Anda di halaman 1dari 7

NAMA : EFI KRISTIANI HULU

NIM : 031219866
MK : HUKUM ACARA PERDATA

TUGAS 1

1. Hukum Acara Perdata Indonesia bersumber dari berbagai peraturan, sebutkan dan
jelaskan sumber-sumber Hukum Acara Perdata yang Anda ketahui? (Nilai max 35)
Jawaban :
Sumber hukum acara perdata :
a. Berdasarkan Pasal 5 ayat 1 UUDar 1/1951;
Hukum acara perdata pada pengadilan negeri dilakukan dengan memperhatikan ketentuan
Undang-Undang Darurat 1951-1 tersebut menurut peraturan-peraturan Republik Indonesia
dahulu yang telah ada dan berlaku untuk pengadilan negeri dalam daerah Republik
Indonesia. Adapun yang dimaksud oleh Undang-Undang Darurat tersebut tidak lain
adalah Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR atau reglemen Indonesia yang diperbarui:
S. 1848 Nomor 16, S. 1941 Nomor 44) untuk daerah Jawa dan Madura serta Rechtsglement
voor de Buitengewesten  (RBg atau reglemen daerah seberang: S. 1927 Nomor 227) untuk
daerah luar Jawa dan Madura.
Jadi, untuk acara perdata, yang dinyatakan resmi berlaku adalah HIR untuk Jawa dan Madura
serta RBg untuk luar Jawa dan Madura. Reglement op de Burgerlijke rechtsvordering (BRv
atau reglemen acara perdata, yaitu hukum acara perdata untuk golongan Eropa: S. 1847
Nomor 52, 1849 Nomor 63), merupakan sumber juga dari hukum acara perdata.

b. UU No. 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman


Tidak boleh dilupakan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 157) tentang Kekuasaan Kehakiman yang diundangkan pada
29 Oktober 2009 yang memuat beberapa ketentuan tentang hukum acara perdata.

c. UU No. 3/2009 tentag Perubahan Kedua UU No. 14 Tahun 1985 tentang MA;
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Undang- undang tersebut mengatur susunan
Mahkamah Agung; kekuasaan Mahkamah Agung; serta hukum acara Mahkamah Agung,
termasuk pemeriksaan kasasi, pemeriksaan tentang sengketa kewenangan mengadili, dan
peninjauan kembali. Undang-undang ini memuat ketentuan hukum acara perdata.

d. UU No. 49/2009 tentang Peradilan Umum;


Kiranya perlu juga diketahui bahwa Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang
Peradilan Umum yang mengatur susunan serta kekuasaan pengadilan di lingkungan
peradilan umum juga sebagai sumber hukum acara perdata.

e. Yurisprudiensi;
Sebagai perbandingan, perlu diketahui juga Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
(Lembaran Negara 77) tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang penerapannya
selambat-lambatnya lima tahun sesudah diundangkannya.
Yurisprudensi21 merupakan sumber pula dari pada hukum acara perdata, antara lain
dapat disebutkan putusan Mahakamh Agung tertanggal 14 April 1971 Nomor 99
K/Sip/197122 yang menyeragamkan hukum acara dalam perceraian bagi mereka
yang tunduk pada BW dengan tidak membedakan antara permohonan untuk
mendapatkan izin guna mengajukan gugat perceraian dan gugatan perceraian itu
sendiri yang berarti bahwa hakim harus mengusahakan perdamaian di dalam
persidangan, sebagaimana diatur dalam Pasal 53 HOCI.

f. Adat kebiasaan hakim dalam memeriksa perkara;


Wirjono Prodjodikoro (1975)23 berpendapat bahwa adat kebiasaan yang dianut oleh
para hakim dalam melakukan pemeriksaan perkara perdata juga sebagai sumber dari
hukum acara perdata. Adat kebiasaan yang tidak tertulis dari hakim dalam
melakukan pemeriksaan itu akan beraneka ragam. Tidak mustahil adat kebiasaan
seorang hakim berbeda, bahkan bertentangan dengan adat kebiasaan hakim yang lain
dari pengadilan yang sama dalam melakukan pemeriksaan. Mengingat bahwa hukum
acara perdata dimaksudkan untuk menjamin dilaksanakannya atau ditegakkannya
hukum perdata materiil yang berarti mempertahankan tata hukum perdata, pada
asasnya hukum acara perdata bersifat mengikat dan memaksa. Sementara itu, adat
kebiasaan hakim dalam melakukan pemeriksaan perkara perdata yang tidak tertulis
dalam melakukan pemeriksaan tidak akan menjamin kepastian hukum.

g. Perjanjian Internasioal;
Salah satu sumber hukum acara perdata ialah perjanjian internasional, misalnya
”perjanjian kerja sama di bidang peradilan antara Republik Indonesia dan Kerajaan
Thailand”. Di dalamnya, terdapat kesepakatan mengadakan kerja sama dalam
menyampaikan dokumen-dokumen pengadilan dan memperoleh bukti-bukti dalam
hal perkara-perkara hukum perdata dan dagang. Warga negara kedua belah pihak
akan mendapat keleluasaan beperkara dan menghadap ke pengadilan di wilayah
pihak yang lainnya dengan syarat-syarat yang sama, seperti warga negara pihak itu.
Masing-masing pihak akan menunjuk satu instansi yang berkewajiban untuk
mengirimkan dan menerima permohonan penyampaian dokumen panggilan. Instansi
untuk Republik Indonesia adalah Direktorat Jendral Pembinaan Badan Peradilan
Umum Departemen Kehakiman, sedangkan Kerajaan Thailand adalah Office of
Judicial Affairs of the Ministry of Justice.

h. Doktrin atau ilmu hukum;


Doktrin atau ilmu pengetahuan merupakan sumber hukum acara perdata juga atau
sumber tempat hakim dapat menggali hukum acara perdata. Akan tetapi, doktrin itu
sendiri bukanlah hukum. Kewibawaan ilmu pengetahuan karena didukung oleh para
pengikutnya serta sifat objektif dari ilmu pengetahuan itu menyebabkan putusan
hakim bernilai objektif juga.

i. Instruksi dan surat Edaran MA.


Instruksi dan surat edaran Mahkamah Agung (SEMA) sepanjang mengatur hukum
acara perdata dan hukum perdata materiil tidaklah mengikat hakim sebagaimana
halnya undang-undang. Akan tetapi, instruksi dan surat edaran MA merupakan
sumber tempat hakim yang dapat menggali hukum acara perdata ataupun hukum
perdata materiil.24
Sehubungan dengan ini, marilah kita perhatikan surat edaran Mahkamah Agung
Nomor 3 Tahun 1963 yang pada umumnya dianggap membatalkan BW. Mahkamah
Agung sebagai lembaga yudikatif dengan Surat Edaran Nomor 3 Tahun 1963
tersebut tidak wenang membatalkan BW atau undang- undang. Maksud Mahkamah
Agung dengan SEMA Nomor 3 Tahun 1963 yang merupakan instruksi kepada para
hakim memang baik, yaitu agar hakim menyesuaikan BW dengan perkembangan
masyarakat, tetapi SEMA Nomor 3 Tahun 1963 itu sendiri secara yuridis teoretis
tidak mempunyai kekuatan membatalkan BW. Kalau Mahkamah Agung dengan
SEMA Nomor 3 Tahun 1963 bermaksud untuk membatalkan BW, Mahkamah
Agung melanggar ajaran tentang pembagian kekuasaan. Atas dasar kebebasannya,
hakim cukup berwenang untuk menyesuaikan isi undang-undang dengan
perkembangan masyarakat, tanpa menunjuk pada SEMA Nomor 3 Tahun 1963.
Seperti juga halnya dengan doktrin, instruksi dan surat edaran bukanlah hukum,
melainkan sumber hukum. Ini bukan dalam arti tempat kita menemukan hukum,
melainkan tempat kita dapat menggali hukum. Dapat juga hakim menggunakan
lembaga-lembaga hukum acara perdata yang disebut dalam instruksi atau surat
edaran, asal saja sebagai ciptaan sendiri tanpa menunjuk instruksi atau surat edaran
yang bersangkutan (bandingkan dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta tanggal
17 Januari 1955, H 1966 Nomor 1—2 hlm. 77).

2. Ketika Anda memiliki masalah hukum, namun Anda tidak mengetahui itu kewenangan
siapa, maka Anda harus tahu kasus yang terjadi tersebut dikategorikan sengketa apa.
Menurut Anda jenis-jenis dari sengketa hukum itu apa saja? Jelaskan jawaban Anda!
(Nilai max 30)
Jawaban :
Sengketa adalah perselisihan yang timbul dalam masyarakat yang dapat disebabkan
perbedaaan kepentingan diantara masyarakat . apabila sengketa tersebut disebabkan suatu
peristiwa hukum maka sengketa tersebut dikenal dengan sengketa hukum . Namun , apabila
tidak ada dasar hukumnya maka hal tersebut bukan sengketa hukum .
Tindakan pertama dalam menyelesaikan sengketa hukum adalah penyelesaian secara damai.
Namun , apabila tidak tercapai perdamaian maka langkah yang dapat ditempuh adalah dengan
meminta bantuan pengadilan .
Penyelesaian sengketa hukum dengan pertolongan pengadilan diawali dengan diberikannya
peringatan (somasi) oleh pihak yang merasa dirugikan . Dan , apabila peringatan itu tidak
diindahkan/dipedulikan maka pihak yang dirugikan (penggugat) mempersiapkan gugatan yang
berisi tuntutan hak karena adanya sengketa hukum .
Berikut ini adalah beberapa jenis sengketa hukum :
1. Sengketa Yuridiksi
Sengketa ini antara satu pengadilan pengadilan yang lain tentang kewenangan mengadili
(kompetensi), baik yang absolut maupun relatif, yang dapat dibedakan menjadi berikut :
a. Sengketa yurisdiksi positif, di sini masing-masing pengadilan merasa berwenang mengadili.
Dalam kewenangan yang absolut misalnya pengadilan negeri, pengadilan tersebut merasa
berwenang mengadili suatu perkara, demikian pula pengadilan agama merasa berwenang
mengadili perkara itu. dalam hal terjadi sengketa demikian ini, yang berwenang
menyelesaikan adalah mahkamah agung.
b. Sengketa yurisdiksi negatif, di sini masing-masing pengadilan merasa tidak berwenang
mengadili suatu perkara titik dalam kewenangan absolut, pengadilan negeri merasa tidak
berwenang memeriksa suatu perkara karena dianggap yang berwenang adalah pengadilan
agama. Namun, pengadilan agama juga merasa tidak berwenang memeriksa perkara tersebut
dengan an-nahl Asan yang berwenang adalah pengadilan negeri.
Dalam hal ini sengketa yurisdiksi, baik yang positif maupun yang negatif, apabila menyangkut
kompetensi yang absolut, yang menyelesaikan adalah mahkamah agung. Sementara itu, jika
sengketa mengenai kewenangan yang relatif, yang menyelesaikan adalah pengadilan yang lebih
tinggi.
2. Sengketa Eksekusi .
Perlawanan terhadap pelaksanaan putusan (eksekusi) dibedakan menjadi :
a. Perlawanan dari pihak tereksekusi .
Pada pasal 197 ayat (8) mengatakan , eksekusi dapat dilakukan terhadap seluruh harta
kekayaan debitur tetapi eksekusi tidak boleh dilakukan terhadap hewan dan perkakas
yang benar-benar diperlukan untuk mencari nafkah .
b. Perlawanan dari pihak ketiga .
Dalam arti bukan pihak yang berperkara akan tetapi barang miliknya ikut serta
dieksekusi (sita), misalnya sepeda motor milik pihak ketiga yang sedang dipinjam oleh
tereksekusi ikut disita pada saat pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang
mengalahkan tereksekusi maka pihak ketiga dapat mengajukan perlawanan .

3. Sengketa Prayudisial .
a. Sengketa mengenai tidak diikutinya tertib proses , misalnya asas pemusatan jawaban
dilanggar. Maka dalam mengajukan jawabannya tergugat harus memenuhi ketentuan
tentang pemusatan jawaban . Jika hal ini tidak dilaksanakan maka pihak lawan mengajukan
keberatan .
b. Pelanggaran dalm pelaksanaan yurisdiksi voluntaria tidak dilakukan dalam siding tertutup .
jika hakim memaksakan siding tertutup maka dapat mengajukan keberatan .

4. Sengketa Pemerintahan (Bestuur Geschillen).


Disini , seseorang menggugat pemerintah karena tindakan pemerintah menyimpang dari
ketentuan yang berlakuk sehingga menimbulkan kerugian pada seseorang. Sengketa seperti ini
diselesaikan oleh pengadilan negeri.

5. Sengketa Pemerintahan Berdasarkan Hukum Publik .


Pemerintah dalam melaksanakan kebijakan berdasar ketentuan hukum public telah merugikan
seseorang . maka sengketa seperti ini diselesaikan oleh pengadilan tata usaha Negara.

6. Sengketa Hukum yang Diakibatkan Adanya Perbuatan Melawan Hukum.

3. Jika Anda digugat oleh pihak lain, akan tetapi pada saat sidang pertama Anda oleh
hakim diputus verstek, coba Anda jelaskan apa saja yang Anda ketahui tentang
verstek? Apa alasan putusan verstek? (Nilai max 35)

Jawaban :

Putusan verstek adalah putusan yang dijatuhkan apabila tergugat tidak hadir atau tidak juga
mewakilkan kepada kuasanya untuk menghadap meskipun ia sudah dipanggil dengan patut.
Apabila tergugat tidak mengajukan upaya hukum verzet (perlawanan) terhadap putusan verstek
itu, maka putusan tersebut dianggap sebagai putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Maksud utama sistem verstek dalam hukum acara adalah mendorong para pihak untuk menaati
tata tertib beracara sehingga proses pemeriksaan penyelesaian perkara terhindar dari anarki
atau kesewenangan .
Dalam hal ini, hakim berwenang untuk menjatuhkan putusan diluar hadir atau tanpa hadirnya
tergugat, dengan syarat:
a. Tergugat tidak datang menghadiri sidang pemeriksaan yang ditentukan tanpa alasan yang
sah; atau
b. Tergugat tidak pula memerintahkan orang lain untuk mewakilinya di persidangan;
c. Tergugat telah diajukan di persidangan secara sah dan patut, tetapi tidak datang ke
persidangan;
d. Tergugat tidak mengajukan eksepsi/tangkisan mengenai kewenangan;
e. Penggugat hadir di pengadilan dan permohonan putusan.

Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, hakim untuk menjatuhkan putusan verstek yang berisi
diktum:
1. Mengabulkan Gugatan Penggugat secara keseluruhan atau sebagian, atau
2. Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima, atau
3. Menolak Gugatan Penggugat.

Berdasarkan Pasal 129 ayat (1) HIR atau Pasal 83 Rv, menegaskan bahwa:
"Tergugat, yang dihukum sedang ia tidak hadir (verstek) dan tidak menerima putusan itu, dapat
mengajukan perlawanan atas putusan itu."
Berdasarkan Pasal 125 ayat (3) HIR atau Pasal 78 Rv menyatakan bahwa:
Jika surat gugatan diterima, maka atas perintah meminta pemberitahuan keputusan pengadilan
negeri kepada orang yang itu serta menjelaskan pula kepadanya, bahwa ia berhak memajukan
perlawanan (verzet) di dalam tempo dan dengan cara yang ditentukan pada pasal 129 tentang
keputusan verstek di muka pengadilan. ”
Melihat kedua ketentuan tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa apabila tergugat menerima
putusan verstek , maka tergugat berhak mengajukan perlawanan ( verzet ) terhadap
putusan verstek tersebut.

Upaya perlawanan / verzet dapat diajukan paling lambat 14 (empat belas) hari setelah
pemberitahuan mengenai adanya putusan verstek kepada Tergugat apabila pemberitahuan
tersebut langsung disampaikan kepada yang bersangkutan. Jika pemberitahuan itu tidak langsung
diberitahukan kepada tergugat sendiri dan pada waktu aanmaning (peringatan) tergugat, waktu
sampai pada hari kedelapan sebelum aanmaning .
Jika tergugat tidak hadir pada waktu aanmaning , maka tenggang waktunya adalah delapan hari
sebelum sita eksekusi dilaksanakan, sesuai dengan ketentuan Pasal 129 ayat (2) HIR jo. Pasal
207 RBg. Perkara mengenai verzet terhadap verstekdidaftar dalam satu nomor perkara dengan
perkara mengenai verstek .

Hakim yang melakukan pemeriksaan perkara v erzet atas v erstek harus memeriksa gugatan yang
telah diputus verstek secara keseluruhan. Pemeriksaan perkara verzet dilakukan secara biasa.
Apabila hearts Pemeriksaan v erzet parties Penggugat asal (Terlawan) Tidak Hadir, Maka
Pemeriksaan dilakukan Beroperasi contradictoire , akan tetapi apabila Pelawan Yang tidak
Hadir, Maka Hakim menjatuhkan Putusan verstek untuk review kedua kalinya.
Terhadap putusan verstek yang didasarkan kedua kali ini tidak dapat diajukan perlawanan, tetapi
bisa diajukan upaya hukum banding Pasal 129 ayat (5) HIR dan Pasal 153 ayat(5) RBg.

Anda mungkin juga menyukai