Anda di halaman 1dari 20

ANALISA APAKAH PENEGAK HUKUM HANYA BISA

SAMPAI TINGKAT KASASI SAJA?

Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah


Money Laundry

Dosen Pengampu :
Rahmatulloh Agung Prakoso, S.H., M.H.

Disusun oleh :

Rifky Dea Anugrah (021330278)


Risyandi (021330267)
Cita Aprianti (021330187)
Shofia Salsabila (021330271)
Theo (021330222)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


SEKOLAH TINGGI HUKUM PASUNDAN SUKABUMI
Jl. Pasundan No. 117, Nyomplong,Kec. Warudoyong,
Kota Sukabumi, Jawa Barat 43131
September 2023
2

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat rahmat serta karunia-Nya sehingga
makalah dengan berjudul ANALISA APAKAH PENEGAK HUKUM HANYA
BISA SAMPAI TINGKAT KASASI SAJA? dapat selesai.
Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas kelompok dari Mata Kuliah
Money Laundry pada bidang studi ilmu hukum. Selain itu, penyusunan makalah
ini bertujuan menambah wawasan kepada pembaca tentang hal-hal yang
berkenaan dengan Mata Kuliah money Laundry.
Tak lupa PENYUSUN juga ingin menyampaikan terimakasih kepada Bapak
Rahmatulloh Agung Prakoso, S.H., M.H. selaku dosen pengampu dari mata kuliah
Money Laundry. Berkat tugas yang diberikan ini, dapat menambah wawasan
penyusun berkaitan dengan topik yang diberikan. Penyusun juga mengucapkan
terima kasih yang sebesarnya kepada semua pihak yang membantu dalam proses
penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan dan penyusunan masih melakukan
banyak kesalahan. Oleh karena itu penyusun memohon maaf atas kesalahan dan
ketidaksempurnaan yang pembaca temukan dalam makalah ini. Penyusun juga
mengharap adanya kritik serta saran dari pembaca apabila menemukan kesalahan
dalam makalah ini.

Sukabumi, September 2023

Penyusun
3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................3
BAB I...................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...............................................................................................................4
1.1. LATAR BELAKANG.........................................................................................4
1.2. IDENTIFIKASI MASALAH...............................................................................4
1.3. TUJUAN MAKALAH.........................................................................................4
BAB II..................................................................................................................................6
PEMBAHASAN..................................................................................................................6
BAB III..............................................................................................................................19
PENUTUP..........................................................................................................................19
A. KESIMPULAN......................................................................................................19
B. SARAN..................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................20
4

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG

Secara garis besar klasifikasi hukum terbagi atas dua, yaitu hukum publik dan
hukum privat. Hukum publik merupakan hukum yang memberikan peran terhadap
negara secara total sebagai arbiter melayani kepentingan umum, dengan kata lain
wilayah hukum publik berbicara tentang fungsi negara. Sedangkan hukum privat
adalah instrumen hukum yang mengatur bagamana hubungan antara individu
dengan individu dalam masalah kepentingan pribadi. Oleh karena itu perbedaan
yang paling mencolok antara wilayah hukum publik dan wilayah hukum privat
adalah hukum publik menyangkut fungsi negara sedangkan hukum privat
menyangkut kepentingan individu (Peter Mahmud Marzuki, 2008: 211).

1.2.IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai


berikut :
1. Apa yang dimaksud upaya hukum?
2. Apa yang dimaksud penegak hukum, tugas dan wewenang para penegak
hukum?
3. Apakah penegak hukum hanya bisa sampai tingkat kasasi saja?
4. Siapa saja penegak hukum yang bisa sampai pada upaya hukum luar biasa?

1.3.TUJUAN MAKALAH

Adapun tujuan dari penelitian makalah ini adalah sebagai berikut :


1. Untuk dapat mengetahui dan memahami tentang upaya hukum.
2. Untuk dapat mengetahui dan memahami tentang penegak hukum, tugas dan
wewenang para penegak hukum
5

3. Untuk dapat mengetahui dan memahami Apakah penegak hukum hanya bisa
sampai tingkat kasasi saja?
4. Untuk dapat mempelajari siapa saja penegak hukum yang bisa sampai pada
upaya hukum luar biasa
6

BAB II
PEMBAHASAN

Upaya hukum adalah upaya yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang
atau badan hukum untuk dalam hal tertentu melawan putusan hakim. Dalam hal
ini berkaitan dengan hak asasi manusia yang mengaju kepada hak bagi seseorang
yang dikenai oleh putusan hakim tersebut. Dalam teori dan praktek kita mengenal
ada 2 (dua) macam upaya hukum yaitu, upaya hukum biasa dan upaya hukum luar
biasa. Perbedaan yang ada antara keduanya adalah bahwa pada azasnya upaya
hukum biasa menangguhkan eksekusi (kecuali bila terhadap suatu putusan
dikabulkan tuntutan serta mertanya), sedangkan upaya hukum luar biasa tidak
menangguhkan eksekusi
A. Upaya Hukum Biasa
1. Banding
Banding merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah
satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan
Negeri. Para pihak mengajukan banding bila merasa tidak puas dengan isi putusan
Pengadilan Negeri kepada Pengadilan Tinggi melalui Pengadilan Negeri dimana
putusan tersebut dijatuhkan.
Sesuai azasnya dengan diajukannya banding maka pelaksanaan isi putusan
Pengadilan Negeri belum dapat dilaksanakan, karena putusan tersebut belum
mempunyai kekuatan hukum yang tetap sehingga belum dapat dieksekusi, kecuali
terhadap putusan uit voerbaar bij voeraad.
Banding diatur dalampasal 188 s.d. 194 HIR (untuk daerah Jawa dan Madura) dan
dalam pasal 199 s.d. 205 RBg (untuk daerah di luar Jawa dan Madura).Kemudian
berdasarkan pasal 3 Jo pasal 5 UU No. 1/1951 (Undang-undang Darurat No.
1/1951), pasal188 s.d. 194 HIR dinyatakan tidak berlaku lagi dan diganti dengan
UU Bo. 20/1947 Tinjauan Yuridis|Putra Halomoan Hsb 44 tentang Peraturan
Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura.
Keputusan pengadilan yang dapat dimintakan banding hanya keputusan
pengadilan yang berbentuk Putusan bukan penetapan, karena terhadap penetapan
upaya hukum biasa yang dapat diajukan hanya kasasi.
7

Tenggang waktu pernyataan mengajukan banding adalah 14 hari sejak putusan


dibacakan bila para pihak hadir atau 14 hari pemberitahuan putusan apabila salah
satu pihak tidak hadir. Ketentuan ini diatur dalam pasal 7 ayat (1) dan (2) UU No.
20/1947 jo. pasal 46 UU No. 14/1985. Dalam praktek dasar hukum yang biasa
digunakan adalah pasal 46 UU No. 14 tahun 1985.
Apabila jangka waktu pernyatan permohonan banding telah lewat maka terhadap
permohonan banding yang diajukan akan ditolak oleh Pengadilan Tinggi karena
terhadap putusan Pengadilan Negeri yang bersangkutan dianggap telah
mempunyai kekuatan hukum tetap dan dapat dieksekusi.
Pendapat diatas dikuatkan oleh Putusan MARI No. 391 k/Sip/1969, tanggal 25
Oktober 1969, yaitu bahwa Permohonan banding yang diajukan melalmpaui
tenggang waktu menurut undang-undang tidak dapat diterima dan surat-surat yang
diajukan untuk pembuktian dalam pemeriksaan banding tidak dapat
dipertimbangkan. Akan tetapi bila dalam hal perkara perdata permohonan banding
diajukan oleh lebih dari seorang sedang permohonan banding hanya dapat
dinyatakan diterima untuk seorang pembanding, perkara tetap perlu diperiksa
seluruhnya, termasuk kepentingan-kepentingan mereka yang permohonan
bandingnya tidak dapat diterima (Putusan MARI No. 46 k/Sip/1969, tanggal 5
Juni 1971).

Prosedur mengajukan permohonan banding yaitu :

a. Dinyatakan dihadapan Panitera Pengadilan Negeri dimana putusan tersebut


dijatuhkan, dengan terlebih dahuku membayar lunas biaya permohonan
banding
b. Permohonan banding dapat diajukan tertulis atau lisan (pasal 7 UU No.
20/1947) oleh yang berkepentingan maupun kuasanya.
c. Panitera Pengadilan Negeri akan membuat akte banding yang memuat hari
dan tanggal diterimanya permohonan banding dan ditandatangani oleh
panitera dan pembanding. Permohonan banding tersebut dicatat dalam
Register Induk Perkara Perdata dan Register Banding Perkara Perdata.
d. Permohonan banding tersebut oleh panitera diberitahukan kepada pihak lawan
paling lambat 14 hari setelah permohonan banding diterima.
8

e. Para pihak diberi kesempatan untuk melihat surat serta berkas perkara di
Pengadilan Negeri dalam waktu 14 hari.
f. Walau tidak harus tetapi pemohon banding berhak mengajukan memori
banding sedangkan pihak Terbanding berhak mengajukan kontra memori
banding. Untuk kedua jenis surat ini tidak ada jangka waktu pengajuannya
sepanjang perkara tersebut belum diputus oleh Pengadilan Tinggi. (Putusan
MARI No. 39 k/Sip/1973, tanggal 11 September 1975).
g. Pencabutan permohonan banding tidak diatur dalam undang-undang
sepanjang belum diputuskan oleh Pengadilan Tinggi pencabutan permohonan
banding masih diperbolehkan.
2. Kasasi

Kasasi merupakan salahsatu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah
satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan
Tinggi. Para pihak dapat mengajukan kasasi bila merasa tidak puas dengan isi
putusan Pengadilan Tinggi kepada Mahkamah Agung.

Kasasi berasal dari perkataan “casser” yang berarti memecahkan atau


membatalkan, sehingga bila suatu permohonan kasasi terhadap putusan
pengadilan dibawahnya diterima oleh Mahkamah Agung, maka berarti putusan
tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Agung karena dianggap mengandung
kesalahan dalam penerapan hukumnya.

Pemeriksaan kasasi hanya meliputi seluruh putusan hakim yang mengenai hukum,
jadi tidak dilakukan pemeriksaan ulang mengenai duduk perkaranya sehingga
pemeriksaaan tingkat kasasi tidak boleh/dapat dianggap sebagai pemeriksaan
tinggak ketiga.

Alasan mengajukan kasasi menurut pasal 30 UU No. 14/1985 antara lain :

a. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang.

Tidak berwenangan yang dimaksud berkaitan dengan kompetensi relatif dan


absolut pengadilan, sedang melampaui batas bisa terjadi bila pengadilan
mengabulkan gugatan melebihi yang diminta dalam surat gugatan.

b. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.


9

Yang dimaksud disini adalah kesalahan menerapkan hukum baik hukum


formil maupun hukum materil, sedangkan melanggar hukum adalah penerapan
hukum yang dilakukan oleh Judex facti salah atau bertentangan dengan
ketentuan hukum yang berlaku atau dapat juga diinterprestasikan penerapan
hukum tersebut tidak tepat dilakukan oleh judex facti.

c. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-


undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang
bersangkutan. Contohnya dalam suatu putusan tidak terdapat irahirah.

Permohonan kasasi harus sedah disampaikan dalam jangka waktu 14 hari


setelah putusan atau penetepan pengadilan yang dimaksud diberitahukan
kepada Pemohon (pasal 46 ayat(1) UU No. 14/1985), bila tidak terpenuhi
maka permohonan kasasi tidak dapat diterima.

Prosedur mengajukan permohonan kasasi yaitu :

a. Permohonan kasasi disampaikan oleh pihak yang berhak baik secara tertulis
atau lisan kepada Panitera Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut
dengan melunasi biaya kasasi.
b. Pengadilan Negeri akan mencatat permohonan kasasi dalam buku daftar, dan
hari itu juga membuat akta permohonan kasasi yang dilampurkan pada berkas
(pasal 46 ayat (3) UU No. 14/1985).
c. Paling lambat 7 hari setelah permohonan kasasi didaftarkan panitera
Pengadilan Negeri memberitahukan secara tertulis kepada pihak lawan (pasal
46 ayat (4) UU No. 14/1985).
d. Dalam tenggang waktu 14 hari setelah permohonan kasasi dicatat dalam buku
daftar pemohon kasasi wajib membuat memori kasasi yang berisi alasan-
alasan permohonan kasasi (pasal 47 ayat (1) UU No. 14/1985).
e. Panitera Pengadilan Negeri menyampaikan salinan memori kasasi pada lawan
paling lambat 30 hari (pasal 47 ayat (2) UU No. 14/1985).
f. Pihak lawan berhak mengajukan kontra memori kasais dalam tenggang waktu
14 hari sejak tanggal diterimanya salinan memori kasai (pasal 47 ayat (3) UU
No. 14/1985).
10

g. Setelah menerima memori dan kontra memori kasasi dalam jangka waktu 30
hari Panitera Pengadilan Negeri harus mengirimkan semua berkas kepada
Mahkamah Agung (pasal 48 ayat (1) UU No. 14/1985).
B. Upaya Hukum Luar Biasa
1. Peninjauan Kembali

Peninjauan kembali atau biasa disebut Request Civiel adalah meninjau kembali
putusan perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena
diketahuinya hal-hal baru yang dulu tidak dapat diketahui oleh hakim, sehingga
apabila hal-hal itu diketahuinya maka putusan hakim akan menjadi lain.

Peninjauan kembali hanya dapat dilakukan oleh MA. Peninjauan kembali diatur
dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, dan
apabila terdapat hal-hal atau keadaan yang ditentukan oleh undang-undang
terhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat
dimintakan peninjauan kembali kepada MA, dalam perkara perdata dan pidana
oleh pihak-pihak yang berkepentingan (pasal 21 UU No. 14/1970).

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk peninjauan kembali diantaranya
sebagai berikut :

a. Diajukan oleh pihak yang berperkara.


b. Putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
c. Membuat surat permohonan peninjauan kembali yang memuat alasan-
alasannya.
d. Membayar panjar biaya peninjauan kembali.
e. Menghadap di Kepaniteraan Pengadilan Agama yang memutus perkara pada
tingkat pertama.

Beberapa alasan diajukannya peninjauan kembali, antara lain :

a. Adanya putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak
lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada
buktibukti yang kemudian oleh Hakim pidana dinyatakan palsu.
b. Apabila perkara sudah diputus, tetapi masih ditemukan surat-surat bukti yang
bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat
ditemukan.
11

c. Ada suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa pertimbangan sebab-
sebabnya.
d. Apabila antara pihak-pihak yang sama, mengenai suatu yang sama, atau
dasarnya sama, diputuskan oleh pengadilan yang sama tingkatnya, tetapi
bertentangan dalam putusannya satu sama lain.
e. Apabila dalam suatu putusan terdapat kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan
yang nyata. (pasal 67 UU No. 14/1985).

Permohonan PK dapat dicabut selam belum diputuskan, dalam dicabut


permohonan peninjauan kembali (PK) tidak dapat diajukan lagi (pasal 66 ayat
(3) UU No. 14/1985). Pencabutan permohonan PK ini dilakukan seperti
halnya pencabutan permohonan kasasi.

Aparat penegak hukum adalah institusi yang bertanggung jawab dalam penegakan
hukum. Lebih lanjut, aparat penegak hukum ini adalah mereka yang diberi
kewenangan untuk melaksanakan proses peradilan, menangkap, memeriksa,
mengawasi, atau menjalankan perintah undang-undang di bidangnya masing-
masing. Aparat penegak hukum ada lima, yakni kepolisian, jaksa, hakim, lembaga
pemasyarakatan, dan advokat.

Sebagai pilar penegak hukum, kepolisian, jaksa, hakim, lembaga pemasyarakatan,


dan advokat memiliki tugas dan wewenang yang berbeda. Tugas aparat penegak
hukum serta wewenang aparat penegak hukum tersebut adalah sebagai berikut.

1. Tugas dan Wewenang Kepolisian


Berdasarkan UU 2/2002, tugas utama kepolisian adalah:

1. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;


2. menegakkan hukum; dan
3. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Untuk menjalankan tiga tugas utama dan sejumlah tugas lainnya, wewenang
kepolisian, antara lain:

1. menerima laporan dan/atau pengaduan;


12

2. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat


mengganggu ketertiban umum;
3. mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;
4. mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam
persatuan dan kesatuan bangsa;
5. mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif
kepolisian;
6. melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian
dalam rangka pencegahan;
7. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
8. mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;
9. mencari keterangan dan barang bukti;
10. menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;
11. mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam
rangka pelayanan masyarakat;
12. memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan
pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat; dan
13. menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

2. Tugas dan Wewenang Jaksa


Ketentuan UU 16/2004 dan perubahannya menerangkan bahwa kejaksaan
mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut.

Di bidang pidana:

1. melakukan penuntutan;
2. melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap;
3. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat,
putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;
4. melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-
undang; dan
13

5. melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan


pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam
pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

Di bidang perdata dan tata usaha: kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak
baik di dalam maupun luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau
pemerintah.

Dalam bidang ketertiban umum, kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan:

1. peningkatan kesadaran hukum masyarakat;


2. pengamanan kebijakan penegakan hukum;
3. pengawasan peredaran barang cetakan;
4. pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan
negara;
5. pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama; dan
6. penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.

Dalam pemulihan aset, kejaksaan berwenang untuk melakukan kegiatan


penelusuran, perampasan, dan pengembalian aset perolehan tindak pidana dan aset
lainnya kepada negara, korban, atau orang yang berhak.

Dalam bidang intelijen penegakan hukum, kejaksaan berwenang untuk:

1. menyelenggarakan fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan untuk


kepentingan penegakan hukum;
2. menciptakan kondisi yang mendukung dan mengamankan pelaksanaan
pembangunan;
3. melakukan kerja sama intelijen penegakan hukum dengan lembaga intelijen
dan/atau penyelenggara intelijen negara lainnya, di dalam maupun di luar
negeri;
4. melaksanakan pencegahan korupsi, kolusi, dan nepotisme; dan
5. melaksanakan pengawasan multimedia.
14

3. Tugas dan Wewenang Lembaga Kehakiman


Ketentuan Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 menerangkan bahwa kekuasaan
kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

Kemudian, bagian penjelas UU 48/2009 menerangkan bahwa Perubahan UUD


1945 membawa perubahan dalam kehidupan ketatanegaraan, khususnya dalam
pelaksanaan kekuasaan kehakiman. Perubahan tersebut antara lain menegaskan
bahwa:

1. Kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan


peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
2. Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-
undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-
undang.
3. Mahkamah Konstitusi berwenang untuk menguji undang-undang terhadap
Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan memutus
sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4. Komisi Yudisial berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan
mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

4. Tugas dan Wewenang Lembaga Pemasyarakatan


Diterangkan dalam laman Kemenkumham, lembaga pemasyarakatan bertugas
untuk melaksanakan pemasyarakatan narapidana atau anak didik. Untuk
melaksanakan tugas tersebut, lembaga pemasyarakatan melakukan fungsi atau
berwenang atas hal-hal berikut.

1. melakukan pembinaan narapidana atau anak didik;


2. memberikan bimbingan, mempersiapkan sarana, dan mengelola hasil kerja;
15

3. melakukan bimbingan sosial atau kerohanian;


4. melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib; dan
5. melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga.

5. Tugas dan Wewenang Advokat


Berdasarkan UU Advokat, seorang advokat memiliki hak dan kewajiban sebagai
berikut.

1. bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara


dengan berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan;
2. bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang
menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi
dan peraturan perundang-undangan;
3. advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam
menjalankan profesinya dengan itikad baik untuk membela klien dalam sidang
pengadilan;
4. dalam menjalankan profesinya, advokat berhak memperoleh informasi, data,
dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan kepentingan tersebut yang
diperlukan untuk pembelaan kepentingan kliennya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
5. advokat dilarang membedakan perlakuan terhadap klien berdasarkan jenis
kelamin, agama, politik, keturunan, ras, atau latar belakang sosial dan budaya;
6. advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari
kliennya karena hubungan profesinya;
7. advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan klien, termasuk
perlindungan atas berkas dan dokumennya terhadap penyitaan atau
pemeriksaan dan perlindungan terhadap penyadapan atas komunikasi
elektronik Advokat;
8. advokat berhak menerima Honorarium atas Jasa Hukum yang telah diberikan
kliennya; dan
9. advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari
keadilan yang tidak mampu.
16

Tiap aparat penegak hukum memiliki tugas dan wewenangnya masing-masing


dan batasan kekuasaan yang dimilikinya. Advokat dalam mendampingi, membela
dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum kliennya bukan
untuk tujuan materi dan popularitas belaka, namun untuk penegakan hukum,
kebenaran dan keadilan, karena Advokat pada hakikatnya merupakan suatu
profesi terhomat (officium nobile) dan merupakan bagian dari aparat penegak
hukum. Advokat bisa menemani pemberi kuasanya hingga akhir sampai upaya
hukum luar biasa atau peninjauan kembali.
Oleh karena itu, seorang Advokat yang mendampingi, membela dan melakukan
tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum kliennya dalam proses peradilan
pidana, agar mendapat simpatik dan mengurangi persepsi negatif dari masyarakat
terhadap kedudukan, peran dan fungsi Advokat dalam proses peradilan pidana,
tentunya Advokat harus mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku
dalam proses peradilan pidana, profesional, bertanggung jawab dan bermartabat
berdasarkan legal skill, tidak melakukan kesalahan atau kelalaian yang merugikan
pencari keadilan, melukai rasa keadilan masyarakat, serta tidak mengingkari
kebenaran hukum atau membohongi hati nuraninya sendiri
Dan yang dapat mengajukan permohonan Peninjauan Kembali atau PK terhadap
putusan yang telah berkekuatan hukum tetap adalah seorang terpidana atau ahli
warisnya karena diberikan hak sebagaimana diatur Pasal 263 ayat (1) Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). PK termasuk upaya hukum luar
biasa atau istimewa untuk membuka kembali dan/atau memeriksa suatu putusan
pengadilan yang telah diputus oleh Mahkamah Agung (MA).
Namun disisi lain, Pasal 30 C Huruf H Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2021
tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI
memberikan kewenangan yang sama kepada kejaksaan untuk mengajukan PK.
Munculnya aturan tersebut acap kali menimbulkan ketidakpastian hukum
khususnya terhadap perkara pidana yang telah berkekuatan hukum tetap. Padahal
pengajuan PK hanya bisa dilakukan oleh terpidana atau ahli warisnya sebagai
salah satu bentuk perlindungan hak asasi (HAM). Selain itu, pengajuan PK untuk
menguji putusan pengadilan terkait terjadinya kekeliruan hakim dalam memutus
suatu perkara.
17

Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan uji materiil Undang-Undang


Kejaksaan RI sebagaimana tertuang dalam putusan No. 20/PUU-XXI/2023
menyatakan bahwa Peninjauan Kembali hanya bisa diajukan oleh pihak terpidana
atau ahli warisnya dan tidak bisa diajukan terhadap putusan bebas atau lepas dari
segala tuntutan hukum.
MK juga menegaskan, apabila ada pemaknaan yang berbeda terhadap norma Pasal
263 ayat (1) KUHAP a quo, justru akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan
ketidakadilan yang justru menjadikan norma tersebut inkonstitusional.
Dalam pertimbangan hukumnya, MK menegaskan penambahan kewenangan
Kejaksaan bisa mengajukan Peninjauan Kembali sebagaimana diatur UU
Kejaksaan dapat menimbulkan ketidakpastian hukum serta berpotensi
menimbulkan penyalahgunaan kewenangan terhadap perkara yang notabene telah
dinyatakan bebas atau lepas dari segala tuntutan.
MK juga menyatakan pasal tersebut dan penjelasannya tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat. Sehingga putusan ini menegaskan, Kejaksaan tidak memiliki
kewenangan untuk mengajukan Peninjauan Kembali.

Pembahasan mengenai penegakan hukum pidana pada prinsipnya hanya berbicara


pada dua aspek saja yaitu faktor efektifitas dan keadilan dari berjalannya sistem
peradilan pidana, sistem peradilan pidana berjalan efektif jika sistem yang
berjalan mulai dari tahap penyidikan hingga putusan berjalan dengan baik. Dalam
proses berjalannya sistem hukum pidana, aspek keadilan bisa dinilai dari
ketelitian, kecermatan dan upaya negara (Polisi, Jaksa, Hakim dan Lapas) untuk
taat dan tertib hukum serta menjunjung tinggi supremasi hukum (rule of law).

Hal tersebut dilakukan demi tercapainya tujuan hukum itu sendiri yaitu keadilan,
keadilan dalam suatu proses sistem peradilan pidana hanya berpijak pada enam
unsur sebagaimana dinyatakan oleh Konovsky dan Folger yaitu :

1. Konsistensi penerapan standat-standar (aturan hukum) kepada siapapun


dan sepanjang waktu.
2. Proses penegakan hukum tidak bias oleh kepentingan pribadi.
18

3. Akurasi keputusan hukum yang diputuskan berdasarkan informasi dan


fakta (alat bukti) yang mencukupi.
4. Dapat dikoreksi, artinya dapat diperdebatkan dan dibanding (mekanisme
perlawanan hukum berupa Banding, Kasasi, Peninjauan Kembali).
5. Representasi semua hal yang terlibat di dalamnya (tangggung jawab
hukum dan moral bagi aparat yang terlibat di dalamnya).
6. Terpenuhinya standar etika dari semua elemen yang terlibat di dalamnya.

Oleh karenanya apabila keenam unsur diatas terpenuhi maka akan


menciptakan keadilan prosedural, yang akan berakibat pada terciptanya sistem
peradilan pidana yang legitisasi dan berwibawa
19

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Pengajuan peninjauan kembali adalah semata-mata demi kepentingan
terpidana dan ahli warisnya.
2. Hukum dan undang-undang tidak memberikan wewenang kepada jaksa untuk
melakukan peninjauan kembali jadi hanya pada tingkat upaya hukum biasa
saja.
3. Peninjauan kembali yang dilakukan oleh jaksa bukan merupakan penemuan
hukum melainkan hanya merupakan penafsiran hukum.
4. Pengajuan peninjauan kembali oleh jaksa merupakan bentuk kekeliruan
pengadilan yang mengindikasikan kepada adanya sesat logika dalam praktek
hukum pidana di Indonesia.

B. SARAN
Berdasarkan uraian dalam pembahasan dan Kesimpulan di atas dapat dirumuskan
saran-saran Sebagai berikut:

1. Mahkamah Agung harus mengeluarkan surat edaran yang berisikan larangan


dan pembatasan bagi jaksa untuk mengajukan peninjauan kembali.
2. Melakukan uji materiil dan pembatalan bagi perkara-perkara yang diajukan
peninjauan kembali oleh jaksa.
3. Melakukan revisi KUHAP berkaitan dengan pengajuan peninjauan kembali
oleh Jaksa.
20

DAFTAR PUSTAKA

Peter Mahmud Marzuki, 2008: 211


603-1213-1-SM.pdf diunduh pada jam 18.49 WIB
934-1856-1-SM.pdf diunduh pada jam 18.57 WIB
100-191-1-SM.pdf diunduh pada jam 19.44 WIB
https://www.hukumonline.com/klinik/a/apa-saja-lembaga-penegak-hukum-di-
indonesia-lt502201cc74649/
https://www.hukumonline.com/berita/a/tugas-dan-wewenang-aparat-penegak-
hukum-lt6230538b64c71/
https://www.hukumonline.com/klinik/a/upaya-hukum-putusan-pengadilan-
lt63f361852a255/

Anda mungkin juga menyukai