukkan sikap percaya terhadap

yang dikeluhkan, bersedia memahami, dan ekspresi kasih sayang dan perhatian.

Dukungan emosional akan membuat individu atau masyarakat merasa berharga,

27
nyaman, aman, percaya dipedulikan oleh tenaga kesehatan sehingga individu

dapat mengatasi masalah yang dihadapi dengan baik

g. Isyarat Bertindak

Berbagai formulasi awal Health Belief Model membahas konsep cues (isyarat)

yang memicu tindakan. Persepsi kerentanan dan persepsi manfaat hanya dapat d

i potensialisasi dengan faktor lain, khususnya isyarat berupa peristiwa badani da

n peristiwa lingkungan, misal, publisitas media, yang memicu tindakan.

Tabel. Survey literature

No Nama Judul Variabel Alat


Hasil Penelitian
Peneliti Penelitian Penelitian Analisis
1 Nadya Faktor-Faktor Covid-19, analisis Hasil penelitian
Vebrielna yang vaksinasi, univariat, menunjukkan bahwa
(2021) Berhubungan penerimaan bivariat, dan 59,9% responden bersedia
Dengan masyarakat multivariat menerima vaksinasi
Penerimaan Covid-19. Tidak terdapat
Masyarakat hubungan antara umur,
Terhadap status pekerjaan, dan
Vaksinasi tingkat pendidikan dengan
Covid-19 di penerimaan terhadap
Kota Padang vaksinasi Covid-19.
Tahun 2021 Terdapat hubungan yang
signifikan antara
pengetahuan, persepsi
kerentanan, keparahan,
manfaat, hambatan, dan
isyarat bertindak dengan
penerimaan terhadap
vaksinasi Covid-19.
2 Ma’rifati Faktor-Faktor Vaksin Analisis Hasil penelitian ini
Lu’Luil Penerimaan COVID-19, univariat menunjukkan bahwa
(2021) Vaksin Penerimaan, dan bivariat variabel yang
Covid-19 Health Belief berhubungan dengan
Pada Model penerimaan vaksin
Masyarakat COVID-19 yaitu pada
Kota Salatiga kelompok persepsi
Ditinjau Dari kerentanan terinfeksi
Teori Health COVID-19; persepsi

28
Belief Model kemungkinan tertular
COVID-19 (p-
value=0,000) dan persepsi
perilaku prokes (p-value),
kelompok persepsi
keseriusan terinfeksi
COVID-19; variabel
persepsi dampak
kesehatan mental (p-
value=0,000) dan persepsi
keparahan terinfeksi
COVID-19
(pvalue=0,000),
kelompok persepsi
hambatan vaksinasi
COVID-19; ketakutan
rasa sakit vaksinasi (p-
value=0,004), keraguan
pada vaksin COVID-19
(p-value=0,000), persepsi
ketakutan KIPI (p-
value=0,000), persepsi
aksesibilitas vaksin
COVID-19 (p-
value=0,000), dan
persepsi informasi vaksin
COVID-19 (p-
value=0,000), dan
kelompok manfaat
vaksinasi COVID-19;
persepsi rasa aman (p-
value=0,000) dan persepsi
manfaat vaksinasi bagi
orang lain (p-
value=0,000). Sedangkan
satu variabel kelompok
persepsi keseriusan yaitu
persepsi masyarakat
tentang terinfeksi
COVID-19 (p-
value=0,338) tidak
berhubungan dengan
penerimaan vaksin
COVID-19
3 Ichsan et Determinan Umur,tingkat uji Hasil penelitian
al. (2021) Kesediaan Pendidikan, chi square menunjukkan responden
Masyarakat status dan regresi yang bersedia menerima
Menerima pernikahan, logistic vaksinasi Covid-19
Vaksinasi agama, suku, dengan sebesar 35,3%. Faktor
Covid vaksinasi kemaknaan yang mempengaruhi
- Covid-19 p-value kesediaan masyarakat

