Anda di halaman 1dari 7

MATA KULIAH : HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

(Analisis Terhadap Kasus Perceraian Antara Manohara Odelia dengan Tengku


Muhammad Fakhry Petra di tinjau dari Hukum

Perdata Internasional)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkawinan campuran telah merambah seluruh pelosok Tanah Air dan kelas masyarakat.
Globalisasi informasi, ekonomi, pendidikan, dan transportasi telah menggugurkan stigma
bahwa kawin campur adalah perkawinan antara ekspatriat kaya dan orang Indonesia. Menurut
survey yang dilakukan oleh Mixed Couple Club, jalur perkenalan yang membawa pasangan
berbeda kewarganegaraan menikah antara lain adalah perkenalan melalui internet, kemudian
bekas teman kerja/bisnis, berkenalan saat berlibur, bekas teman sekolah/kuliah, dan sahabat
pena. Perkawinan campur juga terjadi pada tenaga kerja Indonesia dengan tenaga kerja dari
negara lain. Dengan banyak terjadinya perkawinan campur di Indonesia sudah seharusnya
perlindungan hukum dalam perkawinan campuran ini diakomodir dengan baik dalam
perundang-undangan di indonesia.

Perkawinan dengan perbedaan kewarganegaraan (Campuran) bukanlah hal yang asing lagi saat
ini. Terutama dengan keadaan dan perkembangan masyarakat yang terjadi saat ini. Bahkan
permasalahan mengenai perkawinan yang di dalam perkara tersebut terdapat unsure-unsur
perdata internasional telah terjadi dari dulu.

Dalam perundang-undangan di Indonesia, perkawinan campuran didefinisikan dalam


Undangundang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 57 : ”Yang dimaksud dengan
perkawinan campuran dalam Undang-undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di
Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah
satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.”
Selama hampir setengah abad pengaturan kewarganegaraan dalam perkawinan campuran
antara warga negara indonesia dengan warga negara asing, mengacu pada UU
Kewarganegaraan No.62 Tahun 1958. Seiring berjalannya waktu UU ini dinilai tidak sanggup
lagi mengakomodir kepentingan para pihak dalam perkawinan campuran, terutama
perlindungan untuk istri dan anak. Persoalan yang rentan dan sering timbul dalam perkawinan
campuran adalah masalah kewarganegaraan anak. UU kewarganegaraan yang lama menganut
prinsip kewarganegaraan tunggal, sehingga anak yang lahir dari perkawinan campuran hanya
bisa memiliki satu kewarganegaraan, yang dalam UU tersebut ditentukan bahwa yang harus
diikuti adalah kewarganegaraan ayahnya. Pengaturan ini menimbulkan persoalan apabila di
kemudian hari perkawinan orang tua pecah, tentu ibu akan kesulitan mendapat pengasuhan
anaknya yang warga negara asing.

B. Kasus posisi

Manohara Odelia Pinot adalah model belia kelahiran Jakarta, 28 Februari 1992. Lahir dari
seorang ibu keturunan bangsawan Bugis, Daisy Fajarina dan ayah berkebangsaan Perancis,
Reiner Pinot Noack. Manohara Odelia Pinot di usia yang masih sangat muda, 16 tahun, ia
menikah dengan seorang pangeran asal Malaysia Barat, Tengku Muhammad Fakhry Petra.

Hal ini bermula dari pertemuan Manohara dengan Tengku Fakhry di bulan Desember 2006.
Mereka dipertemukan dalam acara jamuan makan malam. Dari situlah, sang pangeran jatuh
hati. Meski terpaut selisih usia, namun akhirnya kedua insan ini berpacaran dengan seijin
ibunda Manohara, Daisy.

Tak lama setelah itu, Tengku Fakhry menyatakan keinginannya untuk memperistri mantan
kekasih Ardie Bakri ini. Pada 17 Agustus 2008, Manohara beserta keluarga berangkat ke
Malaysia atas undangan keluarga Tengku Fakhry.

