Anda di halaman 1dari 4

Nama : Muhamad Ali Septiawan

Nim : 044347572
Tugas 2 Hukum Acara Pidana

Jawaban
1. Mengenai pengertian upaya hukum, secara yuridis normative diatur dalam Bab I
Pasal 1 Angka 12 KUHAP, yang menyatakan bahwa:

“Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima
putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak
terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut
cara yang diatur dalam undang-undang ini”.
Kasasi merupakan bagian dari suatu upaya hukum biasa oleh para pencari
keadilan, upaya hukum ini dapat diminta dan ditempuh oleh satu atau dua pihak yang
berperkara, atas terjadinya suatu putusan Pengadilan Tinggi. Perkara tersebut dapat
berjenis pidana, perdata, tata usaha negara, agama dan militer. Para pihak dapat
mengajukan kasasi bila merasa tidak puas dengan isi putusan Pengadilan Tinggi
kepada Mahkamah Agung.
Dalam UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985
TENTANG MAHKAMAH AGUNG Pasal 43 menyakan bahwa :
“Permohonan kasasi dapat diajukan hanya jika pemohon terhadap perkaranya
telah menggunakan upaya hukum banding kecuali ditentukan lain oleh Undang-
undang.”
Permohonan kasasi dapat diajukan hanya 1 (satu) kali.
Alasan Permohonan Kasasi (Pasal 30)

 Pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;


 Pengadilan salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
 Pengadilan lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan
perundang- undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan
yang bersangkutan.

2. Memori banding adalah risalah atau tulisan yang memuat suatu


penjelasan.Pihak yang mengajukan banding memuat memori banding untuk
menanggapi putusan pengadilan tingkat pertama dan mengajukan hal-hal yang
dianggap ada fakta-faktanya atau unsur-unsur yang luput dari pertimbangan
hakim dalam menjatuhkan putusannya atau terdakwa merasa hukuman (straf)
yang dijatuhkan terlalu berat.
Kontra memori banding adalah suatu tulisan yang berupa tanggapan terhadap
memori banding atau dengan kata lain kontra banding adalah bertujuan untuk meng-
counter memori banding. Makna kontra memori banding untuk menanggapi alasan-
alasan yang dimuat dalam momori banding, dan kontra memori banding ini pada
hakekatnya mendukung keputusan pengadilan negeri tingkat pertama.
Peranan memori banding dan kontra memori banding yang didukung oleh data
dan dikaitkan dengan abstrak hukum, walaupun memori banding dan kontra memori
banding bukanlah suatu keharusan untuk diajukan oleh pihak yang mengajukan
banding atas putusan Pengadilan Negeri, karena dalam tingkat banding, hakim tidak
berkewajiban untuk mempertimbangkan memori banding tersebut.
Pihak yang mengajukan permohonan banding atau pembanding dapat
menyampaikan memori banding yang berisi alasan-alasan permohonan banding,
dengan atau tidak dengan bukti-bukti baru, kepada panitera Pengadilan Negeri atau
panitera Pengadilan Tinggi bersangkutan. Sedangkan pihak lawan atau tebanding
dapat menyampaikan kontra memori banding yang merupakan jawaban terhadap
memori banding.
Menyampaikan memori banding dan kontra memori banding, menurut Hukum
Acara Perdata bukanlah suatu kewajiban bagi pembanding dan terbanding.Melainkan
suatu hak, sehingga tidak ada batas waktu untuk menyampaikannya.Tidak adanya
kewajiban bagi pembanding dan terbanding untuk menyampaikan memori banding dan
kontra memori banding tersebut ada hubungannya dengan dasar dan sifat pemeriksaan
tingkat banding di Pengadilan Tinggi, yang mengulangi seluruh segi pemeriksaan
perkaranya, baik mengenai fakta-faktanya maupun mengenai penerapan hukumnya.
Jadi jika terdakwa atau kuasanya maupun penuntut umum tidak mengajukan
memori bandung atau kontra memori banding tidaklah mengakibatkan apapun
dikarenakan memori banding atau kontra memori banding hanyalah sebuah hak bagi
pembanding dan terbanding dan bukan suatu kewajiban untuk menyampaikan memori
bandung dan kontra memori bandung tersebut. Hal ini tentu tidak ada hubungannya
dengan dasar dan sifat pemeriksaan tingkat banding di Pengadilan Tinggi, yang
mengulangi seluruh segi pemeriksaan perkaranya, baik mengenai fakta-faktanya
maupun mengenai penerapan hukumnya.
3. Peninjauan Kembali pada prinsipnya merupakan upaya hukum luar biasa
(extraordinary remedy) terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan
hukum tetap (inkracht van gewisjde), bertujuan untuk memberikan kepastian
hukum, dan bisa diajukan oleh pihak yang berperkara baik untuk perkara pidana
maupun perkara perdata. Peninjauan Kembali merupakan hak terpidana selama
menjalani masa pidana di dalam lembaga pemasyarakatan. Ada tiga alasan
permintaan Peninjauan Kembali berdasarkan Pasal 263 ayat (2) KUHAP, yaitu
fakta adanya novum, fakta terdapat putusan yang saling bertentangan, atau fakta
adanya kekhilafan/ kekeliruan nyata dari majelis hakim.
Berkaitan dengan hal tersebut, peraturan perundang-undangan telah
menyatakan dengan tegas dan jelas bahwa PK hanya dapat diajukan satu kali.
Ketentuan ini termaktub dalam Pasal 400 Bab XI Peninjauan Kembali Reglemen Acara
Perdata (S. 1847-52 jo. 1849-63), Pasal 66 ayat (1) dan Pasal 70 ayat (2) UU No. 14
Tahun 1985 tentang MA sebagaimana telah diubah dengan UU No. 5 Tahun 2004 dan
UU No. 3 Tahun 2009 (UU MA), dan Pasal 268 ayat (3) KUHAP. Ini berarti jika
ketentuan tersebut dilanggar maka akan terjadi pengabaian terhadap undang-undang
atau perbuatan melawan hukum (onrechtmatig daag). Selain prinsip tersebut, harus
juga diperhatikan prinsip keadilan dan asas persamaan kedudukan di muka hukum
(equality before the law) sebagaimana tersurat dalam Pasal 28D ayat (1) UUD N RI
Tahun 1945. Secara faktual sebelum ada putusan MK, MA melalui Surat Edaran MA
(SE-MA) No 10 Tahun 2009 telah memberikan kesempatan kepada pihak berperkara
untuk melakukan PK lebih dari satu kali untuk perkara yang mempunyai pertentangan
putusan persidangan.
Putusan MK No. 34/ PUU-XI/ 2013 yang mengeliminasi ketentuan Pasal 268
ayat (3) KUHAP bersifat conditionally constitutional. Hal ini tidak dapat diartikan bahwa
PK dapat diajukan beberapa kali secara serta merta untuk ketiga alasan pengajuan PK
sebagaimana diatur dalam Pasal 263 ayat (3) KUHAP. PK dapat diajukan lebih dari
satu kali hanya diperbolehkan apabila ditemukan novum baru berdasarkan
pemanfaatan iptek dan teknologi. Dengan demikian, pengajuan PK ini tidak akan
mengganggu keseimbangan antara kepastian hukum dan keadilan, karena kepastian
hukum pada prinsipnya sudah mulai tercipta sejak ada putusan inkracht van gewisjde.
DAFTAR PUSTAKA
Nomor, U. U. (14). tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Lembar Negara Republik
Indonesia, (73).
Latiki, W. (2016). Kewajiban Hakim Pengadilan Tinggi Dalam Mempertimbangkan
Memori Banding Dan Kontra Memori Banding Dari Aspek Hukum Acara
Perdata. Lex Privatum, 3(4).
Kartika, S. D. (2014). Peninjauan Kembali Lebih Dari Satu Kali, Antara Keadilan Dan
Kepastian Hukum. Info Singkat Hukum, VI (6).

Anda mungkin juga menyukai