Anda di halaman 1dari 13

1|Page

MAKALAH

UPAYA HUKUM DAN CONTOH KASUS

Disusun Guna untuk memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Praktek Peradilan Perdata

Dosen Pengampu :

Disusun oleh :

Ismail Yahya

1011419157

PRODI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2021
2|Page

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan segala nikmat dan kemudahan serta kelancaran kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Upaya hukum dengan contoh kasus”. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktek Peradilan Perdata di Universitas Negeri
Gorontalo.

Dalam penyusunan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi yang perlu diperbaiki. Maka dari itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang positif baik secara materi maupun tata tulis dari berbagai
pihak, supaya makalah selanjutnya bisa lebih baik lagi.

Makalah mengenai permasalahan “Upaya hukum dengan contoh kasus” telah penulis
usahakan semaksimal mungkin dan penulis berharap semoga dari makalah yang telah dikerjakan
dapat diambil hikmah dan manfaatnya serta memberikan inspirasi kepada pembaca.
3|Page

DAFTAR ISI

COVER 1

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG 4
B. RUMUSAN MASALAH 4
C. TUJUAN MASALAH 5

BAB II PEMBAHASAN

1. UPAYA HUKUM BIASA 5


2. UPAYA HUKUM LUAR BIASA 6
3. UPAYA HUKUM BIASA DAN LUAR BIASA DALAM KASUS PIDANA
KORUPSI 7

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN 12
B. SARAN 12

DAFTAR PUSTAKA 12
4|Page

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tujuan utama dalam suatu proses di muka Pengadilan adalah untuk memperoleh
putusan Hakim yang berkekuatan hukum tetap. Akan tetapi, setiap putusan yang
dijatuhkan oleh Hakim belum tentu dapat menjamin kebenaran secara yuridis, karena
putusan itu tidak lepas dari kekeliruan dan kekilafan.
Sebagai manusia biasa, mungkin hakim khilaf atau kurang sempurna
mempertimbangkan semua hal-hal berkenaan dengan fakta-fakta yang terungkap
di persidangan atau tidak tepat menggunakan sesuatu istilah atau keliru menafsirkan
unsur-unsur tindak pidana.1 Agar kekeliruan dan kekilafan itu dapat diperbaiki, maka
demi tegaknya kebenaran dan keadilan, terhadap putusan Hakim itu dimungkinkan untuk
diperiksa ulang. Cara yang paling tepat untuk dapat mewujudkan kebenaran dan
keadilan itu adalah dengan melaksanakan upaya hukum.2
Upaya hukum ialah upaya yang diberikan Undang-undang dalam hal tertentu
untuk melawan putusan hakim bagi para pihak, baik itu seseorang ataupun badan hukum
yang merasa tidak puas dan tidak cukup dengan apa yang diinginkan. Dalam
pelaksanaanya pun dapat dibedakan antara upaya hukum biasa terdiri dari banding dan
kasasi, serta upaya hukum luar biasa yang terdiri dari kasasi dan peninjauan kembali.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan upaya hukum biasa?
2. Apa yang dimaksud dengan upaya hukum luar biasa?
3. Bagaimana upaya hukum biasa dan luar biasa dalam kasus pidana korupsi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui upaya hukum biasa.
2. Untuk mengetahui upaya hukum luar biasa.
3. Untuk mengetahui upaya hukum biasa dan luar biasa dalam kasus pidana korupsi.

1
Leden Marpaung, Proses Penanganan Perara Pidana Buku 2, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 158.
2
http://peunebah.blogspot.com/2011/12/upaya-hukum.html? diakses 15 April 2017
5|Page

BAB II

PEMBAHASAN

1. Upaya hukum biasa


Tujuan utama dalam suatu proses di muka Pengadilan adalah untuk memperoleh
putusan Hakim yang berkekuatan hukum tetap. Jadi, Upaya hukum merupakan Upaya
atau alat untuk mencegah ataumemperbaiki kekeliruan dalam suatu putusan . Upaya
hukum merupakan hak terdakwa yang dapat dipergunakan apabilasiterdakwa merasa
tidak puas atas putusan yang diberikan oleh pengadilan. Karena upaya hukum ini
merupakan hak, jadi hak tersebut bisa saja dipergunakandan bisa juga siterdakwa tidak
menggunakan hak tersebut.
Akan tetapi, bila hak untuk mengajukan upaya hukum tersebut dipergunakan oleh
siterdakwa, maka pengadilan wajib menerimanya. Upaya hukum biasa terdiri dari dua
bagian, bagian kesatu tentang pemeriksaan tingkat banding, dan bagian keduaadalah
pemeriksaan kasasi. Sedangkan uapaya hukum luar biasa adalah peninjauan kembali
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukumtetap.
1) Banding
Banding ialah lembaga yang tersedia bagi para pihak yang tidak menerima atau
menolak putusan pengadilan pada tingkat pertama, ketentuandimaksud diatur dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1947 tentang PeraturanPeradilan Ulangan di Jawa
dan Madura yang mencabut ketentuan banding yangterdapat pada Herziene
Inlandsche Reglement (HIR). Namun ketentuan banding bagi yuridiski pengadilan
tingkat banding di luar Jawa dan Madura, ketentuannya masih di atur dalam pasal 199
sampai dengan pasal 205 Rechtsglement Buitengewesten (RBg).
a. Landasan hukum Banding
Sebenarnya banding dalam perkara perdata dan pidana berbeda
peraturannya. Acara banding dalam perkara pidana pada awalnya diatur dalam
pasal 350-356 HIR yang kemudian dicabut oleh Stb. Reglement op de
strafvordering voor de raden van justitie op java en het hooggerechtshof
vanindonesia serta Rbg pasal 660. Sekarang hal banding dalam perkara pidana
diatur dalam KUHAP pasal 67, 87, 233-243 KUHAP. Sedangkan banding dalam
6|Page

perkara perdata diatur dalam pasal-pasal 188-194 HIR. 20 untuk Jawa dan
Madura. Sedangkan untuk daerah luar Jawadan Madura ialah Rbg pasal 199-205.
b. Alasan permohonan Banding
Adapun alasan-alasan seseorang mengajukan permohonan banding diantaranya
ialah :
i. Apabila salah satu pihak dalam suatu perkara tidak menerima putusan
pengadilan tingkat pertama karena merasa hak-haknya terserang oleh adanya
putusan itu.
ii. Menganggap putusan itu kurang benar atau kurang adil.
2) Kasasi
a) Pengertian dan landasan hukum kasasi
Upaya hukum kasasi (cassatie/appeal in cassation) merupakan lembaga
hukum yang dilahirkan di prancis dengan istilah cassation dan berasal dari
katakerja Casser yang berarti membatalkan atau memecahkan adalah salah
satutindakan Mahkamah Agung Repulik Indonesia (MA RI) sebagai
pengawastertinggi atas putusan-putusan pengadilan-pengadilan lain, tetapi tidak
berartimerupakan pemeriksaan tingkat ke-3. Hal ini disebabkan dalam tingkat
kasasitidak dilakukan suatu pemeriksaan kembali perkara tersebut, tetapi
hanyadiperiksa masalah-masalah hukumnya/penerapan hukumnya. Sehingga
yangdapat mengajukan permohonan kasasi dalam perkara perdata adalah pihak-
pihak berperkara atau wakilnya yang khusus dikuasakan untuk itu (Pasal 44 ayat
(1)huruf a UU no 3 tahun 2009).
Pada asasnya, landasan hukum kewenangan kasasi diatur dalam ketentuan
pasal 24 A ayat (1) perubahan ke-3 UUD 1945, pasal 20 ayat (2) UU no. 48
tahun2009, penjelasan umum angka 2, pasal 28 dan 30 UU no. 48 tahun 2009.
2. Upaya hukum luar biasa
1) Prosedur Administrasi peninjauan kembali
Pada dasarnya prosedural administrasi pengajuan permohonan peninjauankembali
berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 295 ayat 2 huruf (a) Undang-
undang Nomor 37 Tahun 2004 yang berbunyi, setelah perkaradiputus ditemukan
bukti baru yang bersifat menentukan yang pada waktu perkaradiperiksa di pengadilan
7|Page

sudah ada, tetapi belum bisa ditemukan, dilakukan dalam jangka waktu paling lambat
180 (seratus delapan puluh) hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan
peninjauan kembali memounyai kekuatan hukum tetap.Sedangkan alasannya,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 295 ayat 2 huruf (b) Undang-undang Nomor 37
Tahun 2004 yang berbunyi, dalam putusanhakim yang bersangkutan terdapat
kekeliruan yang nyata, dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tigapuluh)
hari setelah tanggal putusan yangdimohonkan peninjauan kembali memperoleh
kekuatan hukum tetap.
2) Alasan-alasan peninjauan ulang
Terhadap diajukan Peninjauan Kembali, secara limitative dalam perkara perdata
padaumumnya Pasal 67 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, pasal 266 KUHAP
dengan menyebutkan alasan-alasan Peninjauan Kembali terhadap putusanPengadilan
yang berkekuatan hokum tetap adalah :
a) Setelah perkara diputus ditemukan bukti baru yang bersifat menentukan yang
pada waktu perkara dipengadilan diperiksa dipengadilan sudah ada, tetapi belum
ditemukan.
b) Hakim yang bersangkutan terdapat kekeliruan yang nyata.
3) Putusan peradilan peninjauan kembali
Pada dasarnya, putusan peradilan terhadap peninjauan kembali dalam perkara
perdata dapat diklasifikasikan kedalam tiga golongan, yaitu :
a) Putusan yang menyatakan bahwa permohonan peninjauan kembali tidak dapat
diterima.
b) Putusan yang menyatakan bahwa permohonan peninjauan kembali ditolak
permohonan peninjauan kembali dinyatakan ditolak apabila Mahkamah Agung
Republik Indonesia berpendapat bahwa permohonan peninjauan kembali yang
diajukan oleh pemohon tidak beralasan (pasal 74 ayat 2 Undang-undang no 3
tahun 2009).
c) Putusan yang menyatakan bahwa permohonan peninjauan kembali dikabulkan.
3. Upaya hukum biasa dan luar biasa dalam kasus pidana korupsi
Setiap Terpidana memiliki hak hukum yakni keberatan atas Putusan Hakim
Pidana yang dijatuhkan padanya. Hak Hukum tersebut dapat digunakan apabila
8|Page

Terpidana merasa Hukuman yang dijatuhkan terlalu berat atau Terpidana merasa tidak
pernah melakukan perbuatan pidana yang dituntutkan. Secara hukum, pengertian dari
upaya hukum diatur dalam Pasal 1 angka 12 KUHAP, yang berbunyi: “Upaya hukum
adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang
berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan
permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-
undang ini.”
Dalam praktek Kasus Pidana kita mengenal ada 2 (dua) macam upaya hukum
yaitu, upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Adapun penjabarannya sebagai
berikut :
1) Upaya hukum biasa
a) Perlawanan
Perlawanan diajukan kepada Pengadilan Tinggi dan tidak diwajibkan dengan akta
seperti akta banding. Perlawanan dapat diajukan dalam hal-hal sebagai berikut:
 Berdasarkan Pasal 29 ayat (7) KUHAP terhadap perpanjangan
penahanan dimaksud oleh Pasal 29 ayat (2), tersangka/terdakwa
mengajukan keberatan-keberatan.
 Berdasarkan Pasal 249 ayat (1) huruf a KUHAP yakni Penuntut
Umum berkeberatan terhadap penetapan pengadilan negeri yang
memuat bahwa perkara pidana ini tidak termasuk wewenangnya.
 Perlawanan penuntut umum berdasarkan Pasal 156 ayat (3) KUHAP yakni
keberatan Penuntut Umum atas diterimanya eksepsi
terdakwa/penasihat Hukum.
 Perlawanan yang diajuka terdakwa/penasihat Hukum berdasarkan
Pasal 156 ayat (4) terhadap Keputusan Pengadilan Negeri atas
eksepsi yang diajukan.
 Perlawanan atas Keputusan Sela yang diajukan oleh Penuntut Umum atau
terdakwa penasihat hukum Keputusan sela adalah keputusan yang
mendahului keputusan akhir
b) Pemeriksaan tingkat Banding
Pemeriksaan banding adalah pemeriksaan perkara pada tingkat II atau
9|Page

pengadilan tinggi. Tujuan dari hak ini adalah untuk memperbaiki kemungkinan
adanya kekhilafan pada putusan oleh hakim kepada terdakwa sesudah putusannya
diucapkan. namun tidak semuanya dapat dimintakan banding. pasal 67 KUHAP
mengatur tiga putusan yang tidak dapat dimintakan banding, yaitu putusan bebas,
lepas dari segala tuntutan hukum, dan putusan pengadilan dalam acara cepat.
Terkait ketentuan Pasal 83 ayat (2) KUHAP, telah dinyatakan tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat oleh Mahkamah Konstitusi berdasarkan putusan
Nomor 65/PUU-IX/2011 tertanggal 1 Mei 2013. Sedangkan tata cara pengajuan
dan mekanisme pemeriksaan tingkat banding, diatur dalam BAB XVII bagian
kesatu, Pasal 233 sampai dengan Pasal 243 KUHAP.
c) Kasasi
Kasasi adalah salah satu tindakan Mahkamah Agung RI sebagai
pengawas tertinggi atas putusan-putusan pengadilan lain, tetapi tidak berarti
merupakan pemeriksaan tingkat ketiga. Hal ini karena perkara dalam tingkat
kasasi tidak diperiksa kembali seperti yang dilakukan judex facti, tetapi hanya
diperiksa masalah hukum/penerapan hukumnya. Upaya kasasi dapat diberikan
kepada terdakwa maupun kepada penuntut umum.
Dasar pengajuan kasasi diatur dalam Pasal 244 KUHAP, bahwa
terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh
pengadilan lain selain dari Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum
dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung
kecuali terhadap putusan bebas.
Namun kemudian frasa “kecuali terhadap putusan bebas”, dinyatakan
tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat oleh Mahkamah Konstitusi melalui
putusan nomor: 114/PUU-X/2012 tertanggal 28 Maret 2013. Ketentuan mengenai
tata cara pengajuan dan mekanisme pemeriksaan tingkat kasasi diatur dalam
BAB XVII bagian kedua, Pasal 244 sampai dengan Pasal 258 KUHAP.
2) Upaya hukum luar biasa
 Pemeriksaan tingkat kasasi demi kepentingan hukum
Terhadap perkara yang bagaimana dan alasan apa yang dapat
dikemukakan oleh Jaksa Agung untuk mengajukan suatu permohonan kasasi
10 | P a g e

demi kepentingan hukum tidak diatur dalam KUHAP maupun PP Nomor


27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP tersebut. Rupanya pembuat
undang-undang menyerahkan kepada pertimbangan Jaksa Agung sendiri. Dan
bagi terdakwa hal ini sama sekali tidak membawa pengaruh. Jadi, betul-betul
hanya untuk kepentingan teori belaka.
 Peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap
Tata cara permintaan Peninjauan Kembali sebagai berikut:
Diajukan kepada panitera yang telah memutus perkaranya dengan
menyebutkan secara jelas alasannya, dan selanjutnya permintaan tersebut oleh
panitera ditulis dalam sebuah surat keterangan yang ditandatangani oleh
panitera serta pemohon, dan dicatat dalam daftar yang dilampirkan pada
berkas perkara. Kemudian dibuatkan berita acara pemeriksaan yang
ditandatangani oleh hakim, jaksa, pemohon dan panitera, dan berita acara
pendapat yang ditandatangani oleh hakim dan panitera. Pemeriksaan atas
permintaan peninjauan kembali oleh Mahkamah Agung tidak dapat diterima
apabila tidak memenuhi kriteria sebagaimana yang diatur dalam Pasal 263
ayat KUHAP. Putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih
ringan. Pidana yang dijatuhkan dalam putusan peninjauan kembali tidak boleh
melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semula. Salinan putusan
Mahkamah Agung tentang peninjauan kembali beserta berkas perkaranya
dalam waktu tujuh hari setelah putusan tersebut dijatuhkan, dikirim kepada
pengadilan yang melanjutkan permintaan peninjauan kembali. Ketentuan
tentang peninjauan kembali yang diatur dalam Pasal 263 – Pasal 268 KUHAP
berlaku juga dalam lingkungan peradilan militer sebagaimana diatur dalam
Pasal 269 KUHAP.
3) Landasan Yuridis
Landasan Yuridis ialah landasan hukum berupa peraturan perundang-undangan yang
menjadi dasar studi kasus ini, berlandaskan pada :
11 | P a g e

a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdapat


beberapa Pasal dalam UUD 1945 yang menjadi landasan yuridis studi kasus
ini yaitu :
Pasal Pasal 1 ayat (3) : “Negara Indonesia dalah negara hukum.”
Pasal 28D ayat (1) : “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di
hadapan hukum.”
b. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(KUHAP)
Di dalam KUHAP terdapat beberapa pasal yang menurut saya
ada kaitannya dengan studi kasus ini, yaitu:
Pasal 1 angka 12:
“Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak
menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau
kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan
kembali dalam serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”
Pasal 1 angka 14: “Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya
atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai
pelaku tindak pidana.”
Pasal 1 angka 32: “Terpidana adalah seorang yang telah dipidana
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap."
c. Point a, bagian Menimbang Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantsan Tindak Pidana Korupsi:
“bahwa tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga
harus diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945;”
d. Pasal 3 ayat (2) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
12 | P a g e

perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapatkan kepastian


hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum.”
e. Pasal 8 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman: “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut
dan/atau dihadapkan di depan pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah
sebelum adanya putusan pengadilan, yang menyatakan kesalahannya dan
memperoleh kekuatan hukum tetap.”

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari kedua jenis upaya hukum yang telah dipaparkan di atas dengan berbagai persamaan
dan perbedaannya maka perlulah kita mengetahui tujuan dariupaya hukum itu sendiri
adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum denganmengadakan peradilan di tingkat
yang berbeda. Transparansi hukum juga akanterlihat, karena pada hakikatnya orang yang
melakukan upaya hukum adalahorang yang mempertahankan haknya untuk mendapatkan
rasa keadilan yangtentunya relatif dan subjektif. dan dalam kasusu yang di bahas oleh
penulistermasuk dalam pemberian upaya hukum biasa dengan hak – hak yang
dimilikioleh para terguagat.
B. Saran
Dari makalah kami yang singkat ini semoga dapat bermanfaat bagi kita semua. Yang baik
datangnya dari Allah, dan yang buruk datangnya dari kami. Dan saya sadar bahwa
makalah kami jauh dari kata sempurna. Masih banyak kesalahan dari berbagai macam
sisi, jadi kami harapkan saran dan kritik dari Ibu/Bapak Dosen dan teman-teman yang
bersifat membangun, untuk perbaikan makalah-makalah berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA
13 | P a g e

Prof Dr. Sudikno Mertokusumo, S. (1982). Hukum acara perdata Indonesia. Yogyakarta:
Liberty.

S.H., K. H. (2003). Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung dan


Pengadilan Tata Usaha Negara. Rineka Cipta.

Tresna, M. R. (2005). Komentar HIR. Jakarta: Pradnya Paramita. .

https://id.scribd.com/embeds/154871632/content?
start_page=1&view_mode=scroll&access_key=key-fFexxf7r1bzEfWu3HKwf

https://lawyerjakarta.id/upaya-hukum-biasa-dan-luar-biasa-dalam-kasus-pidana/

Anda mungkin juga menyukai