TINJAUAN UMUM
A. Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu memahami pokok-pokok persoalan atau sengketa-sengketa dalam
hukum perdata
C. Uraian Materi
1. Pengertian Hukum Acara Perdata
Manusia sebagai makhluk hidup bermasyarakat mempunyai kebutuhan hidup yang
beraneka ragam. Kebutuhan hidup tersebut dapat terpenuhi jika diadakan hubngan antara satu
sama lain. Hubungan yang menimbulkan hak dan kewajiban seperti ini telah diatur dalam
peraturan hukum yang disebut hubungan hukum. Hukum perdata mengatur hak dan
kewajiban orang-orang yang mengadakan hubungan hukum, Peraturan hukum perdata
meliputi peraturan hukum tertulis seperti peraturan perundang-undangan, KUH Perdata (BW,
KUH Dagang (WvK), Undang-undang perkawinan dan peraturan tidak tertulis berupa hukum
adat dan kebiasaan yang hidup dalam masyarakat. Semua peraturan hukum yang memuat hak
dan kewajian disebut hukum material (substantive law) atau lazim disebut hukum perdata
saja.
Dalam hubungan hukum yang terjadi mungkin timbul keadaan bahwa salah satu pihak
tidak memenuhi kewajiban terhadap pihak yang lain, sehingga pihak yang lain dirugikan
haknya.Untuk mempertahankan hak dan memenuhi kewajiban seperti yang diatur dalam
hukum perdata, orang tidak boleh bertindak semaunya sendiri atau menghakimi sendiri.
Mengenai tindakan menghakimi sendiri ini ada tiga pendapat, ada yang mengatakan
bahwa tindakan menghakimi sendiri itu sama sekali tidak dibenarkan (van Bonevel Feure).
Alasannya bahwa oleh karena hukum acara telah menyediakan upaya-upaya untuk
memperoleh perlindungan hukum bagi para pihak melalui pengadilan, maka tindakan-
tindakan di luar upaya-upaya tersebut, yang dapat dianggap sebagai tindakan menghakimi
sendiri dilarang. Pendapat ini bolehlah ditinggalkan. Menurut pendapat kedua, tindakan
menghakimi sendiri pada asasnya dibolehkan atau dibenarkan dengan pengertian bahwa yang
melakukannya dianggap melakukan perbuatan melawan hukum (Cleveringa). Pada
hakekatnya disini pun tindakan menghakimi sendiri tetap tidak dapat dibenarkan, karena
apabila dilakukan ada akibat hukumnya, yaitu dianggap telah melakukan perbuatan melawan
hukum, sehingga terikat untuk membayar ganti kerugian. Pendapat ketiga mengatakan bahwa
tindakan mnghakimi sendiri pada asasnya tidak dibenarkan, akan tetapi apabila peraturan
yang ada tidak cukup memberi perlindungan, maka tindakanan menghakimi sendiri itu secara
tidak tertulis dibenarkan (Rulten) (Sodikno Mertokusumo, 2000: 2-3).
Tuntutan hak seperti yang telah diuraikan diatas sebagai tindakan yang bertujuan
memperoleh perlindungan hukum yang diperoleh pengadilan untuk
mencegah”eigenrichiting”, ada dua macam yaitu tuntutan hak yang mengandung sengketa
yang disebut gugatan dimana sekurang-kurangnya dua pihak dan tuntutan hak yang tidak
mengandung sengketa yang disebut perohonan dimana hanya terdapat satu pihak saja.
Apabila para pihak yang bersagkutan tidak dapat menyelesaikan sendiri tuntutannya
secara damai dan minta penyelesaian kepada hakim maka cara penyelesaian sengketa
pengadilan diatur dalam Hukum Acara Perdata (Civil Procedural Law). Peradilan dalam
hukum acara perdata dibagi menjadi peradilan volunter (voluntaire jurisdictie) yang sering
juga disebut “peradilan suka rela” atau peradilan yang tidak sesungguhnya dan peradilan
contentieus (contentieuse jurisdictie) atau peradilan “sesungguhnya”. Tuntutan hak yang
merupakan permohonan yang tidak mengandung sengketa termasuk dalam peradilan
volunter, sedangkan gugatan termasuk peradilan contentieus.
Hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya
menjamin ditaatinya hukum perdata materil dengan perantaraan hakim. Dengan kata lain
hukum acara perdata peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin
pelaksanaan hukum perdata materil. Lebih kongkretnya hukum acara perdata mengatur
tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta memutusnya dan
pelaksanaan dari putusannya.
