Disusun oleh :
2020/2021
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah berjudul Penyakit Polio tepat waktu.
Makalah Penyakit Polio disusun guna memenuhi tugas dosen mata kuliah anatomi
fisiologi. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi
pembaca tentang Penyakit Polio.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................12
3.2 Saran....................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Kata poliomielitis berasal dari istilah medis untuk menggambarkan dampak virus polio pada medula
spinalis. Polio berasal dari bahasa Yunani yang berarti abu-abu dan saraf tulang belakang (myelon). Polio
diduga pertama kali dikenal kira-kira 6000 tahun yang lalu. Pada mumi dari zaman Mesir kuno ditemukan
kelainan kaki dan pada deskripsi Mesir kuno di tahun 1580-1350 sebelum Masehi yang digambarkan
pendeta muda dengan sebelah kaki atrofi dan telapak kaki pada posisi equinus. Deskripsi klinis pertama
mengenai poliomielitis dibuat oleh Michael Underwood, seorang dokter dari Inggris yang melaporkan
penyakit yang terutama menyerang anak-anak dan menyebabkan ke lumpuhan menetap pada ekstremitas
bawah. Pada awal abad ke-19 dilaporkan kejadian luar biasa polio di Eropa dan pertama kali dilaporkan
di Amerika Serikat pada tahun 1843. Namun, angka kejadian polio terus meningkat menjadi epidemi di
awal abad ke-20.
Poliomyelitis (polio) adalah penyakit menular yang sangat berbahaya. Penyakit ini disebabkan oleh
Virus polio yang berasal dari genus Enterovirus dan family Picorna viridae. Virus ini menular melalui
kotoran (feses) atau sekret tenggorokan orang yang terinfeksi. Virus polio masuk melalui ludah sehingga
menyebabkan infeksi. Hal ini dapat terjadi dengan mudah bila tangan terkontaminasi atau benda-benda
yang terkontaminasi dimasukkan ke dalam mulut. Virus polio berkembang biak di tenggorokan dan usus
selama 4 sampai 35 hari, kemudian akan dikeluarkan melalui tinja selama beberapa minggu kemudian.
Virus ini menyerang sistem saraf yang dapat menyebabkan kelumpuhan total dalam hitungan jam.
Poliomyelitis dapat menyerang pada semua kelompok umur, namun yang paling rentan adalah
kelompok umur kurang dari 3 tahun (lebih dari 50% dari semua kasus). Gejala awal adalah demam,
kelelahan, sakit kepala, muntah, dan kekakuan pada leher dan nyeri pada anggota badan. Polio tidak dapat
disembuhkan, tetapi dapat dicegah dengan vaksinasi. Vaksinasi adalah pemberian vaksin ke dalam tubuh
untuk memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tersebut.
1
2. Bagaimanakah cara penularan polio?
3. Bagaimanakah pencegahan dan pengobatan penyakit polio?
4. Apa saja factor yang mendukung timbulnya penyakit polio?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui gejala-gejala dari penyakit polio.
2. Untuk mengetahui cara penularan penyakit polio.
3. Untuk mengetahui cara pencegahan dan pengobatan penyakit polio.
4. Untuk mengetahui factor pendukung timbulnya penyakit polio.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Polio adalah penyakit menular yang dikategorikan sebagai penyakit peradaban. Polio
menular melalui kontak antar manusia. Virus masuk ke dalam tubuh melalui mulut ketika
seseorang memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi feses. Poliovirus adalah virus
RNA kecil yang terdiri atas tiga strain berbeda dan amat menular. Virus akan menyerang system
saraf dan kelumpuhan dapat terjadi dalam hitungan jam. Polio menyerang tanpa mengenal usia,
lima puluh persen kasus terjadi pada anak berusia antara 3 hingga 5 tahun. Masa inkubasi polio
dari gejala pertama berkisar dari 3 hingga 35 hari.
Virus tersebut dinilai berbahaya karena dapat menyebabkan komplikasi, kerusakan otak
yang menyebabkan kelumpuhan pada organ dalam, kelumpuhan pada kaki, otot-otot dan bahkan
kematian (polio bulbar). Menurut Wilson (2001) disebutkan bahwa individu yang terjangkit
polio jenis paralisis spinal tidak akan sembuh disebabkan vaksinasi hanya dapat dilakukan
sebelum tertular. Strain poliovirus jenis ini menyerang saraf tulang belakang yang dapat
menyebabkan kelumpuhan pada kaki secara permanen. Akan tetapi polio jenis ini tidak
mematikan karena tidak menyerang organ vital.
