Anda di halaman 1dari 14

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Tentang Mahkamah Agung
a. Pengertian Mahkamah Agung
Mahkamah Agung adalah salah satu pelaku kekuasaan
kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dimana dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 Amandemen Ketiga pada Pasal 24 disebutkan
bahwasannya Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya
dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara,
dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
b. Wewenang Mahkamah Agung
Dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 jo.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2009 Tentang Mahkamah Agung disebutkan bahwa
Mahkamah Agung bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus
permohonan kasasi, sengketa tentang kewenangan mengadili, dan
permohonan peninjauan kembali putusan Pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.

2. Tinjauan Tentang Kasasi


a. Pengertian Kasasi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kasasi diartikan sebagai
pembatalan atau pernyataan tidak sah oleh Mahkamah Agung
terhadap putusan hakim karena putusan itu menyalahi atau tidak
sesuai dengan undang-undang.

12
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Harun M. Husein merumuskan bahwa “…pengertian kata kasasi


dan pengertian upaya hukum tersebut di atas, kita hubungkan dengan
ketentuan Pasal 253 ayat 1 KUHAP,… upaya hukum kasasi itu adalah
Hak Terdakwa atau Penuntut Umum untuk tidak menerima putusan
pengadilan tingkat terakhir, dengan cara mengajukan permohonan
kepada Mahkamah Agung guna membatalkan putusan pengadilan
tersebut…” (Harun M. Husein, 1992: 48).
Pengertian lain dari kasasi adalah suatu alat hukum yang
merupakan wewenang dari Mahkamah Agung untuk memeriksa
kembali putusan-putusan dari pengadilan-pengadilan terdahulu dan
ini merupakan peradilan yang terakhir (J.C.T Simorangkir, 2000: 81).
Upaya kasasi adalah hak yang diberikan hukum kepada
Terdakwa maupun kepada Penuntut Umum. Apabila merka keberatan
akan putusan yang dijatuhkan oleh hakim maka merka dapat
mempergunakan hak untuk mengajukan permintaan pemeriksaan
kasasi kepada Mahkamah Agung (M. Yahya Harahap, 2012: 548).
b. Tujuan Upaya Hukum Kasasi
Tujuan utama dari lembaga upaya hukum kasasi, yaitu: (M.
Yahya Harahap, 2012: 539-542)
1) Koreksi terhadap kesalahan putusan pengadilan bawahan
Kasasi dimaksudkan untuk memperbaiki dan meluruskan
kesalahan penerapan hukum, agar peraturan hukum benar-benar
diterapkan sebagaimana mestinya serta apakah cara mengadili
perkara dilakukan menurut ketentuan undang-undang
2) Menciptakan dan membentuk hukum baru
Disamping tindakan koreksi yang dilakukan Mahkamah Agung
dalam peradilan kasasi, adakalanya tindakan koreksi itu sekaligus
menciptakan kaidah hukum baru dalam bentuk yurisprudensi,
atau dikenal dengan “judge made law”.

13
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3) Pengawasan terciptanya keseragaman penerapan hukum


Dengan adanya putusan kasasi yang menciptakan yurisprudensi,
sedikit banyak akan mengarahkan keseragaman pandangan dalam
penerapan hukum. Kemudian juga dapat dihindari adanya
kesewenang-wenangan dan penyalahgunaan oleh penegak hukum
dalam hal ini hakim.
c. Putusan yang Dapat Dimohonkan Kasasi
Pada Pasal 244 KUHAP dijelaskan bahwa terhadap putusan
perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan
lain selain daripada Mahkamah Agung, Terdakwa atau Penuntut
Umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada
Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas.
d. Alasan Permohonan Kasasi
Pemeriksaan perkara pidana pada tingkat kasasi, tidaklah sama
dengan pemeriksaan seperti yang dilaksanakan pada pemeriksaan
tingkat pertama (Pengadilan Negeri) atau pemeriksaan tingkat
banding (Pengadilan Tinggi). Pemeriksaan kasasi, tidak berupa
pemeriksaan ulang atas hasil pemeriksaan pada tingkat banding.
Pemeriksaan pada tingkat kasasi hanya menyangkut aspek penerapan
hukum dalam perkara yang bersangkutan. Karena itulah, pemeriksaan
pada tingkat kasasi tidak dapat dikatakan sebagai pemeriksaan tingkat
ketiga atau pemeriksaan ulang. Oleh karena itu pula, pemohon kasasi
harus menunjukkan secara tegas atau jelas di mana terletak peraturan
hukum yang tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana
mestinya, atau di mana terletak cara mengadili yang dilaksanakan
tidak menurut undang-undang, atau dalam hal yang bagaimana
pengadilan telah melampaui batas wewenangnya. Salah satu atau
beberapa alasan kasasi tersebut, harus diuraikan secara jelas oleh
pemohon kasasi dalam memori kasasinya (Harun M. Husein, 1992:
1).

14
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Bahwa akan terkabul atau tidaknya suatu permohonan kasasi, di


samping memenuhi syarat-syarat formil yaitu mengenai tata cara dan
tenggang waktu pengajuan permohonan kasasi yang sebagaimana
terdapat dalam Pasal 244, Pasal 245, Pasal 246, Pasal 247 dan Pasal
248 KUHAP yang berisikan tentang Pemeriksaan Kasasi (Hendri
Irawan, 2018: 142). Permohonan kasasi juga harus memenuhi syarat
materiil yaitu mengenai alasan-alasan kasasi sebagaimana diterapkan
dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP.
Dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP, ditentukan mengenai alasan-
alasan yang dapat dipakai pemohon kasasi untuk memohon kepada
Mahkamah Agung melakukan pemeriksaan kasasi. Dimana, alasan-
alasan kasasi tersebut yakni (Harun M. Husein, 1992: 73):
1) Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau
diterapkan sebagaimana mestinya;
2) Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut
ketentuan undang-undang;
3) Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.

3. Tinjauan Tentang Penuntut Umum


a. Pengertian Penuntut Umum
Menurut Pasal 1 butir 6 KUHAP, disebutkan mengenai
pengertian jaksa dan Penuntut Umum:
1) Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang
ini untuk bertindak sebagai Penuntut Umum serta melaksanakan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap
2) Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh
undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan
melaksanakan penetapan hakim
Dalam Pasal 1 butir 3 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004
jo. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan

15
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Republik Indonesia, dijelaskan mengenai pengertian Penuntut Umum


yakni Penuntut Umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh
Undang-Undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan
penetapan hakim serta wewenang lain berdasarkan Undang-Undang.
b. Wewenang Penuntut Umum
Berdasarkan Pasal 14 KUHAP, dijelaskan bahwa Penuntut
Umum mempunyai wewenang:
1) Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari
penyidik atau penyidik pembantu;
2) Mengadakan pra penuntutan apabila ada kekurangan pada
penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3)
dan ayat (4), dengan memberi petunjuk dalam rangka
penyempurnaan penyidikan dari penyidik;
3) Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan
atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan
setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik;
4) Membuat surat dakwaan;
5) Melimpahkan perkara ke pengadilan;
6) Menyampaikan pemberitahuan kepada Terdakwa tentang
ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat
panggilan. Baik kepada Terdakwa maupun kepada saksi, untuk
datang pada sidang yang telah ditentukan;
7) Melakukan penuntutan;
8) Menutup perkara demi kepentingan hukum;
9) Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung
jawab sebagai Penuntut Umum menurut ketentuan undang-
undang ini;
10) Melaksanakan penetapan hakim.

16
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4. Tinjauan Tentang Tindak Pidana Narkotika


a. Pengertian Tindak Pidana Narkotika
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengistilahkan narkotika
adalah obat yang dapat menenangkan saraf, menghilangkan rasa sakit,
menimbulkan rasa mengantuk atau merangsang. (Fransiska Novita
Eleanora, 2011: 441). Pengertian lain dari narkotika adalah obat atau
zat yang dapat menenangkan saraf, mengakibatkan ketidaksadaran,
atau pembiusan, menghilangkan rasa nyeri dan sakit, menimbulkan
rasa mengantuk atau merangsang, dapat menimbulkan efek stupor,
serta dapat menimbulkan adiksi atau kecanduan, dan yang ditetapkan
oleh Menteri kesehatan sebagai Narkotika (Mardani, 2008: 18).
Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika disebutkan bahwa Narkotika adalah zat atau obat yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi
sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke
dalam golongan- golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-
Undang ini.
Sehingga dapat diambil pengertian bahwa Tindak Pidana
Narkotika adalah perbuatan yang melanggar ketentuan sebagaimana
diatur Pasal 111 sampai dengan Pasal 148 Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika. Hal tersebut dapat diketahui dari
pendapat Supramono bahwa “apabila narkotika hanya untuk
pengobatan dan kepentingan ilmu pengetahuan, maka perbuatan
diluar kepentingan-kepentingan tersebut merupakan kejahatan (tindak
pidana).” (Gatot Supramono, 2001: 12).

17
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b. Jenis Tindak Pidana Narkotika


Ketentuan pidana yang terdapat dalam UU No. 35 Tahun 2009
tentang Narkotika dirumuskan dalam Bab XV Ketentuan Pidana Pasal
111 sampai dengan Pasal 148 (Anton Sudanto, 2017: 150). Pada
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, terdapat
empat kategorisasi tindakan melawan hukum yang dilarang oleh
undang-undang dan dapat diancam dengan sanksi pidana, yakni
(Siswanto Sunarso, 2012: 256) :
1) Kategori pertama, yakni perbuatan-perbuatan berupa memiliki,
menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika dan
prekursor narkotika (Pasal 111 dan 112 untuk narkotika golongan
I, Pasal 117 untuk narkotika golongan II dan Pasal 122 untuk
narkotika golongan III serta Pasal 129 huruf (a));
2) Kategori kedua, yakni perbuatan-perbuatan berupa memproduksi,
mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika dan
prekursor narkotika (Pasal 113 untuk narkotika golongan I, Pasal
118 untuk narkotika golongan II, dan Pasal 123 untuk narkotika
golongan III serta Pasal 129 huruf(b));
3) Kategori ketiga, yakni perbuatan-perbuatan berupa menawarkan
untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara
dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika dan
prekursor narkotika (Pasal 114 dan Pasal 116 untuk narkotika
golongan I, Pasal 119 dan Pasal 121 untuk narkotika golongan II,
Pasal 124 dan Pasal 126 untuk narkotika golongan III serta Pasal
129 huruf(c));
4) Kategori keempat, yakni perbuatan-perbuatan berupa membawa,
mengirim, mengangkut atau mentransit narkotika dan prekursor
narkotika (Pasal 115 untuk narkotika golongan I, Pasal 120 untuk
narkotika golongan II dan Pasal 125 untuk narkotika golongan III
serta Pasal 129 huruf(d)).

18
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

B. Penelitian Terdahulu
1. Penulis : Dea Arsyandita (Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta, Tahun 2016)
Judul : Alasan Permohonan Kasasi Penuntut Umum dan
Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung dalam Tindak
Pidana Membujuk Anak Melakukan Persetubuhan (Studi
Putusan Nomor: 735 K/ Pid.Sus/ 2014)
Persamaan : Pada penelitian hukum ini membahas mengenai Alasan
Permohonan Kasasi Penuntut Umum dan Pertimbangan
Hakim Mahkamah Agung dalam Tindak Pidana
Membujuk Anak Melakukan Persetubuhan dengan Pasal
253 KUHAP dan Pasal 256 KUHAP, memiliki persamaan
dengan penelitian hukum penulis yaitu mengenai
pertimbangan Hakim Mahkamah Agung dan permohonan
kasasi oleh Penuntut Umum.
Perbedaan : Dalam penelitian hukum ini membahas mengenai perkara
Tindak Pidana Membujuk Anak Melakukan Persetubuhan,
sedangkan dalam penelitian hukum penulis membahas
mengenai perkara Tindak Pidana Narkotika.
Kemudian, pada penelitian hukum ini, pengajuan kasasi
oleh Penuntut Umum terhadap penerapan sanksi pidana di
bawah ketentuan minimum dalam tindak pidana
membujuk anak melakukan persetubuhan pada Putusan
Mahkamah Agung Nomor 735 K/ Pid.Sus/ 2014 sudah
sesuai dengan Pasal 253 ayat (1) KUHAP. Sedangkan
pada penelitian hukum penulis, alasan pengajuan
permohonan kasasi oleh Penuntut Umum tidak sesuai
dengan Pasal 253 ayat (1) KUHAP.

19
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. Penulis : Imron Rizkyarno (Fakultas Hukum Universitas Sebelas


Maret Surakarta, Tahun 2019)
Judul : Argumentasi Alasan Kasasi Penuntut Umum karena
Hakim Mengabaikan Fakta-Fakta Persidangan dan
Pertimbangan Mahkamah Agung Memutus Perkara
Penganiayaan yang Mengakibatkan Mati (Studi Putusan
Mahkamah Agung Nomor 249 K/Pid/2017)
Persamaan : Pada penelitian hukum ini membahas mengenai
argumentasi alasan kasasi Penuntut Umum pembebasan
Terdakwa merupakan kesalahan hakim karena
mengabaikan fakta-fakta persidangan perkara
penganiayaan yang telah sesuai pasal 184 ayat (1) jo pasal
197 ayat (1) huruf d jo pasal 253 ayat (1) KUHAP.
Penelitian hukum ini memiliki persamaan dengan
penelitian hukum penulis yaitu mengenai pertimbangan
Hakim Mahkamah Agung dan permohonan kasasi oleh
Penuntut Umum.
Perbedaan : Dalam penelitian hukum ini membahas mengenai perkara
Tindak Pidana Penganiayaan yang Menyebabkan
Kematian, sedangkan dalam penelitian hukum penulis
membahas mengenai perkara Tindak Pidana Narkotika.
Pada penelitian hukum ini, kesesuaian antara Pasal 253
ayat (1) KUHAP dengan Argumentasi Penuntut Umum
mengajukan Kasasi berdasarkan Judex factie salah menilai
pembuktian pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 249
K/PID/2017 sudah sesuai, sedangkan pada penelitian
hukum penulis, alasan pengajuan permohonan kasasi oleh
Penuntut Umum tidak sesuai dengan Pasal 253 ayat (1)
KUHAP.

20
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3. Penulis : Indra Prakosa (Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret


Surakarta, Tahun 2021)
Judul : Pertimbangan Mahkamah Agung Memutus Permohonan
Kasasi Penuntut Umum berdasarkan Alasan Judex factie
Keliru Menafsirkan Peraturan Hukum dalam Perkara
Korupsi
Persamaan : Penelitian ini membahas mengenai pertimbangan
Mahkamah Agung memutus permohonan kasasi Penuntut
Umum berdasarkan alasan Judex factie keliru menafsirkan
peraturan hukum berdasarkan Pasal 253 ayat (1) KUHAP.
Penelitian hukum ini memiliki persamaan dengan
penelitian hukum penulis yaitu mengenai pertimbangan
Hakim Mahkamah Agung dan permohonan kasasi oleh
Penuntut Umum.
Perbedaan : Pada penelitian hukum ini, membahas mengenai perkara
Tindak Pidana Korupsi sedangkan dalam penelitian
hukum penulis membahas mengenai perkara Tindak
Pidana Narkotika. Kemudian pada penelitian ini, alasan
yang diajukan oleh Penuntut Umum yaitu Majelis Hakim
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan
Negeri Kelas 1A Tanjungkarang yang dikuatkan oleh
Pengadilan Tinggi Tanjungkarang dalam putusannya tidak
mempertimbangkan unsur-unsur dalam Pasal 2 ayat (1)
ke-1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sudah sesuai
dengan Pasal 253 ayat (1) KUHAP, sedangkan pada
penelitian hukum penulis alasan permohonan kasasi
Penuntut Umum adalah mengenai berat ringannya pidana
yang dijatuhkan, dimana alasan permohonan kasasi oleh
Penuntut Umum yaitu bahwa putusan yang dijatuhkan

21
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Majelis Hakim dari Pengadilan Negeri Surakarta kurang


mempertimbangkan hal yang memberatkan, tidak sesuai
dengan Pasal 253 ayat (1) KUHAP.

22
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

C. Kerangka Pemikiran

Tindak Pidana “Tanpa Hak atau Melawan Hukum menguasai,


memiliki Narkotika Golongan 1 bukan tanaman” Pasal 112 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

Putusan Pengadilan Negeri Surakarta


Nomor 222/Pid.Sus/2021/PN Skt

Putusan Pengadilan Tinggi Semarang Nomor


564/Pid.Sus/2021/PT SMG

Penuntut Umum Pertimbangan Hakim


Mengajukan Permohonan
Mahkamah Agung
Upaya Hukum Kasasi

Hakim Mahkamah Agung


Menolak Permohonan Kasasi
oleh Penuntut Umum

Putusan Mahkamah Agung Nomor 2729


K/Pid.Sus/2022

23
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Keterangan :
Berdasarkan skematik kerangka pemikiran di atas, penulis akan
menganalisis serta mengkaji lebih lanjut terkait suatu isu hukum yang
sedang diteliti yaitu mengenai Analisis Yuridis Pertimbangan Hakim
Mahkamah Agung dalam Memutus Permohonan Kasasi oleh Penuntut
Umum dalam Perkara Narkotika (Studi Putusan Nomor 2729
K/Pid.Sus/2022).
Terjadinya kasus penyalahgunaan narkotika yang melibatkan
Terdakwa Vinsa Destantara, dimana Pengadilan Negeri Surakarta
menyatakan bahwa Terdakwa Vinsa Destantara telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Tanpa Hak atau Melawan
Hukum menguasai, memiliki Narkotika Golongan 1 bukan tanaman”,
termuat pada Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor
222/Pid.Sus/2021/PN Skt. Atas putusan tersebut Terdakwa dan Penuntut
Umum mengajukan upaya hukum banding. Dari pengajuan upaya banding
tersebut, Pengadilan Tinggi Semarang menyatakan menerima permintaan
banding dari Terdakwa dan Penuntut Umum, dan menguatkan Putusan
Pengadilan Negeri Surakarta Nomor 222/Pid.Sus/2021/PN Skt, tanggal 30
September 2021, dimana termuat pada Putusan Pengadilan Tinggi
Semarang Nomor 564/Pid.Sus/2021/PT SMG.
Dari Putusan Pengadilan Tinggi Semarang Nomor
564/Pid.Sus/2021/PT SMG, Terdakwa dan Penuntut Umum mengajukan
permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung. Penuntut Umum
mengajukan kasasi dengan alasan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Tinggi
Semarang dalam menjatuhkan hukuman terhadap Terdakwa kurang
mencerminkan rasa keadilan yang hidup di masyarakat dan putusan tersebut
masih dirasa terlalu ringan, serta Majelis Hakim Pengadilan Tinggi
Semarang kurang mempertimbangkan hal yang memberatkan.
Hakim Mahkamah Agung berpendapat bahwa alasan kasasi yang
dimohonkan Penuntut Umum tidak dapat dibenarkan karena mengenai berat
ringannya pidana yang dijatuhkan, hal demikian tidak tunduk pada kasasi,

24
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

judex factie dalam putusannya telah mempertimbangkan keadaan-keadaan


yang memberatkan dan meringankan sesuai Pasal 197 Ayat (1) huruf f
KUHAP. Sehingga, Hakim Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi
Penuntut Umum dan mengabulkan permohonan kasasi Terdakwa melalui
Putusan Mahkamah Agung Nomor 2729 K/Pid.Sus/2022.

25

Anda mungkin juga menyukai