UNIVERSITAS TERBUKA
Fakultas: FHISIP
Tugas : 3
NIM : 043425602
1. Berikut macam-macam upaya hukum yang ada pada Hukum Acara Perdata :
1). Upaya Hukum Melawan Gugatan
Adalah cara atau upaya yang diberikan oleh hukum kepada tergugat untuk memberikan
sanggahan apabila terhadapnya diajukan gugatan oleh penggugat. Ada 2 jenis upaya hukum
melawan gugatan, adalah sebagai berikut:
a. Eksepsi, yaitu sanggahan atau tangkisan yang tidak mengenai pokok perkaranya, tetapi jika
berhasil hal itu dapat menghentikan pemeriksaan perkara;
b. Rekonvensi, yaitu suatu upaya hukum melawan gugatan yang sifatnya tidak langsung.
2. Perlunya upaya hukum diberikan kepada pihak yang berpekara terhadap putusan hakim,
karena seorang hakim merupakan sebuah profesi/pekerjaan yang dijalani oleh manusia biasa,
maka wajar saja bahwa hakim dapat melakukan kesalahan, kekeliruan, ataupun kekhilafan
dalam tindakannya.
Demikian pula ketika hakim menjatuhkan putusan, suatu putusan hakim tidak luput dari
kekeliruan atau kekhilafan dan mungkin saja putusan hakim besifat memihak. Oleh karena itu,
demi kebenaran dan keadilan terhadap setiap keputusan, maka hukum memberikan cara untuk
melawan putusan tersebut kepada pihak yang merasa tidak puas akan putusan tersebut guna
memperbaiki kekeliruan atau kekhilafan demi keadilan dan kebenaran.
b. Banding
Adalah upaya hukum yang dilakukan apabila salah satu pihak tidak puas terhadap putusan
Pengadilan Negeri. Dasar hukumnya adalah UU No 4/2004 tentang Perubahan Atas Undang-
undang Pokok Kekuasaan dan UU No 20/1947 tentang Peradilan Ulangan. Permohonan
banding harus diajukan kepada panitera Pengadilan Negeri yang menjatuhkan putusan
(pasal 7 UU No 20/1947).
Urutan banding menurut pasal 21 UU No 4/2004 jo. pasal 9 UU No 20/1947 mencabut
ketentuan pasal 188-194 HIR, yaitu:
ada pernyataan ingin banding;
panitera membuat akta banding;
dicatat dalam register induk perkara;
pernyataan banding harus sudah diterima oleh terbanding paling lama 14 hari sesudah
pernyataan banding tersebut dibuat;
pembanding dapat membuat memori banding, terbanding dapat mengajukan kontra
memori banding.
c. Kasasi
Menurut pasal 29 dan 30 UU No 14/1985 jo. UU No 5/2004 kasasi adalah pembatalan
putusan atas penetapan pengadilan dari semua lingkungan peradilan dalam tingkat
peradilan akhir.
Putusan yang diajukan dalam putusan kasasi adalah putusan banding. Alasan yang
dipergunakan dalam permohonan kasasi yang ditentukan dalam pasal 30 UU No 14/1985 jo.
UU No 5/2004 adalah:
Tidak berwenang (baik kewenangan absolut maupun relatif) untuk melampaui batas
wewenang;
Salah menerapkan/melanggar hukum yang berlaku;
Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan
yang mengancam kelalaian dengan batalnya putusan yang bersangkutan.
2). Upaya Hukum Luar Biasa
Dilakukan terhadap putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan pada
asasnya upaya hukum ini tidak menangguhkan eksekusi. Mencakup:
a. Peninjauan Kembali
Apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan yang ditentukan dengan undang-
undang, terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan huikum tetap dapat
dimintakan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung dalam perkara perdata
dan pidana oleh pihak-pihak yang berkempentingan. (pasal 66-77 UU no 14/1985 jo.
UU no 5/2004)
Alasan-alasan peninjauan kembali menurut pasal 67 UU no 14/1985 jo. UU no
5/2004, yaitu:
Ada novum atau bukti baru yang diketahui setelah perkaranya diputus yang
didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana yang dinyatakan
palsu;
Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat
menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;
Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut/lebih daripada yang
dituntut;
Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa
dipertimbangkan sebab-sebabnya;
Apabila dalam satu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim/suatu kekeliruan
yang nyata. Tenggang waktu pengajuan 180 hari setelah putusan berkekuatan
hukum tetap. (pasal 69 UU 14/1985). Mahkamah Agung memutus permohonan
peninjauan kembali pada tingkat pertama dan terakhir (pasal 70 UU no 14/1985).
b. derden verzet
Terjadi apabila dalam suatu putusan pengadilan merugikan kepentingan dari pihak
ketiga, maka pihak ketiga tersebut dapat mengajukan perlawanan terhadap putusan
tersebut.
Dasar hukumnya adalah 378-384 Rv dan pasal 195 (6) HIR. Dikatakan sebagai
upaya hukum luar biasa karena pada dasarnya suatu putusan hanya mengikat pihak
yang berperkara saja (pihak penggugat dan tergugat) dan tidak mnegikat pihak
ketiga (tapi dalam hal ini, hasil putusan akan mengikat orang lain/pihak ketiga, oleh
sebab itu dikatakan luar biasa).
Denderverzet diajukan ke Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut
pada tingkat pertama. Perlawanan pihak ketiga terhadap sita eksekusi dan atau sita
jaminan tidak hanya terhadap suatu benda yang padanya melekat hak milik
melainkan juga hak-hak lainnya. Pihak pelawan harus dilindungi karena Ia bukan
pihak berperkara namun dalam hal ini kepentingannya telah tersentuh oleh
sengketa dan konflik kepentingan dari penggugat dan tergugat. Untuk dapat
mempertahankan dimuka dan meyakinkan pengadilan dalam mengabulkan
perlawanannya maka Ia harus memiliki alas hak yang kuat dan dapat membuktikan
bahwa benda yang akan disita tersebut adalah haknya.
Dengan demikian, maka Ia akan disebut sebagai pelawan yang benar dan
terhadap peletakan sita akan diperintahkan untuk diangkat. Perlawanan pihak
ketiga ini merupakan upaya hukum luar biasa tetapi pada hakikatnya lembaga ini
tidak menunda dilaksanakannya eksekusi.
sumber :
BMP HKUM4405
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/2296/Upaya-Hukum-dalam-Hukum-Acara-
Perdata.html
https://www.hukumonline.com/klinik/a/catat-ini-2-macam-upaya-hukum-perdata-
lt63f6adcfdd1bf/