Novita Lestari
Fakultas Hukum Universitas Dehasen Bengkulu (UNIVED)
Jl. Meranti Raya No.32, Sawah Lebar, Ratu Agung, Bengkulu, 38222
Email: novi.lestari@gmail.com
Abstract: Indonesia is a very plural country, consisting of various tribes, groups, races and religions and rich in
culture. The heterogeneity of Indonesian society makes it possible for marriages of different religions and other
forms of marriage. The special law regulating marriage is Law Number 1 Year 1974. Many parties assume that Law
Number 1 Year 1974 needs to be revised because the law has been too long and can not solve some problems of
marriage in the modern era . Therefore, there are still many rules that need to be changed or added in the Marriage
Law, for example about the rules
/ provisions regarding strict sanctions for marriage offenders, whether for the perpetrators of religious marriages,
similar marriages, marriage sirri and contract marriage.
Keywords: problematic, marriage law, Indonesia
Abstrak: Indonesia merupakan negara yang sangat pluralistik, terdiri dari berbagai macam suku, golongan, ras dan
agama serta kaya akan budaya. Heteroginitas masyarakat Indonesia sangat memungkinkan terjadinya perkawinan
beda agama dan bentuk-bentuk perkawinan lainnya. Undang-Undang khusus yang mengatur mengenai perkawinan
yakni Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974. Banyak pihak yang bersumsi bahwa Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 perlu segera direvisi karena undang-undang tersebut sudah terlalu lama dan tidak dapat menyelesaikan
beberapa masalah perkawinan di era modern. Karena itu, masih banyak aturan yang perlu diubah maupun ditambah
di dalam Undang-Undang Perkawinan, misalnya mengenai aturan/ketentuan mengenai sanksi yang tegas bagi para
pelanggar hukum perkawinan, baik itu bagi pelaku perkawinan beda agama, perkawinan sejenis, perkawinan sirri
maupun perkawinan kontrak.
Kata Kunci: problematika, hukum perkawinan, Indonesia
Pendahuluan
agama Islam, Hindu, Budha, Kristen
Sumber pokok dari segala peraturan per-
Protestan dan Katholik. Keseluruhan agama
undang-undangan Negara Republik Indonesia
tersebut me- miliki tata aturan sendiri-sendiri
adalah Pancasila dan UUD Tahun 1945. Salah
baik secara vertikal maupun horisontal;
satu sila dari Pancasila dan menempati sila
termasuk di dalam- nya tata cara
pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa.
perkawinan.2
Sila ini juga tercantum dalam UUD 1945,
salah satu pasal dari UUD 1945 itu Ada beberapa hukum perkawinan yang
menetapkan jaminan negara terhadap berlaku bagi berbagai golongan warga negara
pelaksanaan ajaran agama masing-masing.1 dan berbagai daerah seperti berikut: 1. Bagi
Masyarakat Indonesia tergolong heterogen orang-orang Indonesia asli yang beragama Islam
dalam segala aspeknya. Dalam aspek agama berlaku Hukum Agama yang telah diresepeier
jelaslah bahwa terdapat dua kelompok besar dalam Hukum Adat (pasal 134 ayat (2) IS).
agama yang diakui di Indonesia yakni: 2. Bagi orang-orang Indonesia lainnya
Agama Samawi dan Agama non Samawi; berlaku Hukum Adat. 3. Bagi orang
Indonesia yang beragama Kristen berlaku
Huwelijke Ordonantie
MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi dan Keagamaan 1|
Volume 4, No. 1, 2017
1
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia;
Antara Fiqh Munakahat Dan Undang-Undang Perkawinan, 2
Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, (Jakarta: Rineka
(Jakarta: Kencana, 2009), h. 22-23. Cipta, 2005), h. 6.
mengenai perkawinan beda agama. Namun seseorang yang beragama Budha hendak
secara implisit bagi orang Islam terdapat menikah dengan se-
suatu larangan sebagaimana yang ditentukan
dalam agama Islam, demikian juga bagi orang
Kristen, Katholik serta pemeluk agama lain.
