Anda di halaman 1dari 4

Nama : Efi Kristiani Hulu

NIM : 031219866

Tugas 2

Seperti diberitakan, pemerintah tengah melakukan restrukturisasi terhadap seluruh polis nasabah
Jiwasraya. Sejalan dengan itu, pemerintah juga akan membentuk perusahaan baru bernama
Nusantara Life. Nantinya, perusahaan tersebut akan membawa polis-polis Jiwasraya yang telah
direstrukturisasi baik pemegang polis tradisional maupun saving plan. Dengan restrukturisasi
melalui Nusantara Life,  ketentuan bunga nasabah juga direncanakan untuk  diturunkan.
Misalnya, untuk pemegang polis yang bunganya masih tinggi atau mencapai 13 persen bisa turun
menjadi 6-7 persen. Jika pemegang polis setuju dengan skema restrukturisasi tersebut, maka
mereka akan diajak negosiasi oleh PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) sebagai induk
holding asuransi mulai Agustus 2020 dan ditargetkan negosiasi selesai pada Desember 2021.

Pertanyaan

1. Dari kasus diatas, jelaskanlah tindakan restrukturisasi yang tepat dilakukan terhadap PT
Asuransi Jiwasraya!

Jawaban :

Tindakan restrukturisasi yang tepat dilakukan terhadap PT Asuransi Jiwasraya adalah


restrukturisasi utang dimana bentuk restrukturisasi yang dilakukan oleh suatu perusahaan
dalam rangka memperbaiki kondisi keuangannya dengan cara mengatur kembali utang-
utangnya dengan mengajukan syarat-syarat dan kondisi-kondisi baru yang disetujui oleh
kedua belah pihak.

2. Dalam konsep Group Company seperti kasus diatas, menurut Anda bagaimanakah peranan


PT Bahana Pembinaan Usaha (BPUI) sebagai induk holding (Holding Company) dalam
upaya penyehatan PT Asuransi Jiwasraya? Jelaskan!

Jawaban :

Peranan PT Bahana Pembinaan Usaha (BPUI) sebagai induk holding (Holding


Company)  dalam upaya penyehatan PT Asuransi Jiwasraya adalah sebagai holding asuransi
dan penjaminan BUMN. Tujuannya untuk memenuhi kewajiban kepada pemegang polis
yang terseret kasus gagal asuransi jiwa pelat merah itu.

3. Jelaskanlah konsep penerapan good corporate governance dalam pengelolaan BUMN,


sehingga dapat berjalan dengan baik dan tidak merugi seperti kasus PT Jiwasraya!
Jawaban :
Dalam penerapan Good Corporate Governance (GCG), tidak terlepas dari budaya organisasi
yang berlaku di dalam organisasi itu sendiri. Setiap organisasi memiliki cara-cara yang unik
dari apa yang mereka lakukan. Hal ini sama halnya dengan budaya nasional maupun
masyarakat, yang memiliki hal-hal yang unik,seperti Bahasa, benda-benda peninggalan
sejarah, nilai-nilai, perayaan-perayaan, pahlawan-pahlawan, sejarah dan norma-norma, dan
setiap organisasi juga memiliki hal unik yang berbeda-beda pula. Indonesia sebagai negara
yang terdiri dari beragam jenis suku, ras, budaya dan etnis yang beragam telah terbentuk
menjadi satu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Segala kebudayaan
nasional, lokal maupun asing sekalipun telah ada dan terbentuk bahkan sejak Indonesia belum
merdeka pada tahun 1945. Budaya yang telah terbentuk itu kemudian terefleksikan pada
budaya-budaya organisasi yang ada di Indonesia yang bertujuan untuk mencapai
kesinambungan dan ketahanan dalam jangka panjang, meningkatkan kinerja dan pada
akhirnya meningkatkan nilai tambah bagi organisasi untuk kepentingan pihak-pihak di dalam
organisasi itu sendiri.
Dengan dasar itu pula, maka dalam penerapan Good Corporate Governance (GCG) yang
sesuai dengan budaya Indonesia harus pula mencakup 5 pilar dasar dari GCG yang ditetapkan
oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) (dalam anonymous 2015:5), yaitu
TARIF (Transparency, Accountability, Responsibility, Independency, and Fairness) dengan
penjelasan sebagai berikut:
1. Transparency
Pada penerapannya sebagaimana dengan budaya yang berlaku di Indonesia, yang mana
dalam hal ini governance sendiri terdiri dari 3 pilar yang memiliki kepentingan, yaitu
pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat. Untuk itu, dalam penerapannya, informasi-
informasi yang berkaitan dengan pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat wajib untuk
dipenuhi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat, dan mudah di akses. Hal ini dapat
dilakukan dengan mudah dengan memanfaatkan teknologi informasi, sehingga tidak lagi
dijadikan suatu alasan bagi ketiga pilar governance tersebut untuk tidak memiliki inisiatif
dalam mengungkapkan berbagai informasi yang berkaitan dengan proses pengambilan
keputusan atau kebijakan, baik oleh pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat yang
sangat berpengaruh pada para pemangku kepentingan yang disebabkan oleh keputusan
atau kebijakan tersebut.
2. Accountability
Akuntabiltas sebagai bentuk pertanggung jawaban bagi organisasi
kepada shareholders dan stakeholders agar pengelolaan organisasi dapat berjalan secara
benar, terukur, dan sesuai dengan kepentingan organisasi tanpa mengesampingkan
kepentingan shareholder dan stakeholders tersebut. Hal ini tidak terbatas pada itu saja,
namun juga memastikan setiap pegawai organisasi memiliki kompetensi yang memadai
sesuai dengan tugas, tanggung jawab serta perannya dalam organisasi dengan menerapkan
sistem pengahargaan dan sanski secara objektif untuk menguji akuntabilitasnya.
Dalam penerapannya di Indonesia, konsep ini masih terkendala dalam pengembangan
Sumber Daya Manusia (SDM) organisasi, terutama untuk melakukan re-generasi kepada
pegawai-pegawai baru untuk menggantikan posisi-posisi pegawai yang sudah semakin tua
serta penerapan penghargaan dan sanksi yang belum jelas dan tepat dalam organisasi.
Untuk itu, dalam penerapannya perlu dilakukan pelatihan atau seminar bagi pegawai baik
di internal maupun eksternal perusahaan secara berkelanjutan dan disesuaikan dengan
kebutuhan bidang pekerjaan pegawai dan statusnya dalam organisasi sehingga mencapai
hasil yang diharapkan. Serta melakukan uji akuntabilitas dengan melakukan pemberian
penghargaan dan sanksi secara objektif kepada setiap pegawai.
3. Responsibility
Dalam penerapannya di Indonesia, konsep ini belum mampu diterapkan secara optimal
oleh setiap organisasi di Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kasus penutupan bidang usaha yang
disebabkan tidak memiliki izin operasi, serta menyalahi aturan perundang-undangan
lainnya. Disamping itu, kesadaran dalam menjaga lingkungan akibat dampak kegiatan
produksi atau kegiatan usaha lainnya belum dapat dipahami secara sadar dan merata oleh
setiap pelaku usaha, yang mana dalam hal ini mereka harus mampu bertanggung jawab
untuk meminimalisir dampak laingkungan yang akan dirasakan secara langsung atau tidak
langsung oleh masyarakat atau lingkungan sekitar di wilayah organisasi itu melakukan
kegiatan usahanya.
Perbaikan yang dapat dilakukan agar menciptakan kesadaran setiap organisasi untuk
bertanggung jawab atas apa yang telah mereka lakukan adalah dengan memberikan aturan
dan implementasi yang ketat, namun harus dibarengi dengan penyampaian informasi
secara menyeluruh sesuai dengan konsep transparasi melalui penggunaan tekologi
tertentu. Disamping itu, penerapan sanksi tegas sesuai dengan konsep akuntabilitas secara
objektif kepada para pelaku usaha yang tidak dapat mengikuti aturan yang telah berlaku di
suatu wilayah tertentu.
4. Independency
Dalam penerapannya di Indonesia, konsep kemandirian ini belum optimal karena dalam
pengelolaan organisasi di Indonesia masih banyak dominasi dan dipengaruhi oleh bangsa
asing di dalam organisasi-organisasi di Indonesia. Dalam konsep kemandirian yang baik
untuk organisasi di Indonesia, proses pengambilan keputusan-keputusan seharusnya
berdasarkan pada keputusan-keputusan yang tegas oleh bangsa Indonesia itu sendiri,
namun tetap senantiasa objektif untuk mencapai kepentingan
para shareholders dan stakeholders.
Perbaikan yang dadap dilakukan yaitu dengan meningkatkan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) yang mampu berdaya saing dan memiliki pengaruh dalam menjalankan
perannya dalam organisasi. Serta menguatkan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) milik
bangsa Indonesia, yang diharapkan mampu menjadi pilar atau fondasi ekonomi yang
kokoh untuk mencapai kemandirian bangsa Indonesia tanpa didominasi dan dipengaruhi
oleh bangsa asing lainnya lagi.
5. Fairness
Dalam penerapannya di Indonesia, masih terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaanya.
Konsep kesetaraan dan kewajaran ini harus didukung oleh kemampuan dari segi
pengetahuan, dan infrastruktur setiap pihak yang baik dan menunjang untuk mengakses
informasi atau mengambil kesempatan untuk berkontribusi dalam sebuah organisasi.
Kondisi aktualnya di Indonesia, di beberapa wilayah belum memiliki fasilitas dan
infrastruktur yang sama dalam mengakses informasi-informasi terbaru. Disamping itu,
dalam hal penyerapan tenaga kerja masih terdapat kesenjangan antara kesempatan kerja
dengan kompetensi yang dimiliki oleh masyarakat sehingga jumlah calon tenaga kerja
yang ada di Indonesia belum dapat terserap secara menyeluruh. Sebagai solusi masalah
ini, yaitu dengan menguatkan lagi fondasi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang
mampu berdaya saing dan berkualitas untuk membuka lebih banyak lagi lapangan
pekerjaan di bidang-bidang tertentu untuk meningkatkan kemampuan ekonomi Indonesia
di masa yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai