DOSEN PEMBIMBING
Lalu Guna Nugraha, S.H., M.H.
DISUSUN OLEH
UNIVERSITAS MATARAM
FAKULTAS HUKUM
2020
RESUME PUTUSAN HAKIM DALAM PTUN
Tujuan diadakannya suatu proses di muka pengadilan adalah untuk memperoleh putusan
hakim. Putusan hakim atau lazim disebut dengan istilah putusan pengadilan merupakan
sesuatu yang sangat diinginkan atau dinanti- nantikan oleh pihak-pihak yang berperkara
guna menyelesaikan sengketa diantara mereka dengan sebaik-baiknya. Sebab dengan
putusan hakim tersebut pihak- pihak yang bersengketa mengharapkan adanya kepastian
hukum dan keadilan dalam perkara yang mereka hadapi.
Putusan Sela atau Putusan Antara (Interlocutoir Vonis), merupakan putusan yang
mendahului dikeluarkannya putusan akhir. Putusan Sela ini berguna dalam hal
memperlancar pemeriksaan perkara. Putusan Sela meliputi :
1. Putusan Provisi, yaitu putusan yang diambil segera mendahului putusan akhir tentang
pokok perkara, karena adanya alasan-alasan yang mendesak untuk itu. Misalnya putusan
untuk menunda pelaksanaan Putusan Tata Usaha Negara yang disengketakan atau untuk
mengijinkan Penggugat berperkara secara Cuma-Cuma (prodeo).
2. Putusan Insidentil, yaitu putusan sela yang diambil secara insidentil, karena adanya
alasan-alasan tertentu. Misalnya karena kematian Kuasa Penggugat atau Tergugat.
Putusan Akhir, merupakan putusan yang mengakhiri suatu sengketa atau perkara dalam
suatu tingkatan peradilan tertentu. Putuisan Akhir ini terdiri dari :
putusan hakim ini dapat dibagi dalam 2 (dua) bentuk permasalahan, yaitu:
1) Dalam aspek kehadiran para pihak
Pada prinsipnya, setiap penyelesaian sengketa di sidang pengadilan harus dihadiri oleh para
pihak, dan untuk itu para pihak harus dipanggil secara patut. Akan tetapi, terkadang
meskipun para pihak telah dipanggil secara patut, tetap ada kemungkinan bagi salah satu
pihak untuk tidak hadir memenuhi panggilan tanpa alasan yang jelas, sehingga menurut
Yahya Harahap pihak yang tidak hadir itu dapat dikatakan telah melakukan pengingkaran
untuk menghadiri pemeriksaan persidangan.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka undang-undang memberi kewenangan kepada
hakim untuk menjatuhkan putusan, sebagai ganjaran atas tindakan tersebut. Putusan yang
dimaksud antara lain:
a) Putusan gugatan gugur
Apabila penggugat tidak datang pada hari sidang yang telah ditentukan, atau tidak
menghadirkan wakilnya padahal telah dipanggil secara patut, maka dalam hal ini hakim
dapat dan berwenang untuk menjatuhkan putusan menggugurkan gugatan penggugat, dan
bersamaan dengan itu penggugat dihukum membayar biaya perkara, sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 124 H.I.R. Sementara akibat hukum yang timbul dari putusan adalah
pihak tergugat dilepaskan dari dugaan bersalah sebagaimana yang dikemukakan dalam
gugatan penggugat, dan satu-satunya upaya yang dapat ditempuh pengugat untuk
menghadapi putusan ini hanyalah mengajukan gugatan baru.
b) Putusan verstek
Putusan ini merupakan suatu hukuman yang diberikan undang-undang kepada tergugat atas
keingkarannya menghadiri persidangan yang telah ditentukan, meskipun telah dipanggil
secara patut dan sah. Putusan ini diatur dalam Pasal 125 ayat (1) H.I.R. dan Pasal 78 Rv.
Adapun bentuk hukuman yang dikenakan kepada tergugat dalam putusan ini yakni bahwa
tergugat dianggap mengakui dalil gugatan penggugat secara murni dan bulat berdasarkan
Pasal 174 H.I.R.
c) Putusan contradictoir
Bentuk putusan ini ditinjau dari segi kehadiran para pihak pada saat putusan diucapkan.
FORMULASI PUTUSAN HAKIM
Formulasi putusan adalah susunan atau sistematika yang harus dirumuskan dalam putusan
agar memenuhi syarat perundang-undangan.90 Secara garis besar, formulasi putusan diatur
dalam Pasal 184 ayat (1) H.I.R. atau Pasal 195 R.Bg., serta Pasal 25 Undang-Undang No. 4
Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Upaya hukum merupakan hak dari pihak yang dikalahkan untuk tidak menerima putusan
pengadilan, yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak untuk mengajukan
permohonan peninjauan kembali dalam hal menurut cara yang diatur oleh undang-undang.
Upaya hukum terhadap putusan pengadilan ialah usaha untuk mencari keadilan pada tingkat
pengadilan yang lebih tinggi dari pengadilan yang menjatuhkan putusan tersebut.
B. PEMERIKSAAN BANDING
Upaya pemeriksaan tingkat banding pada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN)
merupakan pemeriksaan ulang terhadap apa yang sudah diputus oleh pengadilan tata usaha
negara tingkat pertama. Hal ini berarti bahwa pengadilan tinggi tata usaha negara akan
memeriksa kembali, baik fakta maupun hal yuridisnya juga amar putusan pengadilan tata
usaha negara tingkat pertama, terlepas ada atau tidaknya memori banding. Dalam pasal 122
UU PTUN, disebutkan terhadap putusan pengadilan tata usaha negara dapat dimintakan
pemeriksaan banding oleh penggugat atau tergugat, juga oleh pihak ketiga yang ikut serta
dalam perkara, baik atas inisiatif sendiri ataupun atas permohonan pada pihak maupun atas
permintaan hakim kepada pengadilan tinggi tata usaha negara. Tenggang waktu yang
disediakan menurut pasal 123 ayat (1) UU PTUN yakni 14 hari setelah putusan pengadilan
deberitahukan kepada para pihak secara sah. dengan demikian apabila hingga tenggang
waktu penajuan tersebut berakhir tanpa adanya pengajuan banding, maka para pihak
dianggap telah menerima putusan hakim PTUN tersebut. Upaya hukum dengan asas
peradilan dua tingkat in dilatarbelakangi pemikiran dan keyakinan bahwa belum tentu
putusan pengadilan tingkat pertama tersebut telah memenuhi kepastian hukum dan atau
rasa keadilan, karenanya perlu dimungkinkan adanya pemeriksaan ulang oleh pengadilan
yang lebih tinggi.
Cara pemeriksaan banding dilakukan atas dasar surat-surat, yakni berkas perkara yang
bersangkutan, namun tidak dimungkinkannya hakim mendengar sendiri para pihak dan para
saksi. Pengadilan tinggi juga dimungkinkan untuk meminta pengadilan tingkat pertama
untuk melakukan pemeriksaan tambahan apabila dirasa pemeriksaan yang dilakukan oleh
pengadilan tingkat pertama kurang dengan petunjuk seperlunya dari pengadilan tingkat
banding. Selama pemeriksaan tingkat banding, pemohon banding diperkenankan mencabut
atau menarik kembali permohonan banding yang telah diajukan asalkan perkara yang
bersangkutan belum diputus oleh pengadilan tingkat banding dan perkara tersebut tidak
diperkenankan untuk diajukan banding kembali. Terhadap para pihak yang merasa tidak
puas atas putusan yang diberikan pada tingkat pertama (PTUN), berdasarkan ketentuan
Pasal 122 UU Peratun terhadap putusan PTUN tersebut dapat dimintakan pemeriksaan
banding oleh Penggugat atau Tergugat kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
(PTTUN).
C. PEMERIKSAAN KASASI
Perkataan Kasasi berasal dari kara ”Casser”, yang berarti memecahkan atau membatalkan.
Mahkamah Agung merupakan pengadilan negara tertinggi terhadap putusan dari semua
lingkungan peradilan. Apabila terdapat permohonan kasasi yang diajukan kepada
Mahkamah Agung, maka hal tersebut berarti bahwa putusan tersebut dapat dibatalkan oleh
MA karena:
a.tidak berwenang atau melebihi batas wewenang
b.salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku
c.lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan (pasal
30 UU No 14 tahun 1985 UU MA)
Mahkamah Agung tidaklah memeriksa fakta atau kejadian-kejadian, tetapi hanyalah
penerapan hukumnya saja, sedangkan pemeriksaan dan penetapan fakta dilakukan oleh
pengadilan tingkat pertama dan diperiksa ulang oleh pengadilan tinggi. Tenggang waktu
dalam UU PTUN tidak disebutkan dengan jelas mengenai batas diajukannya kasasi, karena
dalam pasal 131 ayat (2) UU PTUN bahwa acara pemeriksaan kasasi sepenuhnya diatur
dalam UU MA yang artinya pemeriksaan perkara kasasinya digunakan UUMA yang menagtur
mengenai acara kasasi untuk peradilan umum (perdata) . Pengajuan menurut UUMA ialah
selama 14 hari setelah putusan dibacakan dan selambat-lambatnya 7 hari panitera harus
menghubungi pihak lawan setelah permohonan kasasi terdaftar. Dalam tenggang waktu 14
hari setelah permohonan kasasi dicatat dalam buku daftar, pemohon kasasi wajib
menyampaikan memori kasasi yang memuat alasan-alasan permohonan kasasi.