Dosen Pengampu :
Oleh :
Kelompok 9/IV A
TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan paper yang berjudul “Penyakit
Poliomyelitis Dan Penyakit HIV” tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini, kami hendak menyampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan dukungan moril maupun materil sehingga paper ini dapat selesai.
Meskipun telah berusaha menyelesaikan paper ini sebaik mungkin, kami menyadari bahwa
paper ini masih ada kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca guna menyempurnakan segala kekurangan dalam penyusunan
paper ini.
Akhir kata, kami berharap semoga paper ini berguna bagi para pembaca dan pihak-
pihak lain yang berkepentingan. Kami ucapkan Terima Kasih
Penyusun
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
1.3 Tujuan.......................................................................................................................... 2
1.4 Metode......................................................................................................................... 2
3.1 Simpulan…………………………………………………………………………….11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Polio adalah penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh virus polio yang
berasal dari genus Enterovirus dan family Picorna viridae (Miller, 2004). Penyakit ini
ditandai dengan gejala nyeri tenggorokan, rasa tidak enak diperut disertai demam ringan,
nyeri kepala ringan,dan kelumpuhan akut, kaki biasanya lemas tanpa gangguan saraf
perasa. Wilson (2001) menyatakan bahwa penyakit polio (Poliomyelitis) tersebut dinilai
berbahaya karena dapat menyebabkan komplikasi, kerusakan otak yang menyebabkan
kelumpuhan pada organ dalam, kelumpuhan pada kaki, otot-otot dan bahkan kematian
(polio bulbar).
Menurut Wilson (2001) disebutkan bahwa individu yang terjangkit polio jenis
paralisis spinal tidak akan sembuh disebabkan vaksinasi hanya dapat dilakukan sebelum
tertular. Strain poliovirus jenis ini menyerang saraf tulang belakang yang dapat
menyebabkan kelumpuhan pada kaki secara permanen. Akan tetapi polio jenis ini tidak
mematikan karena tidak menyerang organ vital.
Berdasarkan data dari WHO (2008), penyebaran penyakit polio dapat ditekan
dengan program vaksinasi. Sampai saat ini, program vaksinasi masih dipercaya sebagai
cara yang paling efektif dalam menekan penyebaran penyakit polio. Oleh karena itu,
vaksinasi perlu diperhatikan dalam model sebagai upaya untuk mencegah meluasnya
penyakit.
1
1.3 Tujuan
1.4 Metode
Metode yang digunakan disini yaitu pengumpulan data melalui studi litelatur pada
jurnal-jurnal ilmiah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Penyakit Poliomyelitis
Poliomielitis disebabkan oleh infeksi dari genus enterovirus yang dikenal dengan
poliovirus. Terdapat tiga serotipe dari poliovirus, yaitu: poliovirus tipe 1
(Brunhilde/PV1), tipe 2 (Lansing/PV2), dan tipe 3 (Leon/PV3). Transmisi penyakit ini
sangat mudah lewat oral-oral (orofaringeal) dan fekal-oral (intestinal). Polio sangat
infeksius antara 7-10 hari sebelum dan sesudah timbulnya gejala, tetapi transmisinya
mungkin terjadi selama virus berada di dalam saliva atau feses.
Polio dapat menyebar melalui interaksi orang ke orang. Ketika seorang anak
terinfeksi virus polio liar, virus masuk ke dalam tubuh melalui mulut dan berkembang
biak di usus. Ini kemudian dibuang ke lingkungan melalui feses dimana virus ini dapat
menyebar dengan cepat melalui komunitas, terutama dalam situasi kebersihan dan
sanitasi yang buruk. Virus tidak akan rentan menginfeksi dan mati bila seorang anak
mendapatkan imunisasi lengkap terhadap polio.
3
Polio dapat menyebar ketika makanan atau minuman terkontaminasi oleh feses.
Ada juga bukti bahwa lalat dapat secara pasif memindahkan virus polio dari feses ke
makanan. Kebanyakan orang yang terinfeksi virus polio tidak memiliki tanda-tanda
penyakit dan tidak pernah sadar bahwa mereka telah terinfeksi. Orang-orang tanpa gejala
ini membawa virus dalam usus mereka dan dapat “diam-diam” menyebarkan infeksi ke
ribuan orang lain.
