Hukum Acara Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap pihak
orang lain di muka pengadilan itu harus bertindak untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata (Wirjono
Prodjodikoro)
Hukum Acara disebut juga Hukum Formal, jadi Hukum Acara Perdata disebut juga Hukum Perdata Formal, yang dimuat dalam
Hetherziene Indonesisch Reglement (HIR) atau Reglemen Indonesia Baru (RIB).
HIR ini merupakan bagian dari tata hukum Hindia Belanda yang masih berlaku pada waktu ini, dan tercantum dalam Stb 1941 no 44
Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil
dengan perantaraan hakim. (Sudikno Mertokusumo)
Hukum Perdata (materiil) yang ingin ditegakkan atau dipertahankan dengan hukum acara tersebut meliputi peraturan hukum yang
tertulis dalam bentuk peraturan perundang-undangan (mis. BW, UU Perkawinan, UU Pengadilan Agama, dll) dan peraturan hukum
yang tidak tertulis berupa hukum adat yang hidup dalam masyarakat.
Fungsi dari Hukum Perdata Formal adalah mempertahankan dan melaksanakan Hukum Perdata Materiil, artinya Hukum Perdata
Materiil dipertahankan oleh alat-alat penegak hukum berdasarkan Hukum Acara Perdata ini. Lapangan keperdataan memuat
peraturan-peraturan tentang keadaan hukum dan perhubungan hukum mengenai kepentingan-kepentingan perseorangan (mis.
Perkawinan, jual beli, sewa, hutang piutang, hak milik, waris, dsb).
Perkara perdata adalah perkara mengenai perselisihan antar akepentingan perseorangan atau antara kepentingan suatu badan
pemerintah dengan kepentingan perseorangan (mis perselisihan tentang perjanjiann jual beli, sewa, pembagian waris, dsb)
Lembaga-lembaga hukum yang terdapat dalam lapangan keperdataan, misalnya, pengadilan perdata, kantor catatan sipil (untuk
pendaftaraan kelahiran, perkawinan, perceraian dan kematian), Balai Harta Peninggalan (Weeskamer), Kantor Pendaftaran Tanah
(Kadaster), Notaris, Juru Sita, Jual Lelang, Kantor Lembaga Bantuan Hukum, dan Pengacara.
Dalam kenyataan pelaksanaan hukum oleh pengadilan dewasa ini sebagian besar digunakan RIB bagi seluruh Indonesia. Apabila
ada hal-hal yang tidak diatur dalam RIB, maka pengadilan menggunakan aturan-aturan dari Reglemen Hukum Acara Perdata (HIR)
8. Obyektivitas
Hakim tidak boleh bersikap berat sebelah dan memihak. Para pihak dapat mengajukan keberatan, bila ternyata sikap hakim tidak
obyektif.
1. Inisiatif melakukan acara perdata datang dari pihak-pihak yang berkepentingan, sedangkan acara pidana perkara datang
dari negara.(Jaksa Penuntut)
2. Dalam acara perdata pemeriksaan dilakukan dalam persidangan yaitu dalam acara dimuka hakim. Acara perdata tidak
mengenal pengusutan dan atau penyelidikan permulaan.
3. Dalam acara pidana hakim bertindak memimpinsedangkan dalam acara perdata hakim menunggu saja.
4. Saat ini setiap pengadilan negeri melaksanakan peradilan anak yang tidak hanya bersifat acara perdata tetapi juga acara
pidana.
Sumber Hukum Acara Perdata (Hukum Positif) Berdasarkan Pasal 5 Ayat 1 dan Pasal 6 UU No. 1 Drt Tahun 1951 Tentang
Tindakan-tindakan sementara untuk menyelenggarakan Kesatuan Susunan Kekuasaan dan Acara Pengadilan Sipil
HIR, Het Herziene Indonesisch Reglement (Bab IX, 7 Bagian)
RBg (Reglemen Buitengewesten, S. 1927 Nomor 227)
RV (Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering) disebut juga Hukum Acara Perdata untuk Gol. Eropa, namun menurut
Prof. Soepomo, sudah tidak berlaku sejak Raad van Justitie dan Residentiegerecht dihapus.
RO (Reglement op de Rechterlijke Organisatie in Het Beleid der Justitie in Indonesie)
Undang-undang yang telah dikodifikasi (KUHPerdata dan KUHDagang)
Undang-undang yang belum dikodifikasi ( UU No. 20 Tahun 1947, tentang acara banding, UU No. 14 Tahun 1970 Jo UU
No. 35 Tahun 1999 Jo UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.dll
Yurisprudensi
Perjanjian Internasional
Doktrin
Lingkup Peradilan
Macam-Macam Pengadilan
Di samping Pengadilan Sipil seperti tersebut diatas lazimnya disebut Pengadilan Umum di Indonesia terdapat pula :
Pengadilan Militer yang hanya berwenang untuk mengadili perkara yang terdakwanya berstatus anggota ABRI.
Pengadilan Agama yang kewenangannya mengadili perkara-perkara perdata yang kedua pihaknya baragama Islam dan
menurut hukum yang dikuasai Hukum Islam.
Pengadilan Administrasi yang termasuk wewenang Pengadilan Administrasi adalah perkara yang tergugatnya pemerintah
dan penggugatnya perorangan pemerintah itu digugat dengan alsan kesalahan dalam menjalankan administrasi.
Kewenangan Pengadilan
Mengenai kewenangan mengadili dapat dibagi menjadi dua dalam Kekuasaan Kehakiman, yaitu Kekuasaan Kehakiman atribusi
(atributie van rechtsmacht) dan Kekuasaan Kehakiman distribusi (distributie van rechtsmacht), bahwa :
Kekuasaan Kehakiman Atribusi disebut juga kewenangan mutlak atau kompetensi absolute. Kewenangan Mutlak atau
Kompetensi absolute adalah kewenangan badan pengadilan di dalam memeriksa jenis perkara tertentu dan secara mutlak tidak
dapat diperiksa oleh badan pengadilan lain, misalnya Pengadilan Negeri pada umumnya berwenang memeriksa jenis perkara
tertentu yang diajukan dan bukan Pengadilan Tinggi atau Pengadilan Agama biasanya kompentensi absolute ini tergantung pada isi
gugatan dan nilai daripada gugatan (lihat Pasal 6 UU No. 29 Tahun 1947).
Kekuasaan Kehakiman Distribusi disebut juga kewenangan nisbi atau kompetensi relative . Kewenangan nisbi atau
Kompetensi relative adalah bahwa Pengadilan Negeri di tempat tinggal (domisili) yang berwenang memeriksa gugatan atau
tuntutan hak. jadi gugatan harus diajukan kepada Pengadilan Negeri tempat tergugat tinggal. apabila tergugat tidak diketahui
tempat tinggalnya atau tempat tinggalnya yang nyata tidak dikenali, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Negeri di tempat
tinggal tergugat sebenarnya.
Dikenali, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Negeri di tempat tinggal tergugat sebenarnya ( Pasal 18 HIR, Pasal 141 Ayat 1
Rbg)
Jawaban Tergugat
Eksepsi, Bentuk jawaban dalam eksepsi ialah suatu tangkisan bahwa syarat-syarat prosessuil gugatan tidak benar atau eksepsi
berdasarkan ketentuan materiil (eksepsi dilatoir dan eksepsi paremptoir), sehingga gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima
(niet ontvankelijk verklaard). Dasar-dasar daripada eksepsi antara lain sebagai berikut :
Gugatan diajukan kepada pengadilan yang tidak berwenang
Gugatan salah alamat (tergugat tak ada hubungan hukum)
Penggugat tak berkualitas (penggugat tidak mempunyai hubungan hukum)
Tergugat tidak lengkap
Penggugat telah memberi penundaan pembayaran (eksepsi)
Dalam Pokok Perkara Jawaban dalam pokok perkara ini merupakan bantahan terhadap dalil-dalil atau fundamentum petendi yang
diajukan penggugat. Misalnya : A (Penggugat) menuntut B (Tergugat) agar meninggalkan tanah yang dikerjakan B dengan dalih :
Tanah tersebut adalah milik A sebagai ahli waris bapaknya C pemilik tanah asal yang sudah meninggal dunia.
Adanya petok D dan letter C yang masih atas nama C.
A tidak pernah melihat atau mengetahui adanya transaksi antara B dan C atas tanah tersebut.
Dalam contoh tersebut, B dapat membantah dalih A dengan alasan :
A diragukan sebagai ahli waris karena tidak fatwa waris.
Petok D dan letter C bukan bukti kepemilikan.
B mempunyai akte jual beli.
Berdasarkan bantahan atau tangkisan tersebut B dapat meminta kepada hakim agar gugatan ditolak
Gugat balasan dapat diajukan dalam setiap perkara kecuali seperti yang diatur dalam pasal 132 a HIR, yaitu :
>Jika penggugat dalam gugat asal mengenai sifat, sedangkan gugat balasan mengenai dirinya sendiri dan sebaliknya
>Jika PN kepada siapa gugat asal itu dimasukkan, tidak berhak, oleh karenanya berhubung dengan pokok perselisihan, memeriksa
gugat balasan
Dalam perkara perselisihan tentang menjalankan putusan
Jika dalam pemeriksaan tingkat pertama tidak dimasukkan gugat balasan, maka dalam tingkat banding tidak ole memajukan gugat
balasan
Diperkenankan untuk menambah atau mengurangi gugatan selama tidak merugikan. Perubahan tuntutan tidak bertentangan
dengan azas-azas hukum perdata, selama tidak merubah/ menyimpang dari kejadian materil. Perubahan dan penambahan gugatan
diperkenankan kepada pihak tergugat. Perubahan gugatan dilarang apabila berdasar atas keadaan hukum yang sama dimohon
suatu pelaksanaan hak yang baru sehingga dengan demikian memohon putusan hakim tentang suatu hubungan hukum antara
kedua-belah pihak yang lain dari yang semula, contoh :
Mohon ganti rugi atas dasar ingkar janji, kemudian dirubah menjadi tergugat harus memenuhi janji
Semula dasar gugatan perceraian adalah perzinahan, kemudian dirubah menjadi keretakan rumah tangga yang tidak
dapat diperbaiki
Penambahan gugatan diperboleh selama tidak merugikan pihak tergugat, seperti semula tidak semua ahli waris diikutsertakan,
kemudian ditambah menjadi turut tergugat atau permohonan sita jaminan tetapi lupa memohon menyatakan sah dan berharganya
sita jaminan tersebut. Perubahan atau penambahan gugatan yang diajukan setelah jawaban, harus mendapat persetujuan dari
pihak tergugat Pengurangan gugatan selalu akan diterima dan senantiasa diperkenankan
Pembuktian
Kebenaran atas suatu fakta adalah hal yang harus dibuktikan oleh hakim. Kebenaran yang dicari adalah kebenaran formil. Menurut
ajaran individualiserings-theorie, bahwa penggugat dapat diterima gugatannya bila ia mampu mendalilkan hal-hal yang pokok, dan
pihak tergugat dapat mengerti apa yang dimaksudkan dalam tuntutan penggugat.
Sedangkan menurut ajaran subtansierings-theorie meminta penjelasan riwayat secara rinci tentang apa yang menjadi dasar
gugatan dan apa yang dijadikan tuntutan berdasarkan fakta yang dikemukakan. Para pihak yang berperkara diwajibkan untuk
membuktikan tentang duduk perkara. Oleh karenanya mereka harus mengajukan alat-alat bukti dan sekaligus membuktikan
kebenaran alat bukti yang kemudian oleh Hakim dicari kebenarannya dan dikonstantir peristiwa tersebut. Upaya hakim untuk
memeriksa kebenaran dari bukti-bukti tersebut, hakim berkonsultasi kepada ahli-ahli hukum tertentu untuk menambah wacana
keilmuan dan pemahaman tentang hukum. Hakim terikat oleh alat bukti dalam suatu proses pembuktian, namun demikian hakim
juga diberi kebebasan untuk menilai alat bukti dan pembuktian tersebut (Pasal 172 HIR, 309 RBg, dan 1908 KUHPerd)
Hakim melakukan penilaian terhadap bukti, dan dapat dikatakan pembuktian merupakanpenilaian terhadap kenyataan yang ada
(judex factie). Suatu Bukti dikatakan sempurna jika bukti yang diajukan tersebut dinilai hakim telah memadai untuk memberikan
kepastian tentang peristiwa yang disengketakan.
3 Teori yang lazim digunakan untuk menentukan keterikatan hakim dan para pihak, yaitu :
Teori pembuktian bebas, yaitu memberikan kebebasan pada hakim, tanpa ada ketentuan-ketentuan tertentu yang
mengikat hakim, dan itu tergantung terhadap banyakanya alat bukti yang diserahkan oleh hakim dalam persidangan
Teori Pembuktian Negatif, ini memberikan pembatasan pada larangan hakim untuk melakukan sesuatu yang berkaitan
dengan pembuktian
Teori Pembuktian Positif, disini ditekankan perlunya perintah terhadap hakim disamping ada larangan
Namun dalam Praktek teori pembuktian yang dipakai adalah Teori Pembuktian bebas
Beban Pembuktian
Pasal 553 BW :orang yang menguasai barang tidak perlu membuktikan itikad baiknya. Siapa yang mengemukakan itikad
buruk harus membuktikannya
Pasal 535 BW : bila seseorang telah mulai menguasai sesuatu untuk orang lain, maka selalu dianggap meneruskan
penguasaan tersebut, kecuali apabila terbukti sebaliknya
Pasal 1244 BW : Kreditur dibebaskan dari pembuktian kesalahan debitur dalam hal adanya wanprestasi
Ada 5 teori pembebanan pembuktian yang dapat dijadikan pedoman bagi hakim (Menurut Prof. Sudikno Mertokusumo):
Teori Pembuktian yang hanya bersifat menguatkan, siapa yang mengemukakan harus membuktikan
Teori Hukum subyektif, barang siapa yang mengaku atau mengemukakan suatu hak, maka ia harus membuktikan
Teori hukum obyektif, penggugat yang mengajukan sutau gugatan berarti ia telah meminta hakim untuk menerapkan
ketentuan hukum obyektif terhadap suatu peristiwa yang diajukan tersebut.
Teori Hukum Publik, upaya mencari keadilan dan kebenaran suautu peristiwa di pengadilan merupakan kepentingan
publik.
Teori hukum acara, hakim harus membagikan beban pembuktian berdasakan kesamaan kedudukan para pihak (asas
audi et alteram partem)
Alat Bukti
Ada lima alat bukti yang dapat diajukan dalam sidang perdata (Pasal 164 HIR, 284 RBg, dan 1866 BW) :
Bukti Surat
Bukti Saksi
Persangkaan
Pengakuan, dan
Sumpah
Sita (Beslag)
Pada hakikat tujuan seseorang beracara perdata di pengadilan adalah untuk mendapatkan penjaminan hak atau adanya jaminan
bahwa putusan dapat dilaksanakan. Agar terjamin hak penggugat, sekiranya dikabulkan hakim, undang-undang menyediakan
upaya penjaminan hak tersebut yaitu melalui penyitaan (beslag), Penyitaan diartikan sebagai tindakan persiapan untuk menjamin
dapat dilaksanakannya putusan hakim dalam perkara perdata. Barang-barang yang disita untuk kepentingan penggugat itu
disimpan dan dibekukan untuk jaminan agar barang tersebut tidak dapat dialihkan atau dijual oleh pihak tergugat (Pasal 197 Ayat 9,
Pasal 199 HIR, Pasal 212, 214 RBg).
Penyitaan demikian selanjutnya disebut sebagai sita jaminan atau conservatoir beslag. Akibat adanya sita jaminan ini, tergugat
kehilangan hak dan wewenangnya untuk menguasai benda. Bila tergugat secara sadar melakukan tindakan pengalihan atas benda
yang telah disita, maka tindakan tersebut adalah tindakan tidak sah, dan melawan hukum dan dapat dipidana (Pasal 231, 232
KUHP). Yang berwenang untuk melaksanakan penyitaan adalah panitera pengadilan. Dalam praktek permohonan ini diajukan
kepada Ketua PN, dan umumnya diajukan dalam petitum, meskipun dapat diakukan kemudian. Bila permohonan diterima dan
dikabulkan, maka hakim menyatakan sah sah dan berharga (van waarde verklard).
Jalannya Persidangan
Susunan Persidangan, Hakim tunggal atau Hakim Majelis terdiri dari satu ketua dan dua hakim anggota, yang dilengkapi oleh
Panitera sebagai pencatat jalannya persidangan.Pihak Penggugat dan Tergugat duduk berhadapan dengan hakim dan posisi
Tergugat disebelah kanan dan Penggugat disebelah kiri Hakim. Apabila persidangan berjalan lancar maka jumlah persidangan lebih
kurang 8 kali yang terdiri dari sidang pertama sampai dengan putusan hakim. Sidang Pertama, Setelah hakim ketua membuka
sidang dengan menyatakan “sidang dibuka untuk umum” dengan mengetuk palu. hakim memulai dengan mengajukan pertanyaan –
pertanyaan kepada Penggugat dan Tergugat :
Identitas Penggugat
Identitas Tergugat
Apa sudah mengerti maksud didatangkannya para pihak, di muka sidang pengadilan.
Hakim menghimbau agar dilakukan perdamaian. dalam hal ini meskipun para pihak menjawab bahwa tidak mungkin
damai Karen usaha penyelesaian perdamaian sudah dilakukan berkali – kali, hakim meminta agar dicoba lagi. Jadi pada sidang
pertama ini sifatnya merupakan checking identitas para pihak dan apakah para pihak sudah mengerti mengapa mereka dipanggil
untuk menghadiri
sidang. sebagai bukti identitasnya, para pihak menunjukkan KTP masing – masing. apabila tidak ditemukan kekurangan
atau cacat maka sidang dilanjutkan. setelah para pihak dianggap sudah mengerti maka hakim menghimbau agar kedua belah pihak
mengadakan perdamaian, kemudian sidang ditangguhkan
Sidang Kedua (Jawaban Tergugat), Apabila para pihak dapat berdamai maka ada dua kemungkinan:
Gugatan dicabut
Mereka mengadakan perdamaian di luar atau di muka sidang
Apabila perdamaian dilakukan di luar sidang, maka hakim tidak ikut campur. belah pihak berdamai sendiri. ciri daripada
perdamaian diluar pengadilan ialah:
Dilakukan para pihaknya sendiri tanpa ikut campurnya hakim.
Apabila salah satu pihak ingkar janji permasalahannya dapat diajukan lagi kepada Pengadilan Negeri
Apabila perdamaian dilakukan di muka hakim, maka ciri-cirinya adalah :
Kekuatan perdamaian sama dengan putusan pengadilan.
Apabila salah satu pihak melakukan ingkar janji, perkara tak dapat diajukan kembali. (bentuk perdamaian dimuka
pengadilan dapat dilihat dalam lampiran)
Apabila tidak tercapai suatu perdamaian, maka sidang dilanjutkan dengan penyerahan jawaban dari pihak tergugat.
jawaban ini dibuat rangkap tiga, lembar pertama untuk penggugat , lembar kedua untuk hakim dan lembar ketiga untuk arsip
tergugat sendiri
Sidang Ketiga (Replik), Pada sidang ini penggugat atau kuasa hukumnya menyerahkan replik, satu untuk hakim, satu
untuk tergugat dan satunya untuk penggugat sendiri. replik sendiri merupakan tanggapan penggugat terhadap jawaban tergugat
Sidang Keempat (Duplik), Dalam sidang,tergugat menyerahkan duplik yaitu tanggapan tergugat terhadap replik
penggugat
Sidang Kelima (Pembuktian dari Penggugat) :
Sidang kelima dapat disebut sidang pembuktian oleh penggugat. di sini penggugat mengajukan bukti-bukti yang
memperkuat dalil-dalil penggugat sendiri dan yang melemahkan dalil-dalil tergugat. Alat pembuktian melalui surat (fotocopy)harus di
nazagelen terlebih dahulu dan pada waktu sidang dicocokkan dengan aslinya oleh hakim maupun pihak tergugat. hakim mempuyai
kewenagan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dilanjutkan oleh tergugat sedangkan pihak penggugat memberi
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. teradap saksi-saksi hakim mempersilahkan penggugat mengajukan pertanyaan
terlebih dahulu, kemudian hakim sendiri juga mengajukan pertanyaan-pertanyaan dalam rangka memperoleh keyakinan.
perdebatan-perdebatan di bawah pimpinan hakim.
Apabila pembuktian ini belum selesai maka akan dilanjutkan pada sidang berikutnya. sidang pembuktian ini dapat dapat
cukup sehari, tetapi biasanya bisa dua tiga kali atau lebih tergantung kepada kelancaran pembuktian. perlu dicatat disini ba
sebelum ditanyakan serta memberikan keterangan saksi harus disumpah lebih dahulu dan tidak boleh masuk dalam ruang sidang
belum dipanggil
Sidang Kedelapan :
Sidang ini dinamakan sidang putusan hakim. dalam sidang kedelapan ini hakim membaca putusan yang seharusnya
dihadiri olehpara pihak. setelah selesai membaca putusan maka hakim menetukkan hakim palu tiga kali dan para pihak diberi
kesempatan untuk mengajukan banding apabila tidak puas dengan putusan hakim. pertanyaan banding ini harus dilakukan dalam
jangka waktu 14 hari terhitung ketika putusan dijatuhkan
Putusan Hakim
Setelah melakukan segala pemeriksaan terhadap berkas-berkas dari penggugat dan tergugat serta alat pembuktian yang
dihadirkan dalam persidangan acara perdata, maka hakim akan mengambil suatu putusan terhadap perkara yang ia periksa.
putusan itu di harapkan menghasilkan suatu keadilan bagi para pihak atas kepentingannya yang diminta untuk diperiksa dan
diputus oleh hakim tersebut. Jadi bagi hakim dalam mengadili suatu perkara yang dipentingkan adalah fakta atau peristiwanya dan
bukan hukumnya. peraturan hukumnya dalai suatu alat sedangkan yang bersifat menentukan adalah peristiwanya.
Dalam putusan hakim yang perlu diperhatikan dalam pertimbangan hukumnya, sehingga siapapun dapat menilai apakah putusan
yang dijatuhkan cukup mempunyai alasan yang obyektif atau tidak. Disamping itu pertimbangan hakim adalah penting dalam
pembuatan memori banding dan memori kasasi. Susunan dan isi putusan hakim adalah berdasarkan Pasal 183,184,187 HIR, Pasal
194,195,198 Rbg, Pasal 4 Ayat 1, 23 UU No. 14 Tahun 1970 Jo UU No. 35 Tahun 1999 Jo UU No. 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman, Pasal 27 R.O dan 61 Rv, yang terdiri dari
Pengaturan tentang Perstek diatur dalam pasal 125 HIR. Bila tergugat tidak hadir meski telah dipanggil secara patut, dan tidak
mengirimkan wakilnya/ kuasanya. Hakim akan memutus perkara secara perstek, artinya tanpa hadirnya tergugat. Upaya hukum
yang dapat dilakukan adalah Verzet. Lain halnya jika tergugat/ para tergugat hadir pada sidang pertama, namun pada sidang-
sidang berikutnya tidak hadir, maka perkara diproses dengan acara biasa namun diputus dengan secara contradictoir
Jika syarat 1 dan 2 dipenuhi tetapi syarat 3 tidak terpenuhi, maka perkara diputus perstek, gugatan ditolak. Jika syarat 1 dan 2
dipenuhi tetapi ada kesalahan formal, yaitu surat kuasa penggugat tidak ditandatangani, atau bukan surat kuasa khusus, maka,
gugatan tidak dapat diterima. Namun jika tergugat tidak hadir namun memberika eksepsi (tangkisan) berkenaan tentang kekuasaan
absolut/ realtif, maka hakim tidak boleh memutus perkara secara perstek, melainkan harus memberikan putusan terlebih dahulu
tentang eksepsi tersebut. Apabila eksepsi diterima, tidak perduli apakah tergugat tidak hadir, maka persidangan diputus bahwa
pengadilan tidak berhak.
Apabila eksepsi ditolak, hakim akan memeriksa pokok perkara dan jika gugatan beralasan, maka gugatan akan dikabulkan dan
perkara diputus secara perstek. Namun demikian bukan berarti putusan perstek menguntungkan penggugat
Upaya Hukum
Mengenai Hukum Acara Perdata dalam praktek di pengadilan pada saat para pihak penggugat dan tergugat menerima putusan.
pastinya salah satu pihak maupun pihak lainnya akan merasa tidak puas atas putusan yang dijatuhkan oleh hakim tersebut. Untuk
itu bagi para pihak yang tidak puas akan putusan yang dijatuhkan, dalam hukum acara perdata telah diberikan suatu hak untuk
mengajukan upaya hukum atas ketidakpuasan putusan tersebut. Upaya hukum dalam hukum acara perdata terdiri dari :
Banding
Kasasi
Peninjauan Kembali
Perlawanan Pihak Ketiga (Derdenverzet)
Banding
Upaya Banding merupakan suatu Upaya Hukum yang diajukan oleh para pihak yang tidak puas atas putusan yang dijatuhkan oleh
hakim atas perkara yang diperiksa. Lazimnya yang mengajukan banding adalah pihak yang kalah. Dalam perkara banding ini
ditimbul istilah pembanding bagi yang mengajukan banding sedang lawannya dinamakan terbanding. pernyataan banding ini harus
dilakukan dalam waktu 14 hari terhitung mulai sehari sesudah tanggal putusan hakim. (Pasal 7 UU No. 20/1947, 199 Rbg) atau
diberitahukan putusan kepada pihak yang bersangkutan. Pihak yang mengajukan banding (pembanding) harus mengajukan memori
banding yang kemudian ditanggapi oleh pihak lawan (terbanding) dengan mengirimkan kontra memori banding. pengiriman memori
banding dan kontra memori banding yang ditunjukan kepada Ketua Pengadilan Tinggi dikirimkan lewat Pengadilan Negeri yang
dulu memutuskan perkara yang bersangkutan. Perlu diketahui pula, bahwa dalm memori dan kontra memori banding misalnya
pihak penggugat yang mengajukan banding, maka ia menyebut dirinya sebagai “pembanding semula tergugat” dan lawannya
disebut “terbanding semula tergugat”, bila yang mengajukan banding pihak tergugat, maka ia menyebut dirinya sebagai
pembanding semula tergugat” dan lawannya disebut “terbanding semula penggugat”.
Dengan adanya banding tersebut, Pengadilan Tinggi mengadakan sidang yang dilakukan oleh majelis hakim. Sidang tingkat
bandingjuga disebut sidang tingkat kedua, karena cara pemeriksaannya sama dengan pada sidang pemeriksaan tingkat pertama di
Pengadilan Negeri. Di sini yang diperiksa adalah pokok perkaranya. Hasil sidang banding tersebut merupakan putusan Pengadilan
Tinggi. Putusan Pengadilan Tinggi dapat berupa memperkuat Putusan Pengadilan Negeri, membatalkan, menjatuhkan putusannya
sendiri
Kasasi
Kasasi adalah pembatalan oleh Mahkamah Agung atas Putusan Pengadilan Negeri dan Putusan Pengadilan Tinggi (Judex Factie)
yang dianggap bertentangan dengan hukum yang berlaku atau salah menerapkan hukum. pemeriksaan kasasi meliputi seluruh
putusan hakim yang mengenai hukum, baik yang meliputi bagian daripada putusan yang merugikan maupun yang menguntungkan
pemohon kasasi. jadi pada tingkat kasasi tidak dilakukan pemeriksaan ulang mengenai duduk perkara atau penskorannya dan oleh
karenanya pemeriksaan tingkat kasasi tidak dianggap sebagai pemeriksaan tingkat ke 3.
Dari hal-hal tersebut, jelaslah seperti apa yang dikatakan oleh Prof. Subekti dalam Buku Hukum Acara Perdata, BPHN 1977, bahwa
tugas Pengadilan Kasasi dalai menguji atau meneliti Putusan Pengadilan di bawahnya (Judex Factie). Dasar daripada pembatalan
suatu putusan adalah “kesalahan penerapan hukum” yang dilakukan oleh Pengadilan di bawahnya (judex Factie). Putusan dan
Penetapan Pengadilan yang lebih rendah dapat dibatalkan oleh Putusan Kasasi Mahkamah Agung, dikarenakan :
Karena lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh Peraturan Perundang-Undangan yang mengancam kelalaian
itu dengan batalnya putusan tersebut, misalnya apabila dalam putusan tidak memuat kalimat kepala putusan “Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Melampaui batas wewenangnya apabila yang dilanggar wewenang pengadilan secara absolute. Salah menerapkan atau melanggar
peraturan-peraturan hukum yang berlaku. hal ini yang sering terjadi dalam praktek. Pengertian salah menerapkan hukum banyak
terjadi karena perkembangan hukum meningkat sedangkan buku-buku terutama buku yurisprudensi masih jarang diterbitkan.
Sebagai gambaran yang jelas mengenai putusan yang bertentangan dengan hukum apabila peraturan hukum tidak dilaksanakan
atau ada kesalahan pada pelaksanaannya dan pemeriksaan pekara tidak dilaksanakan menurut hukum acara yang berlaku.
Selanjutnya menurut UU No. 13 Tahun 1965 menyebutkan bahwa permohonan kasasi oleh pihak yang bersangkutan atau oleh
pihak ketiga yang dirugikan hanya dapat diterima apabila upaya-upaya hukum biasa telah dipergunakan sebagaimana mestinya.
Tenggang waktu pengajuan permohonan kasasi adalah 3 minggu bagi daerah Jawa dan Madura dan 6 minggu bagi daerah luar
Jawa dan Madura. Mengenai permohonan pencabutan kembali kasasi dalai beda dengan tata cara pencabutan dalam tingkat
banding. Dalam pemeriksaan banding dapat sewaktu-waktu dicabut kembali selama perkara belum diputus oleh Pengadilan Tinggi,
sedangkan pencabutan dalam kasasi hanya diperkenankan untuk dicabut apabila berkas tersebut masih ada pada Pengadilan
Negeri yang bersangkutan.
Berbeda dengan alasan dalam tingkat pemeriksaan banding, maka permohonan kasasi mutlak disertai memori kasasi ini
merupakan syarat formal sedangkan pihak lawan dapat mengajukan kontra memori kasasi. Tenggang waktu diajukan memori
kasasi adalah 14 hari terhitung mulai hari diterimanya permohonan kasasi
Peninjauan Kembali
Peninjauan Kembali menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH, merupakan upaya hukum terhadap putusan tingkat terakhir dan
putusan yang dijatuhkan diluar hadir tergugat (verstek) dan yang tidak lagi terbuka kemungkinan untuk mengajukan perlawanan.
Istilah peninjuan kembali ini dapat dijumpai dalam UU No. 14 Tahun 1970 Jo UU No. 35 Tahun 1999 Jo UU No. 4 Tahun 2004
tentang Kekuasaan Kehakiman dan dalam Rv yang disebut Request Civil (Pasal 385-401). Dalam UU Mahkamah Agung sendiri
mengatur tentang peninjauan kembali diatur dalam Pasal 66 s/d 77
Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan secara lisan maupun tertulis (Pasal 71) oleh para pihak sendiri (Pasal 68 Ayat 1)
kepada Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama. yang berhak mengajukan
peninjauan kembali adalah pihak yang berperkara, pihak yang berkepentingan misalnya pihak yang kalah perkaranya atau ahli
warisnya atau seseorang wakilnya yang dikuasakan secara khusus. (PERMA No. 1 Tahun 1980) yang disempurnakan
Ternyata bahwa alasan-alasan tersebut diatas sama dengan yang tersebut dalam PERMA I Tahun 1982. Mahkamah Agung dengan
putusannya tanggal 2 Oktober 1984 telah mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali berdasarkan adanya novum (surat bukti
baru) dan membatalkan putusan MA yang dimohonkan Peninjauan Kembali
Pelaksanaan putusan hakim dalam sengketa perdata disebut eksekusi yang pada hakikatnya merupakan penyelesaian perkara
bagi para pihak yang bersengketa. putusan hakim tanpa perintah eksekusi sangat tidak berarti bagi keadilan pihak yang
dimenangkan dalam perkara tersebut. Eksekusi itu dapat dilaksanakan setelah putusan hakim mempunyai kekuataan hukum tetap
(inkracht van gewijsde). Pelaksanaannya dapat dilakukan secara sukarela namun seringkali pihak yang dikalahkan tidak mau
melaksanakannya, sehingga diperlukan bantuan dari pengadilan untuk melaksanakan secara paksa. Dalam hal ini pihak yang
dimenangkanlah yang mengajukan permohonan tersebut.
Berdasarkan permohonan tersebut, Ketua Pengadilan Negeri memanggil pihak yang dikalahkan untuk ditegur agar memenuhi
keputusan dalam jangka waktu 8 hari setelah teguran tersebut diberitahukan oleh Juru Sita Pengadilan Negeri (Pasal 196 HIR, 207
Rbg). Jika dalam jangka waktu tersebut sudah lewat putusan pengadilan tetap belum dilaksanakan maka Ketua Pengadilan Negeri
karena jabatannya memberi perintah agar putusan hakim dilaksanakan dengan paksa dan bila perlu dengan bantuan alat Negara.
0
inShare
RELATED POSTS :
Ilmu PolitikA. Pengertian Secara etimologis, politik berasal dari bahasa Yunani ”polis” yang berarti kota yan… Read More...
Kaidah-Kaidah Hukum IslamA. Pengertian Qawaid merupakan bentuk jamak dari qaidah, yang kemudian dalam bahasa indonesia
dis… Read More...
Hukum Surat BerhargaA. Pengertian Surat berharga dalam bahasa Belanda disebut Waarde Papier, atau di Negara-negara An… Read
More...
Laporan KKNFormat Laporan KKN: Contoh : Format kulit luar, warna sama dengan kulit buku petunjuk pelaksanaan … Read More...
1. Pengertian
Wirjono Projodikoro=== rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap
dan di muka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan harus bertindak satu sama lain untuk melaksanakan
berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata
2. Sumber Hukum Acara Perdata:
1) RV (reglement op de Burgerlijk Rechtsvordering)untuk golongan Eropa
2) HIR (Herzeine Indlandsch Reglement) unutk golongan Bumiputera
3) daerah Jawa dan Madura
4) RBg (Reglement voor de Buitengewesten) untukgolongan Bumiputera luar Jawa dan Madura.
5) UU No 1 Tahun 1974 tentang Pokok Perkawinan
6) UU No 4 Tahun 2004 tentang Pokok Kehakiman
7) UU No 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung
8) Kitab Undang-undang Hukum Perdata Buku ke-IV tentang Pembuktian dan Daluarsa
9) Yurisprudensi.
10) SEMA
11) Hukum Adat
12) Doktrin
3. Asas-asas HAP :
1) Hakim bersifat menunggu=inisiatif mengajukan tuntutan hak diserahkan sepenuhnya kepada yang
berkepentingan===Pasal 118 HIR/142 RBg
2) Hakim bersifat Pasif=== ruang lingkup atau luas pokok perkara ditentukan para pihak berperkara tidak hakim.
Hakim tidak boleh menjatuhkan putusan melebihi dari yang dituntut
3) Persidangan terbuka untuk umum===setiap orang dibolehkan hadir dan mendengarkan pemeriksaan perkara,
walaupun ada beberapa perkara yang dilakukan pemeriksaannya secara tertutup. Contoh dalam perkara
perceraian
4) Mendengarkan kedua belah pihak
5) Putusan harus disertai dengan alasanalasan.
6) Berperkara dikenai biaya.
7) Beracara tidak harus diwakilkan=== bias langsung pihak yang berperkara beracara di pengadilan atau dapat
diwakilkan.
4. Perbedaan H.A.Pidana dengan H.A.perdata:
1.Dasar timbulnya gugatan
Perdata :timbulnya perkara krn terjadi pelanggaran hak yang diatur dalam hukum perdata.
Pidana : timbulnya perkara krn terjadi pelanggaran terhadap perintah atau larangan yang diatur dlm
hkm pidana
2. Inisiatif berperkara
Perdata : datang dari salah satu pihak yang merasa dirugikan
Pidana : datang penguasa negara/pemerintah melalui aparat penegak hukum seperti polisi dan jaksa
3.Istilah yang digunakan
Perdata : yang mengajukan gugatan=== penggugat pihak lawannya/digugat ===== tergugat
Pidana : yang mengajukan perkara ke pengadilan ==== jaksa/penuntut umum
pihak yang disangka === tersangka=== terdakwa===terpidana
4. Tugas hakim dalam beracara
Perdata : mencari kebenaran formil ==== mencari kebenaran sesungguhnya yang didasarkan apa yang
dikemukakan oleh para pihak dan tidak boleh melebihi dari itu.
Pidana :mencari kebenaran materil ==== tidak terbatas apa saja yang telah dilakukan terdakwa
melainkan lebih dari itu. Harus diselidiki sampai latar belakang perbuatan terdakwa. Hakim mencari
kebenaran materil secara mutlak dan tuntas
5. Perdamaian
Perdata : dikenal adanya perdamaian
Pidana : tidak dikenal perdamaian
6. Sumpah decissoire
Perdata : ada sumpah decissoire yaitu sumpah yang dimintakan oleh satu pihak kepada pihak
lawannya tentang kebenaran suatu peristiwa.
Pidana : tidak dikenal sumpah decissoire.
7. Hukuman
Perdata : kewajiban untuk memenuhi prestasi (melakukan memberikan dan tidak melakukan sesuatu
Pidana : hukuman badan ( kurungan, penjara dan mati), denda dan
hak..
5. Syarat dan isi gugatan dalam Perkara perdata
• Syarat gugatan :
1. Gugatan dalam bentuk tertulis.
2. Diajukan oleh orang yang berkepentingan.
3. diajukan ke pengadilan yang berwenang
• Isi gugatan :
Menurut Pasal 8 BRv gugatan memuat :
1. Identitas para pihak
2. Dasar atau dalil gugatan/ posita /fundamentum petendi berisi tentang peristiwa dan hubungan hukum
3. Tuntutan/petitum terdiri dari tuntutan primer dan
tuntutan subsider/tambahan
5. Pemeriksaan perkara :
• Pengajuan gugatan
• Penetapan hari sidang dan pemanggilan
• Persidangan pertama : a. gugatan gugur b. verstek c. perdamaian
• Pembacaan gugatan
• Jawaban tergugat : a. mengakui b. membantah c. referte d. eksepsi :- materil – formil
• Rekonvensi
• Repliek dan dupliek
• Intervensi
• Pembuktian
• Kesimpulan
• Putusan Hakim
6. Teori Pembuktian
Ada 3 teori pembuktian yaitu :
1) Pembuktian bebas : di mana tidak menghendaki adanya ketentuanketentuan yang mengikat hakim, sehingga
penilaian pembuktian seberapa dapat diserahkan kepada hakim.
2) Pembuktian negatif : harus ada ketentuan-ketentuan yang mengikathakim bersifat negatif, hakim terbatas
sepanjang yang dibolehkan undang-undang.
3) Pembuktian positif: hakim diwajibkan melakukan segala tindakan dalam pembuktian kecuali yang dilarang
dalam undang-undang.
7. Pengajuan gugatan
1. Diajukan kepada ketua pengadilan negeri yang berwenang.
2. Diajukan secara tertulis atau lisan
3. Bayar preskot biaya perkara
4. Panitera mendaftarkan dalam buku register perkara dan memberi nomor perkara
5. Gugatan akan disampaikan kepada ketua pengadilan negeri.
6. Ketua pengadilan menetapkan majelis hakim
7. Verstek
• Pengertian : putusan yang dijatuhkan di luar hadirnya tergugat
• Syarat acara verstek :
a. Tergugat telah dipanggil dengan sah dan patut
- yang melaksanakan pemangilan juru sita
- surat panggilan
- jarak waktu pemanggilan dengan hari sidang yaitu 8 hari apabila jaraknya tidak jauh, 14 hari apabila
jaraknya agak jauh dan 20 hari apabila jaraknya jauh (Pasal 122 HIR/10Rv)
b. Tergugat tidak hadir tanpa alasan yang sah
c. Tergugat tidak mengajukan eksepsi kompetensi
Bentuk PutusanVerstek
1. Menggabulkan gugatan penggugat, terdiri dari :
a. mengabulkan seluruh gugatan
b. mengabulkan sebagian gugatan
• Hal ini terjadi jika gugatn beralasan dan tidak melawan hukum.
2. Gugatan tidak dapat diterima, apabila : gugatan melawan hokum atau ketertiban dan kesusilaan (unlawful)
• Gugatan ini dapat diajukan kembali tidak berlaku asas nebis in idem
3. Gugatan ditolak apabila gugatan tidak beralasan
• Gugatan ini tidak dapat diajukan kembali
Upaya hukum dari verstek adalah verzet/perlawanan
Macam-macam Alat Bukti
• Pasal 164 HIR/284 RBG, ada 5 alat bukti yaitu :
1. Bukti tulisan/surat
2. Saksi
3. Persangkaan
4. Pengakuan
5. Sumpah
• Di luar Pasal 164 HIR/284 RBg :
1. Keterangan ahli
2. Pemeriksaan di tempat
Alat bukti tertulis/surat
• Dasar hukumnya Pasal 165, 167 HIR/285-305 RBg, stb No 29 Tahun 1867.
• Pengertian : surat adalah alat bukti tertulis yang memuat tanda-tanda baca di mana menyatakan pikiran
seseorang.
• Bentuk surat ada 2 yaitu :
1. Akta : surat yang diberi tanggal dan ditanda tangani.akta ini terbagi 2 yaitu :
a. Akta otentik : akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang berwenang.
Akta ini dapat dibagi 2 :
- Akta ambtelijk : pejabat yang berwenang menerangkan apa yang dilihat dan
dilakukannya.
Contoh : akta kelahiran.
- akta partai : selain pejabat menerangkan apa yang dilihat dan dilakukannya, pihak
yang berkepentingan juga mengakuinya dengan membubuhkan tanda tangan
mereka.
Contoh : akta jual beli.
Bentuk-bentuk upaya hukum
1. Upaya hukum biasa :a. Verzet b. Banding c. Kasasi
2. Upaya hukum luar biasa : a. Peninjauan kembali b. derdenverzet
Bentuk-bentuk Eksekusi
• Ada 3 macam :
1. Membayar sejumlah uang (Pasal 197 HIR/208 RBg
Dilaksanakan melalui penjualan lelang terhadap barang-barang milik yang kalah perkara.
2. Melakukan suatu perbuatan tertentu (Pasal 225 HIR/259 RBg).
Eksekusi ini dapat dinilai dengan sejumlah uang dengan mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan
yang memutus perkara.
3. Eksekusi Riil/ mengosongkan benda tetap (Pasal 1033 BRv).
Proses pelaksanaan eksekusi
• Diajukan oleh pihak yang menang.
• Diberitahukan kepada pihak yang kalah.
• Jika pihak yang kalah lalai atau tidak mau melaksanakan di panggil ke pengadilan.
• Selambat-lambatnya 8 hari putusan hakim harus dilaksanakan.
• Jika tidak dilaksanakan maka dilakukan sita eksekutorial.
• Jika putusan membayar sejumlah uang barang sita akan dilelang .
• Pelelangan dapat dilakukan oleh pengadilan atau kantor lelang negara.