( Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bantuan Hukum dan
Advokasi )
Dosen Pengampu : Ahmad Burhanuddin,S.H.I,M.H.I
Disusun Oleh :
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah ini tentang Upaya Hukum. Dan tak lupa juga
sholawat serta salam kami junjungkan kepada Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW
yang telah membawa kita dari zaman kegelapan hingga zaman terang benderang ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah
Kewirausahaan Bapak Ahmad Burhanuddin,S.H.I,M.H.I. Yang telah memberikan
kami tugas makalah dan memberikan kami ilmu-ilmu yang bermanfaat.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu,
dengan tangan terbuka kami menerima segala kritik dan saran dari pembaca agar
kami dapat mengevaluasi makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
A...Kesimpulan ............................................................................................. 10
B...Saran ....................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari upaya hukum?
2. Apa saja jenis-jenis upaya hukum?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari upaya hukum
2. Untuk mengetahui jenis-jenis dari upaya hukum
1
BAB II
PEMBAHASAN
Upaya hukum ialah suatu usaha setiap pribadi atau badan hukum yang
merasa dirugikan haknya atau atas kepentingannya untuk memperoleh
keadilan dan perlindungan atau kepastian hukum, menurut cara-cara yang
ditetapkan dalam undang-undang
Upaya Hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak
menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau
kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali
dalam hal serta menurut cara yang diatur-dalam undang-undang.1
Upaya hukum menurut R. Atang Ranoemihardja adalah suatu usaha
melalui saluran hukum dari pihak-pihak yang merasa tidak puas terhadap
keputusan hakim yang dianggapnya kurang adil atau kurang tepat.2
1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 08 tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana.
2
Andi Sofyan, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Rangkang Education,
Yokyakarta, 2013, h. 287.
2
1. Upaya Hukum Biasa
Upaya hukum biasa bersifat menghentikan pelaksanaan putusan untuk
sementara.Upaya hukum biasa sifatnya terbuka untuk setiap putusan
selama tenggang waktu yang telah ditentukan oleh peraturan
perundang_undangan. Wewenang untuk menggunakannya hapus dengan
menerima putusan. Upaya hukum biasa yakni; perlawanan (verzet),
banding, dan kasasi.
a. Perlawanan (Verzet)
Perlawanan (verzet) yaitu upaya hukum terhadap putusan
pengadilan yang dijatuhkan tanpa hadirnya Tergugat (verstek). Pada
dasarnya perlawanan ini disediakan bagi pihak Tergugat yang
dikalahkan. Bagi Penggugat, terhadap putusan verstek ini dapat
mengajukan banding.3
Dasar hukum verzet dapat dilihat di dalam Pasal 129 HIR.
Verzet Upaya hukum terhadap putusan di luar hadirnya tergugat
(putusan verstek). Verzet dapat dilakukan dalam tempo/tenggang
waktu 14 hari (termasuk hari libur) setelah putusan putusan verstek
diberitahukan atau disampaikan kepada tergugat karena tergugat tidak
hadir.
Syarat verzet adalah (pasal 129 ayat (1) HIR):
1) Keluarnya putusan verstek
2) Jangka waktu untuk mengajukan perlawanan adalah tidak boleh
lewat dari 14 hari dan jika ada eksekusi tidak boleh lebih dari 8
hari
3
Mahkamah Agung Republik Indonesia Pengadilan Agama Dompu Klas IB
(http://www.pa-dompu.go.id/kepaniteraan-info-kepaniteraan/hak-hak-
masyarakat/upaya-hukum) diakses pada tanggal 29 Mei 2021 pada pukul 22.26
3
3) Dan verzet dimasukan dan diajukan kepada Ketua Pengadilan
Negeri di wilayah hukum dimana penggugat mengajukan
gugatannya.
b. Banding
Banding adalah upaya hukum yang dilakukan apabila salah
satu pihak tidak puas terhadap putusan Pengadilan Negeri.
Banding yaitu pengajuan perkara ke pengadilan yang lebih tinggi
untuk dimintakan pemeriksaan ulangan, apabila para pihak tidak puas
terhadap putusan tingkat pertama.
Dasar hukumnya adalah UU No 4/2004 tentang Perubahan Atas
Undang-undang Pokok Kekuasaan dan UU No 20/1947 tentang
Peradilan Ulangan. Permohonan banding harus diajukan kepada
panitera Pengadilan Negeri yang menjatuhkan putusan (pasal 7 UU
No 20/1947).Urutan banding menurut pasal 21 UU No 4/2004 jo. pasal
9 UU No 20/1947 mencabut ketentuan pasal 188-194 HIR, yaitu:
1) Ada pernyataan ingin banding.
2) Panitera membuat akta banding.
3) Dicatat dalam register induk perkara.
4) Pernyataan banding harus sudah diterima oleh terbanding paling
lama 14 hari sesudah pernyataan banding tersebut dibuat.
5) Pembanding dapat membuat memori banding, terbanding dapat
mengajukan kontra memori banding.
c. Kasasi
Kasasi Menurut pasal 29 dan 30 UU No 14/1985 jo. UU No 5/2004
kasasi adalah pembatalan putusan atas penetapan pengadilan dari
semua lingkungan peradilan dalam tingkat peradilan akhir.Putusan
yang diajukan dalam putusan kasasi adalah putusan banding. Alasan
yang dipergunakan dalam permohonan kasasi yang ditentukan dalam
pasal 30 UU No 14/1985 jo. UU No 5/2004 adalah:
4
1) Memeriksa dan memutus tentang tidak berwenang atau
melampaui batas wewenang Pengadilan tingkat bawah dalam
memeriksa dan memutus suatu perkara.
2) Memeriksa dan mengadili kesalahan penerapan atas pelanggaran
hukum yang dilakukan pengadilan bawahan dalam memeriksa
dan memutus perkara.
3) Memeriksa dan mengadili kelalaian tentang syarat-syarat yang
wajib dipenuhi menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
4) Tingkat kasasi tidak berwenang memeriksa seluruh perkara
seperti kewenangan yang dimiliki peradilan tingkat pertama dan
tingkat banding, oleh karenanya peradilan tingkat kasasi tidak
termasuk judex facti.4
4
Mahkamah Agung Republik Indonesia Pengadilan Negeri Sambas Kelas II
(https://www.pn-sambas.go.id/layanan-hukum/upaya-hukum) diakses pada tanggal
29 Mei 2021 pada pukul 23.20
5
maka putusan yang dilawan itu diperbaiki sepanjang yang merugikan
pihak ketiga.
Dasar hukum yang mengatur tentang perlawanan pihak ketiga
adalah Pasal 208 HIR/228 RBG.” Pasal tersebut mengatakan
ketentuan pasal diatas berlaku juga, jika orang lain membantah dalam
hal pelaksanaan putusan tersebut, karena dikatakannya bahwa barang
yang disita tersebut adalah miliknya. Pasal yang dimaksud ketentuan
diatas adalah Pasal 207 HIR yang berbunyi;
1. Bantahan orang yang berutang tentang pelaksanaan putusan, baik
dalam hal yang disita adalah barang yang tidak tetap, maupun
dalam hal yang disita barang yang tetap, harus diberitahukan oleh
orang yang hendak membantah tersebut, dengan surat atau
dengan lisan kepada ketua pengadilan negeri, yang tersebut pada
ayat (6) Pasal 195;
2. Kemudian perkara tersebut dihadapkan oleh ketua pada
persidangan pengadilan negeri, supaya diputuskan sesudah kedua
belah pihak diperiksa atau dipanggil secara patut;
3. Bantahan itu tidak dapat menunda pelaksanaan putusan (eksekusi)
kecuali jika ketua memberikan perintah supaya hal itu
ditangguhkan sampai jatuh putusan pengadilan negeri.5
b. Peninjauan Kembali (request civil)
Peninjauan kembali (request civil) yaitu pemeriksaan kembali putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Menurut Sudikno Mertokusumo dalam buku Soeroso berpendapat
bahwa, “Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum terhadap
putusan tingkat akhir dan putusan yang dijatuhkan di luar hadir
tergugat (verstek), dan yang tidak lagi terbuka kemungkinan untuk
5
M. Nur Rasaid, 2003, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, h. 62.
6
mengajukan perlawanan.”6 Permohonan upaya hukum Peninjauan
Kembali pada dasarnya tidak menangguhkan ataupun menghentikan
pelaksanaan putusan pengadilan (eksekusi putusan).
Alasan diajukannya PK tertuang dalam Pasal 67 UU No 14 tahun 1985,
yaitu :
- Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipi
muslihat yang diketahui setelah perkaranya diputus.
- Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat bukti yang
bersifat menetukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak
ditemukan (novum).
- Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih
dari yang dituntut.
- Apabila antara pihak yang sama, mengenai suatu soal yang sama,
atas dasar yang sama oleh pengadilan yang sama diberikan
putusan yang bertentangan satu sama lain.
- Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau
kekeliruan yang nyata.
6
R. Soeroso, 1994, Praktik Hukum Acara Perdata, Tata Cara, Proses Persidangan,
Sinar Grafika, Jakarta, h.92
7
1. “Permohonan peninjauan kembali diajukan oleh pihak yang
berhak kepada Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan
Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama.
2. Membayar biaya perkara.
3. Permohonan Pengajuan Kembali dapat diajukan secara lisan
maupun tertulis.
4. Bila permohonan diajukan secara tertluis maka harus
disebutkan dengan jelas alasan yang menjadi dasar
permohonannnya dan dimasukkan ke kepaniteraan Pengadilan
Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama. ( Pasal
71 ayat 1 )
5. Bila diajukan secara lisan maka ia dapat menguraikan
permohonannya secara lisan dihadapan Ketua Pengadilan
Negeri yang bersangkutan atau dihadapan hakim yang
ditunjuk Ketua Pengadilan Negeri tersebut, yang akan
membuat catatan tentang permohonan tersebut. ( Pasal 71 ayat
2)
6. Hendaknya surat permohonan peninjauan kembali disusun
secara lengkap dan jelas, karena permohonan ini hanya dapat
diajukan sekali.
7. Setelah Ketua Pengadilan Negeri menerima permohonan
peninjauan kembali maka panitera berkewajiban untuk
memberikan atau mengirimkan salinan permohonan tersebut
kepada pihak lawan pemohon paling lambat 14 hari dengan
tujuan agar dapat diketahui dan dijawab oleh lawan. ( Pasal
72ayat 1 )
8. Pihak lawan hanya punya waktu 30 hari setelah tanggal
diterima salinan permohonan untuk membuat jawaban bila
8
lewat maka jawaban tidak akam dipertimbangkan. ( Pasal 72
ayat 2 )
9. Surat jawaban diserahkan kepada Pengadilan Negeri yang oleh
panitera dibubuhi cap, hari serta tanggal diteimanya untuk
selanjutnya salinan jawaban disampaikan kepada pemohon
untuk diketahui. (Pasal 72 ayat 3)
10. Permohonan peninjauan kembali lengkap dengan berkas
perkara beserta biayanya dikirimkan kepada Mahkamah
Agung paling lambat 30 hari. ( Pasal 72 ayat 4 )
11. Pencabutan permohonan peninjauan kembali dapat dilakukan
sebelum putusan diberikan, tetapi permohonan peninjauan
kembali hanya dapat diajukan satu kali. ( Pasal 66 )
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
10
B. Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
Soeroso, R. 1994. Praktik Hukum Acara Perdata, Tata Cara. Proses Persidangan,
Jakarta : Sinar Grafika.
Sofyan, Andi. 2013. Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar. Yokyakarta : Rangkang
Education.
12