Anda di halaman 1dari 9

MATERI KULIAH

PENGANTAR HUKUM INDONESIA

Anto Kustanto, SH,.MH

BAB 1 – TATA HUKUM INDONESIA

A. Pengertian Tata Hukum

Hukum yang berlaku, terdiri dari dan diwujudkan oleh aturan-aturan hukum
yang saling berhubungan, dan oleh karena itu keberadaanya merupakan suatu susunan
atau tatanan sehingga disebut tata hukum. Suatu masyarakat yang menetapkan tata
hukum bagi masyarakat itu sendiri dan tunduk pada hukum tersebut, disebut
masyarakat hukum.

Tata Hukum Indonesia ditetapkan oleh masyarakat hukum Indonesia atau oleh
negara Indonesia. Oleh karena itu, tata hukum Indonesia ada sejak proklamasi
kemerdekaan, yaitu tanggal 17 Agustus 1945. Hari ini berarti bahwa sejak saat itu
bangsa Indonesia telah mengambil keputusan untuk menentukan dan melaksanakan
hukumnya sendiri, yaitu hukum bangsa Indonesia dengan tata hukumnya yang baru
ialah Tata Hukum Indonesia.

B. Politik Hukum Indonesia

Pengertian mengenai arti politik hukum itu menurut Teuku Mochammad


Radhi, SH sebagai berikut :

“Adapun politik hukum itu disini hendak kita artikan sebagai pernyataan
kehendak penguasa negara mengenai hukum yang berlaku di wilayah-
wilayahnya, dan mengenai arah kemana hukum hendak dikembangkan.“

Di dalam UUD 1945 tidak menjumpai satu pasal pun yang menyebutkan
masalah politik hukum negara Indonesia. Tersurat memang tidak ada, tetapi tersirat
dapat kita jumpai pada Pembukaan UUD 1945. Lain halnya pada UUD 1950, kita
dapat menjumpai satu pasal yang memuat politik hukum negara Indonesia, dibawah
UUD 1950, yaitu pada Pasal 102 yang berbunyi :

“Hukum perdata dan hukum dagang, hukum pidana sipil maupun hukum
pidana militer, hukum acara perdata dan hukum acara pidana, susunan dan
kekuasaan pengadilan, diatur dengan Undang-Undang dalam Kitab-Kitab
Hukum, kecuali jika pengundang-undang menganggap perlu untuk mengatur
beberapa hal dalam Undang-Undang tersendiri.”
Dari Pasal 102 UUD 1950 kita dapat mengambil kesimpulan bahwa negara
Indonesia pada waktu itu menghendaki dikodifikasikannya lapangan-lapangan hukum
tersebut, sehingga Pasal 102 ini terkenal dengan sebutan Pasal Kodifikasi.

C. Pembinaan Hukum Nasional

Masalah pembinaan hukum nasional setelah proklamasi, menarik banyak


perhatian sarjana hukum kita, untuk menyalurkan segala kegiatan pembinaan hukum
nasional dalam satu wadah. Pada tahun 1956 Perhimpulan Sarjana Hukum Nasional
Indonesia telah mengajukan permohonan kepada Perdana Menteri RI agar dibentuk
suatu panitia negara pembinaan hukum nasional. Dengan Keputusan Presiden No. 107
Tahun 1958, dibentuklah Lembaga Pembinaan Hukum Nasional di Jakarta dengan
diberi tugas : “melaksanakan pembinaan hukum nasional dengan mencapai tata
hukum nasional”

1. Menyiapkan rancangan-rancangan peraturan perundangan :


a. Untuk meletakkan dasar-dasar tata hukum nasional
b. Untuk menggantikan peraturan-peraturan yang tidak sesuai dengan
tata hukum nasional
c. Untuk masalah-masalah yang belum diatur dalam suatu peraturan
perundangan
2. Menyelenggarakan segala sesuatu yang diperlukan untuk menyusun
peraturan perundangan

Pembinaan hukum itu artinya tidak saja membuat yang baru, tetapi juga
menyesuaikan hukum yang ada di masyarakat. Pembinaan itu sendiri harus
mempunyai suatu pola, dalam hal ini adalah wawasan nusantara.

Di dalam negara Republik Indonesia hanya dikenal satu hukum nasional yang
mengabdi kepada kepentingan nasional. Perlu pula kita ingat bahwa hukum yang akan
kita susun adalah hukum yang modern, meningkatkan kemampuan sesuai dengan
kebutuhan, yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Konsentris, artinya adanya satu tangan yanng mengatur/membuat


(yaitu pengundang-undang).
2. Konvergen, artinya hukum Indonesia bersifat terbuka terhadap
perubahan dan perkembangan
3. Tertulis, untuk menjamin kepastian hukum
BAB 2 – SUMBER-SUMBER HUKUM

Yang dimaksud dengan sumber hukum adalah segala sesuatu yang


menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan bersifat memaksa, jika dilanggar
menimbulkan sanksi.Sumber hukum dapat dilihat dari dua segi : fomil & materiil

Sumber Hukum Formil

 Undang-undang
 Yurisprudensi
 Traktat
 Kebiasaan
 Doktrin

Ad.1. Undang-Undang, menurut Buy’s :

a. Undang-undang dalam arti formil : setiap peraturan yang dibuat oleh


pengundang-undang dan isinya mengikat umum, contohnya undang-undang
yang dibuat berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UUD1945

b. Undang undang dalam arti materiil : setiap peraturan keputusan yang dibuat
bukan oleh badan penndang-undang tapi isinya mengikat umum, contohnya
Peraturan Pemerintah, dasar hukumnya Pasal 5 ayat (2) UUD1945

Ad.2 Yurisprudensi

Yurisprudensi sebagai istilah teknis Indonesia sama artinya dengan Yurisprudentie


dalam bahasa Belanda dan Yurisprudence dalam bahasa Perancis yang artinya keputusan
hakim yang terdahulu yang diikuti oleh hakim dan dijadikan dasar keputusan hakim lain
mengenai kasus yang sama.

Keputusan hakim yang menjadi yurisprudensi akan menjadi sumber hukum bagi
pengadilan. Ada 3 alasan mengapa seorang hakim mengikuti keputusan hakim lain, yaitu :

 Keputusan hakim yang mempunyai kekuasaan , terutama bila keputusan itu


dibuat oleh Mahkamah Agung atau Pengadilan Tinggi, karena alasan
psikologis, maka seorang hakim akan mengikuti keputusan hakim lain yang
mempunyai kedudukan lebih tinggi.
 Karena alasan praktis
 Sependapat, hakim mengikuti keputusan hakim lain karena ia
sependapat/menyetujui keputusan hakim lain
Ad.3 Traktat

Traktat atau treaty adalah perjanjian yang diadakan antara dua negara atau lebih.
Bila dua negara n perjanjian Bilateral , sedangkan kalau byak negara disebut Multilateral.
Kita mengenal dua macam perjanjian : traktat & agrement . Traktat dibuat oleh Presiden
dengan persetujuan DPR , sedang agrement dibuat hanya dengan keputusan presiden,
biasanya menyangkut bidang politik.

Suatu traktat berlaku dan mengikat didasarkan pada satu asas Pacta Sunt
Servanda. Traktat itu mengikat dan berlaku sebagai peraturan hukum terhadap warga negara
masing-masing negara yang mengadakannya. Oleh karena itu, dapat dikatakan traktat
merupakan sumber hukum.

Ad.4. Kebiasaan

Adalah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang
sama. Jadi kebiasaan itu bukan dari hasil keputusan badan legislatif dari negara, namun dapat
terbentuklah peraturan hukum yang tidak tertulis yang disebut hukum kebiasaan.

BAB 3 – ASAS-ASAS HUKUM PERDATA

Burgerlijk Wetboek memuat peraturan mengenai hukum perdata, dimana kodifikasinya dibagi
dalam 4 buah buku, yaitu :

Buku I : tentang orang (van Personen)

Buku II : tentang Benda (van Zaken)

Buku III : tentang Perikatan (van Verbentenissen)

Buku IV : tentang Pembuktian dan Daluwarsa (van Bewitsen Verjaring)

Buku I Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menurut namanya terdiri atas peratu

ran-peraturan yang mengatur mengenai subjek hukum. Penegrtian subjek hukum dan objek
hukum. Subjek hukum terdiri manusia dan badan hukum. Berlakunya seorang manusia
sebagai subjek hukum dimulai saat ia dilahirkan dan berakhir saat seorang meninggal dunia.

Diatas dikatakan bahwa disamping manusia sebagai subjek hukum masih ada badan hukum
yang juga memiliki hak dan kewajiban pula melakukan perbuatan-perbuatan hukum sebagi
manusia.
Buku II tentang Benda

Menurut paham undang-undang yang dunamakan kebendaan ialah tiap-tiap barang


dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik. Dalam sistim hukum Barat untuk benda
dibagi dalam dua macam menurut Pasal 503 KUHPerdata yang terdiri dari benda berwujud
dan benda tak berwujud. Didalam Pasal 504 KUHPerdata yaitu terdiri atas benda bergerak
dan benda tidak bergerak. Suatu benda bergerak atau benda tidak bergerak dapat dilihat dari :

 Sifatnya
 Tujuannya
 Undang-undang

Benda bergerak menurut sifatnya (Pasal509) adalah benda yang dapat dipindah-pindahkan
dari satu tempat ke tempat lainnya. Misal, kursi, meja dsb. Benda tak bergerak menurut
sifatnya adalah benda yang tak dapat dipindahkan. Misal, tanah, sawah,kebon dsb.

Benda tak bergerak menurut tujuannya ialah segala benda/barang yang pada sifatnya adalah
termasuk kedalam pengertian benda bergerak namun senantiasa digunakan oleh pemiliknya
dan menjadi alat tetap pada benda tak bergerak. Misalnya, alat penggilingan dalam sebuah
pabrik.

Bendan tak bergerak menurut undang-undang adalah segala hak atas benda tak bergerak.
mIsal, hak pakai hasil atas benda yang tak bergerak. Benda bergerak atas ketentuan undang-
undang adalah hak atas benda bergerak, misal sero, hak pakai atas benda bergerak.

Dalam hukum perdata barat diatur hak-hak kebendaan, antara lain :

1. Hak eigendom ialah hak milik mutlak atas suatu benda dan dapat dinikmati secara
bebas asal dipergunakan tidak bertentangan dengan undang-undang dan tidak
mengganggu orang lain;
2. Hak opstal adalah hak untuk mempunyai atau mendirikan bangunan diatas tanah
milik orang lain dengan mendapatkan izin dari pemiliknya;
3. Hak erfpacht adalah hak untuk mempergunakan benda tetap milik orang lain dengan
membayar uang canon (pacht) pada tiap-tiap tahun, baik berupa uang atau benda
lainatau buah-buahan;
4. Hak pakai hasil ialah hak atas benda tetap atau bergerak , untuk digunakan
seluruhnya serta memungut hasilnya, sedang sifat benda tersebut tidak boleh berubah
ataupun berkurang nilainya;
5. Hak hipotik adalah hak tanggungan yang berupa benda tak bergerak;
6. Hak gandai ialah hak tanggungan yang berupa benda bergerak;
7. Hak servitut (hak pekarangan) ialah kewajiban bagi pekarangan yang berdekatan
dengan kepunyaan orang lain untuk mengijinkan memakai atau menggunakan
pekarangan tersebut.
Hukum Waris

Kekayaan seseorang ( yang berupa hak dan kewajiban), pada suatu saat tertentu
harus berpindah tangan, apabila orang tersebut meninggal dunia. Keseluruhan aturan hukum
yang mengatur hal tersebut disebut Hukum Waris. Hukum Waris Barat (Erfrecht diatur Pasal
830 dst), adalah hukum yang mengatur kedudukan hukum harta kekayaan seseorang setelah
ia meninggal dunia, terutama berpindahnya harta kekayaan itu kepada orang lain (ahli waris).

Orang yang meninggalkan harta itu disebut Pewaris, sedang yang menerima
disebut Ahli Waris.dan harta kekayaannya disebut Warisan.

Mewaris dalam hukum Perdata Barat dibagi dalam :

 Pewarisan atas dasar ketentuan undang-undang (ab-intestaat)


 Pewarisan atas dasar surat wasiat (testamenter) ,yang dimaksud dengan
surat wasiat adalah suatu akte yang memuat pernyataan seseorang
tentang apa yang dikehendaki dan terjadi setelah ia meninggal dunia,
dan yang olehnya dapat dicabut kembali.

Ahli waris dapat dibagai dalam 4 golongan :

 Turunan dan janda pewaris


 Orang tua dan saudara dari pewaris
 Leluhur pewaris baik dari pihak bapak atau ibu
 Keluarga sedarah lainnya sampai derajat ke 6

Para ahli waris dalam garis lurus ke bawah (anak, cucu) dan ahli waris garis
lurus ke atas (orang tua) berhak atas “Legitieme Portie” yaitu suatu bagian tertentu dari harta
peninggalan yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan. Ahli waris
yang berhak legitieme portie disebut legitimaris.

Buku III tentang Perikatan

Yang dimaksud dengan perikatan adalah suatu perhubungan hukum


(mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang yang memberi hak kepada yang satu
untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan pihak lainnya diwajibkan
memenuhi tuntutan itu.

Objek dari perikatan adalah prestasi yaitu hal pemenuhan perikatan, terdiri dari

 Memberikan sesuatu, misalnya membayar harga, menyerahkan barang


dan sebagainya;
 Berbuat sesuatu, misalnya memperbaiki barang yang rusak ,
membongkar bangunan, berdasarkan putusan pengadilan.

Apabila seseorang berhutang tidak memenuhi kewajiban menurut bahasa hukum ia


melakukan “wanprestasi”, yang menyebabkan ia dapat digugat di pengadilan. Sebelumnya ia
dinyatakan wanprestasi, lebih dahulu harus dilakukan “somasi”, yaitu suatu peringatan
bkepada si berhutang (debitur) agar memenuhi kewajibannya.

Sumber-Sumber Perikatan

Suatu perikatan dapat dilahirkan dari perjanjian dan dari undang-undang.


Perikatan yang lahir dari undang-undang dapat dibagi alagi atas perikatan yang lahir dai
undang-undang saja, dan perikatan yang lahir dari undang-undang atas perbuatan manusia,
dan yang terakhir ini dapat dibagi lagi menjadi dua yaitu: a). Tindakan yang menurut hukum
b). Tindakan yang melanggar hukum.

Suatu perikatan yang lahir karena perjanjian harus memenuhi 4 syarat untuk
memenuhi sahnya :

1. adanya kemauan bebas dari ke dua belah pihak berdasarkan persesuaian


pendapat, artinya tidak ada paksaan (dwang), penipuan (bedrog) atau
kekeliruan (dwaling)

2. adanya kecakapan bertindak pada masing-masing pihak

3. sesuatu hal tertentu (ada objek tertentu) yang diperjanjikan.

4. ada suatu sebab yang halal,artinya tidak terlarang

Contoh perikatan yang lahir karena perjanjian adalah :

 Perjanjian jual beli


 Perjanjian sewa-menyewa
 Pinjam-pakai dll.

