Anda di halaman 1dari 15

UPAYA HUKUM

( Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bantuan Hukum dan
Advokasi )
Dosen Pengampu : Ahmad Burhanuddin,S.H.I,M.H.I

Disusun Oleh :

1. Resha Novia Damayanti 1821030221


2. Reva Mellenia 1821030277
3. Ria Gustini 1821030299
4. Riecha Inge Milenia 1821030264
5. Salsabila Firdausi 1821030268
6. Sayid Darul Akram 1821030380

HUKUM EKONOMI SYARIAH ( MUAMALAH )


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah ini tentang Upaya Hukum. Dan tak lupa juga
sholawat serta salam kami junjungkan kepada Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW
yang telah membawa kita dari zaman kegelapan hingga zaman terang benderang ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah
Kewirausahaan Bapak Ahmad Burhanuddin,S.H.I,M.H.I. Yang telah memberikan
kami tugas makalah dan memberikan kami ilmu-ilmu yang bermanfaat.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu,
dengan tangan terbuka kami menerima segala kritik dan saran dari pembaca agar
kami dapat mengevaluasi makalah ini.

Bandar Lampung, 29 Mei 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN

A...Latar Belakang ........................................................................................ 1


B...Rumusan Masalah ................................................................................... 1
C...Tujuan Penulisan ..................................................................................... 1

BAB II. PEMBAHASAN

A...Pengertian Upaya Hukum ....................................................................... 2


B...Jenis-Jenis Upaya Hukum ....................................................................... 2

BAB III. PENUTUP

A...Kesimpulan ............................................................................................. 10
B...Saran ....................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Upaya hukum merupakan upaya yang diberikan oleh undang-undang


kepada seseorang atau badan hukum untuk hal tertentu untuk melawan
putusan hakim sebagai tempat bagi pihak-pihak yang tidak puas dengan
putusan hakim yang dianggap tidak sesuai dengan apa yang diinginkan, tidak
memenuhi rasa keadilan, karena hakim juga seorang manusia yang dapat
melakukan kesalaha/kekhilafan sehingga salah memutuskan atau memihak
salah satu pihak.
Oleh karena itu perlu adanya pemaparan tentang apa yang dimaksud
dengan upaya hukum beserta pembahasannya yakni mengenai upaya hukum
yang akan di tempuh apabila pelaku masih tidak puas karena putusan hakim
yang mungkin dinilai tidak adil dalam kasusnya. Upaya hukum tersebut
meliputi banding, kasasi dan upaya hukum luar biasa seperti peninjauan
kembali.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari upaya hukum?
2. Apa saja jenis-jenis upaya hukum?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari upaya hukum
2. Untuk mengetahui jenis-jenis dari upaya hukum

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Upaya Hukum

Upaya hukum ialah suatu usaha setiap pribadi atau badan hukum yang
merasa dirugikan haknya atau atas kepentingannya untuk memperoleh
keadilan dan perlindungan atau kepastian hukum, menurut cara-cara yang
ditetapkan dalam undang-undang
Upaya Hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak
menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau
kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali
dalam hal serta menurut cara yang diatur-dalam undang-undang.1
Upaya hukum menurut R. Atang Ranoemihardja adalah suatu usaha
melalui saluran hukum dari pihak-pihak yang merasa tidak puas terhadap
keputusan hakim yang dianggapnya kurang adil atau kurang tepat.2

B. Jenis-Jenis Upaya Hukum

Dalam Hukum Acara Perdata dikenal 2 macam upaya hukum, diantaranya


yakni upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Perbedaan yang
terletak diantara kedua upaya hukum ini adalah upaya hukum biasa
menangguhkan eksekusi kecuali bila suatu tuntutan dikabulkan serta mertanya,
sedangkan upaya hukum luar biasa tidak menangguhkan eksekusi.

1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 08 tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana.
2
Andi Sofyan, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Rangkang Education,
Yokyakarta, 2013, h. 287.

2
1. Upaya Hukum Biasa
Upaya hukum biasa bersifat menghentikan pelaksanaan putusan untuk
sementara.Upaya hukum biasa sifatnya terbuka untuk setiap putusan
selama tenggang waktu yang telah ditentukan oleh peraturan
perundang_undangan. Wewenang untuk menggunakannya hapus dengan
menerima putusan. Upaya hukum biasa yakni; perlawanan (verzet),
banding, dan kasasi.
a. Perlawanan (Verzet)
Perlawanan (verzet) yaitu upaya hukum terhadap putusan
pengadilan yang dijatuhkan tanpa hadirnya Tergugat (verstek). Pada
dasarnya perlawanan ini disediakan bagi pihak Tergugat yang
dikalahkan. Bagi Penggugat, terhadap putusan verstek ini dapat
mengajukan banding.3
Dasar hukum verzet dapat dilihat di dalam Pasal 129 HIR.
Verzet Upaya hukum terhadap putusan di luar hadirnya tergugat
(putusan verstek). Verzet dapat dilakukan dalam tempo/tenggang
waktu 14 hari (termasuk hari libur) setelah putusan putusan verstek
diberitahukan atau disampaikan kepada tergugat karena tergugat tidak
hadir.
Syarat verzet adalah (pasal 129 ayat (1) HIR):
1) Keluarnya putusan verstek
2) Jangka waktu untuk mengajukan perlawanan adalah tidak boleh
lewat dari 14 hari dan jika ada eksekusi tidak boleh lebih dari 8
hari

3
Mahkamah Agung Republik Indonesia Pengadilan Agama Dompu Klas IB
(http://www.pa-dompu.go.id/kepaniteraan-info-kepaniteraan/hak-hak-
masyarakat/upaya-hukum) diakses pada tanggal 29 Mei 2021 pada pukul 22.26

3
3) Dan verzet dimasukan dan diajukan kepada Ketua Pengadilan
Negeri di wilayah hukum dimana penggugat mengajukan
gugatannya.
b. Banding
Banding adalah upaya hukum yang dilakukan apabila salah
satu pihak tidak puas terhadap putusan Pengadilan Negeri.
Banding yaitu pengajuan perkara ke pengadilan yang lebih tinggi
untuk dimintakan pemeriksaan ulangan, apabila para pihak tidak puas
terhadap putusan tingkat pertama.
Dasar hukumnya adalah UU No 4/2004 tentang Perubahan Atas
Undang-undang Pokok Kekuasaan dan UU No 20/1947 tentang
Peradilan Ulangan. Permohonan banding harus diajukan kepada
panitera Pengadilan Negeri yang menjatuhkan putusan (pasal 7 UU
No 20/1947).Urutan banding menurut pasal 21 UU No 4/2004 jo. pasal
9 UU No 20/1947 mencabut ketentuan pasal 188-194 HIR, yaitu:
1) Ada pernyataan ingin banding.
2) Panitera membuat akta banding.
3) Dicatat dalam register induk perkara.
4) Pernyataan banding harus sudah diterima oleh terbanding paling
lama 14 hari sesudah pernyataan banding tersebut dibuat.
5) Pembanding dapat membuat memori banding, terbanding dapat
mengajukan kontra memori banding.
c. Kasasi
Kasasi Menurut pasal 29 dan 30 UU No 14/1985 jo. UU No 5/2004
kasasi adalah pembatalan putusan atas penetapan pengadilan dari
semua lingkungan peradilan dalam tingkat peradilan akhir.Putusan
yang diajukan dalam putusan kasasi adalah putusan banding. Alasan
yang dipergunakan dalam permohonan kasasi yang ditentukan dalam
pasal 30 UU No 14/1985 jo. UU No 5/2004 adalah:

4
1) Memeriksa dan memutus tentang tidak berwenang atau
melampaui batas wewenang Pengadilan tingkat bawah dalam
memeriksa dan memutus suatu perkara.
2) Memeriksa dan mengadili kesalahan penerapan atas pelanggaran
hukum yang dilakukan pengadilan bawahan dalam memeriksa
dan memutus perkara.
3) Memeriksa dan mengadili kelalaian tentang syarat-syarat yang
wajib dipenuhi menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
4) Tingkat kasasi tidak berwenang memeriksa seluruh perkara
seperti kewenangan yang dimiliki peradilan tingkat pertama dan
tingkat banding, oleh karenanya peradilan tingkat kasasi tidak
termasuk judex facti.4

2. Upaya Hukum Luar Biasa

Tercantum didalam Bab XVIII KUHAP, yang terdiri atas dua


bagian :Perlawanan pihak ketiga (derden verzet), Peninjauan
kembali(request civil)

a. Perlawanan Pihak Ketiga(Derden Verzet)


Perlawanan pihak ketiga (derden verzet) yaitu perlawanan
yang diajukan oleh pihak ketiga terhadap putusan yang merugikan
pihaknya. Perlawanan ini ddiajukan kepada hakim yang menjatuhkan
putusan yang dilawan itu dengan menggugat para pihak yang
bersangkutan itu dengan cara biasa. Apabila perlawanan dikabulkan,

4
Mahkamah Agung Republik Indonesia Pengadilan Negeri Sambas Kelas II
(https://www.pn-sambas.go.id/layanan-hukum/upaya-hukum) diakses pada tanggal
29 Mei 2021 pada pukul 23.20

5
maka putusan yang dilawan itu diperbaiki sepanjang yang merugikan
pihak ketiga.
Dasar hukum yang mengatur tentang perlawanan pihak ketiga
adalah Pasal 208 HIR/228 RBG.” Pasal tersebut mengatakan
ketentuan pasal diatas berlaku juga, jika orang lain membantah dalam
hal pelaksanaan putusan tersebut, karena dikatakannya bahwa barang
yang disita tersebut adalah miliknya. Pasal yang dimaksud ketentuan
diatas adalah Pasal 207 HIR yang berbunyi;
1. Bantahan orang yang berutang tentang pelaksanaan putusan, baik
dalam hal yang disita adalah barang yang tidak tetap, maupun
dalam hal yang disita barang yang tetap, harus diberitahukan oleh
orang yang hendak membantah tersebut, dengan surat atau
dengan lisan kepada ketua pengadilan negeri, yang tersebut pada
ayat (6) Pasal 195;
2. Kemudian perkara tersebut dihadapkan oleh ketua pada
persidangan pengadilan negeri, supaya diputuskan sesudah kedua
belah pihak diperiksa atau dipanggil secara patut;
3. Bantahan itu tidak dapat menunda pelaksanaan putusan (eksekusi)
kecuali jika ketua memberikan perintah supaya hal itu
ditangguhkan sampai jatuh putusan pengadilan negeri.5
b. Peninjauan Kembali (request civil)
Peninjauan kembali (request civil) yaitu pemeriksaan kembali putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Menurut Sudikno Mertokusumo dalam buku Soeroso berpendapat
bahwa, “Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum terhadap
putusan tingkat akhir dan putusan yang dijatuhkan di luar hadir
tergugat (verstek), dan yang tidak lagi terbuka kemungkinan untuk

5
M. Nur Rasaid, 2003, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, h. 62.

6
mengajukan perlawanan.”6 Permohonan upaya hukum Peninjauan
Kembali pada dasarnya tidak menangguhkan ataupun menghentikan
pelaksanaan putusan pengadilan (eksekusi putusan).
Alasan diajukannya PK tertuang dalam Pasal 67 UU No 14 tahun 1985,
yaitu :
- Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipi
muslihat yang diketahui setelah perkaranya diputus.
- Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat bukti yang
bersifat menetukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak
ditemukan (novum).
- Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih
dari yang dituntut.
- Apabila antara pihak yang sama, mengenai suatu soal yang sama,
atas dasar yang sama oleh pengadilan yang sama diberikan
putusan yang bertentangan satu sama lain.
- Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau
kekeliruan yang nyata.

Seiring perkembangannya dewasa ini, pengaturan Peninjauan


Kembali diatur dalam pasal 66-75 UU RI Nomor 3 Tahun 2009 tentang
Mahkamah Agung atas perubahan kedua dari UU RI Nomor 14 Tahun
1985. Berdasarkan UU RI Nomor 3 Tahun 2009 tersebut dijelaskan
prosedur mengajukan permohonan peninjauan kembali sebagai
berikut:

6
R. Soeroso, 1994, Praktik Hukum Acara Perdata, Tata Cara, Proses Persidangan,
Sinar Grafika, Jakarta, h.92

7
1. “Permohonan peninjauan kembali diajukan oleh pihak yang
berhak kepada Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan
Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama.
2. Membayar biaya perkara.
3. Permohonan Pengajuan Kembali dapat diajukan secara lisan
maupun tertulis.
4. Bila permohonan diajukan secara tertluis maka harus
disebutkan dengan jelas alasan yang menjadi dasar
permohonannnya dan dimasukkan ke kepaniteraan Pengadilan
Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama. ( Pasal
71 ayat 1 )
5. Bila diajukan secara lisan maka ia dapat menguraikan
permohonannya secara lisan dihadapan Ketua Pengadilan
Negeri yang bersangkutan atau dihadapan hakim yang
ditunjuk Ketua Pengadilan Negeri tersebut, yang akan
membuat catatan tentang permohonan tersebut. ( Pasal 71 ayat
2)
6. Hendaknya surat permohonan peninjauan kembali disusun
secara lengkap dan jelas, karena permohonan ini hanya dapat
diajukan sekali.
7. Setelah Ketua Pengadilan Negeri menerima permohonan
peninjauan kembali maka panitera berkewajiban untuk
memberikan atau mengirimkan salinan permohonan tersebut
kepada pihak lawan pemohon paling lambat 14 hari dengan
tujuan agar dapat diketahui dan dijawab oleh lawan. ( Pasal
72ayat 1 )
8. Pihak lawan hanya punya waktu 30 hari setelah tanggal
diterima salinan permohonan untuk membuat jawaban bila

8
lewat maka jawaban tidak akam dipertimbangkan. ( Pasal 72
ayat 2 )
9. Surat jawaban diserahkan kepada Pengadilan Negeri yang oleh
panitera dibubuhi cap, hari serta tanggal diteimanya untuk
selanjutnya salinan jawaban disampaikan kepada pemohon
untuk diketahui. (Pasal 72 ayat 3)
10. Permohonan peninjauan kembali lengkap dengan berkas
perkara beserta biayanya dikirimkan kepada Mahkamah
Agung paling lambat 30 hari. ( Pasal 72 ayat 4 )
11. Pencabutan permohonan peninjauan kembali dapat dilakukan
sebelum putusan diberikan, tetapi permohonan peninjauan
kembali hanya dapat diajukan satu kali. ( Pasal 66 )

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis pembahasan dalam penulisan hukum ini, maka dapat


diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Argumentasi para pihak dalam praktek pengajuan upaya hukum terhadap


putusan praperadilan di Indonesia berbeda-beda. Mulai dari upaya hukum
biasa yaitu pemeriksaan banding dan kasasi serta upaya hukum luar biasa
peninjauan kembali terhadap putusan yang telah memperoleh kekuatan
hukum yang tetap. Hal tersebut dikarenakan aturan hukum praperadilan
khususnya mengenai upaya hukum terhadap putusan praperadilan belum
diatur secara jelas dan sistematis. Sehingga argumentasi para pihak
berbedabeda dalam mengajukan upaya hukum dan berakibat disparitas
putusan praperadilan.
2. Formulasi yang tepat untuk mewujudkan payung hukum terhadap putusan
praperadilan; dalam jangka pendek Mahkamah Agung harus
mengeluarkan aturan mengenai upaya hukum bagi putusan praperadilan
agar terdapat pedoman bagi para pihak dalam melakukan upaya hukum
dan dalam jangka panjang dengan 96
3. Reformulasi KUHAP khususnya mengenai lembaga praperadilan sehingga
terwujud aturan yang jelas dan sistematis dalam mewujudkan payung
hukum terhadap putusan praperadilan.

10
B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan diatas, penulis menyarankan


agar dilakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Hakim harus mempunyai pemahaman yang baik mengenai praperadilan


sehingga dalam memeriksa dan memutus perkara praperadilan
menghasilkan putusan yang mencerminkan rasa keadilan dalam
masyarakat serta kesatuan putusan praperadilan. Saran tersebut dapat
diwujudkan dengan memberikan pelatihan bagi para hakim mengenai
penemuan hukum dan filsafat hukum. Agar dalam menerapkan aturan
hakim tidak hanya berdasarkan Undang-Undang tetapi mempunyai
argumentasi yang komprehensif mengenai aspek filosofis, sosiologis dan
keadilan sehingga bisa diterima dan dipahami oleh para pihak.
2. Harus dibuat hukum acara tentang praperadilan secara jelas, tegas serta
sistematis dalam satu aturan sebagai pedoman para pihak dalam
melakukan upaya hukum. Saran tersebut dapat diwujudkan dengan
membuat Undang-Undang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 Tentang KUHAP yang berisi perubahan ketentuan mengenai
lembaga praperadilan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Mahkamah Agung Republik Indonesia Pengadilan Agama Dompu Klas IB


(http://www.pa-dompu.go.id/kepaniteraan-info-kepaniteraan/hak-hak
masyarakat/upaya-hukum) diakses pada tanggal 29 Mei 2021 pada pukul 22.26

Mahkamah Agung Republik Indonesia Pengadilan Negeri Sambas Kelas II


(https://www.pn-sambas.go.id/layanan-hukum/upaya-hukum) diakses pada
tanggal 29 Mei 2021 pada pukul 23.20

Rasaid, M. Nur. 2003. Hukum Acara Perdata. Jakarta : Sinar Grafika

Soeroso, R. 1994. Praktik Hukum Acara Perdata, Tata Cara. Proses Persidangan,
Jakarta : Sinar Grafika.

Sofyan, Andi. 2013. Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar. Yokyakarta : Rangkang
Education.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 08 tahun 1981 tentang Hukum Acara


Pidana.

12

Anda mungkin juga menyukai