Hukum acara perdata diperuntukan untuk menjamin ditaatinya hukum materiil perdata.
Ketentuan hukum acara perdata pada umumnya tidak membebani hak dan kewajiban seperti
halnya hukum perdata materiil namun melaksanakan dan mempertahankan atau menegakkan
kaidah hukum materiil perdata atau melindungi hak perseorangan.
Dari banyak literatur yang ada, maka kita akan menemui berbagai macam definisi
hukum acara perdata ini dari para ahli (sarjana) yang satu sama lain merumuskan berbeda-
beda namun pada prinspnya mengandung tujuan yang sama Wirjono Projodikoro (1975: 13)
mengemukakan :
bahwa hukum acara adalah rangkaian perturan-peraturan yang mengatur cara
bagaimana orang harus bertindak di muka pengadilan dan cara bagaiamana pengadilan
harus bgentindak satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan
hukum perdata.
Sudikno Mertokusumo, (2000: 2) menyatakan :
Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya
menjamin ditaatinya hukum perdata materil dengan perantaraan hakim.
Abdul Manan berpendapat :
bahwa hukum acara perdata merupakan hukum yang mengatur tentang tata cara
mengajukan gugatan kepada pengadilan, bagaimana pihak tergugat mempertahankan
diri dari gugatan penguggat, bagaimana para hakim bertindak dan bagaimana hakim
memutuskan perkara dan melaksanakan putusan .
Abdul Kadir Muhammad (2000: 15) menyatakan :
Bahwa hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur proses
penyelesaian perkara perdata melalui pengadilan (hakim), sejak diajukan gugatan
sampai dengan pelaksanaan putusan hakim.
Soepomo menyatakan bahwa :
Hukum Acara Perdata yaitu berdasarkan tugas hakim untuk mempertahankan tata
hukum perdata(BW) dan mempertahankan apa yang telah ditetapkan oleh undang-
undang.
Laporan Simposium Pembaharuan Hukum Acara Perdata menyatakan :
bahwa Hukum Acara Perdata adalah peraturan-peraturan hukum yang mengatur
bagaimana caranya menjamin ditegakkannya dan dipertahankannya hukum perdata
materiil.
Sifat hukum acara perdata adalah memaksa dan mengatur, kongkretnya sebagai
berikut :
a. “Memaksa” maksudnya mengikat para pihak yang berperkara dan ketentuan-ketentuan
yang ada dalam peraturan hukum acara perdata harus dipenuhi, contoh :
- gugatan harus diajukan di tempat atau domisili tergugat
- Jangka waktu untuk mengajukan permohonan banding adalah 14 hari setelah
putusan hakim diterima para pihak, dll
b. “Mengatur” maksudnya peraturan-peraturan dalam hukum acara perdatadapat
dikesampingkan para pihak, contoh dalam hal pembuktian.
D. Latihan/Tugas
1. Jelaskan pengertian Hukum Acara Perdata !
2. Apa yang dimaksud dengan tuntutan hak dan sebutkan dua macam tuntutan hak ?
3. Apa yang dimaksud ”voluntaire jurisdictie” dan “contentieuse jurisdictie”?
4. Sebutkan asas-asas hukum acara perdata !
5. Mengapa putusan harus disertai alasan-alasan ?
6. Apa yang dimaksud dengan asas “audi et alterampartem” dan “Ultra petita partium” ?
7. Apa yang dimaksud kewenangan absolut dan kewenangan relatif ?
DAFTAR PUSTAKA
Halim, Ridwan, 2005, Hukum Acara Perdata Dalam Tanya Jawab, Ghallia Indonesia, Bogor
Mertokusumo Sudikno, 1998, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta.
Muhammad Abdulkadir, 2000, Hukum Acara Perdata Indonesia, Alumni Bandung.
Prinst, Darwan, 2002, Strategi Menyusun dan Menangani Gugatan Perdata, Citra Aditya
Bakti, Bandung.
Sutantio, Retnowulan, dan Oeripkartawinata, Iskandar, 1997, Hukum Acara Perdata dalam
Teori dan Praktek, Mandar Maju Bandung.
Soesilo R, 1995, RIB/HIR dengan penjelasan, Politeia Bogor.
Subekti, 1969, Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta
Syahrani, Riduan, 2000, Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung