PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Konseling sebagai ilmu terapan Ilmu atau ilmu pengetahuan merupakan sejumlah atau
sekumpulan pengetahuan yang disusun secara logis dan sistematik, dan dapat diandalkan
dalam menjelaskan, meramalkan, dan mengontrol gejala-gejala alam atau tingkah laku guna
memperbaiki kualitas hidup manusia dan masyarakat. Sedangkan pengetahuan adalah suatu
yang diketahui berdasarkan pengindraan dan pengolahan daya pikir. Pengetahuan secara
umum juga dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pengetahuan sederhana berupa
pengetahuan faktual yang didapat dari pengalaman hidup sehari-hari atau berdasar akal sehat,
serta pengetahuan teoritis berupa teori, hokum, prinsip, dan konsep yang telah diuji
ketepatannya dengan fakta melalui kegiatan penelitian. Ilmu yang dianggap maju memuat
susunan teori-teori tersebut. Sehingga pada akhirnya ilmu tersebut dapat digunakan dalam
kegiatan professional.[1]
Sebagai suatu kegiatan profesional dan ilmiah, pelaksanaan konseling bertitik tolak
dari teori-teori yang dijadikan sebagai acuannya. Teori diartikan sebagai prinsip-prinsip yang
dapat diuji sehingga dapat dijadikan sebagai kerangka untuk melaksanakan penelitian dan
pada umumnya diartikan sebagai suatu pernyataan prinsip-prinsip umum yang didukung oleh
data untuk menjelaskan suatu fenomena. Teori yang baik mempunyai kriteria sebagai berikut:
jelas, komprehensif, parsiminous atau dapat menjelaskan data secara sederhana dan jelas, dan
dapat menurunkan penelitian yang bermanfaat. Adapun fungsi teori antara lain: memberikan
kerangka kerja bagi informasi yang spesifik, menjadikan hal-hal yang bersifat kompleks
menjadi sederhana, menyusun pengalaman-pengalaman sebelumnya, mensistematikkan
penemuan-penemuan, melahirkan hipotesis-hipotesis, membuat prediksi, dan memberi
penjelasan. Lahirnya suatu teori mempunyai kaitan dasar pribadi, sosiologis, dan filosofis.
Suatu teori mencerminkan kepribadian pembuatnya, sebagai suatu hasil proses waku, kondisi
kekuatan sosial dan budaya dan filsafat yang dianut pembuatnya. Teori-teori konseling
muncul bersamaan dengan munculnya konseling itu sendiri sejak permulaan abad 20.
Sebagaimana dikatakan di atas, pemunculan suatu teori berkaitan dengan pribadi
pembuatnya, waktu dan tempat, kondisi sosial budaya dan filsafat. Demikian pula
pemunculan teori-teori konseling mempunyai karakteristik seperti tersebut di atas.
Para calon konselor yang sedang menjalani pelatihan, dan pastinya konselor aktif,
mestinya mengenali teori-teori konseling yang sudah dikenal . persisnya mengenai premis-
premis, karakteristik, perbedaan-kemiripan, dan implikasinya bagi praktek. Namun, harus
dicamkan kalau teori-teori yang sudah dikenal luas dibidang konseling ini menyediakan
hanya sebuah dasar, sehingga konselor yang berpraktik harus sanggung memodifikasi nya
agar cocok dengan situasi unik yang di dalam dirinya berfungsi, dan juga yang cocok dengan
kepribadian setiap konselor yang unik.
B. RUMUSAN MASALAH
Oleh sebab itu penulis hendak memaparkan macam-macam teori konseling yang biasa
dipergunakan khususnya di lingkungan sekolah dan pada umumnya. Adapun rumusan
masalah dari makalah ini adalah:
1. Apa saja macam – macam teori dalam bidang konseling?
2. Bagaimana konsep, tujuan, dan teknik dari masing-masing teori-teori konseling?
3. Apa saja manfaat mempelajari teori-teori konseling?
c. Super Ego
Menurut Psikoanalisa, super ego adalah suatu sistem kepribadian yang mengandung
nilai-nilai dan aturan-aturan yang digunakan untuk menilai suatu hal yang menunjukan pada
suatu kebenaran dan kesalahan. Dengan kata lain, super ego adalah hati nurani. Peranan super
ego adalah sebagai sumber motivasi utama dan juga sebagai penyebab timbulnya
pertentangan-pertentangan didalam diri.[7]
Ketiga sistem ini mempunyai fungsi, sifat, prinsip kerja dan dinamika sendiri-sendiri.
Walaupun demikian ketiganya mempunyai hubungan yang sangat erat dan sulit untuk
memisahkannya satu persatu, karena tingkah-laku seseorang merupakan hasil pengaruh dari
sistem aspek tersebut.[8]
2) Dinamika Kepribadian
Dinamika kepribadian terdiri dari cara bagaimana energi psikis itu didistribusikan serta
digunakan oleh id, ego,dan super ego. Oleh karena jumlah energi terbatas, maka terjadi
semacam persaingan dalam menggunakan energi tersebut.
Freud mengukapkan tiga macam kecemasan yaitu: kecemasan realitas yang bersumber
pada ego, kecemasan neurotas yang bersumber pada id, kecemasan moral yang bersumber
pada super ego. Kecemasan relitas yaitu takut terhadap bahaya-bahaya yang datang dari luar
individu. Kecemasan neurotis adalah kecemasan yang timbul apabila insting tidak
terkendalikan, sehingga ego akan dihukum. Kecemasan moral adalah kecemasan terhadap
hati nurani sendiri.
3) Perkembangan Kepribadian
Kepribadiaan berkembang sehubungan dengan empat macam pokok sebagai sumber
ketegangan, yaitu:
a. Proses pertumbuhan fisiologi (kedewasaan)
b. Frustasi
c. Konflik, dan
d. Ancaman
Walaupun Freud membagi-bagi perkembangan atas beberapa fase namun fase-fase
tersebut bukan merupakan batas yang tajam. Fase-fase perkembangan tersebut adalah:
- Tahun pertama kehidupan fase Oral: pada fase ini mulut merupakan daerah pokok dari
aktivitas dinamis.
- Usia 1-3 Frase Anal : Fase ini berpusat pada anal (pembuangan kotoran)
- Usia 3-6 fase Phalis: pada masa ini alat kelamin merupakan daerah erogen terpenting.
- Usia 6-12 fase Latent: pada masa ini impuls-impuls cenderung untuk ada dalam
keadaan tertekan.
- Usia 12-18 fase Genital: pada fase ini individu telah berubah dari mengejar kenikmatan,
menjadi orang dewasa yang telah disosialisasikan dengan realitas.
c) Karakteristik Proses Psychonalysis Teraphy:
Dalam konseling psikoanalisa ini konselor diharapkan dapat membentuk kembali struktur
karakter individu dengan membuat yang tidak sadar membuat sadar dalam diri klien. Proses
konselingnya meliputi :
1. Proses konseling dipusatkan pada usaha menghayati kembali pengalaman-pengalaman
masa kanak-kanak. Pengalaman masa lampau ditata, didiskusikan, dianalisa dan ditafsirkan
dengan tujuan untuk merekonstruksi kepribadian.
2. Konseling analitik menekankan dimensi afektif dalam membuat pemahaman ketidak
sadaran.
3. Tilikan dan pemahaman intelektual sangat penting, tetapi yang lebih adalah
mengasosiasikan antara perasaan dan ingatan dengan pemahaman diri.
4. Satu karakteristik konseling psikonalisa adalah bahwa terapi atau analisis
bersikap anonim (tak dikenal) dan bertindak sangat sedikit menunjukkan perasaan dan
pengalamannya, sehingga dengan demikian klien akan memantulkan perasaannya kepada
konselor. Proyeksi klien merupakan bahan terapi yang ditafsirkan dan dianalisia.
5. Konselor harus membangun hubungan kerja sama dengan klien kemudian melakukan
serangkaian kegiatan mendengarkan dan menafsirkan.
6. Menata proses terapeutik yang demikian dalam konteks pemahaman struktur kepribadian
dan psikodinamika memungkinkan konselor merumuskan masalah klien secara
sesungguhnya. Konselor mengajari klien memaknai proses ini sehingga klien memperoleh
tilikan mengenai masalahnya.
7. Klien harus menyanggupi dirinya sendiri untuk melakukan proses terapi dalam jangka
panjang. Setiap pertemuan biasa berlangsung satu jam.
8. Setelah beberapa kali pertemuan kemudian klien melakukan kegiatan asosiasi
bebas. Yaitu klien mengatakan apa saja ynag terlintas dalam pikirannya.[9]
d) Teknik Konseling
Teknik-teknik terapi psikoanalisa yang digunakan untuk meningkatkan kesadaran
mendapatkan tilikan intelektual ke dalam perilaku klien, dan memahami makna gejala-gejala
yang nampak, ada lima teknik dasar dalam terapi psikoanalisa yaitu:
1) Asosiasi Bebas
Asosiasi bebas adalah suatu metode pengungkapan pengalaman masa lampau dan
penghentian emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatik di masa lalu. Pada teknik
asosiasi bebas ini, konselor memerintahkan klien untuk menjernihkan pikirannya dari
pemikiran sehari-sehari dan sebanyak mungkin untuk mengatakan apa yang muncul dalam
kesadarannya.[10]
2) Interpretasi (Penafsiran)
Interpretasi adalah prosedur dasar yang digunakan dalam analisis asosiasi bebas,
analisis mimpi, analisis resistensi, dan analisis transparansi. Prosedurnya terdirir atas
penetapan analisis, penjelasan, dan bahkan mengajar klien tentang makna perilaku yang
dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resisten dan hubungan terapeutik itu sendiri.
3) Analisis mimpi
Dalam analisis mimpi ini, mimpi dipandang sebagai jalan utama menuju ke alam tak
sadar. Karena mimpi juga diartikan sebagai pemuasan yang melambangkan dari keinginan-
keinginan dan sebagai besar isinya mencerminkan pengalaman-pengalaman masa kanak-
kanak awal.[11] Dari analisis mimpi tersebut konselor dapat memahami konflik yang
dihadapi oleh klien.
4) Analisis Resistensi
Resistensi adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien
mengemukakan bahan yang tidak disadari.Selama asosiasi bebas dan analisis mimpi, klien
dapat menunjukkan ketidaksediaan untuk menghubungkan pikiran, perasaan, dan pengalaman
tertentu. Freud memandang resistensi sebagai suatu dinamika yang tidak disadari yang
mendorong seseorang untuk mempertahankan terhadap kecemasan. Hal ini akan timbul bila
orang menjadi sadar terhadap dorongan dan perasaan yang tertekan.
5) Analisis Transferensi
Transferensi merupakan cara kerja dari pertahanan ego dimana implus yang bersifat
tak sadar dialihkan sasarannya dari obyek yang satu ke obyek yang lainnya. Transferensi ini
muncul disebabkan karena pasien mengalihkan sasaran perasaan cinta atau bencinya atas
seseorang kepada konselor. Menurut Freud, setelah pasien mengetahui arti sesungguhnya dari
hubungan transferensi dengan konselornya, pasien akan memperoleh pemahaman atas
pengalaman-pengalaman dan perasaan masa lalunya, serta menghubungkan pengalaman-
pengalaman dan perasaan-perasaan masa lalunya tersebut dengan kesulitan-kesulitan yang
dialaminya sekarang.[12]
e) Peran Konseling
4.Teori Behavioral
Setiap dari kita memiliki pola-pola perilaku unik, dan sebagian besar dari kita
bersikap dengan cara tertentu bahkan kenapa orang lain berperilaku tertentu. Meskipun kita
memiliki hanya bukti anekdot dan bukannya buku ilmiah, namun kita dapat mengembangkan,
seperti dilakukan banyak orang pada umumnya, teori kepribadian kita sendiri mengenai
perilaku.
Riset dan publikasi penting pendekatan klasik dari teori ini dilakukan oleh watson,
Thordike dan teoritis awal lainnya, namun pada B.F. Skinner pendekatan behavioral
dikembangkan. Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai
akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respons. Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain,belajar
merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah
laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respons.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masuk atau input yang berupa stimulus dan
keluaran atau output yang berupa respons. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan
respons dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa diamati.
Tujuan Konseling
Tujuan konseling behavioral adalah untuk membantu klien membuang respon-respon
yang lama yang merusak diri, dan mempelajari respon-respon yang baru yang lebih sehat.
Terapi ini berbeda dengan terapi lain, dan pendekatan ini ditandai:
(1) Fokusnya pada perilaku yang tampak dan spesifik
(2) Kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatmen (perlakuan)
(3) Formulasi prosedur treatment khusus sesuai dengan masalah khusus
(4) Penilaian objektif mengenai hasil konseling
Proses Konseling
(1) Konselor harus memahami dan menerima klien
(2) Keduanya harus bekerja sama, klien harus mampu berpartisipasi dalam kegiatan konseling, ia
harus memiliki motivasi untuk berubah.
(3) Konselor memberikan bantuan dalam arah yang diinginkan klien
Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor
penguatan (reinforcement) penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya
respons. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respons akan semakin
kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) respons pun akan tetap
dikuatkan.
Teknik-teknik konseling
Di dalam kegiatan konseling behavioral, tidak ada teknik konseling yang selalu harus
digunakan, akan tetapi teknik yang dirasa kurang baik di eliminasi dan diganti dengn teknik
yang baru. Berikut ini beberapa teknik konseling behavioral.
(1) desensitas sistematik
teknik ini dikembangkan oleh wolpe yang mengatakan bahwa perilaku neurotic adalah
ekspresi dari kecemasan. Dan respon terhadap kecemasan dapat dieliminasi dengan
menemukan repons antagonik
(2) assertive training
merupakan teknik dalam konseling yang menitik beratkan pada kasus yang mengalami
kesuliatan dalam perasaan yang tidak sesuai dalam menyatakannya. Sebagai contoh ingin
marah, tetapi tetap berepon manis.
Dalam assertive training konselor berusaha memberikan keberanian kepada klien dalam
mengatasi kesulitan terhadap orang lain. Pelaksanaan teknik ini dengan role playing (bermain
peran). Konselor misalnya berperan sebagai atasan yang galak, dank lien sebagai
bawahannya, keudian dibalik, dan konselor yang menjadi bawahan yang mampu dan berani
mengatakan sesuatu kebenaran.
(3) aversion therapy
teknik ini bertujuan untuk menghukum perilaku yang negative dan memperkuat perilaku
positif. Secara sederhana anak yang suka marah dihukum dengan membiarkannya.
(4) home work
yaitu latihan rumah bagi klien yang kurang mampu menyesuaikan diri terhadap situasi
tertentu.
5.Konseling Gestalt
a.Biografi Frederich Soloman Perls ( 1893-1970 )
Frederich Soloman Perls dilahirkan pada tanggal 8 Juli 1893 di kampung (ghetto)
orang Yahudi di Berlin, sebagai anak ketiga dari keluarga Nathan Perls, Ibunya bernama
Amelia Rund. Perls meninggal di Amerika pada tanggal 14 Maret 1970. Setelah
menyelesaikan studinya sebagai doktor pada tahun 1926 di Berlin, Perls pindah ke Frankfurt
dan pada mulanya menjadi asisten dari Kurt Goldstein di Institute For Brain Damage
Soldiers. Di Frankfurt Ia bertemu dengan Laura Pasner, seorang DSc Psikologi lulusan
Universitas Frankfurt pada tahun 1932, yang kemudian menjadi istrinya. Setelah mengalami
kehidupan keras di Eropa dan menghindar dari kancah pergolakan politik pada sekitar tahun
30-an, Ia kemudian pindah ke Amerika Selatan, tinggal di Johanesburg dan bertindak sebagai
Psikoanalisis, bahkan kemudian Ia mendirikan South African Institute For Psychoanalysis. Ia
tinggal selama 12 tahun di Johanesburg dan pada tahun 1946, Ia berimigrasi ke Amerika,
tinggal di New York. Di situlah kemudian lahir Terapi Gestalt, baik melalui buku yang di
tulis bersama rekan-rekannya maupun melalui pembentukan New York Institute For Gestalt
Therapy pada tahun 1951 suatu institute yang kemudian berkembang dimana-mana.
6. Pendekatan Eklektik
Eklektisme (eclectism) adalah pandangan yang berusaha menyelidiki berbagai sistem
metode, teori, atau doktrin,yang dimaksudkan untuk memahami dan bagaimana
menerapkannya dalam situasi yang tepat. Eklektiksme berusaha untuk mempelajari teori-teori
yang ada dan menerapkannya dalam situasi yang dipandang tepat.
Pendekatan konseling eklektik berarti konseling yang di dasarkan pada berbagai
konsep dan tidak berorientasi pada satu teori secara eksklusif. Eklektisme berpandangan
bahwa sebuah teori memiliki keterbatasan konsep,prosedur, teknik. Karena itu eklektisme
“dengan sengaja” mempelajari berbagai teori dan menerapkan sesuai keadaan rill klien.
Konseling eklektik dapat pula disebut konseling integratif.
Konseling eklektik dapat pula disebut dengan pendekatan konseling integratif.
Perkembangan pendekatan ini dimulai sejak tahun 1940-an, yaitu ketika F.C.Thorne
menyumbangkan pemikirannya dengan mengumpulkan & mengevaluasi semua metode
konseling yang ada. Brammer & Shostrom (1982) sejak 1960 mengembangkan model
konseling yang dinamakan “actualization counseling” & telah membawa konseling ke dalam
kerangka kerja yang luas, yang tidak terbatas pada satu pendekatan tapi mengupayakan
pendekatan yang integratif dari berbagai pendekatan, dan pada akhir 1960-an hingga 1977,
R.Carkhuff juga telah mengembangkan konseling eklektik, dengan melakukan testing & riset
secara komperhensif, sistematik, & integratif. ahli lain yang turut membantu perkembangan
konseling eklektik di antaranya G.Egan (1975) dengan istilah Systemic helping, prochaska
(1984) dengan nama Integrative eclectic.
Menurut pandangan Shertzer & Stone dalam buku Fundamentals of Counseling, konseling
eklektik sebagaimana dikonsepsikan oleh Trone, mengandung:
• Unsur Positif diantaranya usaha menciptakan suatu sistematika dalam memberikan layanan
konseling bagi klien untuk memberikan pelayanan unggul.
• Unsur Negatif diantaranya menjadi mahir dalam penerapan satu pendekatan konseling
tertentu cukup sulit bagi seorang konselor artinya ketidakkonsistennya terjadi.
Teori kepribadian eklektik pada dasarnya menggabungkan elemen-elemen yang valid
dari keseluruhan teori ke dalam satu kerangka kerja untuk menjelaskan tingkah laku manusia.
Thorne (1961) mengemukakan konseling eklektik menggunakan data klien yang utama
adalah data yang diperoleh dari studi secara individu terhadap klien yang meliputi
keseleruhan kehidupan sehari-hari yang harus mengalami perubahan, eklektik memandang
kepribadian mencakup konsep yang terintegritas, bersifat psikologis, perubahan dinamis,
aspek perkembangan organisme & factor social budaya. Integritas dimaksudkan bahwa
organisme berada dalam perkembangan yang terjadi secara terus-menerus dan organisme itu
sendiri secara konstan mengembangkan,mengubah, dan mengalami integrasi pada tingkat
berbeda. Integrasi tertinggi pada semua individu adalah aktualisasi diri atau integritas yang
memuaskan (satisfactory integrity) dari keseluruhan kebutuhan hidup manusia.
Eklektik mengutamakan aspek psikologis daripada sifat kepribadian sebagai focus sentral lain
dari kepribadian. Thorne memandang tingkah laku atau kepribadian berada dalam perubahan
terus-menerus selalu berkembang dan berubah dalam dunia yang berubah pula (Gillialand
dkk.1984)
Tujuan Konseling
Tujuan konseling menurut eklektik adalah membantu klien mengembangkan
integrasinya pada level tertinggi,yang ditandai oleh adanya aktualisasi diri dan integritas yang
memuaskan.
Strategi Konseling
1.)Hubungan konselor dan klien :
Untuk mencapai hasil, konseling eklektik memandang pentingnya hubungan positif antara
konselor dengan klien yang tergantung pada:
I.klimkonseling
2.Ketrampilankonseling
3.Komunikasiverbaldannonverbal
4. Kemampuan mendengarkan
2) Interview
Eklektik memandang interviu sebagai strategi untuk membangun atau menciptakan
struktur hubungan. Awal interviu merupakan tahap untuk membuka dan menciptakan
hubungan kepercayaan. Dengan interviu akan dapat mengidentifikasikan dan menjelaskan
peran dan tanggung jawab konselor dan klien, mengidentifikasikan alas an klien datang ke
konselor, membangun kepercayaan dan hubungan.
3)Assesmen
Assesmen berguna untuk mengidentifikasikan alternatif dan mengembangkan
alternatif itu secara realistik, merencanakan tindakan dan membantu klien meningkatkan
potesinya.
4)perubahanide
Eklektik memandang bahwa alternative pemecahan dilaksanakan dengan sangat
fleksibel,maka pemecahan masalah diganti dengan cara lain yang lebih efektif. Konselor
membutuhkan fleksibelitas pemikiran dan fleksibilitas dalam pemecahan masalah.
Tahapan konseling
1. Tahap eksplorasi masalah
Konselor menciptakan hubungan klien, membangun saling kepercayaan, menggali
pengalaman klien pada perilaku lebih dalam,mendengarkan apa yang menjadi perhatian klien
atau menggali pengalaman-pengalaman klien dan merespon isi dari dibicarakan klien
2. Tahap Perumusahan Masalah
Masalah klien baik efeksi,kognisi maupun tingkah laku di perhatikan oleh konselor setelah
itu keduanya merumuskan dan membuat kesepakatan masalah apa yang sedang di hadapi
3. Tahap Identifikasi Alternatif
Konselor dengan klien mengidentifikasi alternatif-alternatif pemecahan dari rumusan masalah
yabg telah disepakati. Konselor dapat membantu klien menyusun alternatif-alternatif dan
klien memiliki kebebasan memilih alternative yang ada.
4. Tahap Perencanaan
Setelah klien menetapkan pilihan dari sejumlah alternative, selajutnya menyusun rencana
tindakan. Rencana yang baik jika realistic, bertahap, tujuan setiap tahap juga jelas dan dapat
dipahami klien (Rencana bersifat tentatif sekaligus pragmatif.
5. Tahap Tindakan atau Komitmen
Tindakan berati operasionalisai rencana yang disusun. Usaha klien untuk melaksanakan
rencana sangat penting bagi keberhasilan konseling
6. Tahap Penilaian Umpan balik
Konselor dan klien perlu mendapatkan umpan balik dan penilaian tentang keberhasilannya.
Jika terdapat kegagalan perlu di cari penyebabnya,dan mungkin diperlukan rencana-rencana
baru yang lebih sesuai dengan keadaan klien dan perubahan-perubahan yang di hadapi
klien. [16]
Peran konselor
Dalam konseling eklektik peran konselor tidak terdefinisi secara khusus. Jika dalam
proses konseling itu menggunakan pendekatan psikoanalisis, maka peran konselor adalah
sebagai psikoanalisis,sementara jika pendekatan yang digunakan berpusat pada person maka
perannya sebagai patner klien dalam membuka diri terhadap penggalamannya. Beberapa ahli
eklektik memberikan penekanan bahwa konselor perlu memberi perhatian pad
kliennya,menciptakan iklim kondusif bagi perubahan yang diinginkan klien.
KESIMPULAN
Ada banyak teori bimbingan konseling, pemakaian satu teori secara mutlak tidak lah
satu keharusan tergantung kepada permasalahan yang di hadapi oleh klien. Masalah yang
sama juga bias dipecahkan menggunakan teori pendekatan yang berbeda sesuai dengan
kondisi di lapangan yang bias saja dipengaruhi soial budaya dari pada klien. Contoh pada
sekolah klien nya tentulah peserta didik. Sama – sama memiliki gangguan belajar maka tetapi
karena factor penyebabnya beragam maka penanganan dari konselingnya juga harus berbeda.
Teori teori yang terkenal di dunia antara lain, teori Pskikoanalisis, teori pskikologi
individu, teori behavior, teori Client centered, teori Gestalt dan lain sebagainya. Teori dapat
dipadu padankan oleh seorang konselor. Hal itu disebut CSA yaitu Creative-Syntesis-
Analytic. CSA mirip dengan Rational Approach yang mempunyai cirri-ciri:
(1) Bersifat logic dan Intelektual dalam proses konseling serta solusi terhadap masalah.
(2) Pendekatan tersebut sederhana dalam hakekatnya
(3) Menggunakan teknik konseling yang bervariasi
(4) Lain masalah lain pula teknik, sesuai dengan pilihan konselor berdasarkan relevansinya
dengan kasus.
Demikian paparan makalah ini dibuat semoga bermanfaat. Segala kritik dan saran
sangatlah diharapkan karena makalah ini jauh dari kesempurnaan.
[1] http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/196002011987031-
SUNARDI/karya_tls-materi_ajar/TEORI_KONSELING di akses tgl 11 April 2016
pukul .23 wib
[2] M. Bahri Mustofa. 2011. Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Surabaya:C.V.
Media Nusantara, hal : 57.
[3] Sofyan S.Willis, Konseling Individual teori dan Praktek, Bandung:Alfabeta, 2007.
Hlm 55
[4] Rober L. Gibson & Marianne H. Mitchell, Bimbingan dan konseling, terj.
Yogyakarta:Pustaka Pelajar
[5] Mohamad Surya, Teori-teori konseling (Bandung;Bani Quraisy,2003), hal:28
[6] Mohamad Surya, Teori-teori konseling …………………………,2003), hal:28
[7] Tristiadi Ardi Ardani, Psikiatri Islam (Malang;UIN-Malang Press,2008 ), hal:66-69
[8] Mohamad Surya, Teori-teori konseling (Bandung;Bani Quraisy,2003), hal:33-34
[9] M. Bahri Musthofa, Bimbingan dan Konseling di Sekolah(Surabaya;PMN,2011),
hal:75 – 76
[10] Mohamad Surya, Teori-teori konseling (Bandung;Bani Quraisy,2003), hal:36
[11] Tristiadi Ardi Ardani, Psikiatri Islam (Malang;UIN-Malang Press,2008 ), hal:70
[12] Tristiadi Ardi Ardani, Psikiatri Islam (Malang;UIN-Malang Press,2008 ), hal:70 –
71
[13] http://sandri09a.blogspot.com/2016/03/terapi-psikoanalisis-psikoterapi.html/
diakses pada tanggal 11 maret 2016/17:20
[14] Robert l Gibson, bimbingan konseling, Yogyakarta: pustaka pelajajar, terj.edisi
ketujuh hlm. 212
[15] Sofyan s.willis, Konseling individual teori dan Praktek, Bandung:2007, hlm.64
[16] http://bimbingankonsling.blogspot.co.id/2009/12/teori-konseling-eklektik.html
[17] https://jusmansantung13.wordpress.com/2014/12/19/manfaat-kempelajari-teori-
teori-mepribadian/