Anda di halaman 1dari 6

NAMA : Abetri Uya Octaviani Damanik

NIM : A1011191229

KELAS : A Reguler

MAKUL : Hukum Acara PTUN

TUGAS : Perbedaan dan Persamaan Hukum Acara PTUN dengan Hukum Acara Perdata.

PERSAMAAN DAN PERBEDAAN HUKUM ACARA PTUN DENGAN HUKUM ACARA


PERDATA

Terdapat beberapa persamaan dan perbedaan antara hukum acara peradilan tata usaha Negara
dengan hukum acara perdata.

A. Persamaan antara Hukum Acara Pengadilan TUN dengan Hukum Acara Perdata.

1. Pengajuan gugatan

Pengajuan gugatan menurut hukum acara PTUN diatur dalam apasal 54 UU PTUN, sedangkan
menurut hukum acara perdata diatur dalam pasal 118 HIR.

Hukum acara TUN maupun Hukum acara perdata sama-sama menganut asas bahwa gugatan
diajukan ke pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan atau tempat tinggal
tergugat.

2. Isi Gugatan

Isi gugatan pada pokoknya harus memuat, pertama, identitas para pihak (penggugat dan
tergugat), kedua dalil-dalil konkrit tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar serta
alasan-alasan dari pada tuntutan atau yang lebih dikenal dengan sebutan fundamentum petendi
atau posita (atau dasar tuntutan yag biasanya terdiri dari dua bagian, yaitu bagian yang
menguraikan tentang kejadian-kejadian atau peristiwanya dan bagian yang menguraikan tentang
kejadian-kejadian atau peristiwanya dan bagian yang menguraikan tentang hukumnya), ketiga,
petitum atau tuntutan ialah apa yang oleh penggugat diminta atau diharapkan agar diputuskan
oleh hakim.

3. Pendaftaran perkara

Gugatan diajukan ke pengadilan yang berwenang baik secara kompetensi absolut maupun relatif.
Dalam mengajukan gugatan, penggugat diwajibkan membayar uang muka biaya perkara. Uang
muka biaya perkara ini meliputi biaya pemanggilan dan pemberitahuan kepada para pihak, biaya
taksi, biaya administrasi kepaniteraan, yang semuanya akan di perhitungkan kemudian setelah
perkara diputus.

Selain itu kepada penggugat yang tidak mampu membayar biaya perkara, dibuka kemungkinan
untuk mengajuakan permohonan berperkara tanpa biaya. Permohonan tersebut diajukan
bersamaan pada saat mengajukan gugatan yang di sertai dengan surat keterngan tidak mampu
dari kepala desa atau lurah setempat.

4. Penetapan Hari Sidang

Setelah surat gugatan di daftarkan dalam buku daftar perkara dan telah dianggap cukup lengkap,
pengadilan menentukan hari dan jam siding di pengadilan. Dalam menentukan hari sidang ini,
hakim harus mempertimbangkan jarak antara tempat tinggal para pihak yang berperkara dengan
pengadilan tempat persidangan.

5. Pemanggilan Para Pihak

Pemanggilan para pihak dilakukan setelah gugatan dianggap sempurna dan sudah di catat.

Dalam hukum acara TUN, jangka waktu antara pemanggilan dan hari sidang tidak boleh kurang
dari 6 (enam) hari, kecuali dalam hal sengketa tersebut harus di periksa dengan acara cepat.

6. Pemberian Kuasa

Apabila di kehendaki, para pihak dapat diwakili atau didampingi oleh seorang kuasa atau
beberapa orang kuasa. Pemberian kuasa ini dapat dilakukan sebelum atau selama perkara
diperiksa. Pemberian surat kuasa yang dilakukan sebelum perkara diperiksa harus secara tertulis
dengan membuat surat kuasa khusus. Dengan pemberian suarat kuasa ini, si penerima kuasa bisa
melakukan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan jalannya pemeriksaan perkara untuk dan
atas nama si pemberi kuasa. Sedangkan pemberian kuasa yang dilakukan di persidangan bisa
dilakukan secara lisan.

7. Hakim Majelis

Pemeriksaan perkara dalam hukum acara PTUN dan hukum acara perdata dilakukan dengan
hakim majelis (tiga orang hakim), yang terdiri atas satu orang bertindak selaku hakim ketua dan
dua orang lagi bertindak selaku hakim anggota. Namun dalam hal-hal tertentu dimungkinkan
untuk menempuh prosedur pemeriksaan dengan hakim tunggal (unus judex). Dalam hukum acara
TUN hal ini dapat dilakukan dalam hal pemeriksaan dengan acara cepat (pasal 99 ayat 1).

8. Persidangan terbuka untuk umum

Dengan demikian setiap orang dapat untuk hadir dan mendengarkan jalannya pemeriksaan
perkara tersebut. Apabila putusan diucapkan dalam sidang yang tidak dinyatakan terbuka untuk
umum berarti putusan itu tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum serta mengakibatkan
batalnya putusan itu menurut hukum.

9. Mendengar Kedua Belah Pihak

Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedakan orang. Dengan demikian
ketentuan pasal ini mengandung asas kedua belah pihak haruslah diperlakukan sama, tidak
memihak, dan kedua belah pihak didengar dengan adil. Hakim tidak diperkenankan hanya
mendengarkan atau memperhatikan keterangan salah satu pihak saja.

10. Pencabutan dan perubahan Guagatan.

Penggugat sewaktu-waktu dapat mencabut gugatannya, sebelum tergugat memberikan jawaban.


Apabila tergugat sudah memberikan jawaban atas gugatan yang diajukan, maka akan dikabulkan
oleh hakim, apabila mendapat persetujuan tergugat.

11. Hak Ingkar

Untuk menjaga obyektivitas dan keadilan dari putusan hakim, maka hakim atau panitera wajib
mengundurkan diri, apabila diantara para hakim, antara hakim dan panitera, antara hakim atau
panitera dengan salah satu pihak yang berperkara mempunyai hubungan sedarah atau semenda
sampai derajat ketiga, atau hubungan suami isteri meskipun telah bercerai, atau juga hakim atu
panitera mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan sengketanya.

12. Pengikut sertaan pihak ketiga.

Pada dasarnya di dalam suatu sengketa sekurang-kurangnya terdapat dua pihak yaitu penggugat
sebagai pihak yang mengatakan gugatan dan pihak tergugat sebagai pihak yang digugat oleh
penggugat. Namun, ada kemungkinan selama pemeriksaan perkara berjalan, baik atas prakarsa
sendiri dengan mengajukan permohonan maupun atas prakarsa hakim dapat masuk sebagai pihak
ketiga yang membela kepentingannya.

13. Pembuktian

Beban pembuktian ada pada kedua belah pihak, hanya Karena yang mengajukan gugatan adalah
penggugat, maka penggugatlah yang mendapat kesempatan pertama untuk membuktikanya.
Sedangkan kewajiban tergugat untuk membuktikan adalah dalam rangka membantah bukti yang
diajukan oleh penggugat dengan mengajukan bukti yang lebih kuat. Yang di buktikan pada
dasarnya dalah peristiwanya bukanhukumnya, karena hakim dianggap tahu tentang hukumnya.

14. Pelaksanaan Putusan Pengadilan.

Pelaksanaan putusan pengadilan dilakukan setelah adanya putusan. Dan putusan pengadilan yang
dapat dilaksanakan adalah terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, yang pelaksanaanya dilakukan atas perintah ketua pengadilan yang mengadilinya dalam
tingkat pertama.

B. Perbedaan Antara Hukum Acara PTUN dengan Hukum Acara Perdata

1. Objek Gugatan

Objek gugatan atau pangkal sengketa TUN adalah KTUN yang dikeluarkan oleh badan atau
pejabat TUN yang mengandung perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh penguasa,
sedangkan dalam hukum acara perdata adalah peruatan melawan hukum.

2. Kedudukan Para Pihak

Kedudukan para pihak dalam sengketa TUN,selalu menempatkan seseorang atau badan hukum
perdata sebagai pihak tergugat. Sedangkan dalam hukum acara perdata tidaklah demikian.

3. Gugat Rekonvensi

Gugat rekonvensi adalah gugatan yang diajukan oleh tergugat terhadap penggugat dalam
sengketa yang sedang berjalan antar mereka. Dalam hukum acara PTUN tidak mungkin dikenal
adanya gugat rekonvensi, karena dalam gugat rekonvensi berarti kedudukan para pihak semula
menjadi berbalik.

4. Tenggang Waktu Pengajuan Gugatan

5. Tuntutan dalam Gugatan

Dalam hukum acara perdata boleh dikatakan selalu tuntutan pokok itu disertakan dengan
tuntutan pengganti atau petitum subsidiair. Dalam hukum acara PTUN, hanya dikenal satu
macam tuntutan agar KTUN yang digugat dinyatakan batal atau tidak sah atau tuntutan agar
KTUN yang dimohonkan oleh penggugat dikeluarkan tergugat.

6. Rapat Permusyawaratan

Prosedur ini tidak dikenal dalam hukum acara perdata. Sedangkan dalam hukum acara PTUN,
ketentuan ini diatur dalam pasal 62 UU PTUN.

7. Pemeriksaan Persiapan

Disamping pemeriksaan melalui rapat permusyawaratan, hukum acara PTUN juga mengenal
pemeriksaan persiapan,yang juga tidak dikenal dalam hukum acara perdata.

8. Putusan Verstek
Verstek berarti pernyataan bahwa tergugat tidak datang pada hari sidang pertama. Putusan
verstek dikenal dalam hukum acara perdata dan boleh dijatuhkan pada hari sidang
pertama,apabila terggat tidak datang setelah dipanggil dengan patut. Sedangkan dalam pasal 72
ayat 1 UU PTUN, maka dapat diketahui bahwa dalam hukum acara PTUN tidak dikenal putusan
verstek karena badan atau pejabat TUN yang digugat itu tidak mungkin tidak diketahui
kedudukannya.

9. Pemeriksaan Acara Cepat

Dalam hukum acara PTUN dikenal pemeriksaan dengan acara cepat (pasal 98 dan 99 UU
PTUN ), sedangkan dalam hukum acara perdata tidak dikenal pemeriksaan dengan acara cepat.

10. Sistem Hukum Pembuktian

Sistem pembuktian dalam hukum acara perdata dilakukan dalam rangka memperoleh kebenaran
formal, sedangkan dalam hukum acara PTUN dilakukan dalam rangka memperoleh kebenaran
materiil.

11. Sifat Erga Omnesnya Putusan Pengadilan

Dalam hukum acara PTUN, putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap
mengandung sifat erga omnes artinya berlaku untuk siapa saja dan tidak hanya terbatas
berlakunya bagi pihak-pihak yang berperkara,seperti halnya dalam hukum acara perdata.

12. Pelaksanaan Serta Merta

Dalam hukum acara PTUN tidak dikenal pelaksanaan serta merta sebagaimana yang dikenal
dalam hukum acara perdata. Dalam hukum acara PTUN, hanya putusan akhir yang telah
berkekuatan hukum tetap saja yang dapat dilaksanakan.

13. Upaya Pemaksa Agar Putusan Dilaksanakan

Dalma hukum acara perdata,apabila pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakan putusan
secara sukarela,maka dikenal adanya upaya-upaya pemaksa agar putusan tersebut dilaksanakan,
sedangkan dalam hukum acara PTUN tidak dikenal adanya upaya-upaya pemaksa, karena
hakikat putusan adalah bukan menghukum sebagaimana hakikat putusan dalam hukum acara
perdata.

14. Kedudukan Pengadilan Tinggi

Dalam hukum acara perdata kedudukan pengadilan tinggi selalu sebagai pengadilan tingkat
banding sehingga setiap perkara tidak dapat langsung diperiksa oleh pengadilan tinggi, tetapi
harus terlebih dahulu melalui pengadilan tingkat pertama. Sedangkan dalm hukum acara PTUN
kedudukan pengadilan tinggi dapat sebagai pengadilan tingkat pertama.
15. Hakim Ad Hc

Hakim ad hoc tidak dikenal dalam hukum acara perdata apabila diperlukan keterangan ahli
dalam bidang tertentu, hakim cukup mendengarkan keterangan dari saksi ahli, sedangkan dalam
hukum acara PTUN,hakim ad hoc diatur dalam pasal 135 UU PTUN. Apabila memerlukan
keahlian khusus, maka ketua pengadilan dapat menunjuk seorang hakim ad hoc sebagai anggota
majelis.

Anda mungkin juga menyukai