Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENERAPAN AAUPB DALAM KASUS PENGGUSURAN PERMUKIMAN


WARGA KAMPUNG PULO JAKARTA TIMUR
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Pengawasan Pemerintahan
Dosen Pengampu: Moh. Hasyim, S.H., M. Hum.

Disusun oleh:
Narita Cesa Astina 20410652
Adam Yoga Dagama 20410661
Andrea Citra Brilliantina 20410672
Karin Deany Solikhin 20410678
Nur Fajril Dwi Pamungkas 20410685
Gempar Ramadhan 20410699

Kelas A

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan berkat-Nya, karena telah
memberikan kesempatan kepada kami untuk dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah
ini guna melengkapi tugas yang diberikan oleh dosen kami, yaitu Dosen Hukum Pengawasan
Pemerintah Bapak Moh. Hasyim, S.H., M. Hum. di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Makalah ini berisi materi tentang “Penerapan AAUPB dalam kasus penggusuran permukiman
warga Kampung Pulo, Jakarta Timur”.

Dengan ini, tak lupa juga kami mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing Bapak
Moh. Hasyim S.H., M. Hum yang telah memberikan kami ilmu dan kesempatan serta saran
yang sangat membantu dalam proses pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan, hal ini
disebabkan karena terbatasnya kemampuan, pengetahuan serta pengalaman yang kami miliki.
Namun demikian, kami telah semaksimal mungkin menyusun makalahini dengan baik. Banyak
pihak yang membantu kami dalam menyediakan dokumen atau sumber informasi dan
memberikan masukan pikiran. Oleh karena itu kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya dan mengharapkan kritik agar dapat membuat makalah yang lebih baik lagi.

Yogyakarta, 10 Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ 1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................................................... 3

1.2 Rumusan Makalah ...............................................................................................................4

1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB).................................... 5

2.2 Implementasi AAUPB dalam Penggusuran Pemukiman Kampung Pulo………………... 9

BAB III PENUTUP

2.3 Kesimpulan........................................................................................................................ 10

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................11
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kampung pulo yang terletak di Jatinegara, Jakarta timur mengalami penggusuran


karena Kawasan kampung polo yang terletak di bantaran sungai ciliwung tersebut telah
melanggar aturan seharusnya bangunan yang didirikan minimal berjarak 3 meter dari bibir
sungai selain melanggar aturan juga pemkot DKI telah memiliki wacana yang sudah cukup
lama untuk melakukan penggusuran terhadap kampung pulo. Relokasi warga Kampung Pulo,
Jatinegara, Jakarta Timur, yang mendiami bantaran Sungai Ciliwung bukan hal yang terjadi
secara tiba-tiba. Wacana relokasi atau penggusuran ini sudah dimulai saat zaman Joko Widodo
menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Selain untuk normalisasi sungai, relokasi warga
Kampung Pulo juga dimaksudkan untuk menyelamatkan warga dari banjir yang selalu
menerjang hampir setiap kali hujan deras mengguyur Jakarta. Bahkan permukiman warga di
sana bisa terendam 1,5 meter hingga dua meter setiap musim penghujan tiba. Akibatnya warga
pun harus mengungsi.

Namun hal ini mendapat penolakan dari warga kampung pulo karena warga kampung
pulo yang terdampak penggusuran tersebut di arahkan untuk pindah ke rusun yang telah di
sediakan oleh pamkot DKI di wajibkan membayar uang sewa senilai 300.000 yang menurut
warga kampung pulo itu memberatkan mereka selain itu salah satu penyebab konflik lainnya
yaitu rumah mereka yang tergusur tidak mendapat kompensasi dari pemerintah Warga juga
melihat rusun tersebut tidak akan menjanjikan penghasilan, karena warga disana umumnya
buka rumah makan kecil-kecilan di pinggir jalan, dan bengkel. Hal ini pun akhirnya
mendapatkan penolakan warga tidak setuju jika kampung mereka di gusur hal ini lah yang
menimbulkan konflik setelah adanya konflik tersebut warga kampung pulo melakukan
pengajuan kasasi kepada MA untuk menggugat dan menolak kebijakan dari Pemprov karena
dinilai penggusuran tersebut tidak seharusnya dilakukan

Namun Permohonan kasasi warga kampong Pulo ditolak dengan adanya penegasan dari
MA bahwa relokasi lahan dan pemulihan kembali jalur sungai sudah sesuai dengan asas umum
pemerintahan yang baik (AAUPB). MA juga mengatakan bahwa proses yang dilakukan
pemprov DKI Jakarta dalam hal ini sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Selain itu
ketua majelis hakim juga mengatakan bahwa alasan-alasan kasasi dari para pemohon kasasi
tidak dapat dibenarkan karena putusan judex facti PTUN Jakarta sudah benar dan tidak terdapat
kesalahan dalam menerapkan hukum dengan pertimbangan bahwa pemgujian terhadap objek
sengketa tidak relevan, karena telah dilaksanakannya pembongkaran dan titik berat gugatan
dari para warga kampong pulo adalah soal permintaan ganti rugi dan kesalahan prosedur
tindakan pemerintah yang mana hal tersebut dinilai masih dapat diselesaikan melalui jalan lain
atau lembaga peradilan yang berwenang untuk itu

Mahkamah Agung memutuskan menolak pengajuan kasasi yang dilakukan warga


Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur. Warga Kampung Pulo sebelumnya pernah
menggugat Surat Peringatan III (SP3) terkait penggusuran kawasan tersebut. Gugatan terhadap
SP III yang dikeluarkan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Administrasi Jakarta Timur
itu pertama kali diajukan warga di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Putusan itu dibuat MA pada 13 Desember 2016. Dalam pertimbangannya, MA


berpendapat bahwa alasan-alasan kasasi dari para pemohon kasasi tersebut tidak dapat
dibenarkan, karena Putusan Judex Facti Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta yang
menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta sudah benar dan tidak terdapat
kesalahan dalam menerapkan hukum dengan pertimbangan bahwa pengujian terhadap obyek
sengketa tidak lagi relevan, karena pembongkaran telah dilaksanakan.

Konflik penggusuran kampung pulo mengisyarakatkan betapa kebijakan pemerintah


provinsi DKI Jakarta memaksa warga yang tinggal di bantaran sungai untuk berpindah tempat.
Kebijakan relokasi ini berakibat dengan adanya penolakan warga yang tidak terima atas
kebijakan yang dinilai tidak sesuai dengan peraturan dan disamping itu masih ada dugaan
ketidaksesuaian dengan penerapan AAUPB yang dijadikan acuan atas langkah yang diambil
oleh Gubernur selaku pimpinan yang bertanggungjawab atas eksekusi penggusuran
pemukiman kampung pulo. Berkaitan dengan tindakan penerapan AAUPB atau Asas-Asas
Umum Pemerintahan Yang Baik yang dapat dijadikan alat uji bagi hakim administrasi (PTUN)
dalam menilai suatu tindakan administrasi negara dan sebagai dasar pengajuan gugatan bagi
pihak penggugat. Penerapan AAUPB tersebut dapat dijadikan langkah pemerintah DKI Jakarta
untuk meninjau kebijakan yang diperlukan dengan adanya penolakan warga Kampung Pulo.
Jika memang penerapan AUUPB dinilai tidak sesuai dan bersifat sewenang-wenang maka
kebijakan penggusuran wilayah pemukiman Kampung pulo dapat diajukan ke PTUN. Adapun
penolakan gugatan yang diajukan ke PTUN tidak membuahkan hasil maka langkah yang
dilakukan oleh warga dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Mahkamah Agung akan
mengkaji kesesuaian kebijakan terhadap penerapan AAUPB yang sesuai dengan peraturan
perundangundangan atau dapat dihubungkan dengan macam-macam teori mengenai
pelaksanaan pemerintahan terkait dengan adanya penolakan oleh warga kampung pulo.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi serta isi dalam AAUPB?


2. Apakah kasus penggusuran kampung pulo telah sesuai dengan AAUPB?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui permohonan kasasi apa yang diajukan warga terhadap Mahkamah
Agung
2. Untuk mengetahui penyebab Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan warga.
3. Untuk mengetahui apa yang menjadi dasar Mahkamah Agung melegalkan penerapan
AAUPB sehingga dapat dijadikan acuan terhadap kesesuaian langkah yang diambil
oleh pemerintah DKI Jakarta
BAB II

PEMBAHASAN

21. Pengertian AAUPB secara yuridis dan teoritis serta fungsi AAUPB di Indonesia

Pada kemunculannya, Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik selanjutnya disebut


AAUPB merupakan sarana yang digunakan sebagai perlindungan hukum dan dijadikan sebagai
instrumen untuk peningkatan perlindungan hukum bagi warga negara dari tindakan
pemerintah. AAUPB pun dijadikan sebagai dasar penilaian dalam peradilan dan upaya
adminitrasi di samping sebagai norma hukum tidak tertulis bagi tindakan pemerintahan. Secara
yuridis, dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman ditegaskan; Pengadilan dilarang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu
perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib
untuk memeriksa dan mengadilinya. Dengan ketentuan pasal ini maka AAUPB ini dianggap
memiliki peluang untuk digunakan dalam proses peradilan administrasi di Indonesia. Seiring
dengan perjalanan waktu dan perubahan politik di Indonesia, asas-asas ini kemudian muncul
dan dimuat dalam suatu Undang-Undang yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Dengan format berbeda dengan AAUPB dari negeri Belanda, dalam Pasal 3 UU No. 28 Tahun
1999 disebutkan beberapa asas umum penyelenggara negara, yaitu:1

1. asas kepastian hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan
peraturan perundang-undangan, kepatutan, keadilan dalam setiap kebijakan
penyelenggara negara.
2. asas tertib penyelenggara negara, yaitu asas yang menjadi landasan keteraturan,
keserasian dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara negara.
3. asas kepentingan umum, yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan
cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif.
4. asas keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang
penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi
pribadi, golongan dan rahasia negara.

1
DR. RIDWAN HR, Hukum Administrasi Negara Eds. Revisi, Cetakan 2020 Halaman 238, 241
5. asas proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan
kewajiban penyelenggara negara.
6. asas profesionalitas, yatu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode
etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7. asas akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir
dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggung jawabkan kepada
masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Secara teoritis, perkembangan AUUPB dimuat dan dirumuskan oleh para penulis
Indonesia, khsusnya jika melihat pendapat Koentjoro Purbopranoto dan S.F. Marbun yang
merupakan para ahli administrasi negara. Keduanya merumuskan 13 (tiga belas) macam-
macam AAUPB sebagai berikut:2

a. asas kepastian hukum


Asas ini mencakup 2 aspek, yaitu aspek material dan aspek formal. Aspek
material berarti bahwa setiap keputusan yang telah dikeluarkan pemerintah
tidak untuk dicabut kembali karena selalu dianggap benar menurut hukum
sampai dibatalkan dengan putusan pengadilan. Aspek formal berarti bahwa
keputusan, baik yang memberatkan maupun yang menguntungkan harus
disusun dengan kata-kata yang jelas.
b. asas keseimbangan
Asas ini meghendaki adanya keseimbangan antara hukuman jabatan dengan
kelalalaian atau kealpaan seorang pegawai. Asas ini juga menghendaki pula
adanya kriteria yang jelas mengenai jenis-jenis atau kualifikasi pelanggaran.
c. asas kesamaan dalam mengambil keputusan
Asas ini menghendaki agar badan pemerintahan mengambil tindakan yang
sama atas kasus-kasus yang faktanya sama.
d. asas bertindak cermat
Asas ini menghendaki agar pemerintah bertindak cermat dan teliti dalam
melakukan berbagai aktivitas, sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi
warga negara. Asas kecermatan mensyaratkan agar badan pemerintahan

2
Op.cit dikutip dari buku DR. RIDWAN HR, Hukum Administrasi Negara Eds. Revisi, Cetakan
2020: sebagian besar rincian asas-asas ini merujuk pada Koentjoro Purbopranoto, Halaman 244-264
sebelum mengambil keputusan meneliti semua fakta yang relevan dan
memasukkan pula semua kepentingan yang relevan dalam pertimbangannya.
e. asas motivasi untuk setiap keputusan pangreh
Asas ini menghendaki agar setiap keputusan badan-badan pemerintahan harus
mempunyai motivasi atau alasan yang cukup sebagai dasar keputusan tersebut.
f. asas jangan mencampuradukkan kewenangan
Asas ini mengehendaki agar pejabat pemerintahan tidak menggunakan
wewenangnya untuk tujuan lain selain yang ditentukan dalam peraturan yang
berlaku atau menggunakan wewenang yang melampaui batas.
g. asas permainan yang layak (Fair Play)
Asas ini menghendaki agar warga negara diberi kesempatan yang seluas-
luasnya untuk mencari kebenaran dan keadilan serta diberi kesempatan untuk
membela diri dengan memberikan argumentasi-argumentasi sebelum
dijatuhkannya putusan administrasi. Asas ini juga menekankan pentingnya
kejujuran dan keterbukaan dalam proses penyelesaian sengketa.
h. asas keadilan atau kewajaran
Asas keadilan menuntut tindakan secara proporsional, sesuai, seimbang dan
selaras dengan hak setiap orang. Asas kewajaran menekankan agar aktivitas
pemerintah memperhatikan nilai-nilai yang berlaku di tengah masyarakat, baik
itu berkaitan dengan agama, moral, adat istiadat maupun nilai-nilai lainnya.
i. asas kepercayaan dan menanggapi pengharapan yang wajar
Asas ini menghendaki agar setiap tindakan yang dilakukan pemerintah harus
menimbulkan harapan-harapan bagi warga negara.
j. asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal
Asas ini berarti bahwa seorang pegawai yang dipecat karena diduga melakukan
kejahatan tetapi setelah dilakukan proses pemeriksaan di pengadilan, ternyata
pegawai tersebut tidak bersalah, maka pegawai itu harus dikembalikan pada
pekerjaan semula dan juga harus diberi ganti rugi serta direhabilitasi namanya.
k. asas perlindungan atas pandangan hidup
Asas ini menghendaki agar pemerintah melindungi hak atas kehidupan pribadi
setiap pegawai negeri.
l. asas kebijaksanaan
Asas ini menghendaki agar pemerintah dalam melaksanakan tugasnya diberi
kebebasan untuk menerapkan kebijaksanaan tanpa harus terpaku pada peraturan
perundang-undangan formal.
m. asas penyelenggaran kepentingan umum
Asas ini merupakan konsekuensi dianutnya konsep negara hukum kesejahteraan
(welfare state) yang menempatkan pemerintah selaku pihak yang
bertanggungjawab untuk mewujudkan bestuurzorg (kesejahteraan umum) bagi
warganya.

Jika menemukan abbb (algemene beginselen van behaoorlijk bestuur) istilah


penyebutan AAUPB bahasa belanda dalam 2 (dua) varian yaitu sebagai dasar penilaian bagi
hakim dan sebagai norma pengarah bagi organ pemerintahan yang sudah dibahas sebelumnya
di atas mengenai sarana perlindungan hukum maka AAUPB memiliki arti penting dan fungsi
sebagai berikut:

1. bagi administrasi negara, bermanfaat sebagai pedoman dalam melakukan penafsiran


dan
penerapan terhadap ketentuan-ketentuan perundang- undangan yang bersifat samar atau
tidak jelas
2. Bagi warga masyarakat, sebagai pencari keadilan, AAUPB dapat dipergunakan sebagai
dasar gugatan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 53 UU Nomor 5 Tahun 1986
3. Bagi hakim TUN, dapat dipergunakan sebagai alat menguji dan membatalkan
keputusan
yang dikeluarkan badan atau pejabat TUN
4. Selain itu, AAUPB tersebut juga berguna bagi badan legislatif dalam merancang suatu
undang-undang.3

2.2 Kasus penggusuran Kampung Pulo telah sesuai dengan AAUPB

Penggusuran Kampung Pulo yang terjadi pada tahun 2015 memberikan kontroversi
oleh warga karena menurut warga penggusuran tersebut tidak sesuai dengan AAUPB.
Sejumlah warga Kampung Pulo menuntut ganti rugi oleh pemerintah karena menurut warga
kasus penggusuran ini dirasa sangat merugikan. Warga memohon kasasi penolakan kebijakan
penggusuran atas dasar perpindahan tempat tinggal yang layak dan ganti rugi yang setimpal.

3
Pendapat S.F. MARBUN dikutip dari Muin Fahmal. Peran Asas – Asas Umum Pemerintahan yang
Layak dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih. Yogyakarta: UII Press, 2008, halaman 60.
Kemudian, Pengajuan kasasi tersebut dilakukan oleh 89 warga yang menolak penggusuran itu
sebagai langkah hukum berikutnya setelah pada 21 Januari 2016, namun sayang Pengadilan
Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak gugatan. Putusan PTUN kemudian dikuatkan oleh
Pengadilan Tinggi TUN Jakarta pada 1 Juni 2016. Warga Kampung Pulo yang berjumlah 89
orang tersebut kemudian memberi kuasa kepada dua pengacaranya lalu mereka mengajukan
kasasi ke Mahkamah Agung. MA dalam putusan Nomor 475 K/TUN/2016 kemudian menolak
kembali kasasi warga Kampung Pulo. Putusan itu dibuat MA pada 13 Desember 2016. Dalam
pertimbangannya, MA berpendapat bahwa alasan-alasan kasasi dari para pemohon kasasi
tersebut tidak dapat dibenarkan, karena Putusan Judex Facti Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara Jakarta yang menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta sudah benar
dan tidak terdapat kesalahan dalam menerapkan hukum dengan pertimbangan bahwa pengujian
terhadap obyek sengketa tidak lagi relevan, karena pembongkaran telah dilaksanakan. Selain
itu, titik berat tuntutan para pihak adalah soal ganti rugi dan kesalahan tindakan pemerintah,
yang masih dapat diselesaikan melalui jalan lain atau lembaga peradilan yang berwenang.4

Pada dasarnya jika ditinjau dari segi pelaksanaannya, penggusuran permukiman


Kampung Pulo yang dilakukan oleh pemerintah ini telah sesuai dengan Asas-Asas Umum
Pemerintahan Yang Baik. Kemudian permohonan kasasi warga Kampung Pulo yang telah
dijelaskan diatas tersebut ditolak Mahkamah Agung (MA) dikarenakan relokasi lahan dan
pemulihan kembali jalur sungai sudah sesuai asas umum pemerintahan yang baik (AUPB). 5

Hal ini jika diuraikan sebagai berikut:

1. Asas kepastian hukum, penggusuran Kampung Pulo sudah sesuai dengan dasar hukum
yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 dan Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2012

2. Asas kepentingan umum, penggusuran Kampung Pulo dilakukan untuk kepentingan umum
yaitu menormalisasi Kali Ciliwung.

4
Friski Riana. 2017. Mahkamah Agung Tolak Kasasi Kasus Penggusuran Warga Kampung Pulo .
Diakses dari https://metro.tempo.co/read/853164/mahkamah-agung-tolak-kasasi-kasus-penggusuran-
warga-kampung-pulo/full&view=ok Pada 30 Desember 2021 Pukul 10.25 WIB
5
Redaksi, Kata MA Penggusuran Kampung Pulo Sesuai Asas Kepentingan Umum dan Pemerintahan yang Baik,
diakses dari https://www.suaraislam.co/kata-ma-penggusuran-kampung-pulo-sesuai-asas-kepentingan-umum-
dan-pemerintahan-yang-baik/, pada tanggal 17 Desember 2021.
3. Asas pelayanan yang baik, menurut MA pemerintah sudah melakukan pelayanan yang baik
dalam melakukan penggusuran Kampung Pulo yaitu dengan adanya prosedur dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang jelas.

Meskipun menurut Mahkamah Agung (MA) relokasi lahan dan pemulihan kembali
jalur sungai sudah sesuai Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), namun sebagai pihak
yang sempat turut mendampingi warga dalam upaya penolakan mengenai penggusuran,
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyatakan kecewa dengan putusan Mahkaman
Agung (MA) tersebut. Dalam hal ini Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menilai relokasi
warga di kawasan itu sebagai bentuk penggusuran paksa karena tidak sesuai dengan aturan
yang berlaku. Menurut Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, setiap warga berhak untuk
mendapatkan kompensasi sebagai bentuk ganti rugi dalam proses penggusuran tersebut karena
sudah menempati daerah tersebut sejak berpuluh-puluh tahun. Hal tersebut sesuai dengan
aturan perundang-undangan seperti UU Agraria.6

Selain Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Komite Aksi Perempuan (KAP) juga
menilai Pemerintah provinsi DKI Jakarta bersikap arogan dan tak mau mendengarkan suara
warga. Komisi Aksi Perempuan menyatakan untuk memindahkan warga, penggusuran
bukanlah tindakan yang tepat. Sebab sebelumnya warga masyarakat sudah mengusulkan
kepada pemerintah untuk dibangunkan sebuah kampung susun berbasiskan komunitas sebagai
situs budaya keanekaragaman warga jakarta di lokasi Kampung Pulo, Ciliwung dan sekitarnya.
Namun pemerintah tidak menggubris tuntutan warga dan dinilai telah ingkar. Janji untuk
mewujudkan Jakarta baru sebagaimana slogan yang dikeluarkan pemerintah DKI Jakarta
tampaknya hanya sekedar janji karena pada kenyataan yang sebenanya di lapangan pemerintah
DKI Jakarta telah menggusur dan bekerjasama dengan developer-developer besar untuk
meratakan kampung tersebut.7

6
Basuki Rahmat. 2017. Penggusuran Kampung Pulo, MA Menangkan Ahok. Diakses dari
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170306112928-12-198087/penggusuran-kampung-pulo-
ma-menangkan-ahok Pada 30 Desember 2021 Pukul 18.31 WIB
7
Adhitya Himawan. 2015. KAP Kecam Penggusuran Kampung Pulo. Diakses dari
https://regional.kontan.co.id/news/kap-kecam-penggusuran-kampung-pulo Pada 30 Desember 2021
Pukul 17.08 WIB
2.3 Kesimpulan

Penggusuran Kampung Pulo, Jakarta Timur yang dimaksudkan untuk


menormalisasikan Kali Ciliwung ini tetap berjalan. Upaya-upaya yang sudah ditempuh oleh
warga Kampung Pulo pun ditolak. Mulai dari permohonan gugatan yang diajukan di PTUN
hingga permohonan kasasi yang diajukan kepada Mahkamah Agung. Pengajuan kasasi tersebut
dilakukan oleh 89 warga yang menolak penggusuran itu sebagai langkah hukum berikutnya
setelah pada 21 Januari 2016, namun sayang Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta
menolak gugatan. Putusan PTUN kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi TUN Jakarta
pada 1 Juni 2016.

Warga Kampung Pulo yang berjumlah 89 orang tersebut kemudian memberi kuasa kepada dua
pengacaranya lalu mereka mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. MA dalam putusan
Nomor 475 K/TUN/2016 kemudian menolak kembali kasasi warga Kampung Pulo. Putusan
itu dibuat. MA pada 13 Desember 2016.

MA juga menyatakan bahwa penolakan ini dikarenakan beberapa hal yaitu penggusuran sudah
dilaksanakan, titik berat gugatan yaitu ganti rugi masih bisa ditempuh atau diselesaikan melalui
cara lain, dan penerbitan objek yang sudah sesuai dengan AAUPB. Maka dari itu, menurut MA
penggusuran Kampung Pulo ini layak dan sudah sesuai untuk dilaksanakan. Untuk tempat
tinggal warga dipindahkan ke Rusunawa Jatinegara Barat.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU:
DR. RIDWAN HR, Hukum Administrasi Negara Eds. Revisi, Cetakan 2020
S.F. MARBUN dikutip dari Muin Fahmal. Peran Asas – Asas Umum Pemerintahan yang
Layak dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih. Yogyakarta: UII Press, 2008
ARTIKEL BERITA:
Saputra, A. (2017). penggusuran Kampung Pulo Sesuai Asas Umum Pemerintahan yang Baik.
DetikNews. From https://news.detik.com/berita/d-3439209/penggusuran-kampung-pulo-
sesuai-asas-umum-pemerintahan-yang-baik
Friski Riana. 2017. Mahkamah Agung Tolak Kasasi Kasus Penggusuran Warga Kampung
Pulo. Diakses dari https://metro.tempo.co/read/853164/mahkamah-agung-tolak-kasasi-kasus-
penggusuran-warga-kampung-pulo.
Redaksi, Kata MA Penggusuran Kampung Pulo Sesuai Asas Kepentingan Umum dan
Pemerintahan yang Baik, diakses dari https://www.suaraislam.co/kata-ma-penggusuran-
kampung-pulo-sesuai-asas-kepentingan-umum-dan-pemerintahan-yang-baik/, pada tanggal 17
Desember 2021.
1
Basuki Rahmat. 2017. Penggusuran Kampung Pulo, MA Menangkan Ahok. Diakses dari
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170306112928-12-198087/penggusuran-
kampung-pulo-ma-menangkan-ahok pada 30 Desember 2021 Pukul 18.31 WIB
Adhitya Himawan. 2015. KAP Kecam Penggusuran Kampung Pulo. Diakses dari
https://regional.kontan.co.id/news/kap-kecam-penggusuran-kampung-pulo pada 30 Desember
2021 Pukul 17.08 WIB
Revisi:
1. Latar belakang disesuaikan dengan rumusan masalah
2. Jumlah rumusan masalah harus disesuaikan dengan latar belakang masalah dan
pembahasan
3. Pembahasan harus disinkronkan dengan rumusan masalah: Pengertian AAUPB,
permasalahan penggusuran kampung pulo diperbanyak, literasi, dan referensi sebagai
rujukan, serta disesuaikan dengan putusan MA menurut implementasi AAUPB minimal
3
4. Tanda baca seperti titik (.) (,) dan huruf tanda kapital untuk sub-Bab judul pembahasan
5. Kesimpulan menjawab rumusan masalah 1 dan 2 disesuaikan dengan implementasi
AAUPB
6. Daftar pustaka disesuaikan dengan rujukan footnote dan minimal 1 atau 2 buku

Anda mungkin juga menyukai