29
19 0,05% Sulawesi Tengah
d menerima vaksinasi
i Sulawesi adalah faktor umur,
Tengah tingkat pendidikan,
pekerjaan,
status pernikahan, agama
dan suku. Determinan
kesediaan masyarakat
menerima vaksinasi
Covid-19 adalah umur
dan agama
4 Argista Persepsi umur, jenis Analisis Chi Hasil menunjukkan
(2021) Masyarakat kelamin, Square dan bahwa dari 440 responden
Terhadap pendidikan, Regresi terdapat 277 responden
Vaksin pekerjaan, Logistik (63%) memiliki persepsi
Covid-19 Di agama, Ganda yang positif terhadap
Sumatera pengetahuan, vaksin covid-19 dan 163
Selatan: status responden (37%)
Literature pernikahan, memiliki persepsi yang
Review riwayat negatif terhadap vaksin
penyakit covid-19. Variabel yang
tidak berhubungan dengan
menular, persepsi masyarakat
riwayat terhadap vaksin covid-19
covid-19, adalah variabel
tradisi, pengetahuan (P=0,000),
kesedian kesediaan untuk divaksin
untuk (P=0,000), status
divaksin, pendidikan (P=0,038) dan
keamanan status pernikahan
vaksin covid- (P=0,023). Adapun
19, status variabel yang tidak
ekonomi dan berhubungan adalah umur
persepsi (P=0,099), Jenis Kelamin
masyarakat (P=0,411), pekerjaan
(P=0,593), riwayat
penyakit tidak menular
(P=0,437), riwayat
penyakit covid-19
(P=0,716), budaya
(P=0,731), keamanan
vaksin (P=0,111) dan
status ekonomi (P=0,183).
Kemudian variabel yang
dominan dalam
mempengaruhi persepsi
masyarakat terhadap
vaksin covid-19 adalah
variabel pengetahuan
dengan (P value 0,005;
PR = 1,592 ; 95 % CI =

30
(0,971 – 2,610)
5 Putri et Kecemasan pengetahuan, uji Chi Hasil penelitian 81.2 %
al. (2021) Masyarakat kesediaan Square reponden bersedia
Akan divaksin divaksin , 48.1 %
Vaksinasi Covid-19 dan responden mengalami
Covid-19 kecemasan kecemasan terhadap
vaksin. Hasil analisis
menyatakan kesediaan
dilakukan vaksinasi
mempunyai kaitan dengan
kecemasan (P value
<0.001).
6 Yuliani & Meningkatka Pengetahuan, paired Ada perbedaan mean
Amalia n perilaku t-test pretest dan posttest pada
(2021) pengetahuan pencegahan kelompok intervensi.
dan perilaku Covid-19,
pencegahan Pendidikan
COVID-19 Kesehatan.
maternal
neonatal,
melalui
pendidikan
kesehatan
secara
online : studi
pada ibu
hamil
7 Febriyanti Hubungan Pengetahuan, deskriptif Dari hasil penelitian ini,
, Choliq, Tingkat kesediaan dapat disimpulakan
& Mukti Pengetahuan vaksinasi bahwa pengetahuan dan
(2021) dan Covid, kesiapan warga Dukuh
Kesediaan Masyarakat Menanggal tentang vaksin
Vaksinasi COVID-19 berada pada
Covid-19 kategori baik. Hasil
Pada Warga signifikansi sebesar 0,000
Kelurahan (< 0,05) sehingga dapat
Dukuh disimpulkan bahwa ada
Menanggal pengaruh pegetahuan
Kota terhadap kesediaan
Surabaya vaksinasi warga kelurahan
Dukuh Menanggal Kota
Surabaya
8 Mariyati Gambaran Pengetahuan, Analisis Hasil penelitian ini
(2021) Pengetahuan Ibu hamil, univariat menunjukkan bahwa
Ibu Hamil Covid-19 karakteristik ibu hamil
Tentang umur 20-35 tahun 84,6%,
Coronavirus pendidikan menengah
Disease 2019 47,4%, pekerjaan sebagai
ibu rumah tangga 60,3%,
dan sumber informasi
media televisi 69,23%.

