Anda di halaman 1dari 12

PENCATATAN PERKAWINAN DI KUA DAN KANTOR CATATAN

SIPIL

Makalah ini dibuat untuk di presentasikan pada mata kuliah


Kapita Selekta Hukum Keluarga

Pembimbing:
Asep Syarifuddin , M.H

Disusun Oleh:
MOh. Ikhwan Mufti
July Dwi Lestari
Mauly Shofia Chaerani
M. Rizki mawardi

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM


PRODI AHWAL SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010
0
BAB I
PENDAHULUAN
Pencatatan nikah pada dasarnya tidak disyariatkan dalam Agama Islam. Namun,
dilihat dari segi manfaatnya, pencatatan nikah sangat diperlukan.1
Perkawinan itu merupakan suatu akad, kontrak atau perikatan. Pengertian
perkawinan sebagai sebuah akad lebih sesuai dengan pengertian yang dimaksudkan
oleh undang-undang. Juga telah dijelaskan bahwa akad nikah dalam sebuah
perkawinan memiliki kedudukan yang sentral. Begitu pentingna akad nikah ia
ditetapkan sebagai salah satu rukun nikah yang disepakati, kendati demikian tidak ada
syarat bahwa akad nikah itu harus dituliskan atau diaktekan. Atas dasar inilah fikih
islam tidak mengenal adanya pencatatan perkawinan.
Sejalan dengan perkembanagan zaman dengan dinamika yang terus berubah
maka banyak sekali perbuahan-perubahan yang terjadi. Pergeseran kultur lisan (oral)
Kepada kultur tulis sebagai ciri masyarakat modern, menunutut dijadikannya akta
surat sebagai bukti autentik. Saksi hidup tidak bisa lagi bia di andalkan tidak saja
karena bisa hilang dengan sebab kematian, manusia dapat juga mengalami kelupaan
dan kesilapan. atas dasar in diperlukan sebuah bukti itulah yang disebut akta.
Bahwa dalam UUP perkawinan dijelaskan adanya pencatatan perkawinan itu
sangat penting untuk dilaksanakan. Didalam UUP perkawinan tidak hanya
menempatkan pencatatan perkawinan sebagai suatu yang penting, tetapi juga
menjelaskan mekanisme bagaimana pencatatan perkawinan dilaksanakan.2
Dalam makalah ini akan membahas mengenai pencatatan perkawinan, yaitu
pencatatan perkawinan di kantor urusan agama dan kantor pencatatan sipil.

1
M.Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam , (Jakarta: Prenada Media,
2003), Hal.123
2
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia: Studi Kritis
Perkembangan Hukum Islam dan fikih, UU No. 1?1974 Sampai KHI, (Jakarta: Kencana, 2004), cet. III,
Hal.122

1
BAB II
PEMBAHASAN

1. DASAR HUKUM PENCATATAN PERKAWINAN


Pemerintah telah melakukan upaya pencatatan ini sejak lama sekali, karena
perkawinan selain merupakan akad suci, ia juga mengandung hubungan keperdataan.
Ini dapat dilihat dalam perjelasan umum Undang-Undang N0.1 Tahun 1974, nomor 2.
3

Sebelum berlakunya undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan,


berbagai hukum perkawinan diklasifikasikan berdasarkan warga Negara dan
daerahnya, pembagiannya sebagai berikut:4
a. Bagi orang-orang Indonesia Asli yang beragama Islam berlaku hukum agama
yang telah diresipir dalam hukum adat.
b. Bagi orang Indonesia asli lainnya berlaku hukum adat.
c. Bagi orang-orang Indonesia asli lainnya berlaku yang beragama Kristen berlaku
Huwelijksordonantie Christen Indonesia (Stbl. 1993 Nomor 74)
d. Bagi keturunan Timur Asing Cina dan warga Negara Indonesia keturunan cinan
berlaku ketentuan hukum berlaku ketentuan-ketentuan Kitab Undang-undang
Hukum Perdata dengan sedikit perubahan;
e. Bagi orang-orang Timur Asing lainnya dan warga negera Indonesia Keturunan
Timur Asing lainnya tersebut berlaku Hukum Adat merka.5
f. Bagi orang-orang Eropa dan warga Indonesia keturunan eropa dan yang
disamakan dengan mereka berlaku Undang-Undang Hukum Perdata.6
Sejak diundangkannya UU. No.1 Tahun 1974, merupakan era bagi kepentingan
umat Islam khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya. UU No.1 Tahun 1974
merupakan kodifikasi dan unifikasi hukum perkawinan, yang bersifat nasional yang
menepatkan hukum Islam memiliki eksistensinya sendiri, tanpa harus diresipiir oleh
Hukum Adat7. Karena itu sangat wajar, apabila ada yang berpendapat bahwa kelahiran

