Anda di halaman 1dari 10

PROBLEMATIKA HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA

Novita Lestari
Fakultas Hukum Universitas Dehasen Bengkulu (UNIVED)
Jl. Meranti Raya No.32, Sawah Lebar, Ratu Agung, Bengkulu, 38222
Email: novi.lestari@gmail.com

Abstract: Indonesia is a very plural country, consisting of various tribes, groups, races and religions and rich in culture.
The heterogeneity of Indonesian society makes it possible for marriages of different religions and other forms of marriage.
The special law regulating marriage is Law Number 1 Year 1974. Many parties assume that Law Number 1 Year 1974
needs to be revised because the law has been too long and can not solve some problems of marriage in the modern era .
Therefore, there are still many rules that need to be changed or added in the Marriage Law, for example about the rules
/ provisions regarding strict sanctions for marriage offenders, whether for the perpetrators of religious marriages, similar
marriages, marriage sirri and contract marriage.
Keywords: problematic, marriage law, Indonesia

Abstrak: Indonesia merupakan negara yang sangat pluralistik, terdiri dari berbagai macam suku, golongan, ras dan agama
serta kaya akan budaya. Heteroginitas masyarakat Indonesia sangat memungkinkan terjadinya perkawinan beda agama
dan bentuk-bentuk perkawinan lainnya. Undang-Undang khusus yang mengatur mengenai perkawinan yakni Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974. Banyak pihak yang bersumsi bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 perlu segera
direvisi karena undang-undang tersebut sudah terlalu lama dan tidak dapat menyelesaikan beberapa masalah perkawinan
di era modern. Karena itu, masih banyak aturan yang perlu diubah maupun ditambah di dalam Undang-Undang
Perkawinan, misalnya mengenai aturan/ketentuan mengenai sanksi yang tegas bagi para pelanggar hukum perkawinan,
baik itu bagi pelaku perkawinan beda agama, perkawinan sejenis, perkawinan sirri maupun perkawinan kontrak.
Kata Kunci: problematika, hukum perkawinan, Indonesia

Pendahuluan agama Islam, Hindu, Budha, Kristen Protestan


Sumber pokok dari segala peraturan per­ dan Katholik. Keseluruhan agama tersebut me­
undang-undangan Negara Republik Indonesia miliki tata aturan sendiri-sendiri baik secara
adalah Pancasila dan UUD Tahun 1945. Salah vertikal maupun horisontal; termasuk di dalam­
satu sila dari Pancasila dan menempati sila nya tata cara perkawinan.2
pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila Ada beberapa hukum perkawinan yang
ini juga tercantum dalam UUD 1945, salah berlaku bagi berbagai golongan warga negara
satu pasal dari UUD 1945 itu menetapkan dan berbagai daerah seperti berikut: 1. Bagi
jaminan negara terhadap pelaksanaan ajaran orang-orang Indonesia asli yang beragama Islam
agama masing-masing.1 Masyarakat Indonesia berlaku Hukum Agama yang telah diresepeier
tergolong heterogen dalam segala aspeknya. dalam Hukum Adat (pasal 134 ayat (2) IS).
Dalam aspek agama jelaslah bahwa terdapat dua 2. Bagi orang-orang Indonesia lainnya berlaku
kelompok besar agama yang diakui di Indonesia Hukum Adat. 3. Bagi orang Indonesia yang
yakni: Agama Samawi dan Agama non Samawi; beragama Kristen berlaku Huwelijke Ordonantie
1
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia;
Antara Fiqh Munakahat Dan Undang-Undang Perkawinan, 2
Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, (Jakarta: Rineka
(Jakarta: Kencana, 2009), h. 22-23. Cipta, 2005), h. 6.

MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi dan Keagamaan 43 |


Volume 4, No. 1, 2017
Novita Lestari

(Kristen Indonesia S. 1933 No. 74). 4. Bagi undang-undangan negara yang mengatur per­
orang Timur Asing. Cina dan warga negara kawinan yang ditetapkan setelah Indonesia
Indonesia keturunan Cina berlaku ketentuan merdeka adalah: a. Undang-undang No. 32
Kitab Undang-undang Hukum Perdata dengan Tahun 1954 tentang Penetapan Berlakunya
sedikit perubahan. 5. Bagi orang-orang Timur Undang-undang Republik Indonesia Tanggal
Asing lainnya dan warga negara Indonesia ke­ 21 November 1946 No. 22 Tahun 1946
turunan Timur Asing lainnya tersebut berlaku tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk
Hukum Adat mereka. 6. Bagi orang-orang di seluruh daerah Luar Jawa dan Madura. b.
Eropa dan warga negara Indonesia keturunan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Eropa dan yang disamakan dengan mereka Perkawinan, yang merupakan hukum materiil
berlaku Kitab Undang-undang Hukum Perdata. dari perkawinan. c. Peraturan Pemerintah No.
7. Sejak 1 Oktober 1975 berlaku efektif untuk 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-
semua golongan Undangundang Nomor 1 undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Tahun 1974 beserta peraturan pelaksanaannya.3 d. Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang
Hukum perkawinan yang berlaku bagi tiap- Peradilan Agama Sebagian dari materi undang-
tiap agama tersebut satu sama lain ada perbedaan, undang ini memuat aturan yang berkenaan
akan tetapi tidak selalu bertentangan. Adapun dengan tata cara (hukum formil) penyelesaian
di Indonesia telah ada hukum perkawinan yang sengketa perkawinan di Pengadilan Agama.
secara otentik diatur di dalam UU No. 1 Tahun Berdasarkan beberapa hukum perundang-
1974 Lembaran Negara RI. Adapun penjelasan undangan tersebut di atas fokus penelitian
atas Undang-undang tersebut dimuat di ini lebih diarahkan kepada UU No. 1 Tahun
dalam Tambahan Lembaran Negara Republik 1974, karena hukum materiil perkawinan
Indonesia Nomor 3019. Bagi suatu negara kese­luruhannya terdapat dalam UU ini. Di
dan bangsa seperti Indonesia adalah mutlak samping peraturan perundang-undangan negara
adanya Undang-undang Perkawinan Nasional yang disebutkan di atas dimasukkan pula dalam
yang sekaligus menampung prinsip-prinsip dan pengertian UU Perkawinan dalam bahasan ini
memberikan landasan hukum perkawinan yang aturan atau ketentuan yang secara efektif telah
selama ini menjadi pegangan dan telah berlaku dijadikan oleh hakim di Pengadilan Agama sebagai
bagi berbagai golongan dalam masyarakat kita.4 pedoman yang harus diikuti dalam penyelesaian
Sesuai dengan landasan falsafah Pancasila dan perkara perkawinan, yaitu Kompilasi Hukum
Undang-undang Dasar 1945, maka Undang- Islam di Indonesia yang penyebarluasannya
undang ini di satu pihak harus dapat me­wujud­kan dilakukan melalui Instruksi Presiden RI No. 1
prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pancasila Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.
dan UUD 1945. Sedangkan di lain pihak harus Salah satu tujuan Syari’at Islam adalah me­
dapat pula menampung segala kenyataan yang melihara kelangsungan keturunan melalui per­
hidup dalam masyarakat dewasa ini. Undang- kawinan yang sah menurut agama, diakui oleh
undang perkawinan ini telah menampung di Undang-undang dan diterima sebagai bagian
dalamnya unsur-unsur dan ketentuan-ketentuan dari budaya masyarakat.6 Pengertian perkawinan
Hukum Agamanya dan kepercayaannya itu dari menurut Undang-undang Perkawinan No.
yang bersangkutan.5 1 Tahun 1974 pasal 1 menyebutkan sebagai
Adapun yang sudah menjadi peraturan per­ berikut: Perkawinan adalah ikatan lahir batin
antara seorang pria dengan seorang wanita
3
Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam; Suatu Analisis
Dari UU No.1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h. 55.
6
Fuaddudin, Pengasuhan Anak dalam Keluarga
4
Sudarsono, Loc Cit. h. 6. Islam, Lembaga Kajian Agama dan Jender, Jakarta,
5
Ibid., h. 7. 1999, h. 4.

| 44 MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi dan Keagamaan


Volume 4, No. 1, 2017
Problematika Hukum Perkawinan di Indonesia

sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk Sedangkan perkawinan beda agama masih
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan terdapat pro-kontra di tengah-tengah masya­
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. rakat. Salah satu pendapat mengatakan bahwa
Tujuan dari perkawinan adalah: (1) menyatukan masalah agama merupakan masalah pribadi
dua pribadi yang berbeda untuk mencapai sendiri-sendiri sehingga negara tidak perlu me­
satu tujuan sebagai keluarga yang bahagia, lakukan pengaturan yang memasukkan unsur-
me­­
lanjutkan keturunan yang merupakan unsur agama. Namun, di pihak lain, ada yang
sambungan hidup dan menyambung cita-cita, berpendapat bahwa perkawinan beda-agama
(3) menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang di­
larang oleh agama sehingga tidak dapat di­
dilarang oleh Tuhan, dan (4) menimbulkan rasa terima. Setiap agama, baik itu Islam, Katolik,
cinta antara suami dan isteri. Protestan, Hindu maupun Budha mempunyai
Seiringan dengan berkembangnya masya­rakat, peraturan tentang tata cara perkawinan, syarat-
permasalahan yang terjadi semakin kompleks. syarat perkawinan atau mengenai larangan per­
Berkaitan dengan perkawinan, belakangan ini kawinan yang masing-masing agama ber­ beda-
sering tersiar dalam berbagai media terjadi­nya beda. Apabila perkawinan terjadi pada orang yang
perkawinan yang dianggap problematis dalam menganut agama yang sama maka tidak menjadi
kehidupan bermasyarakat. Sebagai contoh, masalah. Permasalahan terjadi manakala mereka
per­kawinan campuran, per­ kawinan sejenis, yang berbeda agama hendak melangsungkan
kawin kontrak, nikah siri, dan perkawinan perkawinan dan mereka me­ nyadari akan arti
antara pasangan yang memiliki keyakinan iman, karena adanya cinta yang mendalam ingin
(agama) yang berbeda. Walaupun perkawinan melangsungkan perkawinan tanpa mengorban­
campuran dan perkawinan beda agama sama kan keimanan masing-masing.7 Untuk mencegah
sekali berbeda, bukan tidak mungkin pada saat terjadinya perkawinan beda-agama yang biasa­
yang sama perkawinan campuran juga me­nye­ nya salah satu pihak dari pasangan tersebut ber­
babkan perkawinan beda-agama. Hal ini di­ pindah agama atau mengikuti agama salah satu
sebabkan karena pasangan yang lintas negara pihak sehingga perkawinannya pun disahkan
juga pasangan lintas agama. Selain permasalahan berdasarkan agama yang dipilih tersebut.
yang berhubungan dengan pengakuan negara Permasalahan perkawinan lainnya men­cakup
atau pengakuan dari kepercayaan/agama atas perkawinan sejenis (kaum lesbian, gay, biseksual,
perkawinan, pasangan yang melaksanakan per­ transseksual/transgender) yang belum dapat di­
kawinan tersebut seringkali menghadapi masalah- terima oleh masyarakat karena bertentangan
masalah lain yang terjadi di kemudian hari. dengan aturan agama dan norma-norma yang
Misalnya saja, pengakuan negara atas anak yang berlaku dalam kehidupan masyarakat, walau­
dilahirkan, masalah perceraian, pembagian harta pun terdapat beberapa komunitas yang mem­
ataupun masalah warisan. Belum lagi, dampak- promosikan dan membela hak-hak dasar kaum
dampak lainnya. LGBT (lesbian, gay, biseksual, transseksual/
Menurut Pasal 57 UU No. 1 Tahun 1974 transgender) atas nama hak asasi manusia.
tentang Perkawinan, perkawinan campuran Selain itu ada juga permasalahan dalam hukum
adalah perkawinan antara dua orang yang di perkawinan yaitu perkawinan/nikah sirri baik
Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, secara langsung maupun tidak langsung (online).
karena perbedaan kewarganegaraan dan salah Dewasa ini pernikahan sirri secara online (melalui
satu pihak berkewarganegaraan Asing dan salah teknologi internet) sudah banyak terjadi, dan
satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Jadi, menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat.
perkawinan campuran bukanlah perkawinan
antar agama yang dimaksudkan di sini. 7
Lili Rasidi, Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia
dan Indonesia, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991), h. 17

MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi dan Keagamaan 45 |


Volume 4, No. 1, 2017
Novita Lestari

Nikah sirri dapat diartikan sebagai pernikahan Melihat realitas permasalahan-permasalahan


yang rahasia atau dirahasiakan. Dikatakan sebagai dalam hukum perkawinan di Indonesia
pernikahan yang dirahasiakan karena prosesi per­ dewasa ini, penulis tertarik untuk mengkaji
nikahan semacam ini sengaja disembunyikan secara mendalam mengenai permasalahan-
dari publik dengan berbagai alasan, dan biasanya permasalahan apa saja dalam hukum perkawinan
hanya dihadiri oleh kalangan terbatas keluarga di Indonesia, yang meliputi permasalahan
dekat, tidak dimeriahkan dalam bentuk resepsi  perkawinan beda agama, perkawinan sirri,
secara terbuka untuk umum. Sah tidaknya suatu perkawinan sejenis, dan kawin kontrak, dilihat
per­
nikahan sirri diserahkan pada rukun dan dari sudut pandang peraturan perundang-
syarat masing-masing agama/keyakinan, meski­ undangan yang berlaku di Indonesia terutama
pun pernikahan itu tidak dicatatkan di Pejabat dari perspektif Undang-Undang No. 1 Tahun
Pencatat Nikah (PPN). Fungsi pencatatan 1974 tentang perkawinan.
pernikahan untuk tertib administrasi perkawinan
dan agar mempunyai kekuatan hukum Identifikasi Masalah
Permasalahan hukum perkawinan juga me­ Berdasarkan uraian di atas, penulisan ini akan
liputi perkawinan kontrak, yaitu perkawinan membahas mengenai apa saja permasalahan-
yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan seorang permasalahan dalam hukum perkawinan di
perempuan yang melangsungkan pernikahan Indonesia?
dalam jangka waktu tertentu dan dituangkan ke
dalam sebuah kontrak. Pelaksanaan perkawinan
Tujuan Penelitian
ini juga seperti perkawinan sirri, tanpa adanya
pencatatan perkawinan. Dalam hukum Islam Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
perkawinan kontrak disebut nikah mut’ah, untuk mengkaji dan menganalisis permasalahan-
perkawinan ini dilarang oleh agama Islam. permasalahan dalam hukum perkawinan di
Indonesia, serta mengkaji dan menganalisis
Di kehidupan modern sekarang ini, per­
penyelesaian permasalahan hukum perkawinan
kawinan bukan saja berakibat pada individu
di Indonesia.
yang melangsungkan perkawinan tapi juga
menimbulkan akibat yang luas bagi pergaulan
hidup manusia. Kemajuan komunikasi serta Metode Penelitian
alat transportasi semakin membuka kesempatan Metode penelitian yang digunakan dalam
yang luas bagi masyarakat untuk saling me­ penelitian ini adalah dengan menggunakan
ngadakan hubungan, baik antar suku, ras mau­ metode penelitian hukum normatif. Sebagai
pun agama. Dari hubungan-hubungan ini tidak penelitian hukum normatif, maka penelitian
mustahil akan terjadi perkawinan antar suku, ini termasuk kategori tipe penelitian hukum
ras dan agama dalam kehidupan masyarakat. bersifat deskriptif-preskriptif yang bertujuan
Masyarakat Indonesia dikenal dengan masyarakat menemukan solusi permasalahan (problem-
yang pluralistik atau majemuk, dilihat dari segi solution).9 Pendekatan yang digunakan dalam
etnik, agama, adat istiadat maupun golongan. penelitian ini adalah metode pendekatan
Karakteristik seperti ini mengakibatkan terjadinya yuridis normatif, yaitu pendekatan yang
interaksi sosial budaya yang pada gilirannya me­ meng­kaji kaidah-kaidah hukum normatif dan
munculkan fenomena perkawinan silang antar doktrinal.
agama dan budaya, serta etnis maupun golongan
yang berbeda.8

8
Narsikun, Poligami Ditinjau dari Segi Agama. Sosial dan 9
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press,
Perundang-undangan, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), h. 9. Jakarta, 2008, h. 50-51

| 46 MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi dan Keagamaan


Volume 4, No. 1, 2017
Problematika Hukum Perkawinan di Indonesia

Hasil Dan Pembahasan hukum masing-masing agama. Perkawinan ter­


Permasalahan-Permasalahan Dalam Hukum lebih dahulu dilaksanakan menurut hukum
Perkawinan Di Indonesia agama seorang mempelai (biasanya suami), baru
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang disusul pernikahan menurut hukum agama
No. 1 Tahun 1974, perkawinan adalah ikatan mempelai berikutnya. Permasalahannya per­
lahir batin seorang pria dengan seorang wanita kawinan mana yang dianggap sah? Ketiga,
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk kedua pasangan menentukan pilihan hukum.
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan Salah satu pandangan menyatakan tunduk pada
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. hukum pasangannya. Dengan cara ini, salah
Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan seorang pasangan biasanya ‘berpindah agama’
menurut hukum masing-masing agamanya sebagai bentuk penundukan hukum. Disini
dan kepercayaannya, dan dicatat menurut terlihat adanya penyeludupan hukum dimana
peraturan perundang-undangan yang berlaku. salah satu pihak secara pura-pura beralih agama.
Namun dewasa ini banyak perkawinan yang Keempat, yang sering dipakai belakangan,
diselenggarakan bertentangan dengan hukum adalah melangsungkan perkawinan di luar
agama dan peraturan perundang-undangan negeri. Beberapa artis tercatat memilih cara ini
yang berlaku. Adapun jenis perkawinan yang se­bagai upaya menyiasati susahnya pelaksanaan
ber­tentangan dan dianggap melanggar hukum perkawinan beda agama di Indonesia.
agama maupun hukum positif, yaitu: Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun
1974, baik dalam pasal-pasal maupun pen­
a. Perkawinan Beda Agama jelasannya serta peraturan pelaksanaannya,
tidak ada ketentuan yag mengatur secara tegas
Perkawinan beda agama adalah perkawinan me­ ngenai perkawinan berbeda agama. Akan
antara dua orang, pria dan wanita, yang tunduk tetapi apabila melihat pada ketentuan Pasal 2
pada hukum agama atau kepercayaan yang ayat (1) yang menyatakan baha perkawinan
berlainan. Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang adalah sah apabila dilakukan menurut hukum
Nomor 1 Tahun 1974 berbunyi: “perkawinan masing-masing agamanya dan kepercayaan­­­nya
adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum itu, mengindikasikan bahwa undang-undang
masing-masing agamanya dan kepercayaan­nya me­­­­nyerahkan kepada masing-masing agama
itu”. Dalam penjelasan undang-undang per­ untuk menentukan cara-cara dan syarat-syarat
kawinan ditegaskan dengan perumusan Pasal pelaksanaan perkawinan, disamping cara-cara
2 Ayat 1 tersebut, tidak ada perkawinan di luar dan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh
hukum masing-masing agamanya dan keper­ Negara. Dengan demikian apakah suatu per­
cayaannya itu, sesuai dengan UUD 1945. kawinan dilarang atau tidak, disamping ter­
Ketentuan tersebut berarti bahwa per­ gantung pada ketentuan-ketentuan yang ter­
kawinan hanya dapat dilaksanakan jika kedua dapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun
mempelai memiliki agama yang sama. Kalau 1974, juga ditentukan oleh hukum agamanya
keduanya memiliki agama yang berbeda, maka masing-masing. 
ada beberapa cara yang biasanya ditempuh Ketentuan Pasal 8 huruf f Undang-Undang
pasangan beda agama yang akan menikah yakni, No. 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa
pertama, meminta penetapan pengadilan terlebih perkawinan dilarang antara dua orang yang
dahulu. Atas dasar penetapan itulah pasangan mempunyai hubungan yang oleh agamanya
melangsungkan pernikahan di Kantor Catatan atau peraturan lain yang berlaku, dilarang
Sipil. Tetapi cara ini tak bisa lagi dilaksanakan kawin. Dari ketentuan ini dapat ditarik
sejak terbitnya Keppres No. 12 Tahun 1983. kesimpulan bahwa sekalipun Undang-Undang
Kedua, perkawinan dilangsungkan menurut No. 1 Tahun 1974 tidak mengatur secara tegas

MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi dan Keagamaan 47 |


Volume 4, No. 1, 2017
Novita Lestari

mengenai perkawinan beda agama. Namun orang yang bukan beragama Budha. Sedangkan
secara implisit bagi orang Islam terdapat suatu menurut agama Hindu, agama Hindu melarang
larangan sebagaimana yang ditentukan dalam perkawinan beda agama, terutama jika pihak
agama Islam, demikian juga bagi orang Kristen, laki-laki yang beragama Hindu, karena berbeda
Katholik serta pemeluk agama lain. agama berarti berbeda prinsip. Namun, bila
Dalam hukum Islam perkawinan beda agama kedua calon mempelai tetap bersikukuh untuk
dilarang, hal ini terdapat dalam Al-Qur’an yang melangsungkan perkawinan, upaya yang di­
merupakan sumber dari hukum Islam. Larangan tempuh adalah dengan mensucikan salah satu
perkawinan beda agama tersebut tertulis dalam calon mempelai yang bukan beragama Hindu.11
Q.S. Al-Baqarah ayat 221: “Dan janganlah Berdasarkan Kepres No. 6 Tahun 2000,
kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum maka agama Kong Hu Chu merupakan agama
mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang keenam yang diakui secara resmi di
yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, Indonesia. Pada prinsipnya agama Kong Hu
walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah Chu sama dengan agama Budha, artinya dapat
kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan memperkenankan perkawinan beda agama. 12
wanita-wanita mukmin) sebelum mereka ber­ Dalam pasal 2 ayat (2) dinyatakan bahwa
iman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut pe­
baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik raturan perundang-undangan yang berlaku”.
hatimu”. Berdasarkan ayat tersebut jelas bahwa Peran pemerintah hanya sebatas melakukan
perkawinan beda agama hukumnya haram. pencatatan nikah dan hal tersebut berarti pe­
Hal tersebut dipertegas lagi dalam Kompilasi merintah hanya mengatur aspek administratif
Hukum Islam (KHI) pada Pasal 40 dan 44, yang perkawinan. Namun, dalam prakteknya, kedua
menyatakan bahwa seorang perempuan Islam ayat dalam Undang-Undang Perkawinan yakni
tidak diperbolehkan (haram) untuk dinikahkan pasal 2 ayat (1) dan (2) berlaku secara kumulatif
dengan pria nonmuslim dan demikian pula sehingga kedua-duanya harus diterapkan bagi
seorang pria muslim tidak diizinkan menikahi persayaratan sahnya suatu perkawinan.
seorang wanita bukan Islam.
Akibatnya, meskipun suatu perkawinan sudah
Larangan perkawinan beda agama umumnya dipandang sah berdasarkan aturan agama ter­
juga berlaku bagi agama non Islam. Menurut tentu, tetapi kalau belum dicatatkan pada kantor
agama Kristen Protestan, Gereja Protestan pemerintah yang berwenang (baik Kantor
meng­hindari perkawinan beda agama. Hanya Urusan Agama/KUA untuk yang beragama
dalam keadaan yang tidak dapat dihindari Gereja Islam ataupun Kantor Catatan Sipil/KCS untuk
akan mangizinkannya dengan persyaratan ter­ yang diluar Islam), maka perkawinan tersebut
tentu. Sedangkan menurut agama Kristen belum diakui sah oleh negara. Dalam berbagai
Katolik, sedapat mungkin menghindari per­ kasus, sahnya suatu perkawinan secara yuridis
bedaan agama. Hanya dalam hal tertentu, dalam memang harus dibuktikan melalui buku nikah
hal keadaan yang tidak dapat dihindari, Gereja yang diperoleh dari KUA dan KCS. Hal ini
dapat mengizinkan perkawinan beda agama.10 tentu saja menimbulkan implikasi hukum dan
Menurut ajaran agama Budha setiap agama sosial yang beragam bagi pasangan yang berbeda
adalah baik dan setiap manusia bebas untuk agama seperti misalnya anak-anak yang lahir
memeluk agamanya masing-masing, sehingga tidak akan dianggap sebagai keturunan yang
tidak menjadi persoalan apabila seseorang yang sah dan suami-istri pun mengalami kesulitan
beragama Budha hendak menikah dengan se­ memperoleh hak-hak keperdataan yang timbul
10
Djaja S. Meliala, Hukum Perdata Dalam Perspektif BW, 11
Ibid, h. 99
(Bandung: Nuansa Aulia, 2012), h. 98 12
Ibid.

| 48 MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi dan Keagamaan


Volume 4, No. 1, 2017
Problematika Hukum Perkawinan di Indonesia

dari perkawinan tersebut. Problem lain yang dan pengadilan agama tidak bisa memutuskan
muncul dari sahnya sebuah perkawinan harus bahkan tidak bisa menerima pengaduan mereka
dicatatkan adalah bahwa pencatatan tersebut berdua yang sedang punya masalah.16
hanya berlaku bagi agama-agama yang diakui Dari sudut pandang hukum yang berlaku di
oleh negara sebagaimana yang tertuang dalam Indonesia, nikah sirri merupakan perkawinan
UU No 1/PNPS/1965 dimana agama-agama yang dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan
yang diakui di Indonesia hanya ada lima yaitu peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha dan Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan (2)
Kong Hu Chu. Di luar itu, hak sipilnya tidak UU No.1/1974 Jo. Pasal 4 dan Pasal 5 ayat (1)
diakui negara sehingga orang yang di luar enam dan (2) KHI, suatu perkawinan di samping
agama tersebut jika menikah dan ingin diakui harus dilakukan secara sah menurut hukum
negara, maka dia harus membohongi negara agama, juga harus dicatat oleh pejabat yang
dan diri sendiri. berwenang. Dengan demikian, dalam perspektif
peraturan perundang-undangan, nikah sirri
b. Perkawinan Sirri adalah pernikahan illegal dan tidak sah.
Secara literal Nikah Sirri berasal dari bahasa
Arab yang terdiri dari dua kosa kata yaitu c. Perkawinan Sejenis
“nikah”dan “sirri”. Nikah yang menurut bahasa Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974
artinya mengumpulkan, saling memasukkan, Tentang Perkawinan, yang dikatakan “Perkawinan
dan digunakan untuk arti bersetubuh (wathi).13 ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
Kata “nikah” sering dipergunakan untuk arti seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
persetubuhan (coitus), juga untuk arti akad membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
nikah.14 Sedangkan kata sirri berasal dari bahasa dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Arab “sirr” yang berarti rahasia. 15 Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan
Kawin sirri adalah perkawinan yang dilaku­kan tersebut jelas bahwa perkawinan hanya dilakukan
oleh sepasang kekasih tanpa ada pemberitahuan oleh seorang pria dan seorang wanita sebagai suami
(dicatatkan) di Kantor Urusan Agama (KUA), istri.
tetapi perkawinan ini sudah memenuhi unsur- Di Indonesia sendiri Pernikahan itu me­­rupa­
unsur perkawinan dalam Islam, yang meliputi kan suatu perbuatan yang tidak hanya melibat­kan
dua mempelai, dua orang saksi, wali, ijab-qabul dua insan manusia antara laki-laki dan perempuan
dan juga mas kawin. Kawin sirri ini hukumnya saja tetapi juga melibatkan khalayak masyarakat
sah menurut agama, tetapi tidak sah menurut  banyak terutama kedua keluarga pasangan yang
hukum positif (hukum negara). Oleh karena itu, ingin menikah. Mengingat pernikahan yang
perkawinan sirri yang tidak dicatatkan di Kantor sah adalah pernikahan yang berlangsung sesuai
Urusan Agama itu tidak punya kekuatan hukum, dengan agama masing-masing, sesuai Pasal 2 Ayat
sehingga jika suatu saat mereka berdua punya 1 Undang-undang Perkawinan yang mengatakan
permasalahan yang berkenaan dengan rumah “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan me­
tangganya seperti perceraian, kekerasan dalam nurut hukum masing-masing agamanya dan ke­
rumah tangga, warisan, perebutan hak asuh percayaannya itu”, tentunya kehidupan sosial
anak dan lainnya, pihak kantor urusan agama di Indonesia yang sarat akan tradisi dan adat
istiadat yang hidup di tengah masyarakat juga
13
Abd.Rahman Gazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana,
2006), h. 71
ber­pengaruh di dalam suatu proses pernikahan
14
Abddullah bin Nuh dan Umar Bakri, Kamus Arab tersebut sehingga erat kaitannya dengan keluarga
Indonesia Inggris, (Jakarta: Penerbit Mutiara, 1984), h. 132
15
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa 16
Nasiri, Praktik Prostitusi Gigolo ala Yusuf Al-Qardawi
Indonesia, Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), h 518 (Tinjauan Hukum Islam), (Surabaya: Khalista,2010), h. 45-46.

MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi dan Keagamaan 49 |


Volume 4, No. 1, 2017
Novita Lestari

dan masyarakat banyak. Secara legal status per­ pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya
nikahan yang di akui di Indonesia hanyalah mereka adalah orang-orang yang berpura-pura
pernikahan yang berlangsung menurut agama mensucikan diri. Kemudian Kami selamatkan dia
masing-masing dan hukum yang berlaku di dan pengikut-pengikutnya (yang beriman) kecuali
negara ini. Pernikahan hanya dapat berlangsung istrinya (istri Nabi Luth); dia termasuk orang-orang
antara seorang laki-laki dan perempuan, bukan yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan
halnya antara laki-laki dengan laki-laki (Homo kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah
Seksual) dan begitu pula perempuan dengan bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa
perempuan (Lesbian) pernikahan seperti ini itu.” (Q.S. Al-A’raf [7]: 80-84).
selain tidak di kenal dalam agama yang dianut Tujuan pernikahan adalah untuk mem­
oleh rakyat Indonesia juga bertentangan dengan peroleh keturunan dan melestarikan kehidupan
sistem hukum itu sendiri, dalam hal ini undang- manusia. Melalui pernikahan yang sah akan
undang perkawinan yang menjadi landasan bagi muncul keturunan yang sah dan diakui di
negara untuk mengakui dan mencatat peristiwa hadapan hukum. Munculnya keturunan baru
pernikahan tersebut. manusia hanya dapat diwujudkan jika per­
Begitu pulanya dengan ajaran agama yang nikahan dilakukan oleh pasangan laki-laki
dianut oleh masing-masing warga negara dan perempuan. Tanpa pernikahan maka akan
Indonesia, tidak ada satu agama pun di negara sulit untuk melestarikan keturunan, kalaupun
ini yang melegalkan pernikahan sejenis, meng­ dapat menurunkan manusia baru, biasanya
ingat agama adalah sebagai tuntunan atau tidak akan baik karena berasal dari hubungan
pedoman hidup untuk meraih kedamaian atau yang tidak sah dan tentu juga berpengaruh
kesejahteraan bagi setiap pemeluknya, seperti terhadap kualitas manusia itu sendiri. Jika
misalnya agama Islam yang telah jelas-jelas me­ pernikahan yang dilakukan adalah pernikahan
larang dan mengutuk pernikahan sejenis ter­ sesama jenis, akan lebih mustahil lagi untuk
sebut, sebagaimana firman Allah Swt: memperoleh keturunan. Lambat laun manusia
akan punah jika pernikahan sesama jenis ini
‫ﯕﯖﯗﯘ ﯙﯚﯛﯜ ﯝﯞﯟ‬ dibenarkan. Pernikahan bukan sekedar sarana
‫ﯠﯡﯢﯣﯤﯥ ﯦﯧﯨ‬ untuk melampiaskan hawa nafsu, mengelola
keuangan maupun kesenangan semata, namun
‫ﯩﯪ ﯫ ﯬ ﯭ ﯮ ﯯ ﭑ ﭒ ﭓ‬ di dalamnya terdapat misi yang mulia yaitu
‫ﭔ ﭕ ﭖ ﭗ ﭘ ﭙ ﭚﭛ ﭜ ﭝ‬ menghasilkan generasi manusia yang unggul dan
berkualitas. Jadi bukan hanya dari pandangan
‫ﭞﭟﭠﭡ ﭢﭣﭤﭥ‬ agama, gagasan pernikahan sejenis juga tidak
‫ﭦ ﭧ ﭨ ﭩ ﭪﭫ ﭬ ﭭ‬ masuk dalam logika yang benar.
‫ﭮ ﭯﭰﭱ‬
d. Kawin Kontrak
“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada
kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada Kawin kontrak yaitu perkawinan yang
mereka: “Mengapa kamu mengerjakan per­buatan dilakukan oleh seorang laki-laki dan seorang
faahisyah (keji) itu, yang belum pernah dikerja­ perempuan yang melangsungkan pernikahan
kan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?” dalam jangka waktu tertentu dan dituangkan
Sesungguh­nya kamu mendatangi lelaki untuk ke dalam sebuah kontrak. Kawin kontrak dalam
melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan Islam disebut dengan istilah nikah mut’ah.
kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang Hukumnya adalah haram dan akad nikahnya
melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya tidak sah alias batal. Hal ini sama saja dengan
mengatakan: “Usirlah mereka (Luth dan pengikut- orang sholat tanpa berwudhu’, maka sholatnya

| 50 MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi dan Keagamaan


Volume 4, No. 1, 2017
Problematika Hukum Perkawinan di Indonesia

tidak sah alias batal. Tidak diterima oleh Allah lain-lainnya, tetapi juga harus terpenuhinya
Swt sebagai ibadah. Demikian pula orang yang tujuan dari perkawinan itu sendiri yaitu untuk
melakukan kawin kontrak akad nikahnya tidak membentuk sebuah keluarga yang bahagia lahir
sah alias batal, dan tidak diterima Allah Swt dan batin berdasarkan ketuhanan Yang Maha
sebagai amal ibadah, sebab nash-nash dalam Esa.
Alquran maupun Hadis tentang pernikahan Oleh karenanya, kawin kontrak bukan me­
tidak mengkaitkan pernikahan dengan jangka rupakan perkawinan yang sah karena pada
waktu tertentu. Pernikahan dalam Alqurandan dasarnya dilakukan bukan karena tujuan mulia
Hadis ditinjau dari segi waktu adalah bersifat untuk mematuhi perintah Tuhan dan untuk
mutlak, yaitu maksudnya untuk jangka membentuk keluarga yang bahagia, melainkan
waktu selamanya, bukan untuk jangka waktu hanya untuk memenuhi tujuan-tujuan yang
sementara. Maka dari itu, melakukan kawin didasari kepentingan ekonomi atau biologis
kontrak yang hanya berlangsung untuk jangka semata. Selain itu, kawin kontrak juga melanggar
waktu tertentu hukumnya tidak sah, karena ketentuan Undang-Undang Perkawinan, karena
bertentangan ayat Alquran dan Hadis yang tiap perkawinan harus dicatatkan, sebagaimana
sama sekali tidak menyinggung batasan waktu.17 bunyi pasal 2 ayat (2 ) Undang-Undang
Kawin kontrak atau kawin mut’ah yang banyak Perkawinan. Begitu juga hal yang penting di­
dikenal di beberapa daerah di Indonesia adalah ingat, bahwa kawin kontrak akan merugikan
perkawinan di bawah tangan yang dilakukan dua anak yang dihasilkan dari kawin tersebut, karena
calon pengantin dengan perjanjian dalam suatu sang anak tidak memiliki status atau ayah yang
waktu tertentu. Karena dilakukan di bawah sebenarnya.
tangan, maka perkawinan ini tidak didaftarkan
ke instansi berwenang. Dalam hukum, kawin Penutup
kontrak sebenarnya tidak diperkenankan, karena
Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam
sebagaimana ketentuan Undang-Undang Nomor
suku, golongan, ras dan agama serta kaya akan
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal 1
budaya. Heteroginitas masyarakat Indonesia
Undang-Undang Perkawinan menyatakan
sangat memungkinkan terjadinya perkawinan
bahwa: Perkawinan ialah ikatan lahir batin
beda agama dan bentuk-bentuk perkawinan
antara seorang pria dengan seorang wanita
lainnya. Aturan dalam hukum perkawinan pun
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
bersifat pluralisme, artinya bahwa aturan per­
keluarga ( rumah tangga) yang bahagia dan
kawinan yang diatur menurut hukum positif
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang maha Esa.
Indonesia, terdiri dari hukum agama, hukum
Selanjutnya Pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa
negara, bahkan hukum perkawinan adat.
Perkawinan adalah sah apabila dilakukan me­
Dalam penjelasan undang-undang perkawinan
nurut hukum masing-masing agamanya dan
ditegaskan dengan perumusan Pasal 2 Ayat 1
kepercayaannya itu. Artinya, jika perkawinan
tersebut bahwa tidak ada perkawinan di luar
dilakukan tidak berdasarkan agama dan
hukum masing-masing agamanya dan keper­
kepercayaan dari masing-masing pihak, maka
cayaannya itu, sesuai dengan UUD 1945.
secara hukum tidak akan diakui keabsahannya.
Ketentuan agama dalam hal ini tidak hanya Dewasa ini banyak terjadi berbagai
diberi pengertian terpenuhinya syarat-syarat problematika dalam hukum perkawinan
konkrit seperti adanya dua calon mempelai, Indonesia, meliputi perkawinan beda agama,
persetujuan orang tua, maupun mahar, dan per­kawinan sesama jenis, perkawinan sirri dan
perkawinan kontrak. Mengenai perkawinan
17
M. Shiddiq Al Jawi, 11 Mei 2013, Kawin Kontrak beda agama sangat jelas dilarang oleh agama
Menurut Hukum Islam, https://hizbut-tahrir.or.id/, diakses tgl
14 November 2016. Islam dan umumnya juga berlaku bagi agama

MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi dan Keagamaan 51 |


Volume 4, No. 1, 2017
Novita Lestari

selain Islam. Perkawinan sejenis juga sangat M. Shiddiq Al Jawi, 11 Mei 2013, Kawin Kontrak
di­larang dalam hukum agama dan hukum Menurut Hukum Islam, https://hizbut-tahrir.
negara, karena pada dasarnya salah satu tujuan or.id/,
perkawinan adalah memperoleh keturunan dan Meliala, Djaja S., Hukum Perdata Dalam Perspektif
melestarikan kehidupan manusia. Sedangkan BW, Bandung: Nuansa Aulia, 2012.
perkawinan sirri dan perkawinan kontrak me­ Narsikun, Poligami Ditinjau dari Segi Agama.
rupakan perkawinan yang dilaksanakan secara Sosial dan Perundang-undangan, Jakarta:
illegal karena tidak dicatatkan di Kantor Urusan Bulan Bintang, 2003.
Agama maupun Kantor Catatan Sipil. Indonesia
Nasiri, Praktik Prostitusi Gigolo ala Yusuf Al-
memang bukan negara agama, tetapi menganut
Qardawi (Tinjauan Hukum Islam), Surabaya:
asas Ketuhanan Yang Maha Esa di mana semua
Khalista, 2010.
warga negara Indonesia adalah orang yang ber­
agama. Masih banyak aturan yang perlu diubah Nuh, Abddullah bin dan Umar Bakri, Kamus
maupun ditambah di dalam Undang-Undang Arab Indonesia Inggris, Jakarta: Penerbit
Perkawinan, misalnya mengenai aturan/ke­ Mutiara, MCMLXXIV.
tentuan mengenai sanksi yang tegas bagi para Ramulyo, Idris, Hukum Perkawinan Islam;
pelanggar hukum perkawinan, baik itu bagi Suatu Analisis Dari UU No.1 Tahun 1974
pelaku perkawinan beda agama, perkawinan Dan Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Bumi
sejenis, perkawinan sirri maupun perkawinan Aksara, 2004.
kontrak. Oleh sebab itu, perlu dilakukan revisi Rasidi, Lili, Hukum Perkawinan dan Perceraian
terhadap Undang-Undang Nomor 1 tahun di Malaysia dan Indonesia, Bandung: Remaja
1974 tentang Perkawinan. Rosdakarya, 1991.
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian
Pustaka Acuan Hukum, UI Press, Jakarta, 2008.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional,
Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Jakarta: Balai Jakarta: Rineka Cipta, 2005.
Pustaka, 2001. Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam
Fuaddudin, Pengasuhan Anak dalam Keluarga di Indonesia; Antara Fiqh Munakahat dan
Islam, Lembaga Kajian Agama dan Jender, Undang-Undang Perkawinan, Jakarta:
Jakarta, 1999 Kencana, 2009.
Gazaly, Abd. Rahman,  Fiqh Munakahat, Jakarta: Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Kencana, 2006. Perkawinan.

| 52 MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi dan Keagamaan


Volume 4, No. 1, 2017

Anda mungkin juga menyukai