4
Gejala kliniknya sama seperti pada jenis non-paralitik, kemudian disertai kelumpuhan
yang biasanya timbul 3 hari setelah stadium preparalitik.
b. Pencegahan Penyakit Polio
1. Oral Polio Vaccine (OPV), untuk jenis vaksin ini aman, efektif dan memberikan
perlindungan jangka panjang sehingga sangat efektif dalam menghentikan penularan
virus. Vaksin ini diberikan secara oral. Setelah vaksin ini bereplikasi di usus dan
diekskresikan, dapat menyebar ke orang lain dalam kontak dekat.
2. Monovalent Oral Polio Vaccines (mOPV1 and mOPV3), sebelum pengembangan
tOPV, OPV Monovalen (mopVs) dikembangkan pada awal tahun 1950an. Vaksin
polio ini memberikan kekebalan hanya pada satu jenis dari tiga serotipe OPV, namun
tidak memberikan perlindungan terhadap dua jenis lainnya. OPV Monovalen untuk
virus Polio tipe 1 (mopV1) dan tipe 3 (mOPV3) dilisensikan lagi pada tahun 2005 dan
akhirnya mendapatkan respon imun melawan serotipe yang lain.
3. Bivalent Oral Polio Vaccine (bOPV), setelah April 2016, vaksin virus Polio Oral
Trivalen diganti dengan vaksin virus Polio Oral Bivalen (bOPV). Bivalen OPV hanya
mengandung virus serotipe 1 dan 3 yang dilemahkan, dalam jumlah yang sama seperti
pada vaksin trivalen. Bivalen OPV menghasilkan respons imun yang lebih baik
terhadap jenis virus Polio tipe 1 dan 3 dibandingkan dengan OPV trivalen, namun
tidak memberikan kekebalan terhadap serotipe 2.
4. Inactivated Polio Vaccine (IPV), sebelum bulan April 2016, vaksin virus Polio Oral
Trival (topV) adalah vaksin utama yang digunakan untuk imunisasi rutin terhadap
virus Polio. Dikembangkan pada tahun 1950 oleh Albert Sabin, tOPV terdiri dari
5
campuran virus polio hidup dan dilemahkan dari ketiga serotipe tersebut. tOPV tidak
mahal, efektif dan memberikan perlindungan jangka panjang untuk ketiga serotipe
virus Polio. Vaksin Trivalen ditarik pada bulan April 2016 dan diganti dengan vaksin
virus Polio Oral Bivalen (bOPV), yang hanya mengandung virus dilemahkan vaksin
tipe 1 dan 3.
Virus polio dapat diisolasi dan dibiakkan dari bahan hapusan tenggorok pada
minggu pertama penyakit, dan dari tinja sampai beberapa minggu. Bila pemeriksaan
isolasi virus tidak dapat dilakukan, maka dipakai pemeriksaan serologi berupa tes
netralisasi dengan memakai serum pada fase akut dan konvalesen. Selain itu bisa juga
dilakukan pemeriksaan complement fixation (CF). Diagnosis laboratorik biasanya
berdasar- kan ditemukannya poliovirus dari sampel feses atau dari hapusan faring.
Antibodi dari poliovirus dapat didiagnosis, dan biasanya terdeteksi di dalam darah pasien
yang terinfeksi. Hasil analisis cairan serebrospinal yang diambil dari pungsi lumbal
didapati adanya peningkatan jumlah leukosit serta protein juga sedikit meningkat. Dapat
juga dilakukan pemeriksaan khusus yaitu kecepatan hantar saraf dan elektromiografi.
Penyakit HIV
Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah virus yang menyerang sel darah
putih di dalam tubuh (limfosit) yang mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh manusia.
