Anda di halaman 1dari 7

HUKUM ACARA PERDATA

TUGAS 3
NAMA : NURBIANSAH
NIM : 042664641
MATA KULIAH : ILMU HUKUM

Tugas 3
Dalam melaksanakan peradilan tidak semua putusan yang dijatuhkan oleh hakim mutlak sudah adil dan
benar, selalu ada kemungkinan putusan yang dijatuhkan tidak tepat dan dirasa tidak adil oleh para pihak
yang berperkara. Untuk itulah ada Lembaga Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung sebagai Lembaga
yang dapat membantu mengoreksi terhadap putusan hakim pengadilan dibawahnya yang tidak adil dan
tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Demi keadilan dan kebenaran setiap putusan pengadilan
sebelumnya ada kemungkinan akan dikoreksi dan kesalahan yang dibuat hakim dapat diperbaiki.
Pengadilan menyiapkan jalur upaya-upaya hukum yang dapat diikuti demi mendapatkan putusan yang adil
sehingga putusan yang keliru dapat diperbaiki.
Pertanyaannya :
1. Berikan analisis Anda terhadap macam-macam upaya hukum yang ada pada Hukum Acara
Perdata ?
2. Berikan pendapat Anda mengenai perlunya upaya hukum diberikan kepada pihak berperkara
terhadap putusan hakim ?
3. Jelaskan secara rinci upaya hukum melawan putusan yang Anda ketahui ?
Hasil Diskusi :
1. Berikan analisis Anda terhadap macam-macam upaya hukum yang ada pada Hukum Acara
Perdata ?
Tanggapan :
Menurut Wirjono Prodjodikoro, hukum acara perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat
cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan
itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya hukum perdata.
Sedangkan Soedikno Mertokusumo menuliskan hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang
mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiel dengan perantaraan hakim atau
peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan hukum perdata materiel.
Konkretnya hukum acara perdata mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak,
memeriksa serta memutus dan pelaksanaan daripada putusannya.
Di Indonesia, ketentuan hukum acara perdata masih menggunakan Herzien Inlandsch Reglement (“HIR”)
atau Reglement tot Regeling van Het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura (“Rbg”) yang
dilengkapi dengan berbagai ketentuan yang tersebar dalam UU 48/2009 dan UU 14/1985 serta
perubahannya. Sehingga dapat dikatakan hukum acara perdata diatur dalam berbagai peraturan yang
terpisah.
Dalam suatu perkara yang sudah diputus oleh hakim, ada kalanya putusan tersebut tidak cukup memuaskan
para pihak yang bersengketa baik pihak penggugat maupun tergugat. Oleh karenanya, pihak yang menolak
putusan hakim dapat mengajukan upaya hukum perdata agar perkaranya diperiksa kembali.
Menyambung pertanyaan Anda, terdapat 2 macam upaya hukum perdata yaitu upaya hukum biasa dan
upaya hukum luar biasa. Berikut ini kami jelaskan satu per satu upaya hukum perdata tersebut.
1. Upaya Hukum Biasa
Upaya hukum biasa pada asasnya terbuka untuk setiap putusan selama tenggang waktu yang ditentukan
oleh undang-undang, wewenang untuk menggunakannya hapus dengan menerima putusan. Upaya hukum
biasa ini bersifat menghentikan pelaksanaan putusan untuk sementara.
a. Perlawanan (Verzet)
Verzet adalah upaya hukum perdata terhadap putusan yang dijatuhkan pengadilan terhadap putusan tanpa
hadirnya pihak tergugat (putusan verstek). Dasar hukum verzet diatur dalam Pasal 125 ayat (3) jo. Pasal 129
HIR dan Pasal 149 ayat (3) jo. Pasal 153 Rbg. Perlawanan ini pada prinsipnya disediakan bagi pihak tergugat
yang dikalahkan.
Tenggang waktu mengajukan verzet menurut Pasal 129 ayat (2) HIR:
1.
1. Perlawanan dapat diajukan dalam tenggang waktu 14 hari sejak pemberitahuan
putusan verstek diterima tergugat.
2. Jika putusan verstek itu tidak diberitahukan ke tergugat, perlawanan masih dapat diajukan
sampai hari ke-8 setelah teguran untuk melaksanakan putusan verstek itu.
3. Atau apabila tergugat tidak datang menghadap ketika ditegur, perlawanan tergugat dapat
diajukan sampai hari ke–8 sesudah dijalankan keputusan surat perintah kedua dalam Pasal
197 HIR.
Perlawanan terhadap putusan verstek diajukan seperti mengajukan surat gugatan biasa.Ketika perlawanan
telah diajukan maka tertundalah putusan verstek dijalankan.
b. Banding
Upaya hukum banding adalah sebuah upaya dari salah satu pihak baik pihak penggugat atau tergugat yang
tidak menerima suatu putusan pengadilan karena merasa hak-haknya terserang oleh akibat adanya putusan
itu.
Dasar hukum banding perdata tercantum dalam Pasal 199 Rbg, Pasal 6 UU 20/1947 dan Pasal 26 ayat (1)
UU 48/2009, di mana yang dapat mengajukan permohonan banding adalah pihak yang bersangkutan.
Banding harus diajukan dalam tenggang waktu 14 hari sejak putusan diucapkan, apabila para pihak hadir
pada saat putusan diucapkan oleh majelis hakim, atau 14 hari sejak pemberitahuan putusan apabila para
pihak tidak hadir saat putusan dibacakan.[6]
Namun perlu dicatat, apabila putusan yang diucapkan itu di luar kehadiran tergugat (putusan verstek), maka
tidak dapat dimohonkan banding, melainkan perlawanan (verzet).
Kemudian perlu diketahui, dalam permohonan banding, pembuatan memori banding tidaklah merupakan
keharusan atau kewajiban. Yurisprudensi Putusan MA No. 39K/Sip/1973 tertanggal 11 September 1975 pun
menyebutkan kaidah hukum memori banding dapat diajukan selama perkara belum diputus oleh Pengadilan
Tinggi. Undang-undang tidak menentukan batas waktu untuk itu.
c. Kasasi
Kasasi adalah suatu upaya hukum yang merupakan wewenang dari Mahkamah Agung untuk memeriksa
kembali putusan pengadilan tingkat banding atau tingkat terakhir dari semua lingkungan peradilan.
Tugas Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi adalah menguji putusan pengadilan sebelumnya tentang
sudah tepat atau tidaknya penerapan hukum yang dilakukan terhadap kasus yang bersangkutan yang duduk
perkaranya telah ditetapkan oleh pengadilan sebelumnya.
Tenggang waktu untuk mengajukan kasasi adalah 14 hari sejak putusan atau penetapan Pengadilan Tinggi
disampaikan kepada yang bersangkutan, serta 14 hari terhitung sejak menyatakan kasasi, pemohon wajib
menyerahkan memori kasasi.
Berbeda dengan banding, memori banding bukanlah menjadi kewajiban bagi pemohon banding, akan tetapi
dalam kasasi, memori kasasi adalah kewajiban bagi pemohon kasasi untuk diserahkan. Artinya, apabila
memori kasasi itu tidak dibuat, permohonan kasasi akan ditolak.
Untuk melakukan kasasi, harus ada alasan-alasan yang digunakan sebagai dasar kasasi yaitu putusan atau
penetapan pengadilan:
1. tidak berwenang atau melampaui batas wewenang.
2. salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.
3. lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang
mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.
Dari alasan-alasan tersebut di atas, dapat dipahami di tingkat kasasi tidaklah diperiksa lagi tentang duduk
perkaranya, melainkan tentang hukumnya, sehingga tentang terbukti atau tidaknya peristiwa tidak akan
diperiksa. Pemeriksaan tingkat kasasi umumnya tidak dianggap sebagai pemeriksaan tingkat ketiga.
2. Upaya Hukum Luar Biasa
1. a. Peninjauan Kembali
Peninjauan kembali adalah suatu upaya untuk memeriksa dan mementahkan kembali suatu putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, guna membatalkannya. Permohonan peninjauan kembali
tidak menghalangi jalannya eksekusi atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan hanya 1 kali, serta dapat dicabut selama belum diputus.
Jika sudah dicabut permohonan peninjauan kembali itu tidak dapat diajukan lagi.
Permohonan peninjauan kembali atas putusan perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap dapat diajukan hanya berdasarkan alasan-alasan:
a. apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan
yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang
kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
b. apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat
menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;
c. apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang
dituntut;
d. apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa
dipertimbangkan sebab-sebabnya;
e. apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar
yang sama oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan
putusan yang bertentangan satu dengan yang lain;
f. apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan
yang nyata.

Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang didasarkan atas alasan di atas adalah
180 hari untuk:
1.
a. yang disebut pada huruf a sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat yang
harus dibutktikan secara tertulis hari dan tanggal diketahuinya atau sejak putusan
hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap, dan telah diberitahukan kepada
para pihak yang beperkara;
b. yang disebut pada huruf b sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta tanggal
ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang
berwenang;
c. yang disebut pada huruf c, d, dan f sejak putusan memperoleh kekuatan hukum
tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang beperkara;
d. yang tersebut pada huruf e sejak sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu
memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak yang
berperkara.
b. Perlawanan Pihak Ketiga (Derden Verzet)
Macam upaya hukum perdata yang terakhir ialah perlawanan pihak ketiga atau derden verzet adalah suatu
perlawanan yang dilakukan oleh pihak ketiga yang tadinya tidak ada sangkut pautnya dengan perkara, akan
tetapi putusan itu telah merugikan pihak ketiga tersebut.

Derden verzet atas sita jaminan dapat diajukan pemilik selama perkaranya belum mempunyai putusan yang
berkekuatan hukum tetap. Selain itu untuk dikabulkannya perlawanan pihak ketiga diperlukan adanya
kepentingan pihak ketiga dan secara nyata hak pihak ketiga telah dirugikan.

2. Berikan pendapat Anda mengenai perlunya upaya hukum diberikan kepada pihak berperkara
terhadap putusan hakim ?
Tanggapan :
3. Upaya Hukum Luar Biasa
1. a. Peninjauan Kembali
Peninjauan kembali adalah suatu upaya untuk memeriksa dan mementahkan kembali suatu putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, guna membatalkannya. Permohonan peninjauan kembali
tidak menghalangi jalannya eksekusi atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan hanya 1 kali, serta dapat dicabut selama belum diputus.
Jika sudah dicabut permohonan peninjauan kembali itu tidak dapat diajukan lagi.
Permohonan peninjauan kembali atas putusan perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap dapat diajukan hanya berdasarkan alasan-alasan:
g. apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan
yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang
kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
h. apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat
menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;
i. apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang
dituntut;
j. apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa
dipertimbangkan sebab-sebabnya;
k. apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar
yang sama oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan
putusan yang bertentangan satu dengan yang lain;
l. apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan
yang nyata.
Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang didasarkan atas alasan di atas adalah
180 hari untuk:
2.
a. yang disebut pada huruf a sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat yang
harus dibutktikan secara tertulis hari dan tanggal diketahuinya atau sejak putusan
hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap, dan telah diberitahukan kepada
para pihak yang beperkara;
b. yang disebut pada huruf b sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta tanggal
ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang
berwenang;
c. yang disebut pada huruf c, d, dan f sejak putusan memperoleh kekuatan hukum
tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang beperkara;
d. yang tersebut pada huruf e sejak sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu
memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak yang
berperkara.
b. Perlawanan Pihak Ketiga (Derden Verzet)
Macam upaya hukum perdata yang terakhir ialah perlawanan pihak ketiga atau derden verzet adalah suatu
perlawanan yang dilakukan oleh pihak ketiga yang tadinya tidak ada sangkut pautnya dengan perkara, akan
tetapi putusan itu telah merugikan pihak ketiga tersebut.
Derden verzet atas sita jaminan dapat diajukan pemilik selama perkaranya belum mempunyai putusan yang
berkekuatan hukum tetap. Selain itu untuk dikabulkannya perlawanan pihak ketiga diperlukan adanya
kepentingan pihak ketiga dan secara nyata hak pihak ketiga telah dirugikan.

3. Jelaskan secara rinci upaya hukum melawan putusan yang Anda ketahui ?
Tanggapan :
Upaya hukum melawan suatu putusan dapat dilakukan melalui berbagai mekanisme, seperti banding,
kasasi, atau judicial review, tergantung pada yurisdiksi dan tingkatan pengadilan. Biasanya, banding
diajukan untuk menggugat putusan pengadilan tingkat pertama, sementara kasasi adalah upaya hukum
untuk mengajukan banding terhadap putusan pengadilan tingkat banding. Judicial review biasanya terkait
dengan konstitusionalitas suatu peraturan.

Penting untuk berkonsultasi dengan seorang advokat yang berpengalaman untuk mendapatkan informasi
yang lebih spesifik mengenai langkah-langkah hukum yang dapat diambil sesuai dengan kasus tertentu.
Di Indonesia, ketentuan hukum acara perdata masih menggunakan Herzien Inlandsch Reglement (“HIR”)
atau Reglement tot Regeling van Het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura (“Rbg”) yang
dilengkapi dengan berbagai ketentuan yang tersebar dalam UU 48/2009 dan UU 14/1985 serta
perubahannya. Sehingga dapat dikatakan hukum acara perdata diatur dalam berbagai peraturan yang
terpisah.
Dalam suatu perkara yang sudah diputus oleh hakim, ada kalanya putusan tersebut tidak cukup memuaskan
para pihak yang bersengketa baik pihak penggugat maupun tergugat. Oleh karenanya, pihak yang menolak
putusan hakim dapat mengajukan upaya hukum perdata agar perkaranya diperiksa kembali.
Menyambung pertanyaan Anda, terdapat 2 macam upaya hukum perdata yaitu upaya hukum biasa dan
upaya hukum luar biasa. Berikut ini kami jelaskan satu per satu upaya hukum perdata tersebut.
Sumber : Laila M. Rasyid dan Herinawati. Modul Pengantar Hukum Acara Perdata. Aceh: Unimal Press;
Yulia. Hukum Acara Perdata. Aceh: Unimal Press.

Mohon ijin koreksi dan bimbingan yaa terimakasih

Anda mungkin juga menyukai