Anda di halaman 1dari 21

RESUME PENGANTAR HUKUM INDONESIA

HUKUM ACARA PERDATA, HUKUM PERDATA, DAN HUKUM


KETENAGAKERJAAN

Nama : Yusuf Iqbal Firdaus

Nim : 23/517761/HK/23694

A. Hukum Acara Perdata


 Outline
1. Pengertian, Ruang Lingkup, Dasar Hukum.
2. Fungsi dan Tujuan.
3. Asas-asas.

1. Pengertian, Ruang Lingkup, Dasar Hukum


 Pengertian Hukum Acara Perdata
 Sengketa.
 Peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya
hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim.
 Hukum yang mengatur bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak,
memeriksa serta memutuskan dan pelaksanaan dari putusannya.
 Hukum Perdata adalah hukum materiil yang mengatur hak dan kewajiban.
 Hukum Formil adalah prosedur. Yaitu, bagaimana cara penerapan sanksi.
Hukum acara perdata masuk pada hukum formil.

 Upaya dan Prosedur dalam Penegakan Hukum Perdata


1) Kasasi merupakan permohonan dalam rangka langkah hukum yang dilakukan
dengan cara mengajukan kepada Mahkamah Agung untuk membatalkan putusan
pengadilan tingkat banding atau putusan akhir dari semua tingkat pengadilan.
Apabila permohonan kasasi diterima, maka Mahkamah Agung akan mengadili
sendiri dan membatalkan putusan pengadilan tingkat banding yang telah ada.
Berdasarkan Pasal 30 UU 14 Tahun 1985, Mahkamah Agung dalam tingkat
kasasi memiliki wewenang untuk dapat membatalkan putusan atau penetapan
pengadilan dari semua lingkungan peradilan dengan beberapa alasan:1
a. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;
b. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
c. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya
putusan yang bersangkutan.
2) Peninjauan kembali atau yang dapat disingkat PK adalah upaya hukum yang
dapat diambil oleh terpidana, untuk mengajukan permohonan kepada pengadilan
guna memeriksa kembali putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan
hukum tetap di sistem peradilan Indonesia. PK dapat dilakukan baik dalam suatu
kasus perdata maupun pidana.
Putusan pengadilan memiliki kekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijsde),
berdasarkan penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi,
adalah putusan pengadilan negeri yang tidak diajukan banding, putusan
pengadilan tinggi yang tidak diajukan kasasi, atau putusan kasasi Mahkamah
Agung. Peninjauan kembali (PK) tidak dapat dilakukan terhadap putusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap apabila putusan tersebut
menyatakan bahwa terdakwa bebas.
Berdasarkan Pasal 67 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung Republik Indonesia, permohonan peninjauan kembali terhadap putusan
perkara perdata yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dapat diajukan
dengan alasan-alasan berikut:
a. Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak
lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-
bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
b. Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat
menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;
c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada
yang dituntut;

1
Ridwan Mansyur, “Catat!, Permohonan Kasasi Yang Dikabulkan Hanya 11,92%”,
https://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/registry-news/2156-catat-permohonan-kasasi-yang-
dikabulkan-hanya-11-92 (diakses pada 07 September 2023, pukul 18.41).
d. Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa
dipertimbangkan sebab-sebabnya;
e. Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas
dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah
diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain;2
3) Paksa badan atau gijzeling adalah upaya yang dilakukan agar wajib melunasi
utang pajaknya, bukan karena adanya tindak pidana yang dilakukan oleh
individu atau badan hukum. Paksa badan atau gijzeling diterapkan ketika wajib
pajak memiliki kemampuan untuk membayar pajak, tetapi dengan sengaja
menghindari kewajibannya.3 Tindakan wajib pajak yang berusaha menghindari
pajak yang dibebankan kepadanya, tentu saja akan berdampak bagi negara
karena negara akan kehilangan potensi penerimaan dari sektor pajak. Menurut
Undang-Undang Nomor 19 tahun 1997 yang telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa,
Pasal 1, angka 21, penyanderaan merujuk pada pembatasan sementara
kebebasan wajib pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu.4

 Dasar Hukum
 Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR): Staatblad No 16 Tahun 1848;
S. 44 Tahun 1941) untuk daerah Jawa dan Madura.
 Rechsreglement Buitengewesten (Rbg): Staatblad No. 227 Tahun 1927
untuk daerah di luar Jawa dan Madura.
 Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering (Rv): S. No. 52 Tahun 1847;
S. No. 63 Tahun 1849) untuk golongan Eropa.
 Buku IV KUHPerdata.
 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman; UU Peradilan
Umum; UU Peradilan Agama; UU PTUN; dll.
 Peraturan Mahkamah Agung.
2
Yenni Ratna Pratiwi, “Menanggapi Adanya Permohonan Peninjauan Kembali (PK) Dari Lawan”,
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-banjarmasin/baca-artikel/12955/Menanggapi-Adanya-
Permohonan-Peninjauan-Kembali-PK-Dari-Lawan.html (diakses pada 07 September 2023, pukul 19.15).
3
Artha Polma Naibaho dkk, “Paksa Badan Gijzeling) Sebagai Instrumen Penagihan Pajak (Kajian
Yuridis Dari Perspektif Hukum Pidana)”, Diponegoro Jurnal Law, Vol. 5, No. 3 (2016), hal. 3.
4
Artha Polma Naibaho dkk, “Paksa Badan Gijzeling) Sebagai Instrumen Penagihan Pajak (Kajian
Yuridis Dari Perspektif Hukum Pidana)”, Diponegoro Jurnal Law, Vol. 5, No. 3 (2016), hal. 3.
 Dalam Pasal II dari Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia telah ditetapkan, bahwa segala Badan-Badan Negara dan Peraturan-
Peraturan yang ada, masih berlaku sebelumnya diadakan peraturan baru.

2. Fungsi dan Tujuan


 Objek
Peraturan yang bertujuan melaksanakan dan mempertahankan atau menegakkan
hukum perdata materiil dengan perantaraan kekuasaan negara (peradilan).

 Fungsi
1) Menguji efektifitas hukum.
2) Sarana bagi hakim melaksanakan fungsinya.
 Sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata, perbuatan Melawan Hukum
adalah: Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada
orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena
kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.
 Berlakunya
1) Formil : imperatif (paksa).
2) Materil : fakultatif (bisa memilih).
 Fokus
1) Materil : hubungan individu dengan hak.
2) Formil : hubungan hak dengan tuntutan hak.
 Perkara Perdata
1) Dasar timbulnya perkara (sengketa).
2) Inisiatif berperkara (diri sendiri).
3) Istilah yang digunakan (penggugat atau digugat).
4) Tugas hakim dalam acara (mencari kebenaran).
5) Masalah perdamaian (mediasi).
6) Tentang hukuman (monitory punishment, unmonitory punishment).
 Perkara Pidana
1) Dasar timbulnya perkara (konflik).
2) Inisiatif berperkara (laporan).
3) Istilah yang digunakan (terdakwa).
4) Tugas hakim dalam acara.
5) Masalah perdamaian.
6) Tentang hukuman.
 Kebenaran Formil : Komposisi kebenarannya cukup 51%, penggugat dan
tergugat tetapi kekuatan penggugat lebih tinggi maka hakim boleh langsung
memutuskan.
 Kebenaran Materil : Harus 100% dan antara Jaksa Penuntut Umum dan
terdakwa.

3. Asas-Asas
 Asas- Asas Hukum
1) Basic principles : civil justice system,
 Sistem peradilan civil law berlaku di negara-negara Eropa daratan, termasuk
Indonesia. Sistem ini didasarkan pada hukum perdata dan hukum publik,
memiliki tiga karakteristik utama. Yaitu, pertama, sistem ini menggunakan
pengkodean hukum sebagai dasar untuk menciptakan keseragaman hukum.
Kedua, hakim tidak terikat oleh preseden atau doktrin stare decisis,
sehingga undang-undang menjadi sumber utama rujukan hukum. Ketiga,
sistem peradilan dalam civil law bersifat inkuisitorial, di mana hakim
memiliki peran besar dalam mengarahkan dan memutus perkara. Dalam
sistem hukum civil law, penting untuk menciptakan kodifikasi hukum agar
tercapainya keseragaman dan mengubah kebiasaan menjadi hukum yang
berlaku secara umum. Sistem ini cenderung merencanakan,
mensistematiskan, dan mengatur persoalan sehari-hari melalui aturan
hukum yang dibuat melalui legislasi. Dalam menangani suatu perkara,
hakim akan mencari aturan-aturan yang sesuai dengan kasus yang sedang
ditangani. Hakim dalam sistem hukum civil law aktif dalam mencari fakta
dan cermat dalam menilai bukti-bukti, sehingga dapat memperoleh
gambaran yang lengkap tentang perkara tersebut.5
5
Editor hukumonline.com, “Mengenal Civil Law Legal System di Indonesia”,
https://www.hukumonline.com/berita/a/civil-law-legal-system-lt621f35d762707/ (diakses pada 07
September 2023, pukul 19.27).
2) Sifat terbukanya persidangan.
3) Mendengar kedua belah pihak.
4) Putusan disertai alasan-alasan.
5) Point d'interet point d'action (barang siapa yang mempunyai kepentingan dapat
mengajukan tuntutan hak/gugatan ke pengadilan).
 Setiap orang memiliki kesempatan menjadi salah satu pihak dalam
persidangan perdata, asalkan mereka mempunyai kepentingan hukum yang
cukup. Dalam proses persidangan, kepentingan hukum yang cukup akan
dijelaskan melalui penggunaan alat bukti yang mendukung. Tanpa alat bukti
yang cukup dalam persidangan perdata, ada risiko bahwa pihak yang tidak
mampu membuktikan kebenaran secara formal (preponderance of evidence:
Anglo-Amerika, verhandlung maxime: Eropa Kontinental) akan mengalami
kekalahan dalam pembuktian.6
6) Actori incumbit probation (siapa yang menggugat dialah yang wajib
membuktikan).
 Asas ini ada di hukum acara perdata dan diatur secara eksplisit dalam Pasal
163 HIR/283 RBg dan Pasal 1863 KUHPerdata. Dalam pasal-pasal tersebut
memiliki ketentuan menetapkan bawa yang diembani kewajiban untuk
membuktikan adalah pihak yang mendalilkan bahwa ia mempunyai hak atau
untuk mengukuhkan haknya sendiri ataupun membantah suatu hak orang
lain yang menunjuk pada suatu peristiwa.7
7) Ultra Petita (penjatuhan putusan oleh Majelis Hakim atas suatu perkara yang
melebihi tuntutan atau dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum).
 Prinsip ultra petita menerangkan bahwasannya hakim dapat mengeluarkan
putusan yang melampaui tuntutan atau permintaan yang diajukan. Dalam
konteks hukum acara pidana, putusan ultra petita terjadi ketika dakwaan Jaksa
Penuntut Umum (JPU) kurang sempurna dan sebagai wujud pengembangan

6
Elly Kristiani Purwendah, “Pergeseran Asas Pointd’interetpointd’action dalam Gugatan Citizen Law
Suit dan Action Popularis Sebagai Pemenuhan Asas Manfaat dalam Peradilan Perdata”,
https://media.neliti.com/media/publications/23189-ID-pergeseran-asas-pointdinteretpointdaction-dalam-
gugatan-citizen-law-suit-dan-act.pdf (diakses pada 07 September 2023, pukul 19.33).
7
Ridwan Mansyur, “Actori In Cumbit Probatio”, https://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/glosarium-
hukum/2192-actori-in-combit-probatio (diakses pada 07 September 2023, pukul 19.53).
hukum progresif, dan hakim sebagai corong keadilan dapat menghasilkan
putusan yang berkualitas dengan menemukan sumber hukum yang tepat.
 Putusan hakim tidak hanya harus mengikuti prosedur yang mutlak
berdasarkan undang-undang. Jika putusan hakim hanya didasarkan pada
prosedur, maka roh dan cita-cita hukum pidana dalam mencapai keadilan tidak
dapat direalisasikan.
 Putusan hakim merupakan hasil akhir dari proses peradilan pidana secara
keseluruhan. Dalam putusan hakim, diharapkan akan tercermin nilai-nilai
keadilan dan kebenaran, hak asasi manusia, pemahaman yang kuat terhadap
hukum dan fakta yang faktual dan akurat.8

Asas Peradilan
1) Cepat.
2) Sederhana.
3) Biaya ringan.
 konsep sistem peradilan umum di Indonesia dapat mengimplementasikan
prinsip peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. Penerapan prinsip ini
dalam sistem peradilan umum di Indonesia didasarkan pada beberapa prinsip
umum sebagai standar minimum dalam sistem peradilan yang terintegrasi
dengan baik. Prinsip ini bertujuan untuk memastikan bahwa pemeriksaan dan
penyelesaian perkara dilakukan secara efisien dan efektif, sambil tetap
mempertimbangkan biaya yang terjangkau bagi para pihak yang terlibat dalam
perkara tersebut.9

B. Hukum Perdata

8
Editor hukumonline.com, “Mengenal Prinsip Ultra Petita”,
https://www.hukumonline.com/berita/a/mengenal-prinsip-ultra-petita-lt63f335f902f77/ (diakses pada
07 September 2023, pukul 19.58).
9
https://simpus.mkri.id/opac/detail-opac?id=7711
Hukum adalah sebuah sistem yang berfungsi sebagai tatanan, karena setiap aturan
hukum tidak dapat dipahami secara terpisah tanpa mempertimbangkan hubungan
dengan aturan lainnya.

1. Klasifikasi Hukum
a. Hukum Publik:
Hukum publik adalah serangkaian peraturan yang menjadi dasar bagi negara
dalam mengatur pelaksanaan tugasnya dan melindungi kepentingan umum. Pelaksanaan
hukum publik dilakukan oleh penguasa untuk memastikan kepentingan negara dan
masyarakat terpenuhi.

 Ciri-ciri hukum publik:


 Lingkupnya melibatkan kepentingan negara dan masyarakat secara
keseluruhan, bukan hanya individu.
 Penguasa negara berkedudukan lebih tinggi daripada individu.
 Hukum publik ditegakkan untuk mencapai tujuan bersama dan kepentingan
masyarakat luas.
 Terdapat banyak hubungan antara negara, masyarakat, individu, dan unsur
politik yang terlibat di dalamnya.
 Macam-macam hukum publik:
 Hukum acara pidana.
 Hukum tata negara.
 Hukum administrasi negara.
 HPTUN.
 Hukum pertanahan.
 Hukum perpajakan.
 Hukum publik internasional.

b. Hukum Privat:
Hukum privat adalah hukum yang mengatur hak dan kewajiban antara individu
dalam pergaulan masyarakat. Bidang hukum privat mencakup hukum mengenai orang,
keluarga, benda, perikatan, dan waris.10

 Hukum privat mengatur berbagai hubungan dalam masyarakat, seperti:


 Hubungan dalam keluarga dan kekayaan harta individu.
 Hubungan antar individu dan masyarakat.
 Hubungan antara individu dengan negara, ketika negara berperan sebagai
individu dalam konteks hukum.
 Macam-macam hukum privat:
 Hukum perdata.
 Hukum acara perdata.
 Hukum dagang/bisnis.
 Hukum perdata internasional.
 Hukum adat.
 Hukum islam.
 Hukum peradilan agama.
 Hukum ketenagakerjaan.

 Tujuan Hukum:
1) Kepastian hukum
2) Kemanfaatan bagi masyarakat
3) Keadilan

2. Sejarah Hukum Perdata Indonesia


 Hukum perdata adalah salah satu sub sistem hukum nasional Indonesia.
 Hukum perdata Indonesia masuk dalam sistem hukum Eropa continental.

10
Adminuniv, “Hukum Publik dan Hukum Privat”, https://fahum.umsu.ac.id/hukum-publik-dan-hukum-
privat/ (diakses pada 07 September 2023, pukul 20.19).
 Untuk memahami hukum perdata maka harus dipahami dulu apa itu sistem
hukum, sistem hukum Eropa continental dan bagaimana ciri-ciri sistem
hukum perdata Indonesia dan perkembangannya.

 Perkembangan Hukum Perdata Indonesia

Hukum perdata, mengalami perkembangan yang terjadi karena diciptakannya


berbagai undang-undang yang baru yang mengatur lebih spesifik tentang materi tersebut
sehingga materi-materi lama yang diatur dalam KUHPerdata dinyatakan tidak berlaku
lagi.

3. Sistem Hukum Eropa:


 Sistem hukum Eropa Continental atau disebut juga dengan sistem Roman Civil
Law atau Roman Law;
 Sistem hukum Anglo America atau disebut juga dengan istilah Common Law;
 Sistem hukum Sosialis yang berlaku di negara-negara Eropa Timur dan Eropa
Tengah.
 Civil law vs. Common law
1) Civil law
 Berdasarkan hukum Romawi.
 Hukum dianggap sebagai “ilmu”.
 Kode yang komprehensif.
 (Secara tradisional) tidak ada padanannya dengan "hukum umum" atau
preseden. (Dalam hukum perdata modern, keputusan pengadilan tertentu
merupakan preseden yang mengikat).
 Tidak ada juri, hakim memutuskan fakta dan hukum.
2) Common law
 Dikembangkan dari hukum tradisional Inggris.
 Hukum bersifat praktis, bukan ilmiah.
 Statuta tidak mencakup semuanya (tetapi mencakup lebih dari biasanya.)
 “Hukum umum” yang tidak tertulis dari keputusan pengadilan sebelumnya
(preseden).
 Sistem juri.
4. Peran Hakim dalam Hukum Perdata
 Membagi beban pembuktian di antara para pihak secara seimbang, menilai
apakah bukti dapat diterima atau tidak, dan menilai kekuatan bukti. (Audi et
alteram partem).
 Prinsip pasif diterapkan pada perkara perdata. (Ne Ultra Petita / Ne Ultra
Petitum Partium).
 Indonesia belum sepenuhnya mengadopsi asas preseden yang mengikat,
tetapi yurisprudensi merupakan salah satu sumber hukum acara positif di
Indonesia.
 Yurisprudensi ini mengikat selama diyakini kebenarannya dan belum
terbukti sebaliknya (preseden kekuatan persuasif).

 Pluralisme Hukum
Pluralisme hukum adalah keberadaan lebih dari satu ketentuan atau aturan hukum
dalam kehidupan sosial. Di Indonesia, pluralisme hukum muncul karena adanya
perbedaan suku, bahasa, budaya, agama, dan ras dalam sejarah bangsa Indonesia.
Pluralisme memiliki berbagai makna, dasarnya adalah mengakui perbedaan sebagai
kenyataan. Tujuan pluralisme hukum di Indonesia adalah untuk mencapai keadilan dan
kemaslahatan bangsa.
Indonesia menganut tiga sistem hukum, yaitu hukum adat, hukum Islam, dan
hukum Barat. Ketiga sistem hukum ini saling berkesinambungan untuk mencapai tujuan
yang sama, dengan mengikuti aturan yang ada dalam masing-masing sistem hukum
tersebut. Meskipun memiliki perbedaan, ketiga sistem hukum tersebut memiliki
kesamaan di dalamnya.
Pluralisme hukum telah menjadi bagian integral dari masyarakat Indonesia.
Konsep pluralisme hukum di Indonesia menekankan bahwa masyarakat memiliki cara
berhukum sendiri yang sesuai dengan rasa keadilan dan kebutuhan mereka dalam
mengatur hubungan sosial. Hukum-hukum yang ada di Indonesia akan diterapkan sesuai
dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat tersebut.
5. Asas Hukum:
1) Asas “Lex Superior Delogate Legi Inferiori”. Diartikan bahwa peraturan
perundang-undangan yang mempunyai kedudukan lebih rendah dalam
hierarki peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan
yang lebih tinggi.
2) Asas “Lex Posterior Derogat Legi Priori”. Adalah asas yang menafsirkan
hukum yaitu menyatakan bahwa hukum yang terbaru mengesampingkan
hukum yang lama.
3) Asas “Lex Specialis Derogat Legi Generali”. Adalah asas yang menafsirkan
hukum yang bersifat khusus (Lex Specialis) mengesampingkan hukum yang
bersifat umum (Lex Generalis).
 Putusan Mahkamah Konstitusi harus dipandang sebagai Putusan yang
berlaku sesuai asas res judicata (putusan hakim harus dianggap benar), serta
asas res judicata pro veritate habetur, yang berarti apa yang diputus hakim
harus dianggap benar dan harus dilaksanakan. Untuk itu perlu menjadi
perhatian bahwa kewajiban melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi
harus tercantum secara langsung dalam pasal-pasal yang berkaitan dengan
kekuatan mengikat Putusan Mahkamah Konstitusi.

 Badan Usaha Berbadan Hukum


Badan usaha berbadan hukum adalah badan usaha yang memiliki status sebagai
subjek hukum, yang berarti mereka memiliki hak dan kewajiban seperti orang.
Untuk mendapatkan status badan hukum, ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi, seperti pemisahan harta kekayaan perusahaan dengan harta kekayaan
pribadi pendiri dan pengurusnya, adanya tujuan bersama dalam pendirian, dan
pengaturan pengurus secara terorganisir.

 Contoh kasus dari badan usaha berbadan hukum adalah jika seorang direktur
suatu Perusahaan membuat kesalahan. Maka, perusahaan yang akan
menanggung kesalahan tersebut.11

11
Ryan Apriyandi, “Perbedaan Badan Usaha Badan Hukum dan Badan Usaha Bukan Badan Hukum”,
https://prolegal.id/perbedaan-badan-usaha-badan-hukum-dan-badan-usaha-bukan-badan-hukum/ (diakses
 Perusahaan berbadan hukum di antaranya:
1) Perseroan terbatas.
2) Perusahaan negara.
3) Perusahaan daerah.
4) Koperasi.

 Badan Usaha Bukan Berbadan Hukum


Adalah badan usaha yang tidak memenuhi kriteria sebagai subjek hukum. Oleh
karena itu, subjek hukum dipegang oleh individu-individu yang menjadi pendiri dan
mitra dalam badan usaha tersebut. Dengan ini tidak ada pemisahan antara harta
kekayaan pribadi dan harta kekayaan badan usaha.12

 Perusahaan bukan berbadan hukum di antaranya:


1) CV.
2) Firma.
3) Persekutuan perdata.

C. Hukum Ketenagakerjaan
 Pengantar Hukum Ketenagakerjaan
1. Pengertian dan ruang lingkup hukum.
2. Ketenagakerjaan.
3. Hakikat dan sifat.
4. Jenis Perjanjian Kerja Syarat-Syarat Kerja.
5. PHK dan akibatnya.
6. Sumber hukum ketenagakerjaan.

1. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Ketenagakerjaan

pada 07 September 2023, pukul 20.27).


12
Ryan Apriyandi, “Perbedaan Badan Usaha Badan Hukum dan Badan Usaha Bukan Badan Hukum”,
https://prolegal.id/perbedaan-badan-usaha-badan-hukum-dan-badan-usaha-bukan-badan-hukum/ (diakses
pada 07 September 2023, pukul 20.28).
Pengertian hukum ketenagakerjaan bukan suatu hal yang mudah untuk
mengejawantahkannya, hal ini sama dengan tidak mudah memberikan pengertian
tentang hukum. Terdapat beberapa pengertian dari Hukum Ketenagakerjaan dari para
ahli hukum:

1) Moleenar menyatakan bahwa Hukum Perburuhan adalah bagian dari hukum yang
berlaku yang pada pokoknya mengatur hubungan antara buruh dan majikan, buruh
dengan buruh, dan buruh dengan penguasa;
2) Mr. Soetikno memberikan pengertian Hukum Perburuhan merupakan keseluruhan
peraturan-peraturan hukum mengenai hubungan kerja yang mengakibatkan
seseorang secara pribadi ditempatkan di bawah perintah/pimpinan orang lain dan
mengenai keadaan-keadaan penghidupan yang langsung bersangkut paut dengan
hubungan kerja tersebut;
3) Iman Soepomo berpendapat bahwa Hukum Perburuhan adalah suatu himpunan
peraturan, baik tertulis maupun tidak yang berkenaan dengan kejadian di mana
seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah;
4) Hukum Ketenagakerjaan adalah bagian dari hukum berkenaan dengan pengaturan
hubungan ketenagakerjaan baik yang bersifat perseorangan maupun kolektif;
5) Pengertian Ketenagakerjaan berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan,
Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada
waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja;
6) Berdasarkan pengertian ketenagakerjaan dapat diketahui bahwa ruang lingkup
Hukum Ketenagakerjaan meliputi pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa
kerja (Pra Kontraktual, Kontraktual, dan Pasca Kontraktual).

Beberapa unsur dari pengertian hukum perburuhan:

a. Adanya peraturan tertulis maupun tidak;


b. Peraturan tersebut mengenai suatu kejadian;
c. Adanya perintah sebagai konsekuensi hubungan subordinat;
d. Adanya hubungan hukum buruh dan majikan;
e. Adanya upah.
 Dari unsur-unsur di atas, maka timbullah istilah Hubungan Kerja.
 Hubungan kerja adalah hubungan antara majikan/pengusaha dengan
buruh/pekerja berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur
pekerjaan, upah, dan perintah. Dalam hubungan kerja, perjanjian kerja
menjadi elemen yang nyata dan konkret. Sedangkan, hubungan kerja
memiliki sifat yang lebih abstrak. Melalui perjanjian kerja, terbentuknya
perikatan antara pekerja dan majikan yang ditetapkan dengan jelas. 13
Perjanjian kerja ini mengatur hak dan kewajiban kedua belah pihak, seperti
jam kerja, gaji, libur atau cuti, dan perlindungan hukum. Dengan ini
hubungan kerja menjadi lebih terstruktur dan memiliki ikatan yang kuat
antara pekerja dan majikan.
 Dalam perkembangannya dikenal juga apa yang disebut dengan Hubungan
Industrial.
 Hubungan Industrial (industrial relations) merupakan suatu sistem
hubungan yang terbentuk antara pelaku dalam proses produksi barang dan
jasa yang terdiri dari unsur majikan/pengusaha, buruh/pekerja dan
pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD Tahun
1945.
 Menurut JHA Logemann, pengertian hukum perburuhan adalah "lingkup
berlakunya suatu hukum adalah suatu keadaan/bidang di mana kaidah
hukum tersebut berlaku." Menurut teori tersebut Hukum Perburuhan
berkaitan dengan 4 hal yaitu:
1) Lingkup laku pribadi (Personengebied)
 Lingkup laku pribadi berkaitan dengan siapa (pribadi kodrati) atau apa
(peran pribadi hukum) yang berdasarkan kaidah hukum dibatasi. Yang
dibatasi oleh kaidah Hukum Perburuhan meliputi: buruh, pengusaha,
dan pemerintah.
2) Lingkup laku menurut waktu (Tijdsgebied)
 Lingkup laku menurut waktu menunjukkan kapan suatu peristiwa
tertentu diatur oleh kaedah hukum.
13
Editor JDIH Nasional, “Hubungan Kerja dan Pemutusan Hubungan Kerja”,
https://jdih.kemnaker.go.id/berita-hubungan-kerja-dan-pemutusan-hubungan-kerja.html (diakses pada 08
September 2023, pukul 17.14).
3) Lingkup laku menurut wilayah (Ruimtegebied)
 Lingkup laku menurut wilayah terkait dengan terjadinya peristiwa
hukum yang dibatasi oleh kaidah hukum.
4) Lingkup waktu menurut hal ikhwal,
 Lingkup laku menurut hal ikhwal berkaitan dengan hal yang menjadi
objek dari pengaturan dari suatu kaedah.14
2. Ketenagakerjaan
Ketenagakerjaan merupakan faktor produksi kedua yang akan diatur dalam sebuah
perekonomian. Faktor tenaga kerja berperan penting bersama dengan faktor produksi
lainnya dalam meningkatkan produksi. Oleh karena itu, jika suatu perekonomian ingin
terus tumbuh dan berkembang, maka perhatian harus diberikan pada faktor tenaga kerja
ini. 15
Menurut Bapak Susilo Andi Darma, S.H, M.Hum. Tenaga kerja adalah setiap
orang yang mampu bekerja yang dapat menghasilkan barang/jasa dimana tidak harus
untuk orang lain. Sedangkan, Pekerja adalah setiap orang yang menerima upah. Status
seorang pekerja terjadi saat mereka diikat dalam suatu pekerjaan, dan masa kerja
berakhir ketika terjadi situasi seperti meninggal dunia atau pensiun. Hubungan
pekerjaan meliputi dua pihak, yaitu majikan/pengusaha dan buruh. Sedangkan, untuk
hubungan industrial melibatkan majikan/pengusaha, buruh, dan pemerintah. Sumber
hukum yang terkait dengan tenaga kerja meliputi rechts person (badan usaha diwakili
oleh orang-orang atau pengurus) dan natuurlijk person seperti contohnya jaminan
sosial, jaminan kesehatan, jaminan kematian.

3. Hakikat dan Sifat


 Hakikat secara yuridis hubungan antara pekerja dan pengusaha adalah bebas
karena prinsip Negara kita tidak seorang pun boleh diperbudak maupun
diperhamba;
 Hakita secara sosiologis buruh itu tidak bebas sebagai orang yang tidak
mempunyai bekal hidup yang lain selain tenaganya;

14
Admin Law Office, “Hukum Ketenagakerjaan”, http://pengacaramuslim.com/hukum-ketenagakerjaan/
(diakses pada 08 September 2023, pukul 17.22).
15
Nurfadillah, “Hukum ketenagakerjaan”, https://osf.io/w43as/download (diakses pada 08 September
2023, pukul 17.39).
 Hakikat secara sosial-ekonomi kedudukan antara pekerja dan pengusaha
adalah berbeda. Akibatnya tenaga buruh seringkali diperas oleh majikan
dengan upah yang relatif kecil.
 Tujuan Hukum Perburuhan adalah melaksanakan keadilan sosial dalam
bidang perburuhan yang diselenggarakan dengan melindungi buruh terhadap
kekuasaan majikan;
 Perlindungan ini telah dimulai dari adanya Perjanjian Kerja antara
majikan/pengusaha dengan buruh/pekerja yang mana perjanjian ini diatur di
dalam Buku III KUHPerdata sehingga bersifat privat.
 Tetapi perlindungan tersebut tidaklah cukup karena jika secara sosial-
ekonomi kedudukan majikan/pengusaha dan buruh/pekerja itu berbeda
maka perlu ada campur tangan pemerintah untuk melindungi pihak yang
lemah (buruh) dari kekuasaan majikan guna menempatkannya pada
kedudukan yang layak sesuai dengan harkat dan martabat manusia.
Sehingga sifat hukum perburuhan dapat menjadi hukum publik.

 Alasan hukum perburuhan bersifat publik:


1) Dalam hal-hal tertentu pemerintah ikut campur tangan dalam
Menangani masalah-masalah perburuhan; (Misal pengaturan upah
minimum).
2) Adanya sanksi pidana dalam setiap peraturan perundang-undangan.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa Hukum Ketenagakerjaan semula


merupakan hukum privat/keperdataan, namun seiring berjalannya waktu, hukum ini
menjadi hukum publik. Campur tangan negara dalam Hukum Ketenagakerjaan tidak
dapat dihindari. Menurut Agus Yudha Hernoko, Hukum Perdata sedang mencari wujud
baru melalui campur tangan negara. Belakangan ini, negara cenderung mengeluarkan
peraturan hukum yang bersifat memaksa (dwingend recht) demi kepentingan umum dan
perlindungan terhadap pihak yang lemah. Hal ini juga berdampak pada kaidah hukum
yang diaturnya. Immanuel Kant berpendapat bahwa kaidah hukum bersifat heteronom,
yang berarti kehendak manusia diperintah oleh kekuasaan dari luar, yaitu kekuasaan
masyarakat atau negara. Orang taat kepada hukum karena ada kekuasaan yang memaksa
mereka untuk melakukannya tanpa syarat.16

4. Jenis Perjanjian Kerja Syarat-Syarat Kerja


 Perjanjian Kerja merupakan perjanjian antara Pekerja/Buruh dengan
Pengusaha atau Pemberi Kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan
kewajiban para pihak; (Pasal 1 angka 9 PP No. 35 Tahun 2021).
 Hubungan Kerja terjadi karena adanya Perjanjian kerja antara Pengusaha
dan Pekerja/Buruh; (Pasal 2 ayat (1) PP No. 35 Tahun 2021).
 Perjanjian Kerja dibuat secara tertulis atau lisan; (Pasal 2 ayat (2) PP No. 35
Tahun 2021).
 Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan (Pasal 2 ayat (3) PP No. 35
Tahun 2021).
 Perjaniian keria dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu;
(Pasal 2 ayat (4) PP No. 35 Tahun 2021).
 Syarat sah suatu perjanjian meliputi:
1) Kesepakatan para pihak.
2) Kecakapan.
3) Suatu hal tertentu.
4) Itikad baik.

Pacta Sunt Servanda berasal dari Bahasa latin yang berarti janji harus ditepati
(Agreements must be kept). Norma yang terkandung dalam hukum positif rumusnya
adalah menjadikan setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang –
undang bagi mereka yang dibuatnya. Peraturan tentang asas Pacta Sunt Servanda pada
hukum positif, diatur dalam pasal 1338 ayat (1) dan (2) KUHPerdata yaitu mengatur:
1) Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya;

16
Susilo Andi Darma, “Kedudukan Hubungan Kerja : Berdasarkan Sudut Pandang Ilmu Kaidah Hukum
Ketenagakerjaan dan Sifat Hukum Publik dan Privat”,
https://media.neliti.com/media/publications/178886-ID-kedudukan-hubungan-kerja-berdasarkan-sud.pdf
(diakses pada 08 September 2023, pukul 17.44).
2) Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah
pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang.17

KUHPerdata memiki dua sistem yaitu terbuka dan tertutup, contoh sistem tertutup
adalah orang, benda, dan pembuktian. Sedangkan, pada sistem terbuka contohnya
adalah perikatan.

5. PHK dan akibatnya

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terjadi ketika hubungan kerja antara pekerja
dan perusahaan/majikan berakhir karena kejadian atau faktor tertentu. Dengan
demikian, terdapat hak dan kewajiban yang berakhir antara kedua belah pihak. Oleh
karena itu, diperlukan alasan khusus yang menjadi dasar pengakhiran hubungan kerja
ini. Dalam aturan perburuhan, yang mendasari alasan dilakukannya PHK dapat
ditemukan dalam pasal 154A ayat (1) UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(UU 13/2003) jo. Undang-undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU 11/2021)
dan peraturan pelaksananya yakni pasal 36 Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2021
tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat,
dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP 35/2021).18

 Akibat dari PHK bagi Perusahaan


1) Meningkatnya beban kerja
Ketika perusahaan kehilangan pegawai, perusahaan harus mengatasi
kekurangan tersebut. Ini dapat menyebabkan pegawai yang masih bekerja
harus mengambil tanggung jawab dari beban kerja yang lebih besar. Jika
tidak dikelola dengan baik, hal ini dapat menimbulkan stress dan berdampak
pada produktivitas individu.
2) Meningkatkan produktivitas pegawai
Di sisi lain, PHK dapat mendorong pegawai menjadi lebih produktif.
Dengan kondisi perubahan, budaya baru dapat terbentuk untuk masa depan
perusahaan. Para pemimpin perlu memberikan semangat agar pegawai dapat

17
Abdul Rasyid, “Asas Pacta Sunt Servanda dalam Hukum Positif dan Hukum”, https://business-
law.binus.ac.id/2017/03/31/asas-pacta-sunt-servanda-dalam-hukum-positif-dan-hukum-islam/ (diakses
pada 08 September 2023, pukul 17.58).
18
Editor gajimu.com, “Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)”,
https://gajimu.com/pekerjaan-yanglayak/jaminan-kerja-1/pemutusan-hubungan-kerja (diakses pada 08
September 2023, pukul 17.52).
melepaskan pekerjaan yang tidak produktif dan fokus pada kreativitas untuk
perkembangan perusahaan.
3) Menurunnya moral pegawai
PHK dapat menyebabkan adanya penurunan moral antar pegawai karena
ketakutan kehilangan pekerjaan. Termasuk perubahan pada tingkat
kenyamanan dan jaminan pekerjaan, dapat mempengaruhi komitmen
pegawai terhadap atasan. Ketidakpastian posisi kerja juga menurunkan
motivasi dan keterikatan pegawai terhadap perusahaan.19
 Akibat PHK bagi karyawan
1) Karyawan kehilangan pekerjaan
Mengakibatkan karyawan kehilangan sumber pendapatan untuk mencukupi
kehidupannya atau beban yang dia tanggung seperti keluarga.
2) Emosi dari karyawan
pegawai yang terkena PHK dapat merasakan perasaan marah,
ketidakberdayaan, dan hal negatif lainnya karena pegawai merasakan
kehidupan kedepannya tidak pasti dari pemberhentian pekerjaan yang baru
saja terjadi.
3) Psikologi Karyawan yang terganggu
Pemberhentian karyawan mengurangi kepercayaan mantan pegawai
terhadap atasan dan dapat menyebabkan konflik perilaku di antara rekan
kerja dan manajemen. 20
6. PERUNDANG - UNDANGAN
 Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;
 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/ Serikat
Buruh;
 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial;

19
Editor edufund.co.id, “Dampak PHK Bagi Perusahaan dan Karyawan”,
https://edufund.co.id/blog/dampak-phk-bagi-karyawan/ (diakses pada 08 September 2023, pukul 18.09).
20
Editor edufund.co.id, “Dampak PHK Bagi Perusahaan dan Karyawan”,
https://edufund.co.id/blog/dampak-phk-bagi-karyawan/ (diakses pada 08 September 2023, pukul 18.10).
 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional;
 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS;
 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja
MigranIndonesia;
 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2021 tentang Penggunaan Tenaga
Kerja Asing;
 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang PKWT, Alih Daya,
Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan PHK;
 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan;
 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan.

 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;


 Ada beberapa substansinya yang harus dirubah, seperti kurangnya
partisipasi publik secara formil.
 Metode omnibus law adalah teknik penyusunan yang dikenal pada sistem
hukum Anglo-Saxon Common Law.
 Tidak mengubah Undang – Undang Nomor 11, tetapi yang diubah adalah
undang – undang penyusunannya dengan metode omnibus law.
 Perpu cipta kerja 2022, perpu tersebut ditetapkan menjadi UU Nomor 6
Tahun 2023.

Anda mungkin juga menyukai