Penyakit ini diakibatkan oleh virus polio. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang
dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Virus ini
dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke system saraf pusat menyebabkan melemahnya otot
dan kadang kelumpuhan. Infeksi virus polio terjadi di dalam saluran pencernaan yang menyebar
ke kelenjar limfe regional sebagian kecil menyebar ke system saraf. Saraf yang diserang adalah
3
saraf motoric otak dibagian grey matter dan kadang-kadang menimbulkan kelumpuhan. Dari 3
starin virus polio liar (tipe 1, tipe 2, dan tipe 3), kasus terakhir virus polio liar tipe 2 dilaporkan
pada tahun 1999 dan tidak ada kasus virus polio liar tipe 3 yang ditemukan sejak kasus yang
terakhir dilaporkan di Nigeria pada bulan November 2012. Akan tetapi, kasus virus polio liar tipe
1 masih terjadi di sejumlah kecil Negara.
Manusia satu-satunya reservoir dan sumber penularan biasanya penderita tanpa gejala
(inapparent infection) terutama anak-anak. Belum pernah ditemukan adanya pembawa virus liar
yang berlangsung lama.
Tanda-tanda gejala dari polio berbeda tergantung pada luas infeksi. Tanda-tanda dan
gejala ini dapat dibagi kedalam polio yang melumpuhkan (paralytic) dan polio yang tidak
melumpuhkan (non-paralytic).
Paralytic polio terjadi pada kira-kira 2% dari orang-orang yang terinfeksi dengan virus
polio dan penyakit yang jauh lebih serius. Gejala-gejala terjadi sebagai akibat dari system saraf
dan infeksi peradangan sumsum tulang belakang (spinal cord). Gejala-gejala dapat termasuk
sensasi abnormal, keulitan bernapas, kesulitan menelan, retensi rutin, sembelit, mengeluarkan air
liue, sakit kepala, suasana hati naik turun, nyeri dan kejang otot, dan kelumpuhan.
Stadium akut sejak ada gejala klinis hingga dua minggu ditandai dengan suhu tubuh
meningkat, jarang terjadi lebih dari 10 hari, kadang disertai sakit kepala dan muntah.
Kelumpuhan terjadi dalam seminggu permulaan sakit. Kelumpuhan itu terjadi akibat kerusakan
sel-sel motor neuron di medulla spinalis (tulang belakang) oleh invasi virus. Kelumpuhan
4
tersebut bersifat asimetris sehingga menimbulkan deformitas (gangguan bentuk tubuh) yang
cenderung menetap atau bahkan menjadi lebih berat.
Stadium subakut (dua minggu hingga dua bulan) ditandai dengan menghilangnya demam
dalam waktu 24 jam atau kadang suhu tidak terlalu tinggi. Kadang itu disertai kekakuan otot dan
nyeri otot ringan. Kelumpuhan anggota gerak yang layuh dan biasanya salah satu sisi.
Stadium convalescent (dua bulan hingga dua tahun) ditandai dengan pulihnya kekuatan
otot lemah. Sekitar 50%-70% fungsi otot pulih dalam waktu 6-9 bulan setelah fase akut.
Kemudian setelah usia dua tahun, diperkirakan tidak terjadi lagi perbaikan kekuatan otot.
Stadium kronik atau dua tahun lebih sejak gejala awal penyakit biasanya menunjukkan kekuatan
otot yang mencapai tingkat menetap dan kelumpuhan otot permanen.
Polio menyebar melalui kontak orang ke orang. Ketika seorang anak terinfeksi virus
polio liar, virus masuk ke dalam tubuh melalui mulut dan berkembang biak di usus. Kontaminas
langsung menyebar melalui jari yang terkontaminasi makanan kemudian dibuang ke lingkungan
melalui faeces di mana ia dapat menyebar dengan cepat, terutama dalam situasi kebersihan dan
sanitasi yang buruk. Virus tidak akan rentan menginfeksi dan mati bila seorang anak
mendapatkan imunisasi lengkap terhadap polio. Polio dapat menyebar ketika makanan atau
minuman terkontaminasi oleh feses. Ada juga bukti bahwa lalat dapat secara pasif memindahkan
virus polio dari feses ke makanan. Kebanyakan orang yang terinfeksi virus polio tidak memiliki
tanda-tanda penyakit dan tidak pernah sadar bahwa mereka telah terinfeksi. Orang-orang tanpa
gejala ini membawa virus dalam usus mereka dan dapat “diam-diam” menyebarkan infeksi ke
ribuan orang lain. Sedangkan penularan secara tidak langsung melalui sumber air, seperti air
mandi dimana virus berada dalam air buangan masuk ke sumber-sumber air tersebut dikarenakan
sanitasi yang rendah.
Peralatan dan barang-barang yang tercemar dapat berperan sebagai media penularan.
Belum ada bukti serangga dapat menularkan virus polio, sedangkan air dan limbah jarang sekali
dilaporkan sebagai sumber penularan. Kontaminasi virus melalui makanan dan air yang dipakai
bersama dalam suatu komunitas untuk semua keperluan sanitasi dan makan-minum untuk
terjadinya wabah.
5
2.6 Masa Inkubasi
Masa inkubasi virus polio biasanya memakan waktu 3-6 hari, dan kelumpuhan terjadi
dalam waktu 7-21 hari. Repliklasi di motor neuron terutama terjadi di sumsum tulang belakang
menimbulkan kerusakan sel dan kelumpuhan serta atrofi, sedang virus yang berbiak di batang
otak akan menyebabkan kelumpuhan bulbar dan kelumpuhan pernafasan.
Angka Tripple Negatif adalah belum adanya antibody terhadap virus polio. Asumsi
mengenai tingginya angka tersebut adalah 1) factor penghambat dari sesame enterovirus lainnya,
2) factor penghambat dalam pembentukan antibody lainnya. Factor penghambat dalam
pembentukan antibody salah satu penyebabnya adalah status gizi yang bururk. Gangguan sistim
imunitas pada penderita kurang kalori protein dapat berupa gangguan selluler yaitu fungsi
makrofag dan leukosit serta sifat komplemen.
Perbaikan lingkungan diharapkan dapat membebaskan Indonesia dari infeksi polio. Akan
tetapi kenyataannya perbaikan lingkungan masih belum merata, daerah dengan sanitasi buruk
menjadi sumber penularan penyakit. Akses transportasi yang semakin berkembang mempercepat
penyebaran virus dari satu daerah ke daerah lainnya termasuk import virus dari luar negeri.
Keadaan sosial ekonomi tidak mempengaruhi terjadinya poliomyelitis secara langsung, namun
dengan sosial ekonomi yang rendah tingkat pendidikan juga pasti rendah sehingga pengetahuan
mengenai sumber dan cara penularan penyakit polio sangat kurang. Selain itu, dengan status
ekonomi yang rendah juga dapat mempengaruhi terhadap status gizi pada anak.
Menurut dr. Adeline Jaclyn, faktor risiko polio pada anak meningkat saat berada di
lingkungan yang memiliki kasus polio aktif. Lingkungan dengan angka kemiskinan yang masih
tinggi dan akses untuk vaksin polio sulit, juga meningkatkan faktor risiko.
6
Anak yang belum mendapatkan vaksin polio juga lebih rentan mengalami komplikasi
masalah kesehatan saat terinfeksi virus polio. Selain anak-anak, kelompok orang yang sangat
berisiko termasuk wanita hamil, lansia, orang dengan sistem kekebalan yang lemah, seperti
orang dengan HIV. Hal ini terutama terjadi di beberapa bagian dunia di mana sanitasi buruk dan
program imunisasi tidak tersebar luas.
Polio virus memasuki tubuh manusia dapat melalui mulut, kemudian masuk secara
digesti. Jika virus dapat bertahan pada kondisi yang buruk di dalam perut manusia, maka virus
dapat menginfeksi sel pada usus. Pada membrane mukosa tersebut virus menginfeksi sel dan
bereplikasi.
Pada 1% infeksi, penyebaran virus dari usus ke dalam darah dan system saraf pusat.
Virus dapat berpindah dari Peyer’s patches ke aliran darah, yang mempunyai akses langsung ke
system saraf pusat. Sedangkan cara memasuki system saraf adalah virus langsung melewati
darah. Jika virus sudah masuk sekali ke dalam system saraf pusat, replikasinya dapat menjadikan
kerusakan sel saraf yang menimbulkan penyakit poliomyelitis.
7
2.10 Perjalanan Penyakit Agent di Tubuh Manusia
Poliomielitis atau polio akibat masuknya virus polio ke dalam tubuh terbagi dalam 2 fase,
yaitu fase limfatik dan neurologis. Pada beberapa kasus dapat mengalami sindrom postpolio
setelah 15‒40 tahun, terutama bila terkena polio akut pada usia sangat muda.
a. Fase Limfatik
Fase limfatik dimulai dengan masuknya virus polio ke dalam tubuh manusia secara oral
dan bermultiplikasi pada mukosa orofaring dan gastrointestinal. Dari fokus primer tersebut, virus
kemudian menyebar ke tonsil, plakat Peyer, dan masuk ke dalam nodus-nodus limfatikus
servikal dan mesenterika.
Pada fase limfatik ini, virus polio bereplikasi secara berlimpah lalu masuk ke dalam
aliran darah, menimbulkan viremia yang bersifat sementara, menuju organ-organ internal dan
nodus-nodus limfatikus regional. Kebanyakan infeksi virus polio pada manusia berhenti pada
fase viremia ini.
b. Fase Neurologis
Apabila infeksi ini berlanjut, maka virus akan terus bereplikasi di luar sistem saraf yang
kemudian akan menginvasi ke dalam sistem saraf pusat. Kondisi ini dikenal sebagai fase
neurologis. Pada fase ini, virus polio akan melanjutkan replikasi pada neuron motorik kornu
anterior dan batang otak, sehingga terjadi kerusakan pada lokasi tersebut. Kerusakan sel-sel saraf
motorik tersebut akan berdampak pada manifestasi tipikal pada bagian tubuh yang
dipersarafinya. Keadaan ini berakibat terjadinya lumpuh layu akut, dikenal juga sebagai acute
flaccid paralysis (AFP) sehingga polio yang terjadi dikenal sebagai polio paralitik.
Polio paralitik terjadi <1% dari semua kasus infeksi virus polio pada anak-anak. Gejala
paralitik terjadi 1‒18 hari setelah prodromal, kemudian berlangsung progresif selama 2‒3 hari.
Umumnya, progresivitas paralisis akan berhenti setelah suhu tubuh kembali normal. Tanda dan
gejala prodromal tambahan dapat berupa refleks superfisial menurun hingga menghilang, refleks
tendon dalam meningkat disertai nyeri otot berat dan kejang pada tungkai atau punggung. Saat
fase AFP, refleks tendon dalam akan berkurang dan biasanya asimetris. Setelah gejala menetap
8
selama beberapa hari atau minggu, kekuatan kemudian mulai kembali dan pasien tidak
mengalami kehilangan sensorik atau perubahan kognisi.
Setelah dilaksanakan PIN Polio tiga tahun berturut-turut pada tahun 1995, 1996 dan
1997, virus polio liar asli Indonesia (indigenous) sudah tidak ditemukan lagi sejak tahun 1996.
Namun pada tanggal 13 Maret 2005 ditemukan kasus polio importasi pertama di Kecamatan
Cidahu Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Kasus polio tersebut berkembang menjadi KLB yang
menyerang 305 orang dalam kurun waktu 2005 sampai awal 2006. KLB ini tersebar di 47
kabupaten/kota di 10 provinsi. Selain itu juga ditemukan 46 kasus Vaccine Derived Polio Virus
(VDPV) yaitu kasus Polio yang disebabkan oleh virus dari vaksin, yang terjadi apabila banyak
anak yang tidak di imunisasi, dimana 45 kasus di antaranya terjadi di semua kabupaten di Pulau
Madura dan satu kasus terjadi di Probolinggo, Jawa Timur.
Setelah dilakukan Outbreak Response Immunization (ORI), dua kali mop-up, lima kali
PIN, dan dua kali Sub-PIN, KLB dapat ditanggulangi sepenuhnya. Kasus Virus Polio Liar (VPL)
terakhir yang mengalami kelumpuhan ditemukan pada tanggal 20 Februari 2006 di Aceh. Sejak
saat itu hingga sekarang tidak pernah lagi ditemukan kasus Polio di Indonesia.
Cara Pencegahan
Imunisasi dasar juga perlu diberikan kepada orang dewasa yang sebelumnya belum
pernah mendapatkan imunisasi yang merencanakan untuk bepergian ke negara endemis polio,
selain itu imunisasi juga harus diberikan kepada anggota masyarakat dimana virus polio masih
ada. Para petugas laboratorium yang menangani spesimen yang mengandung virus polio dan
kepada petugas kesehatan yang kemungkinan terpajan dengan kotoran penderita yang
mengandung virus polio liar (Ditjen PP & PL, 2007).
9
Pencegahan dengan Vaksin Polio ada 4 jenis vaksin Polio, yaitu :
1. Oral Polio Vaccine (OPV), untuk jenis vaksin ini aman, efektif dan memberikan
perlindungan jangka panjang sehingga sangat efektif dalam menghentikan penularan
virus. Vaksin ini diberikan secara oral. Setelah vaksin ini bereplikasi di usus dan
diekskresikan, dapat menyebar ke orang lain dalam kontak dekat.
2. Monovalent Oral Polio Vaccines (mOPV1 and mOPV3), sebelum pengembangan tOPV,
OPV Monovalen (mopVs) dikembangkan pada awal tahun 1950an. Vaksin polio ini
memberikan kekebalan hanya pada satu jenis dari tiga serotipe OPV, namun tidak
memberikan perlindungan terhadap dua jenis lainnya. OPV Monovalen untuk virus Polio
tipe 1 (mopV1) dan tipe 3 (mOPV3) dilisensikan lagi pada tahun 2005 dan akhirnya
mendapatkan respon imun melawan serotipe yang lain.
3. Bivalent Oral Polio Vaccine (bOPV), setelah April 2016, vaksin virus Polio Oral Trivalen
diganti dengan vaksin virus Polio Oral Bivalen (bOPV). Bivalen OPV hanya
mengandung virus serotipe 1 dan 3 yang dilemahkan, dalam jumlah yang sama seperti
pada vaksin trivalen. Bivalen OPV menghasilkan respons imun yang lebih baik terhadap
jenis virus Polio tipe 1 dan 3 dibandingkan dengan OPV trivalen, namun tidak
memberikan kekebalan terhadap serotipe 2.
4. Inactivated Polio Vaccine (IPV), sebelum bulan April 2016, vaksin virus Polio Oral
Trival (topV) adalah vaksin utama yang digunakan untuk imunisasi rutin terhadap virus
Polio. Dikembangkan pada tahun 1950 oleh Albert Sabin, tOPV terdiri dari campuran
virus polio hidup dan dilemahkan dari ketiga serotipe tersebut. tOPV tidak mahal, efektif
dan memberikan perlindungan jangka panjang untuk ketiga serotipe virus Polio. Vaksin
Trivalen ditarik pada bulan April 2016 dan diganti dengan vaksin virus Polio Oral
Bivalen (bOPV), yang hanya mengandung virus dilemahkan vaksin tipe 1 dan 3.
Cara Pengobatan
Tidak ada obat untuk polio, yang ada hanya perawatan untuk meringankan gejala. terapi fisik
digunakan untuk merangsang otot dan obat antispasmodic diberikan untuk mengendurkan otot-
otot dan meningkatkan mobilitas. Meskipun ini dapat meningkatkan mobilitas, tapi tidak dapat
mengobati kelumpuhan polio permanen.
10
Apabila sudah terkena Polio, tindakan yang dilakukan yaitu tatalaksana kasus lebih
ditekankan pada tindakan suportif dan pencegahan terjadinya cacat, sehingga anggota gerak
diusahakan kembali berfungsi senormal mungkin dan penderita dirawat inap selama minimal 7
hari atau sampai penderita melampaui masa akut.
Penemuan dini dan perawatan dini untuk mempercepat kesembuhan dan mencegah
bertambah beratnya cacat. Kasus polio dengan gejala klinis ringan di rumah, bila gejala klinis
berat diruju ke RS.
Selain itu, juga dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain:
1. Viral isolation
Polio virus dapat dideteksi dari faring pada seseorang yang diduga terkena penyakit polio.
Pengisolasian virus diambil dari cairan cerebrospinal adalah diagnostic yang jarang mendapatkan
hasil yang akurat, orang tersebut harus diuji lebih lanjut mengenai uji oligonucleotide atau
pemetaan genomic untuk menentukan apakah virus polio tersebut bersifat ganas atau lemah.
2. Uji Serology
Uji serology dilakukan dengan mengambil sampel darah dari penderita. Jika pada darah
ditemukan zat antibody polio maka diagnosis bahwa orang tersebut terkena polio adalah benar.
Akan tetapi, zat antibody tersebut tampak netral dan dapat menjadi aktif pada saat pasien
tersebut sakit.
CSF di dalam infeksi poliovirus pada umumnya terdapat peningkatan jumlah sel darah putih
yaitu 10-200 sel/mm3 terutama adalah sel limfositnya. Kehilangan protein sebanyak 40-50
mg/100 ml.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Polio adalah penyakit menular yang dikategorikan sebagai penyakit peradaban. Polio
menular melalui kontak antar manusia. Penyakit ini diakibatkan oleh virus polio. Agen pembawa
penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut,
menginfeksi saluran usus. Manusia satu-satunya reservoir dan sumber penularan biasanya
penderita tanpa gejala. Tanda-tanda dan gejala ini dapat dibagi kedalam polio yang
melumpuhkan (paralytic) dan polio yang tidak melumpuhkan (non-paralytic).
Ketika seorang anak terinfeksi virus polio liar, virus masuk ke dalam tubuh melalui mulut
dan berkembang biak di usus. Masa inkubasi virus polio biasanya memakan waktu 3-6 hari, dan
kelumpuhan terjadi dalam waktu 7-21 hari. Faktor yang memungkinkan timbulnya poliomyelitis
menurut Soerbakti (1989) antara lain: 1) tingginya angka Tripple Negatif, 2) perbaikan
Lingkungan, 3) Perkembangan pesat dibidang transportasi 4) Keadaan sosial ekonomi.
Faktor risiko polio pada anak meningkat saat berada di lingkungan yang memiliki kasus
polio aktif. Penyebaran Penyakit di Indonesia setelah dilaksanakan PIN Polio tiga tahun berturut-
turut pada tahun 1995, 1996 dan 1997, virus polio liar asli Indonesia (indigenous) sudah tidak
ditemukan lagi sejak tahun 1996. Pencegahan penyakit polio dapat dilakukan dengan
memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang manfaat pemberian imunisasi sedini
mungkin semasa anak-anak sebanyak 4 kali dengan interval 6-8 minggu. Tidak ada obat untuk
polio, yang ada hanya perawatan untuk meringankan gejala.
3.2 Saran
Demikian makalah yang telah saya susun, saya menyadari masih terdapat beberapa
kekurangan dalam penulisan makalah ini, saya sebagai penyusun mengharap kritik dan saran
yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan serta lebih bisa memahami pokok bahasan bagi para pembaca dan
khususnya bagi saya penyusunnya.
12
DAFTAR PUSTAKA
Hindra Irawan Satar. 2016. Eradikasi Polio. dalam jurnal Sari Pediatri Volume 18. Jakarta:
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Nia Sari, Ika Fatmawati Cholidah. 2017. Campaign Analysis Pin Polio 2016 In Kediri City : A
Rapid Convenience Assesment. dalam Jurnal EduMidwifery Volume 1. Jombang.
RR Laila Ma’rifatun, Sugiyanto. 2013. Model penyebaran Penyakit Polio Dengan Pengaruh
Vaksinasi. dalam Jurnal Fourier Volume 2 (hlm. 11-18). Yogyakarta: Program Studi
Matematika Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Kalijaga.Volume 5. Semarang:
Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Semarang, Indonesia.
Yanuar Chaerul Umam , Muhammad Kharis, Supriyono. 2016. Model Epidemi SEIV
Penyebaran Penyakit Polio Pada Populasi Tak Konstan. dalam UNNES Journal of
Mathematics
13