Tengku Fakhry akhirnya menikahi Manohara yang saat itu masih berusia 16 tahun. Pernikahan
yang diadakan di Malaysia ini sempat terganjal akibat usia Manohara yang masih di bawah
umur dan tidak ada wali serta surat dari KBRI setempat. Namun, pada akhirnya pernikahan
inipun tetap terlaksana

Akhir 2008 Manohara kabur lewat Singapura ke Jakarta dari tempat kediamannya di Malaysia.
Menurut penuturan Manohara kepada ibunya, Daisy, ia mengalami perlakukan tak
menyenangkan dari suaminya serta tidak tahan dengan sikap kasar Tengku Fakhry kepadanya,
akhirnya Manohara memilih kabur. Selama kabur, Manohara tinggal di rumah kontrakan
keluarganya di daerah Jakarta Selatan.

17-18 Maret 2009 Nenek Manohara dan Dewi pergi ke kedutaan Indonesia guna meminta
bantuan.

30 Mei 2009 Sultan Kelantan mengalami serangan jantung, dan langsung dirujuk ke Singapura.
Manohara dan keluarga kerajaan berangkat ke Singapura.

Menurut rencana, Manohara bersama keluarga kerajaan akan berada di Singapura selama lima
hari.

31 Mei 2009 Akhirya Manohara pun pulang bersama Daisy dan Dewi ke Indonesia. Manohara
tiba di Indonesia pada Minggu (31/5) pukul 07.30 WIB.

Sidang gugatan cerai Tengku Muhammad Fakhry terhadap Manohara Odelia Pinot akan
berlangsung pada Minggu 2 Agustus 2009. Mano belum tahu akan datang atau tidak pada
sidang yang berlangsung di Pengadilan Syariah Islam Malaysia itu.

Pengadilan Tinggi Malaysia, Minggu ( 13/12/2009 ) memenangkan gugatan pangeran


Kelantan, Mohammad Fakhry, suami Manohara. Pengadilan memerintahkan Manohara
kembali ke suaminya dan membayar hutan 1,1 juta ringgit Malaysia atau Rp.3 milyar lebih.
Pengacara Fakhry, Zainul Rijal Abu Bakar, mengatakan Pengadilan Tinggi Islam negara
bagian Kelantan utara memerintahkan Manohara agar “setia” dengan kembali pada suami dan
mengembalikan uangnya, guna memecahkan segala permasalahan, kurang dari 14 hari, di
mana pangeran akan disumpah sebagai raja Kelantan, pada 3 Januari 2010. Pangeran sangat
senang dengan hasil keputusan itu, kata Zainul. Pengadilan memerintahkan Manohara
mengembalikan uang dalam 30 hari. Jika tidak, ia dapat dinyatakan tidak “setia” dan pangeran
takkan diwajibkan membayar setiap biaya perawatannya. Artinya, perkawinan harus berakhir
dengan perceraian pada masa depan, dan Manohara takkan memperoleh kompensasi perceraian
disebabkan ketidaksetiaan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Analisis Kasus

Pernikahan terjadi antar warga negara Indonesia Manohara Odelia Pinot dengan warga negara
Malaysia Mohammad Fakhry. Pernikahan diadakan di Malaysia. Pengadilan yang mengurus
perceraian adalah Pengadilan Malaysia.

1. Hakim atau Pengadilan yang berwenang

Pengadilan yang berwenang adalah pengadilan negara Indonesia berdasarkan prinsip:

a. The basis principal : Manohara masih berumur 16 tahun saat menikah dengan
kewarganegaraan Indonesia.

b. Tempat pernikahan atau terjadinya perbuatan adalah di Malaysia, namun apabila


pernikahan ini sudah didaftarkan maka di Indonesia pun sudah diakui.

c. Berdasarkan Forum actoris, pihak penggugat disini adalah Manohara. Dimana manohara
sebelum menikah tinggal bersama Ibunya di Indonesia.

d. Berdasarkan The principal of effectiveness, karena yang saat ini lebih diperhatikan adalah
gugatan untuk perceraian, sehingga apabila Manohara tinggal di Indonesia, akan lebih efektif
mengurus perceraian di Indonesia.

2. Termasuk dalam perkara HPI atau bukan

Yang menentukan suatu perkara HPI atau bukan adalah hakim. Menurut Hakim pengadilan
Indonesia perkara ini merupakan kasus yang masuk ranah Hukum Perdata Internasional karena
terdapat unsur asing, dimana terjadi pernikahan antara dua orang yang memiliki
kewarganegaraan yang berbeda. Pihak istri berkewarganegaraan Indonesia dan pihak suami
berkewarganegaraan Malaysia. Dengan subjek yang berbeda kewarganegaraan berbeda ini
menunjukkan perkara masuk ranah HPI. Selain itu pernikahan yang diadakan di Malaysia.

3. Hukum mana yang berlaku dalam peristiwa tersebut.

Hukum yang berlaku adalah hukum Malaysia. Hal ini berdasarkan prinsip dalam status
personal, yaitu dimana pernikahan tersebut berlangsung. Serta asas-asa HPI dalam hukum
keluarga menyatakan bahwa syarat materil syahnya perkawinan berdasarkan asas Lex Loci
Celebrationis artinya didasarkan pada tempat dimana perkawinan diresmikan atau
dilangsungkan, begitu juga syarat sah perkawinan secara formal juga di tentukan berdasarkan
pada tempat dilangsungkannya

perkawinan. Kemudian akibat dari dari perkawinan itu harus tunduk terhadap system Hukum
tempat perkawinan diresmikan (Lex Loci celebrationis).

Dalam fakta hukum yang didapat pernikahan diadakan di Malaysia, sehingga hukum yang
diberlakukan dalam proses perceraian adalah hukum Malaysia.

Kenapa bukan menerapkan hukum Indonesia? Berdasarkan fakta hukum, tidak diketahui
apakah pernikahan ini telah didaftarkan dalam pencatatan sipil di Indonesia, bahwa ke dua
belah pihak telah menikah. Sehingga untuk kepastian hukum, maka hukum Malaysia lah yang
diterapkan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarakan uraian Penulis diatas, maka dapat ditarik poin-poin penting yang penulis
simpulkan sebagai berikut :

1. Pengadilan yang berwenang mengadili kasus ini adalah Pengadilan Indonesia.

2. Yang menjadi titik taut primer kasus ini sehingga merupakan kasus perdata internasional
adalah karena terdapat unsur asing, dimana terjadi pernikahan antara dua orang yang memiliki
kewarganegaraan yang berbeda. Pihak istri berkewarganegaraan Indonesia dan pihak suami
berkewarganegaraan Malaysia. Dengan subjek yang berbeda kewarganegaraan berbeda ini
menunjukkan perkara masuk ranah HPI. Selain itu pernikahan yang diadakan di Malaysia.

3. Yang menjadi titik taut sekunder (titik taut penentu) kasus ini untuk menentukan hukum
mana yang berlaku adalah berdasarkan prinsip dalam status personal, yaitu dimana pernikahan
tersebut berlangsung. Serta asas-asa HPI dalam hukum keluarga menyatakan bahwa syarat
materil syahnya perkawinan berdasarkan asas Lex Loci Celebrationis. Lex cause kasus dalam
kasus ini adalah Hukum Malaysia. Karena dalam fakta hukum yang didapat pernikahan
diadakan di Malaysia, sehingga hukum yang diberlakukan dalam proses perceraian adalah
hukum Malaysia.
DAFTAR PUSTAKA

http://giesbluesky.blogspot.co.id/2010/09/resume-hukum-perdata-internasional.html

http://dolbyvirtual.blogspot.com/2011/03/asas-asas-hukum-perdata-
internasional.html#commentform

Rusli, SH. An R. Tama, SH. Perkawinan antar agama dan masalahnya. Shantika
Dharma. Bandung, 1984,

Wirjono Prodjodikoro,Hukum Perkawinan Indonesia. Sumur. Bandung, 1974.

Mohammad Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, Bumi Aksara, Jakarta,1996

Hosen Ibrahim, Figh Perbandingan dalam Masalah Nikah, Talak dan Rujuk, Jakarta, Ihya
Ulumudin, 1971,

M Quraish Shihab,M.A.Wawasan Al-Quran. Penerbit Mizan. Bandung

Scholten, kutipan Prawiro Hamidjojo dan Safioedin, 1982,

Seto, Bayu. Dasar-dasar Hukum Perdata Internasional, Cet. III, Bandung: Citra Aditya Bakti,
2001

Khairandy, Ridwan. dkk, Pengantar Hukum Perdata Indonesia, Yogyakarta:Gama Media, 1999

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan

Anda mungkin juga menyukai