31
Pengetahuan ibu hamil
tentang penularan Covid-
19 dikategorikan baik
dengan persentase 75,6%,
cukup 20,5% dan kurang
3,9%. Pengetahuan ibu
hamil tentang gejala
dikategorikan baik dengan
persentase 59%, cukup
26,9% dan kurang 14,1%.
Pengetahuan pencegahan
Covid-19 dikategorikan
baik dengan persentase
76,9%, cukup 20,5% dan
kurang 2,6%.
Pengetahuan ibu hamil
secara umum tentang
Covid-19 dikategorikan
baik dengan persentase
82,1% dan cukup 17,9%.
Pengetahuan ibu hamil
tentang Covid-19 sudah
baik dan agar lebih
ditingkatkan dan selalu
update informasi.
9 Ditekeme Covid-19 Covid-19, regresi kesediaan saat ini untuk
na et al. vaccine kesediaan multivariabe vaksinasi COVID-19 di
(2021) acceptance in vaksin l antara
the warga DRC terlalu rendah
democratic untuk secara dramatis
republic of mengurangi transmisi
congo: A komunitas. Yang sangat
cross- memprihatinkan adalah
sectional rendahnya niat imunisasi
survey pada petugas kesehatan.
(Kesediaan
vaksin
Covid-19 di
Republik
Demokratik
Kongo:
Survei lintas
seksi)
10 Kukreti et Willingness Kesediaan Regresi Kesediaan untuk
al. (2021) of taiwan’s untuk memvaksinasi COVID-19
healthcare menerima di antara petugas
workers and vaksinasi, kesehatan dan
outpatients to kesediaan pasien rawat jalan rendah
vaccinate melakukan karena status infeksi
against rapid test, COVID-19 yang relatif
covid-19 kesediaan aman di Taiwan.

32
during a merawat
period pasien,
without ketakutan
community akan
outbreaks COVID-19,
(Kesediaan persepsi
petugas risiko, dan
kesehatan perilaku
Taiwan dan pencegahan
pasien rawat
jalan untuk
divaksinasi
covid-19
selama
periode tanpa
wabah
komunitas)

C. KERANGKA PEMIKIRAN

D. Hasil Rekapan cakupan vaksinasi kabupaten Penajam Paser Utara


( Tanggal 21 Desember 2021 )

Cakupan Vaksinasi kumulatif 71.9 %


Cakupan vaksinasi lansia 51,9%
Cakupan vaksinasi petugas publik 128.0 %

33
Cakupan Vaksin SDMK 119.0 %
Cakupan vaksinasi masyarakat rentan dan umum 66.3 %
Cakupan vaksinasi usia 12 – 17 tahun 64.8 %
( Sumber data Vaksinasi kabupaten Penajam Paser Utara, 21 desember 2021 )

E. Kesimpulan
Pengetahuan, persepsi kerentanan, keparahan, manfaat, hambatan, dan isyarat untuk
bertindak berhubungan dengan penerimaan masyarakat terhadap vaksinasi Covid-19.
Faktor yang dominan berhubungan adalah faktor usia yaitu usia lanjut, dukungan keluarga
serta isyarat untuk bertindak. Diharapkan kepada pemerintah untuk fokus pada
peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap vaksin Covid-19 melalui sosialisasi oleh
tenaga kesehatan pada posyandu lanjut usia serta dukungan keluarga atau dan dengan
adanya mobil vaksinasi Covid – 19 sebagai isyarat bertindak.

DAFTAR PUSTAKA

Ahnach, M., & Doghmi, K. 2020. “Impact of COVID-19 Pandemic on Bone Marrow
Transplantation in Morocco.” The Pan African Medical Journal 35(2).

Ahsan, F., Rahmawati, N. Y., & Alditia, F. N. 2020. Lawan Virus Corona: Studi Nutrisi
Untuk Kekebalan Tubuh (B. Santoso (Ed.)). Airlangga University Press.

Algifari, S. M. 2020. Peran Kelompok Kkn 303 Sebagai Pengaruh Dan Pembawa Energi
Baru Ditengah Pandemi Covid-19 (A. A. Rahman (Ed.)). Bandung: LP2M UIN SGD.

Argista, Zisi Lioni. 2021. Persepsi Masyarakat Terhadap Vaksin Covid-19 Di Sumatera
Selatan: Literature Review. Vol. 13.

Bin, E., Andruetto, C., Susilo, Y., & Pernestål, A. 2021. “The Trade-Off Behaviours between
Virtual and Physical Activities during COVID-19 Pandemic Period.” Eur. Transp. Res.
Rev 13(14).

Clerkin, K. J., Fried, J. A., Raikhelkar, J., Sayer, G., Griffin, J. M., Masoumi, A., ... & Uriel,
N. 2020. “COVID-19 and Cardiovascular Disease.” Circulation 141(20):1648–55.

Detoc M, Bruel S, Frappe P, Tardy B, Botelho-Nevers E, Gagneux-Brunon. 2020. “Intention


to Participate in a COVID-19 Vaccine Clinical Trial and to Get Vaccinated against
COVID-19 in France during the Pandemic.” Vaccine [Internet] 38(45):7002–6.

34
Ditekemena, John D., Dalau M. Nkamba, Armand Mutwadi, Hypolite M. Mavoko, Joseph
Nelson Siewe Fodjo, Christophe Luhata, Michael Obimpeh, Stijn Van Hees, Jean B.
Nachega, and Robert Colebunders. 2021. “Covid-19 Vaccine Acceptance in the
Democratic Republic of Congo: A Cross-Sectional Survey.” Vaccines 9(2):1–11. doi:
10.3390/vaccines9020153.

Edis, E. Ç. 2020. “Chronic Pulmonary Diseases and COVID-19.” Turkish Thoracic Journal
21(5):345.

Febriyanti, Noer, Maulivia Idham Choliq, and Asri Wido Mukti. 2021. “Hubungan Tingkat
Pengetahuan Dan Kesediaan Vaksinasi Covid-19 Pada Warga Kelurahan Dukuh
Menanggal Kota Surabaya.” Seminar Nasional Hasil Riset Dan Pengabdian 3:1–7.

Gülsen, A., Yigitbas, B. A., Uslu, B., Drömann, D., & Kilinc, O. 2020. The Effect of Smoking
on COVID-19 Symptom Severity: Systematic Review and Meta-Analysis. Pulmonary
medicine.

Gunawan, C. I., &. Yulita. 2020. Anomali Covid-19: Dampak Positif Virus Corona Untuk
Dunia (M. Archi (Ed.); 1st Ed.). CV IRDH.

Hanif, S., Ali, S. N., Hassanein, M., Khunti, K., & Hanif, W. 2020. “Manifestations of Renal
System Involvement in Hospitalized Patients with COVID-19 in Saudi Arabia.” Plos
One 16(7).

Harrison, EA & Wu, JW. 2020. “Vaccine Confidence in the Time of COVID-19.” Eur J
Epidemiol [Internet] 35(4):325–30.

Ichsan, Dewi Susetiyany, Fahmi Hafid, Kadar Ramadhan, and Taqwin Taqwin. 2021.
“Determinan Kesediaan Masyarakat Menerima Vaksinasi Covid-19 Di Sulawesi
Tengah.” Poltekita : Jurnal Ilmu Kesehatan 15(1):1–11. doi: 10.33860/jik.v15i1.430.

Iserson, V. K. 2020. “SARS-CoV-2 (COVID-19) Vaccine Development and Production: An


Ethical Way Forward.” Cambridge Q Healthc Ethics 30(1):59–68.

Izquierdo, J. L., Almonacid, C., González, Y., Del Rio-Bermudez, C., Ancochea, J.,
Cárdenas, R., ... & Soriano, J. B. 2021. “The Impact of COVID-19 on Patients with
Asthma.” European Respiratory Journal 57(3).

Kamil, Isnawan, L., Sukman, H., Rahma, F., & Sartika, D. 2020. Bersama Melawan Covid-
19 (I. Haq (Ed.); 1st Ed.). IAIN Parepare Nusantara Press.

Kemenkes. 2021. “Program Vaksinasi Covid-2019.”

Ko SC. Herd immunity. 2020. “Vaccine Development and BCG Effects in COVID-19.” J
Intern Med Taiwan [Internet] 31(4):254–61.

Kukreti, Shikha, Mei Yun Lu, Yi Hsuan Lin, Carol Strong, Chung Ying Lin, Nai Ying Ko,
Po Lin Chen, and Wen Chien Ko. 2021. “Willingness of Taiwan’s Healthcare Workers
and Outpatients to Vaccinate against Covid-19 during a Period without Community
Outbreaks.” Vaccines 9(3):1–10. doi: 10.3390/vaccines9030246.