Dalam hukum Islam perkawinan beda
agama dilarang, hal ini terdapat dalam Al-
Qur’an yang merupakan sumber dari hukum
Islam. Larangan perkawinan beda agama
tersebut tertulis dalam
Q.S. Al-Baqarah ayat 221: “Dan janganlah
kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum
mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak
yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik,
walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah
kamu menikahkan orang-orang musyrik
(dengan wanita-wanita mukmin) sebelum
mereka ber- iman. Sesungguhnya budak yang
mukmin lebih baik dari orang musyrik,
walaupun dia menarik hatimu”. Berdasarkan
ayat tersebut jelas bahwa perkawinan beda
agama hukumnya haram. Hal tersebut
dipertegas lagi dalam Kompilasi Hukum
Islam (KHI) pada Pasal 40 dan 44, yang
menyatakan bahwa seorang perempuan Islam
tidak diperbolehkan (haram) untuk
dinikahkan dengan pria nonmuslim dan
demikian pula seorang pria muslim tidak
diizinkan menikahi seorang wanita bukan
Islam.
Larangan perkawinan beda agama umumnya
juga berlaku bagi agama non Islam. Menurut
agama Kristen Protestan, Gereja Protestan
menghindari perkawinan beda agama. Hanya
dalam keadaan yang tidak dapat dihindari
Gereja akan mangizinkannya dengan
persyaratan ter- tentu. Sedangkan menurut
agama Kristen Katolik, sedapat mungkin
menghindari per- bedaan agama. Hanya
dalam hal tertentu, dalam hal keadaan yang
tidak dapat dihindari, Gereja dapat
mengizinkan perkawinan beda agama.10
Menurut ajaran agama Budha setiap agama
adalah baik dan setiap manusia bebas untuk
memeluk agamanya masing-masing,
sehingga tidak menjadi persoalan apabila
orang yang bukan beragama Budha. yang lahir tidak akan dianggap sebagai
Sedangkan menurut agama Hindu, agama keturunan yang sah dan suami-istri pun
Hindu melarang perkawinan beda agama, mengalami kesulitan memperoleh hak-hak
terutama jika pihak laki-laki yang beragama keperdataan yang timbul
Hindu, karena berbeda agama berarti 10
Djaja S. Meliala, 11
Ibid, h. 99
berbeda prinsip. Namun, bila kedua calon Hukum Perdata Dalam 12
Ibid.
mempelai tetap bersikukuh untuk Perspektif BW, (Bandung:
Nuansa Aulia, 2012), h. 98
melangsungkan perkawinan, upaya yang di-
tempuh adalah dengan mensucikan salah satu dari perkawinan “nikah”dan “sirri”.
calon mempelai yang bukan beragama tersebut. Problem Nikah yang menurut
Hindu.11 lain yang muncul bahasa artinya
dari sahnya sebuah mengumpulkan,
Berdasarkan Kepres No. 6 Tahun 2000,
perkawinan harus saling memasukkan,
maka agama Kong Hu Chu merupakan
dicatatkan adalah dan digunakan untuk
agama yang keenam yang diakui secara
bahwa pencatatan arti bersetubuh
resmi di Indonesia. Pada prinsipnya agama 13
tersebut hanya (wathi). Kata
Kong Hu Chu sama dengan agama Budha,
berlaku bagi agama- “nikah” sering
artinya dapat memperkenankan perkawinan
agama yang diakui dipergunakan untuk
beda agama. 12
oleh negara arti persetubuhan
Dalam pasal 2 ayat (2) dinyatakan bahwa sebagaimana yang (coitus), juga untuk
“Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut pe- tertuang dalam UU arti akad nikah.14
raturan perundang-undangan yang berlaku”. No 1/PNPS/1965 Sedangkan kata sirri
Peran pemerintah hanya sebatas melakukan dimana agama- berasal dari bahasa
pencatatan nikah dan hal tersebut berarti pe- agama yang diakui Arab “sirr” yang
merintah hanya mengatur aspek administratif di Indonesia hanya berarti rahasia. 15
perkawinan. Namun, dalam prakteknya, ada lima yaitu Islam, Kawin sirri adalah
kedua ayat dalam Undang-Undang Kristen, Katholik, perkawinan yang
Perkawinan yakni pasal 2 ayat (1) dan (2) Hindu, Buddha dan dilakukan oleh
berlaku secara kumulatif sehingga kedua- Kong Hu Chu. Di sepasang kekasih
duanya harus diterapkan bagi persayaratan luar itu, hak sipilnya tanpa ada
sahnya suatu perkawinan. tidak diakui negara pemberitahuan
Akibatnya, meskipun suatu perkawinan sehingga orang yang (dicatatkan) di
sudah dipandang sah berdasarkan aturan di luar enam agama Kantor Urusan
agama ter- tentu, tetapi kalau belum tersebut jika Agama (KUA), tetapi
dicatatkan pada kantor pemerintah yang menikah dan ingin perkawinan ini sudah
berwenang (baik Kantor Urusan diakui negara, maka memenuhi unsur-
Agama/KUA untuk yang beragama Islam dia harus unsur perkawinan
ataupun Kantor Catatan Sipil/KCS untuk membohongi negara dalam Islam, yang
yang diluar Islam), maka perkawinan dan diri sendiri. meliputi dua
tersebut belum diakui sah oleh negara. mempelai, dua orang
Dalam berbagai kasus, sahnya suatu b. Perkawinan Sirri saksi, wali, ijab-
perkawinan secara yuridis memang harus qabul dan juga mas
Secara literal
dibuktikan melalui buku nikah yang kawin. Kawin sirri
Nikah Sirri berasal
diperoleh dari KUA dan KCS. Hal ini tentu ini hukumnya sah
dari bahasa Arab
saja menimbulkan implikasi hukum dan menurut agama,
yang terdiri dari dua
sosial yang beragam bagi pasangan yang tetapi tidak sah
kosa kata yaitu
berbeda agama seperti misalnya anak-anak
c. Perkawinan
Sejenis
Pasal 1 Undang-
undang No. 1 Tahun
1974 Tentang
dan masyarakat banyak. Secara legal status lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada
per- nikahan yang di akui di Indonesia mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini
hanyalah pernikahan yang berlangsung adalah kaum yang melampaui batas. Jawab
menurut agama masing-masing dan hukum kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Usirlah
yang berlaku di negara ini. Pernikahan hanya mereka (Luth dan pengikut-
dapat berlangsung antara seorang laki-laki dan
perempuan, bukan halnya antara laki-laki
dengan laki-laki (Homo Seksual) dan begitu
pula perempuan dengan perempuan (Lesbian)
pernikahan seperti ini selain tidak di kenal
dalam agama yang dianut oleh rakyat
Indonesia juga bertentangan dengan sistem
hukum itu sendiri, dalam hal ini undang-
undang perkawinan yang menjadi landasan
bagi negara untuk mengakui dan mencatat
peristiwa pernikahan tersebut.
Begitu pulanya dengan ajaran agama yang
dianut oleh masing-masing warga negara
Indonesia, tidak ada satu agama pun di negara
ini yang melegalkan pernikahan sejenis,
meng- ingat agama adalah sebagai tuntunan
atau pedoman hidup untuk meraih kedamaian
atau kesejahteraan bagi setiap pemeluknya,
seperti misalnya agama Islam yang telah
jelas-jelas me- larang dan mengutuk
pernikahan sejenis ter- sebut, sebagaimana
firman Allah Swt:
ﯕ ﯖ ﯗ ﯘ ﯙﯚ ﯛ ﯜ ﯝ ﯞ ﯟ
ﯠ ﯡ ﯢ ﯣ ﯤ ﯥ ﯦﯧ ﯨ
ﯮﯯ ﯩﯪﯫ ﯬ ﯭ
ـ
ـﭙـﭖـﭗـﭘ
ﭔﭕ ـﭓـ
ﭑﭒ
ﭠ ﭞ ﭟ ـ
ـﭝﭚﭛﭜ
ﭥ ﭦ ﭤ ﭡ ﭢ ﭣ
ﭬ ﭩ ﭪﭫ ﭨ ﭧ
ﭭ
ﭮ ـ
ـﭱﭯﭰ
“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth
(kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia
berkata kepada mereka: “Mengapa kamu
mengerjakan perbuatan
faahisyah (keji) itu, yang belum pernah
dikerja- kan oleh seorangpun (di dunia ini)
sebelummu?” Sesungguhnya kamu mendatangi
| 50 MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi dan Keagamaan
Volume 4, No. 1, 2017
Problematika Hukum Perkawinan di Indonesia
pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya saja dengan orang sholat tanpa berwudhu’,
mereka adalah orang-orang yang berpura-pura maka sholatnya
mensucikan diri. Kemudian Kami selamatkan tidak sah alias batal. dilakukan dua calon
dia dan pengikut-pengikutnya (yang beriman) Tidak diterima oleh pengantin dengan
kecuali istrinya (istri Nabi Luth); dia termasuk Allah Swt sebagai perjanjian dalam
orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan ibadah. Demikian suatu waktu tertentu.
Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); pula orang yang Karena dilakukan di
maka perhatikanlah bagaimana kesudahan melakukan kawin bawah tangan, maka
orang-orang yang berdosa itu.” (Q.S. Al-A’raf kontrak akad perkawinan ini tidak
[7]: 80-84). nikahnya tidak sah didaftarkan ke
Tujuan pernikahan adalah untuk mem- alias batal, dan tidak instansi berwenang.
peroleh keturunan dan melestarikan diterima Allah Swt Dalam hukum,
kehidupan manusia. Melalui pernikahan sebagai amal kawin kontrak
yang sah akan muncul keturunan yang sah ibadah, sebab nash- sebenarnya tidak
dan diakui di hadapan hukum. Munculnya nash dalam Alquran diperkenankan,
keturunan baru manusia hanya dapat maupun Hadis karena sebagaimana
diwujudkan jika per- nikahan dilakukan oleh tentang pernikahan ketentuan Undang-
pasangan laki-laki dan perempuan. Tanpa tidak mengkaitkan Undang Nomor
pernikahan maka akan sulit untuk pernikahan dengan 1 Tahun 1974
melestarikan keturunan, kalaupun dapat jangka waktu tentang Perkawinan.
menurunkan manusia baru, biasanya tidak tertentu. Pernikahan Pasal 1 Undang-
akan baik karena berasal dari hubungan yang dalam Alqurandan Undang Perkawinan
tidak sah dan tentu juga berpengaruh Hadis ditinjau dari menyatakan bahwa:
terhadap kualitas manusia itu sendiri. Jika segi waktu adalah Perkawinan ialah
pernikahan yang dilakukan adalah bersifat mutlak, ikatan lahir batin
pernikahan sesama jenis, akan lebih mustahil yaitu maksudnya antara seorang pria
lagi untuk memperoleh keturunan. Lambat untuk jangka waktu dengan seorang
laun manusia akan punah jika pernikahan selamanya, bukan wanita sebagai suami
sesama jenis ini dibenarkan. Pernikahan untuk jangka waktu istri dengan tujuan
bukan sekedar sarana untuk melampiaskan sementara. Maka membentuk keluarga
hawa nafsu, mengelola keuangan maupun dari itu, melakukan ( rumah tangga)
kesenangan semata, namun di dalamnya kawin kontrak yang yang bahagia dan
terdapat misi yang mulia yaitu menghasilkan hanya berlangsung kekal berdasarkan
generasi manusia yang unggul dan berkualitas. untuk jangka waktu Ketuhanan Yang
Jadi bukan hanya dari pandangan agama, tertentu hukumnya maha Esa.
gagasan pernikahan sejenis juga tidak masuk tidak sah, karena Selanjutnya Pasal 2
dalam logika yang benar. bertentangan ayat ayat (1) menyatakan
Alquran dan Hadis bahwa Perkawinan
yang sama sekali adalah sah apabila
d. Kawin Kontrak
tidak menyinggung dilakukan me- nurut
Kawin kontrak yaitu perkawinan yang batasan waktu.17 hukum masing-
dilakukan oleh seorang laki-laki dan seorang masing agamanya
Kawin kontrak
perempuan yang melangsungkan pernikahan dan kepercayaannya
atau kawin mut’ah
dalam jangka waktu tertentu dan dituangkan itu. Artinya, jika
yang banyak dikenal
ke dalam sebuah kontrak. Kawin kontrak perkawinan
di beberapa daerah
dalam Islam disebut dengan istilah nikah dilakukan tidak
di Indonesia adalah
mut’ah. Hukumnya adalah haram dan akad berdasarkan agama
perkawinan di
nikahnya tidak sah alias batal. Hal ini sama dan kepercayaan dari
bawah tangan yang
MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi dan Keagamaan 51 |
Volume 4, No. 1, 2017
Novita
Lestari