Orang yang dalam darahnya terdapat virus HIV dapat tampak sehat dan belum tentu
membutuhkan pengobatan. Meskipun demikian, orang tersebut dapat menularkan
virusnya kepada orang lain bila melakukan hubungan seks berisiko dan berbagi
penggunaan alat suntik dengan orang lain. Akibat menurunnya kekebalan tubuh pada
seseorang maka orang tersebut sangat mudah terkena penyakit seperti TBC, kandidiasis,
6
berbagai radang pada kulit, paru, saluran penernaan, otak dan kanker (KPAD Kab.
Jember, 2015).
Kasus HIV-AIDS pertama kali ditemukan pada tahun 1981, dan saat ini kasusnya
sudah menyebar di berbagai negara di dunia dengan jumlah yang terus meningkat,
menyerang pria, wanita serta anakanak. World Health Organisation (WHO)
memperkirakan sekitar 10-12 juta orang dewasa dan anak-anak didunia telah terinfeksi
dan setiap hari sebanyak 5000 orang tertular virus HIV. Menurut laporan dari WHO pada
akhir tahun 2009, terdapat 33,3 juta orang hidup dengan HIV dan 1,8 juta orang
meninggal karenanya. Laju penularan infeksi pada wanita jauh lebih cepat dari pada pria.
Dari seluruh infeksi HIV 90% terjadi di negara berkembang terutama di Asia. Beberapa
negara yang paling parah terkena antara lain: Thailand diperkirakan antara 500 ribu dan
800 ribu penduduknya telah terinfeksi, India sudah mencapai rata-rata antara 2-5 juta, di
Bombay sudah 50% pekerja seks dan 22,5% perempuan hamil sudah terinfeksi virus HIV.
Sementara itu negara-negara maju telah berhasil menekan laju infeksi HIV di negaranya.
Tahun 2020 penanganan AIDS diseluruh dunia akan menghabiskan dana 514 milliar
dollar AS. Setiap hari 7500 penduduk dunia terinfeksi HIV, lebih dari separo yang
terinfeksi rata-rata berusia dibawah 25 tahun (Aleka, 2016).
Pada awal infeksi, HIV tidak segera menyebabkan kematian dari sel yang di
infeksinya tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi (penggandaan), sehingga ada
kesempatan untuk berkembang dalam tubuh penderita tersebut, yang lambat laun akan
menghabiskan atau merusak sampai jumlah tertentu dari sel limfosit T. Setelah beberapa
7
bulan sampai beberapa tahun kemudian, barulah pada penderita akan terlihat gejala klinis
sebagai dampak dari infeksi HIV tersebut. Masa antara terinfeksinya HIV dengan
timbulnya gejala-gejala penyakit (masa inkubasi) adalah 6 bulan sampai lebih dari 10
tahun, rata-rata 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan pada orang dewasa.
Tanda-tanda HIV AIDS biasanya tidak langsung muncul saat seseorang baru
terinfeksi HIV. Pasalnya pada awal terinfeksi, gejala yang muncul mirip dengan gejala flu
biasa. HIV seringkali baru terdeteksi saat sudah memasuki tahap lanjut. Pada tingkat
infeksi HIV yang sangat parah, kekebalan tubuh sangat menurun sehingga membuat
tubuh lebih rentan terkena infeksi dan penyakit kanker. Kondisi mematikan inilah yang
disebut AIDS (acquired immunodeficiency syndrome). Meski demikian, infeksi HIV
membutuhkan waktu beberapa tahun untuk berkembang menjadi AIDS. Banyak orang
dengan HIV tidak tahu kalau mereka terinfeksi. Hal ini karena gejala dan tanda-tanda
HIV/AIDS pada tahap awal sering kali tidak menimbulkan gejala berat. Infeksi HIV
hingga menjadi AIDS terbagi menjadi 3 fase, yaitu:
8
ini antara lain berat badan menurun drastis, sering demam, mudah lelah, diare
kronis, dan pembengkakan kelenjar getah bening. Karena pada fase AIDS
sistem kekebalan tubuh sudah sangat lemah, maka penderita HIV/AIDS akan
sangat rentan terkena infeksi dan jenis kanker tertentu.
Pencegahan HIV penting terhadap kesehatan masyarakat, termasuk sirkumsisi
pada pria, pemberian antiretroviral pada pencegahan transmisi ibu yang terinfeksi
terhadap anaknya, terapi antiretroviral pada orang yang terinfeksi HIV untuk
mencegah transmisi dan antiretroviral untuk profilaksis pada pemaparan. Tehnik
pencegahan yang masih dalam proses penelitian adalah vaksin dan mikrobisida
vagina. Cara utama untuk mencegah infeksi HIV adalah dengan mengurangi resiko
paparan HIV seperti berhubungan seksual tanpa kondom atau menggunakan jarum
bersama dan peralatan injeksi lainnya. Selama bertahun-tahun, pengobatan untuk
HIV/AIDS terus dikembangkan. Perkembangan penanganan profilaksis HIV/AIDS
selalu berfokus pada pencegahan penyakitnya. Hal ini disebabkan karena obat untuk
HIV/AIDS belum dapat menyembuhkan penyakit ini secara maksimal.
Idealnya, obat untuk profilaksis HIV/AIDS memiliki kriteria seperti aman
digunakan dalam jangka panjang baik secara in vitro maupun in vivo, tidak terdapat
efek samping local maupun sistemik, dapat digunakan pada berbagai pasien, mudah
dibuat dalam skala besar, biaya produksi yang murah, tidak berinteraksi dengan obat
lain, tidak berdegradasi pada pH vagina (pH 4-5) atau pH fisiologis (pH 7,4), dapat
menghambat strain HIV yang resisten terhadap obat, bersifat sangat potent dan dapat
bersifat long term walau dalam sekali konsumsi. Namun, hingga saat ini hal tersebut
masih belum dapat tercapai.
Secara umum, penanganan profilaksis HIV/AIDS dibagi menjadi empat
kategori, yaitu vaksin, inhibitor entri makromolekular HIV, Obat antiretroviral dan
terapi berbasis asam nukleat.
9
4) Dibaca hasilnya antara 15 – 30 menit setelah diteteskan buffer
5) Pembacaan Hasil
a) HIV Negatif (-) : terbentuk satu garis warna pada zona garis control
saja
b) HIV positif (+): terbentuk dua atau tiga garis berwarna, satu pada zona
garis test 1 atau 2 dan satu pada zona garis control
c) Invalid / Test gagal : jika tidak timbul garis warna pada zona Control
maka test dinyatakan gagal, ulangi test dengan alat baru.
Keterangan: C : Control
T1 : HIV-1
T2 : HIV-2
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah virus yang menyerang sel
darah putih di dalam tubuh (limfosit) yang mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh
manusia. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan virus-virus sejenisnya
umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran
mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV seperti darah,
air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penyakit HIV dapat
dideteksi dengan pemeriksaan pemeriksaan kualitatif HIV 1 dan 2 dengan metode
imunokromatografi.
11
DAFTAR PUSTAKA
Aleka Zulfikar, 2016. Strategi Penanggulangan HIV/AIDS, Dinas Kesehatan Prov. Bengkulu,
Seksi Penelitian dan Informasi Kesehatan.
Gendrowahyuhono, G., Harianja, H., & Anggraini, N. D. (2010). Eradikasi Polio Dan IPV
(Inactivated Polio Vaccine). Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 20(4).
Handayani, 2017. Waspada Epidemi HIV-AIDS di Indonesia. Medical and Health Science
Journal.
Harti, A. S., Agustin, A., Mardiyah, S., Estuningsih, E., & Kusumawati, H. N. (2014).
Pemeriksaan HIV 1 Dan 2 Metode Imunokromatografi Rapid Test Sebagai Screening Test
Deteksi Aids. Jurnal Kesehatan Kusuma Husada.
Kemenkes RI. 2021. Available on : https://infeksiemerging.kemkes.go.id/penyakit-
virus/poliomyelitis-penyakit-virus-polio/
Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Jember. 2015. Mengenal & Menanggulangi HIV
& AIDS Infeksi Menular Seksual dan Narkoba. Jember: Komisi Penanggulangan AIDS
Kabupaten Jember.
Prayuda, M. R. (2015). Pencegahan dan Tatalaksana HIV/AIDS. Jurnal Agromedicine, 2(3),
232-236.
12