3
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo, 2003), cet.VI, hal.108
4
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, hal.108
5
Undang-Undang Perkawinan,(Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2004), Cet. I, hal.34
6
Undang-Undang perkawinan, (Semarang: Beringin Jaya), hal.25
7
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), cet.II, hal. 27

2
UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan merupakan ajal teori iblis receptie yang
dimotori Snouck Hourgronje.8
Setelah berlaku UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan berlaku unifikasi.
Bawha Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan yang berlaku (pasal 2 ayat 1
Undang-Undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974).9 Bagi mereka yang melakukan
perkawinan menurut agama Islam, pencatatan dilakukan di Kantor Urusan Agama
(KUA).10 Sedang bagi yang beragama Katholik, Kristen, Budha, Hindu, pencatatan itu
dilakukan di Kantor Catatan Sipil (KCS).11

2. PROSEDUR PENCATATAN PERKAWINAN


a. Prosedur Pencatatan di Kantor Urusan Agama
Di dalam negara RI yang berdasarkan hukum, segala sesuatu yang bersangkut
paut dengan penduduk harus dicatat, seperti halnya kelahiran, kematian termasuk juga
perkawinan. Perkawinan termasuk erat dengan masalah kewarisan, kekeluargaan
sehingga perlu dicatat untuk menjaga agar ada tertib hukum.
Pegawai Pencatat Nikah (PPN) mempunyai kedudukan yang jelas dalam
peraturan perundang-undangan di Indonesia (UU No.22 Tahun 1946 jo UU No. 32
Tahun 1954) sampai sekarang PPN adalah satu-satunya pejabat yang berwenang
mencatat perkawinan yang dilangsungkan menurut hukum agama Islam dalam
wilayahnya. Untuk memenuhi ketentuan itu maka setiap perkawinan harus
dilangsungkan dihadapan dan dibawah pengawasan PPN karena PPN mempunyai
tugas dan kedudukan yang kuat menurut hukum, ia adalah Pegawai Negeri yang
diangkat oleh Menteri Agama pada tiap-tiap KUA Kecamatan.12
Masyarakat dalam merencanakan perkawinan agar melakukan persiapan sebagai
berikut :
8
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, hal.108-109
9
LBH Apik Jakarta, pentingnya pencatatan perkawinan, artikel di akses pada 18 Oktober 2010
dari http://www.lbh-apik.or.id/fact-14%20penct.%20perkawinan.htm,.
10
Iir Hariman, Pencatatatn Perkawinan, artikel diakses pada 18 Oktober 2010 dari
http://kancanaasli.blogspot.com/2009/09/pencatatan-perkawinan.html, pada tanggal 09/10/2010
11
Mardian Alisyaban Hidayat, Pencatatan Perkawinan, artikel pada 18 oktober 2010 dari
http://www.mardianaly.co.cc/2010/04/pencatatan-perkawinan.html.....
12
KUA Arahan Indramayu Jawa Barat, Prosedur Pernikahan Di Kantor Urusan Agama (KUA),
artikel diakses pada 18 Oktober 2010 dari http://kuaarahan.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=56&Itemid=34hjjhghghgghghg

3
1.Masing-masing calon mempelai saling mengadakan penelitian apakah mereka
saling cinta/setuju dan apakah kedua orang tua mereka menyetujui/merestuinya. Ini
erat kaitannya dengan surat-surat persetujuan kedua calon mempelai dan surat izin
orang tua bagi yang belum berusia 21 tahun .
2.Masing-masing berusaha meneliti apakah ada halangan perkawinan baik menurut
hukum munakahat maupun menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(Untuk mencegah terjadinya penolakan atau pembatalan perkawinan).
3.Calon mempelai supaya mempelajari ilmu pengetahuan tentang pembinaan rumah
tangga hak dan kewajiban suami istri dsb.13
4.Dalam rangka meningkatkan kualitas keturunan yang akan dilahirkaan calon
mempelai supaya memeriksakan kesehatannya dan kepada calon mempekai wanita
diberikan suntikan imunisasi tetanus toxoid.
5.Pemeriksaan kehendak nikah
6.Pemberitahuan Kehendak Nikah
Setelah persiapan pendahuluan dilakukan secara matang maka orang yang
hendak menikah memberitahukan kehendaknya kepada PPN yang mewilayahi tempat
akan dilangsungkannya akad nikah sekurang-kurangnya 10 hari kerja sebelum akad
nikah dilangsungkan. Pemberitahuan Kehendak Nikah berisi data tentang nama kedua
calon mempelai, hari dan tanggal pelaksanaan akad nikah, data mahar/maskawin dan
tempat pelaksanaan upacara akad nikah (di Balai Nikah/Kantor atau di rumah calon
mempelai, masjid gedung dll). Pemberitahuan Kehendak Nikah dapat dilakukan oleh
calon mempelai, wali (orang tua) atau wakilnya dengan membawa surat-surat yang
diperlukan:
I. Perkawinan Sesama WNI
1. Foto Copy KTP dan Kartu Keluarga (KK) untuk calon Pengantin (catin) masing-
masing 1 (satu) lembar.
2. Surat pernyataan belum pernah menikah (masih gadis/jejaka) di atas
segel/materai bernilai minimal Rp.6000,- (enam ribu rupiah) diketahui RT, RW
dan Lurah setempat.
3. Surat keterangan untuk nikah dari Kelurahan setempat yaitu Model N1, N2, N4,
baik calon Suami maupun calon Istri.
13
KUA Arahan Indramayu Jawa Barat, Prosedur Pernikahan Di Kantor Urusan Agama (KUA),
artikel diakses pada 18 Oktober 2010 dari http://kuaarahan.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=56&Itemid=34hjjhghghgghghg

4
4. Pas photo caten ukuran 2x3 masing-masing 4 (empat) lembar, bagi anggota
ABRI berpakaian dinas.
5. Bagi yang berstatus duda/janda harus melampirkan Surat Talak/Akta Cerai dari
Pengadilan Agama, jika Duda/Janda mati harus ada surat kematian dan surat
Model N6 dari Lurah setempat.
6. Harus ada izin/Dispensasi dari Pengadilan Agama bagi :
7. Catin Laki-laki yang umurnya kurang dari 19 tahun;
8. Catin Perempuan yang umurnya kurang dari 16 tahun;
9. Laki-laki yang mau berpoligami.
10. Ijin Orang Tua (Model N5) bagi catin yang umurnya kurang dari 21 tahun baik
catin laki-laki/perempuan.
11. Bagi catin dari luar kecamatan, harus ada surat Rekomendasi Nikah dari KUA
setempat.
12. Bagi anggota TNI/POLRI dan Sipil TNI/POLRI harus ada Izin Kawin dari
Pejabat Atasan/Komandan.
13. Bagi catin yang akan melangsungkan pernikahan ke luar wilayah Kecamatan
harus ada Surat Rekomendasi Nikah dari KUA setempat.
14. Kedua catin mendaftarkan diri ke KUA sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) hari
kerja dari waktu melangsungkan Pernikahan. Apabila kurang dari 10 (sepuluh)
hari kerja, harus melampirkan surat Dispensasi Nikah dari Camat.
15. Bagi WNI keturunan, selain syarat-syarat tersebut dalam poin 1 s/d 10 harus
melampirkan foto copy Akte kelahiran dan status kewarganegaraannya (K1).
16. Surat Keterangan tidak mampu dari Lurah/Kepala Desa bagi mereka yang
tidak mampu.
II. Perkawinan Campuran ( WNI & WNA)14
1. Akta Kelahiran/Kenal Lahir
2. Surat tanda melapor diri (STMD) dari kepolisian
3. Surat Keterangan Model K II dari Dinas Kependudukan (bagi yang menetap
lebih dari satu tahun)
4. Tanda lunas pajak bangsa asing (bagi yang menetap lebih dari satu tahun)
5. Keterangan izin masuk sementara (KIMS) dari Kantor Imigrasi
14
KUA Arahan Indramayu Jawa Barat, Prosedur Pernikahan Di Kantor Urusan Agama (KUA),
artikel diakses pada 18 Oktober 2010 dari http://kuaarahan.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=56&Itemid=34hjjhghghgghghg

5
6. Foto Copy PasPort
7. Surat Keterangan dari Kedutaan/perwakilan Diplomatik yang bersangkutan.
8. Semua surat-surat yang berbahasa asing harus diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia oleh penterjemah resmi.
7. Akad Nikah
b. Prosedur Pencatatan di Kantor catatan Sipil
Berdasarkan UU No. 1 tahun 1974 Yo. Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975
yang merupakan alat pelaksanaan, Kantor Catatan Sipil dan Kependudukan
mempunyai tugas mencatat perkawinan dan perceraian bagi yang beragam Non Islam,
serta perkawinan campuran.
Untuk memperoleh akta perkawinan yaitu memberitahukan kepada Kantor
Catatan Sipil dan Kependudukan atau PP3 (Pembantu Pegawai Pencatat Perkawinan)
oleh orang tua si calon mempelai sendiri atas kehendaknya untuk melaksanakan
perkawinan.15
Persyaratan untuk memperoleh Akta Perkawinan :
a. Akta Kelahiran/surat keterangan kenal lahir kedua calon mempelai.
b. KTP/Surat Keterangan Penduduk.
c. Akta Perceraian/kematian suami/istri terdahulu bagi mereka yang pernah kawin,
atau sudah meninggal.
d. Surat ijin komandan bagi anggota ABRI.
e. Bagi calon mempelai yang belum genap berusia 21 tahun harus mendapat ijin dari
orang tuanya yang dilakukan dihadapan pegawai pencatat perkawinan dan
setelahnya dibuat Akta ijin kawin dari Kantor Catatan Sipil dan Kependudukan.
f. Surat keterangan kepala desa/kelurahan model N1, N2, N3, N4.
g. Bukti pemberkatan perkawinan.
h. Kalau ada perjanjian kawin harus dibuat sesaat sebelum perkawinan dilaksanakan
secara tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan.
i. Surat kuasa otentik atau dibawah tangan yang disahkan oleh pegawai pencatat
perkawinan.
j. Pas foto ukuran 4 x 6 (tiga pas foto terdiri dari calon mempelai pria dan wanita).

3. AKIBAT HUKUM TIDAK DICATATNYA PERKAWINAN


15
Kantor catatan Sipil Lamongan, Pencatatan Sipil, artikel pada 18 oktober 2010 dari
http://Lamongan.net/instansi/kantor_Catata_Sipil_dan_Kependudukan/index.php?
option=com_content&task=view/id=&lmetid=33

6
a. Perkawinan Dianggap tidak Sah Meski perkawinan dilakukan menurut agama dan
kepercayaan, namun di mata negara perkawinan Anda dianggap tidak sah jika
belum dicatat oleh Kantor Urusan Agama atau Kantor Catatan Sipil.
b. Anak Hanya Mempunyai Hubungan Perdata dengan Ibu dan Keluarga Ibu
Anak-anak yang dilahirkan di luar perkawinan atau perkawinan yang tidak tercatat,
selain dianggap anak tidak sah, juga hanya mempunyai hubungan perdata dengan
ibu atau keluarga ibu (Pasal 42 dan 43 Undang-Undang Perkawinan). Sedang
hubungan perdata dengan ayahnya tidak ada.16
c. Anak dan Ibunya tidak Berhak atas Nafkah dan Warisan
Akibat lebih jauh dari perkawinan yang tidak tercatat adalah, baik isteri maupun
anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut tidak berhak menuntut
nafkah ataupun warisan dari ayahnya. Namun demikian, Mahkamah Agung RI
dalam perkara Nugraha Besoes melawan Desrina dan putusan Pengadilan Negeri
Yogyakarta dalam perkara Heria Mulyani dan Robby Kusuma Harta, saat itu
mengabulkan gugatan nafkah bagi anak hasil hubungan kedua pasangan tersebut.

4. SAHNYA PERKAWINAN
Sebuah perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-
masing agamanya dan kepercayaannya itu (pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan). Ini berarti
bahwa jika suatu perkawinan telah memenuhi syarat dan rukun nikah atau ijab kabul
telah dilaksanakan (bagi umat Islam) atau pendeta/pastur telah melaksanakan
pemberkatan atau ritual lainnya (bagi yang non muslim), maka perkawinan tersebut
adalah sah, terutama di mata agama dan kepercayaan masyarakat.
Karena sudah dianggap sah, akibatnya banyak perkawinan yang tidak dicatatkan. Bisa
dengan alasan biaya yang mahal, prosedur berbelit-belit atau untuk menghilangkan
jejak dan bebas dari tuntutan hukum dan hukuman adiministrasi dari atasan, terutama
untuk perkawinan kedua dan seterusnya (bagi pegawai negeri dan ABRI). Perkawinan
tak dicatatkan ini dikenal dengan istilah Perkawinan Bawah Tangan (Nikah Syiri’)17

5. PENCATATAN PERKAWINAN

16
LBH Apik Jakarta, pentingnya pencatatan perkawinan, artikel di akses pada 18 Oktober 2010
dari http://www.lbh-apik.or.id/fact-14%20penct.%20perkawinan.htm,.
17
Safaruddin, Pentingnya Pencatatan Perkawinan, artikel di akses pada 18 Oktober 2010 dari
http://kuakasihan.org/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=15

7
Pencatatan perkawinan amatlah penting, terutama untuk mendapatkan hak-hak
Anda, seperti warisan dan nafkah bagi anak-anak Anda. Jadi sebaiknya, sebelum Anda
memutuskan menjalani sebuah perkawinan di bawah tangan (nikah syiri’), pikirkanlah
terlebih dahulu. Jika masih ada kesempatan untuk menjalani perkawinan secara resmi,
artinya perkawinan menurut negara yang dicatatkan di KUA atau KCS, pilihan ini
jauh lebih baik. Karena jika tidak, ini akan membuat Anda kesulitan ketika menuntut
hak-hak Anda. Kemaslahatan bagi umum, artinya kaum wanita jadi yang
bersangkutan terlindungi hak asasinya, tidak dilecehkan. Sebab menurut hukum
positif Indonesia, nikah sirri itu tidak diakui sama sekali. Adanya ikatan perkawinan
diakui secara hukum hanya jika dicatat oleh petugas yang ditunjuk. Jadi, di dalam
stuktur Kantor urusan Agama itu ada petugas pencatatan Nikah (PPN) yang kita sebut
penghulu. Penghulu itu yang bertanggung jawab untuk mencatat, bukan menikahkan.
Terkadang ada salah tafsir bahwa penghulu itu menikahkan. Tapi, dia juga bisa
bertindak menjadi naibul wali ketika wali menyerahkan untuk memimpin
kewaliannya itu. Namun itu harus ada serah terima dari wali yang sesungguhnya.
Tidak bisa dia mengagkat dirinya menjadi wali. Apalagi pihak lain yang mencoba
untuk memposisikan dirinya sebagai penghulu yang tidak ada surat keputusannya
sebagai penghulu. 18

6. PENCATATAN PERKAWINAN BAGI PENGHAYAT KEPERCATYAAN

Penghayat kepercayaan adalah setiap orang yang mengakui dan meyakini


nilai-nilai penghayatan kepercayaan kepercayaan terhada tuhan Yang Maha esa.
Dalam hubungan perkawinan mereka pun melakukan perkawinan di depan pemuka
penghayat kepercayaan. Surat perkawinannya sebagai bukti telah terjadi perkawinan
19
dibuat, ditandatangani dan disahkan oleh pemuka penghayat kepercayaan.
a.Dasar hukum
Pencatatan setiap peristiwa perkawinan yang dilakukan warga Negara
Indonesia ataupun warga Negara asing yang tinggal di Indonesia wajib dilakukan.
Petugas melakukan pencatatan ini adalah kantor pencatatan sipil. Hal tersebut diatur

18
LBH Apik Jakarta, pentingnya pencatatan perkawinan, artikel di akses pada 18 Oktober 2010
dari http://www.lbh-apik.or.id/fact-14%20penct.%20perkawinan.htm,.
19
Yudi Setianto, Dkk, Panduan Lengkap Mengurus Segala Dokumen Perijinan, Pribadi,
keluarga, Bisnis & Pendidikan, (Jakarta: Pranita Offest, 2008,) Cet.II, hal.53

8
dalam UU Nomor 23 tahun 2006 dan pelaksanaannya diatur dalam peraturan
pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang pelaksanaannya.20
b.Syarat pencatatannya
1. Surat perkawinan yang telah dibuat oleh pemuka penghayat kepercayaan
2. Foto copy KTP
3. Pas foto suami dan isteri
4. Akta kelahiran
5. Paspor suami dan atau istri bagi orang asing.
c.Prosedur Pencatatan
1. Mengambil formulir pencatatan di kantor Unit Pelaksanaan Tekhnis Dinas
(UPTD) instansi pelaksana (kantor pencatatan sipil di kecamatan) dan
mengisinya.
2. Menyerahkannya kembali ke UPTD Instansi pelaksana yang dilengkapi
dengan persyaratan-persyaratan tersebut di atas.
3. Pejabat UPTD melakukan verifikasi dan validasi terhadap terhadap data yang
tercantum dalam formulir pencatatan perkawinan.
4. Ketika sudah lengkap maka pejabat mencatat paa register akta perkawinan dan
menerbitkan kutipan akte perkawinan penghayat kepercayaan lalu diserahkan
kepasa suami dan istri. 21

BAB III
KESIMPULAN

Bahwa pencatatan perkawinan sangat penting untuk mendapatkan hak-hak


Anda, seperti warisan dan nafkah bagi anak-anak Anda. Jadi apabila ada kasus-kasus
hukum yang terjadi bisa di adukan kepihak yang trekait dengan permasalahan
tersebut.
Untuk mekanisme pencatatannya sesuai dengan peraturan yang berlaku pada
(pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974) yaitu Bagi mereka
20
Yudi Setianto, Dkk, Panduan Lengkap Mengurus Segala Dokumen Perijinan, Pribadi,
keluarga, Bisnis & Pendidikan, hal.53
21
Yudi Setianto, Dkk, Panduan Lengkap Mengurus Segala Dokumen Perijinan, Pribadi,
keluarga, Bisnis & Pendidikan, hal.56

9
yang melakukan perkawinan menurut agama Islam, pencatatan dilakukan di Kantor
Urusan Agama (KUA). Sedang bagi yang beragama Katholik, Kristen, Budha, Hindu,
pencatatan itu dilakukan di Kantor Catatan Sipil (KCS).

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zainuddin, Hukum Perdata Islam Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, cet.II, 2007.

Hasan, M.Ali, Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam , Jakarta: Prenada
Media, 2003.

Iir Hariman, Pencatatatn Perkawinan, artikel diakses pada 18 Oktober 2010 dari
http://kancanaasli.blogspot.com/2009/09/pencatatan-perkawinan.html.

10
Kantor catatan Sipil Lamongan, Pencatatan Sipil, artikel di akses pada 18 oktober
2010darihttp://Lamongan.net/instansi/kantor_Catata_Sipil_dan_Kependudukan/
index.php?option=com_content&task=view/id=&lmetid=33.

LBH Apik Jakarta, pentingnya pencatatan perkawinan, artikel di akses pada 18


Oktober 2010 dari http://www.lbh-apik.or.id/fact-14%20penct.
%20perkawinan.htm.

Mardian Alisyaban Hidayat, Pencatatan Perkawinan, artikel pada 18 oktober 2010


dari http://www.mardianaly.co.cc/2010/04/pencatatan-perkawinan.html.

Nuruddin, Amiur dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia:
Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dan fikih, UU No. 1/1974 Sampai
KHI, Jakarta: Kencana, 2004.

Rofiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo, cet.VI, 2003.

Undang-Undang Perkawinan,Yogyakarta: Pustaka Widyatama, Cet. I, 2004.

Undang-Undang perkawinan, Semarang: Beringin Jaya,tt.

11

Anda mungkin juga menyukai