Anda di halaman 1dari 14

Makalah

Epidemiologi Penyakit Menular Polio

Dosen Pengampu :
Minarto Riyadi, S.K.M., M.K.M.

Disusun Oleh :
Prasetyana Jannatul Fitri
211107010683

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS IBN KHALDUN
OKTOBER 2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Shalawat serta salam kami curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad
SAW yang kita idamkan syafa’atnya di akhirat nanti.
Saya mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat, baik itu
berupa fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan tugas dari mata
kuliah Epidemoilogi Penyakit Menular dengan judul “Epidemiologi Polio”.
Saya tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari dosen mata
kuliah ini supaya makalah yang kami buat menjadi lebih baik lagi. Dan saya mohon maaf sebesar
– besarnya apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini.
Saya mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Epidemiologi Penyakit
menular yang telah membimbing saya dalam penyelesaian tugas makalah ini. Demikian, semoga
makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Bogor, 04 November 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
BAB I...............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
Latar Belakang.............................................................................................................................4
BAB II.............................................................................................................................................6
PEMBAHASAN..............................................................................................................................6
Definisi Penyakit Menular Polio..................................................................................................6
Cara Penularan.............................................................................................................................6
Tanda dan Gejala Polio................................................................................................................7
Triad Epidemiologi......................................................................................................................9
Upaya Pencegahan.....................................................................................................................11
BAB III..........................................................................................................................................13
KESIMPULAN..............................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................14

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Polio merupakan (keluarga Picornaviridae), sering disingkat sebagai "Polio"
adalah virus yang paling ditakuti abad ke-20 di dunia yang menghasilkan
permulaan program inisiatif global untuk pemberantasan polio pada tahun 1988.
Sebagian polio positif yang diakibatkan oleh enterovirus RNA ini dikenal dengan
kemampuannya untuk mempengaruhi sebuah bagian dari sumsum tulang
belakang, dan mengakibatkan terjadinya Acute Flaccid Paralysis (AFP) atau dapat
menyebabkan kematian jika otot pernapasan atau tenggorokan mendapat lumpuh
tetapi untungnya tidak banyak kasus yang terjadi. Terdapat tiga serotypes dari
virus polio, di dunia kasus infeksi dari 1 per 200-2000 kasus tergantung pada jenis
serotype virus. Tingkat fatality biasanya dari 5 hingga 10% dalam kasus-kasus
lumpuh. World Health Organization (WHO) 27 tahun yang lalu telah mencapai
keberhasilan luar biasa dalam mengurangi jumlah polio di negara-negara
endemik, dari 125 negara di penjuru dunia hanya ada 3 negara termasuk Pakistan,
Afghanistan, dan Nigeria, dimana Wild Polio Virus (WPV) transmisinya belum
terputus walaupun angka kasus terjadinya polio telah turun dibawah angka 99%
dibandingkan dengan 350.000 kasus baru per tahun kemudian (Ghafoor & Sheikh,
2016). Pada bulan Mei 2012, World Health Assembly (WHA) mendeklarasikan
bahwa eradikasi polio adalah salah satu isu kedaruratan kesehatan masyarakat dan
perlu disusun suatu strategi menuju eradikasi polio. Indonesia telah berhasil
menerima sertifikasi bebas polio bersama dengan negara anggota WHO di South
East Asia Region (SEAR) pada bulan Maret 2014, sementara itu dunia masih
menunggu negara lain yang belum bebas polio yaitu Afganistan, Pakistan dan
Nigeria. Untuk mempertahankan keberhasilan tersebut dan untuk melaksanakan
strategi menuju eradikasi polio di dunia, Indonesia melakukan beberapa rangkaian
kegiatan yaitu Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio, penggantian vaksin trivalent
Oral Polio Vaccine (tOPV) ke bivalent Oral Polio Vaccine (bOPV) dan introduksi

4
Inactivated Polio Vaccine (IPV). Pada akhir tahun 2020 diharapkan penyakit
polio telah berhasil dihapus dari seluruh dunia (KESMAS, 2016). Imunisasi
merupakan salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam
upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Imunisasi merupakan prioritas
utama dalam pelayana kesehatan di bidang preventif. Penurunan insiden penyakit
menular telah terjadi berpuluh-puluh tahun yang lalu di negara-negara maju yang
telah melakukan imunisasi dengan teratur dengan cakupan luas (Ranuh, et al.,
2014). Imunisasi polio dilakukan dengan cara memberikan vaksinasi, Vaksin
merupakan suspensi mikroorganisme yang telah dilemahkan atau dimatikan atau
antigen mikroorganisme yang diberikan untuk mencegah atau mengatasi penyakit
infeksi (Depkes RI, 2016). Vaksin yang dibuat menggunakan beberapa proses
yang berbeda, ada yang berisi virus hidup yang telah dilemahkan (melemah atau
diubah agar tidak menyebabkan penyakit), organisme dilemahkan atau dibunuh
atau virus, racun tidak aktif (untuk penyakit bakteri dimana racun yang dihasilkan
oleh bakteri, dan bukan bakteri sendiri, penyebab penyakit), atau hanya segmen
patogen (meliputi subunit dan vaksin konjugasi) (Hashemi, et al., 2014).

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Penyakit Menular Polio


Poliomyelitis atau yang sering disebut polio adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh virus polio. Polio ditularkan melalui air atau makanan yang
terkontaminasi , atau melalui kontak dengan penderita polio. Virus polio menyerang
otak dan saraf tulang belakang penderitanya dan bisa menyebabkan kelumpuhan,
masalah pernafasan hingga kematian .Polio atau poliomyelitis merupakan istilah yang
berasal dari Yunani berarti abu-abu , mylos mengacu ke “ sumsum tulang belakang “
dan itis yang berarti inflamasi.

B. Cara Penularan
Poliomielitis adalah penyakit menular berbahaya yang disebabkan oleh virus polio.
Penyakit ini disebabkan oleh virus polio yang berasal dari genus Enterovirus dan
Family Picorna viridae. Penyakit ini menyerang seluruh tubuh (termasuk otot dan
saraf) dan bisa menyebabkan kelemahan otot yang bersifat permanen, kelumpuhan
atau kematian. Virus ini menular melalui kotoran feses dan bisa juga melalui sekret
tenggorokan orang yang terinfeksi. Virus polio masuk melalui ludah sehingga
menyebabkan infeksi. Selain itu, virus masuk melalui mulut, dan dapat
memperbanyak diri di tempat implantasi dalam faring dan saluran pernapasan. Hal
tersebut dapat terjadi dengan mudah bila tangan terkontaminasi oleh benda-benda
yang terkontaminasi dan dimasukkan ke dalam mulut. Virus polio berkembang biak
di tenggorokan dan usus selama 4 sampai 32 hari, kemudian akan dikeluarkan melalui
tinja selama beberapa minggu kemudian virus ini menyerang sistem saraf yang dapat
menyebabkan kelumpuhan total dalam hitungan jam. Poliomyelitis dapat menyerang
pada semua kelompok umur, namun yang paling rentan adalah kelompok umur
kurang dari 3 tahun (lebih dari 50% dari semua kasus). Gejala awal adalah demam,
kelelahan, sakit kepala, muntah, dan kekakuan pada leher dan nyeri pada anggota
badan. Polio tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dicegah dengan vaksinasi.

6
C. Tanda dan Gejala Polio
Manifestasi klinis muncul 7-12 hari setelah virus pertama kali mengidentifikasi
tubuh. Masa inkubasi virus ini berkisar 3-6 hari. Manifestasi klinis bergantung pada
sel saraf yang dirusak oleh virus. Pada kerusakan sel saraf di medulla spinalis, terjadi
kelumpuhan akut yang disertai atrofi otot, sementara kerusakan sel saraf batang otak
akan menimbulkan kelumpuhan persarafan kanialis dan otot-otot pernafasan.
Spektum penyakit polio terbagi atas gejala ringan (minor illness) dan gejala berat
(major illness). ( Ropper dan Robertson, 2005).
1. Gejala ringan (minor illness)
Kumpulan gejala ringan yang muncul ini menandakan telah terjadinya infeksi
akut virus polio dalam tubuh, muncul bergantung pada lokasi kolonisasi virus.
Gejala yang timbul dapat berupa nyeri tenggorokan, rasa tidak nyaman diperut,
demam ringan, nyeri kepala atau letargis. Gejala timbul 1-4 hari dan ditemukan
pada 90-95% kasus polio. Umumnya kondisi ini akan hilang dengan sendirinya
dan tidak berakibat fatal.
2. Gejala berat (major illness)
Kumpulan gejala berat inilah yang sangat ditakutkan terjadi pada infeksi virus
polio. Diawali gejala ringan, perjalanan penyakit yang berlanjut dengan gejala
berat tentunya memiliki prognosis yang lebih buruk. Berikut ini adalah berbagai
gejala berat pada polio:
 Poliomielitis abortif (abortive poliomyelitis), suatu kondisi iritasi yang
meningen yang ringan dan segera membaik dalam 2-10 hari. Gejala yang
timbul berupa demam (38-40 C), letargis, pusing, sakit perut, muntah,
maag, hingga kaku kuduk, terkadang disertai kelemahan otot transient.
Sebagian besar penderita akan kembali normal setelah periode ini selesai.
(Ropper, 2005 dan Soedarmo, 2008)
 Poliomielitis non paralitik (non paralytic poliomyelitis), merupakan
manifestasi polio yang berat namun menyerupai meningitis, sehingga
terkadang dianggap sebagai meningitis aseptik. Gejala yang timbul
menyerupai polimielitis abortif, namun disertai hiperestesia atau
parestesia, head drop, nyeri dan kaku pada otot, terkadang timbul spasma

7
otot, tanda Brudzinsky dan Kernig yang positif, tanda spinal, serta
perubahan refleks permukaan dan tendon dalam (Soedarmo, 2008). Fungsi
lumbal pada kondisi ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah sel,
ditemukan banyak sel mononuklear, serta kadar protein dan glukosa yang
normal. Temuan ini serupa dengan hasil fungsi lumbal pada meningitis
aseptik. Kondisi poliomielitis non paralitik ini dapat berprogresi menjadi
poliomielitis paralitik. terutama bila timbul gejala berupa iritabilitas,
instabilitas emosi, serta rasa tidak ingin beristirahat (Ropper, 2005).
 Poliomielitis paralitik (paralytic polimyelitis), merupakan kondisi yang
paling ditakuti oleh infeksi virus polio. Gejala pada awalnya serupa seperti
gejala ringan atau poliomielitis abortif, kemudian membaik dalam 1-3 hari
dan secara tiba-tiba memburuk dengan cepat. Hal ini terjadi apabila
demam mencapai puncaknya atau apabila suhu tubuh turun secara tiba-
tiba (Ropper, 2005). Hal ini berlangsung kurang dari 48 jam dan mampu
menyebabkan kelumpuhan berat. Setalah fase ini, tidak terjadi lagi
progresi perburukan secara klinis (Soedarmo, 2008). Lokasi kelumpuhan
bergantung pada lokasi lesi di susunan saraf pusat. Atas dasar ini,
poliomielitis terbagi atas polio spinal, polio bulbar dan polio spinobulbar
(Robertson, 2005 dan CDC, 2009).
a. Polio spinal, ciri khas polio paralitik spinal adalah otot yang
bersifat layuh (flaccid), lembek (floppy) dan atonus pada anggota
gerak karena kerusakan di tingkat medula spinalis. Umumnya
terjadi secara descenden dari otot proksimal menuju distal, tidak
simetris, timbul fasikulasis otot dan refleks tendon dalam
menghilang tanpa ada gangguan sensorik di area tersbut. Atrofi
otot dijumpai 3-12 minggu setelah kejadian polio akut dan apabila
paralisis tetap terjadi selama kurun waktu 12 bulan. kerusakan
permanen persarafan motorik telah terjadi (Robertson. 2005).
Kondisi inilah yang menimbulkan kecacatan pada penderita polio.
b. Polio bulbar, merupakan manifestasi polio pada batang otak.
Meskipun jarang ditemui, kondisi ini sangat berbahaya. Beberapa

8
gejala yang timbul adalah kesulitan menelan, kelumpuhan pita
suara, kesulitan makan, cegukan, sionosis, hipotensi, kolaps,
sirkulasi, hipertensi, hingga ketidakmampuan bernafas. Saraf
kranialis yang terganggu adalah saraf V, VII, IX dan XI (Ropper.
2005 dan CDC, 2009).
c. Polio spinobulbar, merupakan kombinasi dari kedua jenis polio
diatas. Pada jenis ini, terjadi kelumpuhan pada anggota gerak dan
persarafan kranialis namun kondisi ini sangat jarang ditemui
(Soedarmo, 2008).
 Sindroma pascapolio (post-polio syndrome) merupakan manifestasi lambat
dari infeksi virus polio berat. Gejala yang timbul menyerupai poliomielitis
paralitik, namun muncul 15-40 tahun kemudian. Belum diketahui secara pasti
bagaimana kondisi ini dapat terjadi, namun dipercaya bukan karena adanya
inveksi virus yang persisten (Ropper. 2005).

D. Triad Epidemiologi
Triad epidemiologi merupakan konsep dasar epidemiologi yang memberikan
gambaran hubungan antara host, agent dan environment dalam terjadinya penyakit
atau masalah kesehatan lainnya.
1. Agen Polio
Agen polio disebabkan oleh virus. Virus polio termasuk genus enterovirus.
Terdapat tiga tipe yaitu 1. 2 dan 3. Ketiga virus tersebut bisa menyebabkan
kelumpuhan. Tipe 1 adalah tipe yang paling mudah diisolasi, diikuti tipe 3,
sedangkan tipe 2 yang paling jarang diisolasi, diikuti tipe 3, sedangkan tipe 2
jarang diisoloasi. Tipe yang sering menyebabkan wabah adalah tipe 1. sedangkan
kasus yang dihubungkan dengan vaksin yang disebabkan oleh tipe 2 dan tipe 3.
Polio virus (genus enterovirus) tipe 1, 2 dan 3: terdiri dari RNA genome yang
tertutup oleh sel protein atau capsid. Secara umum, ada dua tipe virus polio liar
(wild piliovirus) dan virus polio yang berasal dari imunisasi polio itu sendiri
(circulating vaccine-derived poliovirus) virus spolio liar ada secara alamiah,
sedangkan virus polio berasal dari imuniasi polio oral (tetes lewat mulut)

9
mengandung virus polio hidup. Virus hidup polio akan berkembang biak pada
usus anak, lalu akan diekskresikan lewat feces atau tinja. Semua tipe dapat
menyebabkan kelumpuhan. Tipe I dapat diisolasi dari hampir semua kelumpuhan
dan menyebabkan wabah polio, virus polio liar tipe 2 telah diberantas pada tahun
1999, dan kasus dengan virus polio liar tipe 3 sangat jarang terjadi. Sebagian
besar kasus yang berkaitan atau disebabkan oleh vaksin polio sendiri disebakan
oleh tipe 2 dan 3. Virus polio hanya dapat hidup di usus manusia. Di suatu tempat,
virus akan berkembang biak memenuhi dinding usus selama 8 minggu. Sebagian
virus akan dikeluarkan setiap hari, melalui tinja. Makanan dan minuman yang
tercemar tinja, secara langsung atau melalui tangan yang tercemar tinja, akan
memudahkan virus ke orang lain.
2. Host/Penjamu
Pejamu dari virus poljo adalah manusia. Kelompok yang rentan terkena virus
polio adalah anak-anak dibawah usia lima tahun. Manusia juga satu-satunya
reservoir dan sumber penularan biasanya adalah penderita tanpa gejala
(mopparent infection) terutama anak-anak. Disebagian besar negara endemis
70.80% penderitanya.addobbsmusirudi bawah 3 tahun, dan 80-2025 bersih
dibawah 5 tahun. Mereka yang mempunyai risiko tinggi untuk tertular adalah
kelompok rentan seperti kelompok-kelompok yang menolak imunisasi, kelompok
minoritas, para migram musiman, anak-anak yang tidak terdaftar, kaum nomaden,
pengungsi dan masyarakat miskin perkotaan. Anak-anak yang tidak mempunyai
kekebalan yang memadai dapat terinfeksi, dan sebagian kecil di antaranya
lumpuh, atau meninggal 1 dalam 100). Untuk setiap anak yang menderita lumpuh
karena infeksi polio, kira-kira terdapat 100-1000 anak yang tertular tetapi tidak
sakit lumpuh. Akan tetapi, anak-anak ini dapat menyebarkan virus polio ke anak-
anak yang lain.
3. Environment
Penyebaran penyakit polio terutama melalui konsentrasi tinja penderita polio
terutama di daerah yang sanitasi lingkungannya buruk dengan cara fekal-oral
(kotoran mulut) dan melalui percikan dari mulut ke mulut (untuk daerah dengan
sanitasi lingkungan yang baik). Penularan fekal-oral artinya makanan/minuman

10
yang tercemar virus polio yang berasal dari tinja penderita masuk ke mulut orang
schat lainnya. Sedangkan oral ke oral adalah penyebaran dari air liur penderita
yang masuk ke dalam mulit manusia sehat lainnya (Lamenta, N. 2006).

E. Upaya Pencegahan
A. Pencegahan Primer
1. Edukasi dan Promosi Kesehatan tentang Polio
Meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat dalam menjaga
Kesehatan.
2. Surveilans AFP (Acute Flaccid Paralysis)
Surveilans Acute Flaccid Paralysis (AFP) adalah suatu perlindungan terhadap
polio yang penting bagi keluarga. Sistem ini adalah suatu program
kewaspadaan terhadap penyakit pada setiap darcah di seluruh Indonesia dan
dunia. Jika seorang anak tiba-tiba menunjukkan tanda-tanda lunglai atau
lemah pada lengan lengan atau kaki, petugas kesehatan harus segera
dihubungi sehingga contoh dari tinja anak tersebut dapat diambil untuk
dianalisa dan anak tersebut bisa mendapatkan perawatan yang tepat (Depkes,
2006).
3. Imunisasi Polio Regular
Setiap kasus AFP yang ditemukan dalam kegiatan intensifikasi surveilans,
akan dilakukan pemeriksaan spesimen tinja untuk mengetahui ada tidaknya
virus polio liar. Spesimen adekuat yang sesuai dengan persyaratan yaitu
diambil s 14 hari setelah kelumpuhan dan suhu spesimen 0°C -8°C sampai di
laboratorium diambil. Jenis vaksin yang digunakan untuk PIN aman karena
menggunakan Monovalent OPV (mOPV) yang hanya mengandung poliovirus
type 1 dan lebih imunogenik dibanding Trivalent OPV (OPV) yang digunakan
pada imunisasi dasar. Virus polio ada yang disebut P1, P2, dan P3 yang
patogen atau membuat sakit adalah jenis P1 lebih dominan.
B. Pencegahan Sekunder
1. Melakukan Isolasi di rumah sakit untuk penderita yang disebabkan virus liar.
Isolasi di lingkungan rumah tangga kurang bermanfaat oleh karena banyak

11
anggota keluarga sudah terinfeksi sebelum poliomyelitis dapat didiagnosa.
Pencegahan Sekunder: isolasi, Disinfeksi serentak, Karantina, Perlindungan
terhadap kontak, Investigasi kontak dan sumber infeksi.
2. Pengobatan spesifik
3. Melakukan disinfeksi terhadap discharge tenggorokan. Kondisi di Indonesia,
di mana masih ada masyarakat yang memiliki toilet tanpa septic tank, sangat
diperlukan disinfeksi terhadap sumber pembuangan tinja yang terbuka. Pada
masyarakat dengan sistem pembuangan kotoran yang modern dan memadai,
tinja dan urin dapat dibuang langsung ke dalam sistem pembuangan tinja
tanpa dilakukan disinfeksi terlebih dahulu.
4. Polio tidak dapat disembuhkan sehingga perawatan bagi penderita polio akut
dibutuhkan pengetahuan dan ketrampilan yang baik serta peralatan yang
memadai terutama bagi penderita yang membutuhkan bantuan alat bantu
pernafasan.
C. Pencegahan Tersier
Fisioterapi sangat bermanfaat untuk memulihkan fungsi tubuh setelah mengalami
kelumpuhan akibat poliomyelitis dan dapat mencegah terjadinya deformitas yang
biasanya muncul belakangan.

12
BAB III

KESIMPULAN
Poliomyelitis atau yang lebih sering disebut penyakit polio adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh virus polio. Polio ditularkan melalui air atau makanan yang terkontaminasi, atau
melalui kontak dengan penderita polio. Virus polio menyerang otak dan saraf tulang belakang
penderitanya dan dapat menyebabkan sampai kelumpuhan. Di daerah dengan sanitasi yang
buruk, virus polio ini mudah menyebar melalui rute fekal-oral, melalui air atau makanan yang
terkontaminasi. Tidak hanya itu dengan kontak langsung dengan orang yang terinfeksi virus juga
dapat menyebabkan polio. Imunisasi polio ialah pencegahan yang paling efektif dalam mencegah
penyakit polio.

13
DAFTAR PUSTAKA
Hulu, V. T., Salman, S., Supinganto, A., Amalia, L., Khariri, K., Sianturi, E., ... &
Syamdarniati, S. (2020). Epidemiologi Penyakit Menular: Riwayat, Penularan dan Pencegahan.
Yayasan Kita Menulis.

Amalia, N., F. et al. (2019). Epidemiologi Penyakit Menular Polio. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Makassar.

14

Anda mungkin juga menyukai