Lu’Luil, Ma’rifati. 2021. “Faktor-Faktor Penerimaan Vaksin Covid-19 Pada Masyarakat Kota
Salatiga Ditinjau Dari Teori Health Belief Model.” Undergraduate Thesis, Diponegoro

35
University.

Mariyati, Ni Made. 2021. “Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Coronavirus Disease
2019.” Poltekkes Denpasar.

Miller, R., & Englund, K. 2020. “Clinical Presentation and Course of COVID-19.” Cleveland
Clinic Journal of Medicine 87(7):384–88.

Mirzaei, H., McFarland, W., Karamouzian, M., & Sharifi, H. 2021. “COVID-19 among
People Living with HIV: A Systematic Review.” AIDS and Behavior 25:85–92.

Mueller, A. L., McNamara, M. S., & Sinclair, D. A. 2020. “Why Does COVID-19
Disproportionately Affect Older People?” Aging (Albany NY) 12(10).

Nasution, A. 2020. Bahan Ajar: Teknik Komunikasi Publik. Jakarta: Pusat Pendidikan dan
Pelatihan BPS.

Pasaribu, TAA. 2021. “Persepsi Masyarakat Tentang Covid 19.”

Putri, K. E., K. Wiranti, Y. S. Ziliwu, M. Elvita, Frare D. Y, Purdani R. S, S. Niman, and ...
2021. “Kecemasan Masyarakat Akan Vaksinasi Covid-19.” Jurnal Keperawatan …
9(3):539–48.

Rahayu, S., & Nugroho, R. 2020. Covid-19 The Nightmare Or Rainbow (T. M. A. Publishing
(Ed.); 1st Ed.). Mata Aksara Publishing.

Reiter PL, Pennell ML, Katz ML. 2020. “Acceptability of a COVID-19 Vaccine among
Adults in the United States: How Many People Would Get Vaccinated?” Vaccine
[Internet] 38(42):6500–7.

Ruslin, M., Hamrun, N., Habar, E. H., & Akbar, F. H. (Eds. .. 2020. Masa Pandemi Covid-19
Dan Adaptasi Kebiasaan Baru Dalam Bidang Kedokteran Gigi (1st Ed.). Upt Unhas
Press.

Shi, S. M., Bakaev, I., Chen, H., Travison, T. G., & Berry, S. D. 2020. “Risk Factors,
Presentation, and Course of Coronavirus Disease 2019 in a Large, Academic Long-Term
Care Facility.” Journal of the American Medical Directors Association 21(10):1378–83.

Shihab, N. dr. 2020. Covid-19: Kupasan Ringkas Yang Perlu Anda Ketahui (M. Nadhifah
(Ed.); 1st Ed.). Literati Imprint dari Penerbit Lentera Hati.

Vebrielna, Nadya. 2021. “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penerimaan Masyarakat


Terhadap Vaksinasi Covid-19 Di Kota Padang Tahun 2021.” Diploma Thesis,
Universitas Andalas.

WHO. 2020. “Coronavirus Disease 2019.”

Xu et al. 2020. “Salivary Glands: Potential Reservoirs for COVID-19 Asymptomatic


Infection.” Journal of Dental Research 99(8):989–989.

Yuliani, Diki Retno, and Riza Amalia. 2021. “Meningkatkan Pengetahuan Dan Perilaku
Pencegahan COVID-19 Maternal Neonatal Melalui Pendidikan Kesehatan Secara
Online : Studi Pada Ibu Hamil.” Jurnal Riset Kebidanan Indonesia 4(2):66–71. doi:

36
10.32536/jrki.v4i2.134.

Zhu et al. 2020. “Immunogenicity and Safety of a Recombinant Adenovirus Type-5-Vectored


COVID-19 Vaccine in Healthy Adults Aged 18 Years or Older: A Randomised, Double-
Blind, Placebo-Controlled, Phase 2 Trial.” Lancet [Internet] 396(10249):479–88.

Zulkifli, Fatmawati, Rahman, N., Hafid, R., Saripa, & Awal, M. R. 2020. Berkarya Bersama
Di Tengah Covid-19 (D. Herdah (Ed.)). IAIN Parepare Nusantara Press.

37

Anda mungkin juga menyukai