SIPIL
Pembimbing:
Asep Syarifuddin , M.H
Disusun Oleh:
MOh. Ikhwan Mufti
July Dwi Lestari
Mauly Shofia Chaerani
M. Rizki mawardi
1
M.Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam , (Jakarta: Prenada Media,
2003), Hal.123
2
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia: Studi Kritis
Perkembangan Hukum Islam dan fikih, UU No. 1?1974 Sampai KHI, (Jakarta: Kencana, 2004), cet. III,
Hal.122
1
BAB II
PEMBAHASAN
3
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo, 2003), cet.VI, hal.108
4
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, hal.108
5
Undang-Undang Perkawinan,(Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2004), Cet. I, hal.34
6
Undang-Undang perkawinan, (Semarang: Beringin Jaya), hal.25
7
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), cet.II, hal. 27
2
UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan merupakan ajal teori iblis receptie yang
dimotori Snouck Hourgronje.8
Setelah berlaku UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan berlaku unifikasi.
Bawha Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan yang berlaku (pasal 2 ayat 1
Undang-Undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974).9 Bagi mereka yang melakukan
perkawinan menurut agama Islam, pencatatan dilakukan di Kantor Urusan Agama
(KUA).10 Sedang bagi yang beragama Katholik, Kristen, Budha, Hindu, pencatatan itu
dilakukan di Kantor Catatan Sipil (KCS).11
3
1.Masing-masing calon mempelai saling mengadakan penelitian apakah mereka
saling cinta/setuju dan apakah kedua orang tua mereka menyetujui/merestuinya. Ini
erat kaitannya dengan surat-surat persetujuan kedua calon mempelai dan surat izin
orang tua bagi yang belum berusia 21 tahun .
2.Masing-masing berusaha meneliti apakah ada halangan perkawinan baik menurut
hukum munakahat maupun menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(Untuk mencegah terjadinya penolakan atau pembatalan perkawinan).
3.Calon mempelai supaya mempelajari ilmu pengetahuan tentang pembinaan rumah
tangga hak dan kewajiban suami istri dsb.13
4.Dalam rangka meningkatkan kualitas keturunan yang akan dilahirkaan calon
mempelai supaya memeriksakan kesehatannya dan kepada calon mempekai wanita
diberikan suntikan imunisasi tetanus toxoid.
5.Pemeriksaan kehendak nikah
6.Pemberitahuan Kehendak Nikah
Setelah persiapan pendahuluan dilakukan secara matang maka orang yang
hendak menikah memberitahukan kehendaknya kepada PPN yang mewilayahi tempat
akan dilangsungkannya akad nikah sekurang-kurangnya 10 hari kerja sebelum akad
nikah dilangsungkan. Pemberitahuan Kehendak Nikah berisi data tentang nama kedua
calon mempelai, hari dan tanggal pelaksanaan akad nikah, data mahar/maskawin dan
tempat pelaksanaan upacara akad nikah (di Balai Nikah/Kantor atau di rumah calon
mempelai, masjid gedung dll). Pemberitahuan Kehendak Nikah dapat dilakukan oleh
calon mempelai, wali (orang tua) atau wakilnya dengan membawa surat-surat yang
diperlukan:
I. Perkawinan Sesama WNI
1. Foto Copy KTP dan Kartu Keluarga (KK) untuk calon Pengantin (catin) masing-
masing 1 (satu) lembar.
2. Surat pernyataan belum pernah menikah (masih gadis/jejaka) di atas
segel/materai bernilai minimal Rp.6000,- (enam ribu rupiah) diketahui RT, RW
dan Lurah setempat.
3. Surat keterangan untuk nikah dari Kelurahan setempat yaitu Model N1, N2, N4,
baik calon Suami maupun calon Istri.
13
KUA Arahan Indramayu Jawa Barat, Prosedur Pernikahan Di Kantor Urusan Agama (KUA),
artikel diakses pada 18 Oktober 2010 dari http://kuaarahan.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=56&Itemid=34hjjhghghgghghg
4
4. Pas photo caten ukuran 2x3 masing-masing 4 (empat) lembar, bagi anggota
ABRI berpakaian dinas.
5. Bagi yang berstatus duda/janda harus melampirkan Surat Talak/Akta Cerai dari
Pengadilan Agama, jika Duda/Janda mati harus ada surat kematian dan surat
Model N6 dari Lurah setempat.
6. Harus ada izin/Dispensasi dari Pengadilan Agama bagi :
7. Catin Laki-laki yang umurnya kurang dari 19 tahun;
8. Catin Perempuan yang umurnya kurang dari 16 tahun;
9. Laki-laki yang mau berpoligami.
10. Ijin Orang Tua (Model N5) bagi catin yang umurnya kurang dari 21 tahun baik
catin laki-laki/perempuan.
11. Bagi catin dari luar kecamatan, harus ada surat Rekomendasi Nikah dari KUA
setempat.
12. Bagi anggota TNI/POLRI dan Sipil TNI/POLRI harus ada Izin Kawin dari
Pejabat Atasan/Komandan.
13. Bagi catin yang akan melangsungkan pernikahan ke luar wilayah Kecamatan
harus ada Surat Rekomendasi Nikah dari KUA setempat.
14. Kedua catin mendaftarkan diri ke KUA sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) hari
kerja dari waktu melangsungkan Pernikahan. Apabila kurang dari 10 (sepuluh)
hari kerja, harus melampirkan surat Dispensasi Nikah dari Camat.
15. Bagi WNI keturunan, selain syarat-syarat tersebut dalam poin 1 s/d 10 harus
melampirkan foto copy Akte kelahiran dan status kewarganegaraannya (K1).
16. Surat Keterangan tidak mampu dari Lurah/Kepala Desa bagi mereka yang
tidak mampu.
II. Perkawinan Campuran ( WNI & WNA)14
1. Akta Kelahiran/Kenal Lahir
2. Surat tanda melapor diri (STMD) dari kepolisian
3. Surat Keterangan Model K II dari Dinas Kependudukan (bagi yang menetap
lebih dari satu tahun)
4. Tanda lunas pajak bangsa asing (bagi yang menetap lebih dari satu tahun)
5. Keterangan izin masuk sementara (KIMS) dari Kantor Imigrasi
14
KUA Arahan Indramayu Jawa Barat, Prosedur Pernikahan Di Kantor Urusan Agama (KUA),
artikel diakses pada 18 Oktober 2010 dari http://kuaarahan.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=56&Itemid=34hjjhghghgghghg
5
6. Foto Copy PasPort
7. Surat Keterangan dari Kedutaan/perwakilan Diplomatik yang bersangkutan.
8. Semua surat-surat yang berbahasa asing harus diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia oleh penterjemah resmi.
7. Akad Nikah
b. Prosedur Pencatatan di Kantor catatan Sipil
Berdasarkan UU No. 1 tahun 1974 Yo. Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975
yang merupakan alat pelaksanaan, Kantor Catatan Sipil dan Kependudukan
mempunyai tugas mencatat perkawinan dan perceraian bagi yang beragam Non Islam,
serta perkawinan campuran.
Untuk memperoleh akta perkawinan yaitu memberitahukan kepada Kantor
Catatan Sipil dan Kependudukan atau PP3 (Pembantu Pegawai Pencatat Perkawinan)
oleh orang tua si calon mempelai sendiri atas kehendaknya untuk melaksanakan
perkawinan.15
Persyaratan untuk memperoleh Akta Perkawinan :
a. Akta Kelahiran/surat keterangan kenal lahir kedua calon mempelai.
b. KTP/Surat Keterangan Penduduk.
c. Akta Perceraian/kematian suami/istri terdahulu bagi mereka yang pernah kawin,
atau sudah meninggal.
d. Surat ijin komandan bagi anggota ABRI.
e. Bagi calon mempelai yang belum genap berusia 21 tahun harus mendapat ijin dari
orang tuanya yang dilakukan dihadapan pegawai pencatat perkawinan dan
setelahnya dibuat Akta ijin kawin dari Kantor Catatan Sipil dan Kependudukan.
f. Surat keterangan kepala desa/kelurahan model N1, N2, N3, N4.
g. Bukti pemberkatan perkawinan.
h. Kalau ada perjanjian kawin harus dibuat sesaat sebelum perkawinan dilaksanakan
secara tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan.
i. Surat kuasa otentik atau dibawah tangan yang disahkan oleh pegawai pencatat
perkawinan.
j. Pas foto ukuran 4 x 6 (tiga pas foto terdiri dari calon mempelai pria dan wanita).
6
a. Perkawinan Dianggap tidak Sah Meski perkawinan dilakukan menurut agama dan
kepercayaan, namun di mata negara perkawinan Anda dianggap tidak sah jika
belum dicatat oleh Kantor Urusan Agama atau Kantor Catatan Sipil.
b. Anak Hanya Mempunyai Hubungan Perdata dengan Ibu dan Keluarga Ibu
Anak-anak yang dilahirkan di luar perkawinan atau perkawinan yang tidak tercatat,
selain dianggap anak tidak sah, juga hanya mempunyai hubungan perdata dengan
ibu atau keluarga ibu (Pasal 42 dan 43 Undang-Undang Perkawinan). Sedang
hubungan perdata dengan ayahnya tidak ada.16
c. Anak dan Ibunya tidak Berhak atas Nafkah dan Warisan
Akibat lebih jauh dari perkawinan yang tidak tercatat adalah, baik isteri maupun
anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut tidak berhak menuntut
nafkah ataupun warisan dari ayahnya. Namun demikian, Mahkamah Agung RI
dalam perkara Nugraha Besoes melawan Desrina dan putusan Pengadilan Negeri
Yogyakarta dalam perkara Heria Mulyani dan Robby Kusuma Harta, saat itu
mengabulkan gugatan nafkah bagi anak hasil hubungan kedua pasangan tersebut.
4. SAHNYA PERKAWINAN
Sebuah perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-
masing agamanya dan kepercayaannya itu (pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan). Ini berarti
bahwa jika suatu perkawinan telah memenuhi syarat dan rukun nikah atau ijab kabul
telah dilaksanakan (bagi umat Islam) atau pendeta/pastur telah melaksanakan
pemberkatan atau ritual lainnya (bagi yang non muslim), maka perkawinan tersebut
adalah sah, terutama di mata agama dan kepercayaan masyarakat.
Karena sudah dianggap sah, akibatnya banyak perkawinan yang tidak dicatatkan. Bisa
dengan alasan biaya yang mahal, prosedur berbelit-belit atau untuk menghilangkan
jejak dan bebas dari tuntutan hukum dan hukuman adiministrasi dari atasan, terutama
untuk perkawinan kedua dan seterusnya (bagi pegawai negeri dan ABRI). Perkawinan
tak dicatatkan ini dikenal dengan istilah Perkawinan Bawah Tangan (Nikah Syiri’)17
5. PENCATATAN PERKAWINAN
16
LBH Apik Jakarta, pentingnya pencatatan perkawinan, artikel di akses pada 18 Oktober 2010
dari http://www.lbh-apik.or.id/fact-14%20penct.%20perkawinan.htm,.
17
Safaruddin, Pentingnya Pencatatan Perkawinan, artikel di akses pada 18 Oktober 2010 dari
http://kuakasihan.org/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=15
7
Pencatatan perkawinan amatlah penting, terutama untuk mendapatkan hak-hak
Anda, seperti warisan dan nafkah bagi anak-anak Anda. Jadi sebaiknya, sebelum Anda
memutuskan menjalani sebuah perkawinan di bawah tangan (nikah syiri’), pikirkanlah
terlebih dahulu. Jika masih ada kesempatan untuk menjalani perkawinan secara resmi,
artinya perkawinan menurut negara yang dicatatkan di KUA atau KCS, pilihan ini
jauh lebih baik. Karena jika tidak, ini akan membuat Anda kesulitan ketika menuntut
hak-hak Anda. Kemaslahatan bagi umum, artinya kaum wanita jadi yang
bersangkutan terlindungi hak asasinya, tidak dilecehkan. Sebab menurut hukum
positif Indonesia, nikah sirri itu tidak diakui sama sekali. Adanya ikatan perkawinan
diakui secara hukum hanya jika dicatat oleh petugas yang ditunjuk. Jadi, di dalam
stuktur Kantor urusan Agama itu ada petugas pencatatan Nikah (PPN) yang kita sebut
penghulu. Penghulu itu yang bertanggung jawab untuk mencatat, bukan menikahkan.
Terkadang ada salah tafsir bahwa penghulu itu menikahkan. Tapi, dia juga bisa
bertindak menjadi naibul wali ketika wali menyerahkan untuk memimpin
kewaliannya itu. Namun itu harus ada serah terima dari wali yang sesungguhnya.
Tidak bisa dia mengagkat dirinya menjadi wali. Apalagi pihak lain yang mencoba
untuk memposisikan dirinya sebagai penghulu yang tidak ada surat keputusannya
sebagai penghulu. 18
18
LBH Apik Jakarta, pentingnya pencatatan perkawinan, artikel di akses pada 18 Oktober 2010
dari http://www.lbh-apik.or.id/fact-14%20penct.%20perkawinan.htm,.
19
Yudi Setianto, Dkk, Panduan Lengkap Mengurus Segala Dokumen Perijinan, Pribadi,
keluarga, Bisnis & Pendidikan, (Jakarta: Pranita Offest, 2008,) Cet.II, hal.53
8
dalam UU Nomor 23 tahun 2006 dan pelaksanaannya diatur dalam peraturan
pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang pelaksanaannya.20
b.Syarat pencatatannya
1. Surat perkawinan yang telah dibuat oleh pemuka penghayat kepercayaan
2. Foto copy KTP
3. Pas foto suami dan isteri
4. Akta kelahiran
5. Paspor suami dan atau istri bagi orang asing.
c.Prosedur Pencatatan
1. Mengambil formulir pencatatan di kantor Unit Pelaksanaan Tekhnis Dinas
(UPTD) instansi pelaksana (kantor pencatatan sipil di kecamatan) dan
mengisinya.
2. Menyerahkannya kembali ke UPTD Instansi pelaksana yang dilengkapi
dengan persyaratan-persyaratan tersebut di atas.
3. Pejabat UPTD melakukan verifikasi dan validasi terhadap terhadap data yang
tercantum dalam formulir pencatatan perkawinan.
4. Ketika sudah lengkap maka pejabat mencatat paa register akta perkawinan dan
menerbitkan kutipan akte perkawinan penghayat kepercayaan lalu diserahkan
kepasa suami dan istri. 21
BAB III
KESIMPULAN
9
yang melakukan perkawinan menurut agama Islam, pencatatan dilakukan di Kantor
Urusan Agama (KUA). Sedang bagi yang beragama Katholik, Kristen, Budha, Hindu,
pencatatan itu dilakukan di Kantor Catatan Sipil (KCS).
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Zainuddin, Hukum Perdata Islam Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, cet.II, 2007.
Hasan, M.Ali, Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam , Jakarta: Prenada
Media, 2003.
Iir Hariman, Pencatatatn Perkawinan, artikel diakses pada 18 Oktober 2010 dari
http://kancanaasli.blogspot.com/2009/09/pencatatan-perkawinan.html.
10
Kantor catatan Sipil Lamongan, Pencatatan Sipil, artikel di akses pada 18 oktober
2010darihttp://Lamongan.net/instansi/kantor_Catata_Sipil_dan_Kependudukan/
index.php?option=com_content&task=view/id=&lmetid=33.
Nuruddin, Amiur dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia:
Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dan fikih, UU No. 1/1974 Sampai
KHI, Jakarta: Kencana, 2004.
11