Perikatan yang lahir dari undang-undang saja adalah perikatan-perikatan yang ditimbulkan
oleh perhubungan kekeluargaan, misalnya : anak yang mampu memberikan nafkah kepada
orang tuanya yang berada dalam kemiskinan. Perikatan yang lahir dari undang-undang oleh
perbuatan manusia menurut hukum dinamakan “Zaakwaarneming”(apasl 1354), ini terjadi
jika seorang dengan sukarela dan dengan tidak diminta mengurus kepentingan orang lain.
Misal, mengurus kebon tetangga yang ditinggal pergi. Perikatan yang lahir dari undang-
undang karena perbuatan manusia yang melanggar hukum (Pasal 1365). Pasal 1365 mengatur
bahwa setiap perbuatan yang melanggar hukum (onrechtmatigedaad) mewajibkan orang
yang melakukan perbuatan karena kesalahannya tealh menimbulkan kerugian, untuk
membayar kerugian.

Buku IV tentang Pembuktian dan Daluwarsa.

Pembuktian.

Menurut undang-undang ada 5 macam pembuktian, yaitu :

 Surat surat : surat-surat dapat dibagi dalam surat akte dan surat lainnya. Surat akte
adalah suatu tulisan yang dibuat untuk membuktikan suatu hal atau peristiwa.
Dengan demikian harus ditandatangani . Akte dibagi dalam akte resmi dan akte
dibawah tangan. Akte resmi adalah akte yang dibuat dimuka pejabat umum yang
ditunjuk oleh undang-undang, misalnya : Notaris, hakim, Jurusita di pengadilan,
Pegawai catatan Sipil. Disini hakim harus mengakui akte tersebut.
Surat-surat lain adalah tulisan yang bukan merupakan akte, misalnya surat faktur atau
catatan yang dibuat oleh suatu pihak , disini kekuatan pembuktiannya diserahkan
kepada hakim untuk mempercayainya.
 Kesaksian, harus mengenai suatu peristiwa-peristiwa yang dilihat dengan mata
kepala sendiri atau yang dialami sendiri. Dalam undang-undang ditetapkan bahwa
keterangan seorang saksi saja tidaklah cukup, harus ditambah dengan alat bukti lain.
 Persangkaan, suatu persangkaan ialah kesimpulan yang diambil dari suatu
peristiwayang sudah terang dan nyata. Persangkaan ada 2 macam :

1. Persangkaan menurut undang-undang, dan

2. Persangkaan menurut hakim.

Persangkaan menurut undang-undang pada hakekatnya merupakan suatu


pembebasan dari kewajiban membuktikan sesuatu hal untuk keuntungan salah
satu pihak yang berperkara, misal: tentang pembuktian kuitansi 3 bulan berturut-
turut, akan terbebas dari pembuktian kuitansi dari bulan-bulan sebelumnya.

Persangkaan oleh hakim, dilakukan dalam pemeriksaan dimana untuk pembuktian suatu
peristiwa tidak bisa didapatkan saksi mata, misal perkara perzinahan.

 Pengakuan, menurut undang-undang suatu pengakuan yang dilakukan dimuka


hakim merupakan pembuktian yang sempurna, tentang kebenaran hal atau
peristiwa yang diakui (dalam acara perdata yang dikejar adalah kebenaran formil)
Hal ini berbeda dengan perkara pidana, dimana pengakuan seorang terdakwa
masih disertai alat bukti lain.
 Sumpah, ada 2 macam sumpah :

1. Sumpah yang menentukan (Decisoir), yaitu sumpah yang diperintahkan oleh


salah satu pihak yang berperkara kepada pihak yang lain.

2. Sumpah tambahan (Supletoir) yaitu sumpah yang diperintahkan oleh hakim


kepada salah satu pihak yang berperkara bila hakim berpendapat bahwa di
dalam suatu perkara sudah terdapat suatu permulaan pembuktian yang perlu
ditambah dengan penyumpahan.

Lewat Waktu (Daluwarsa, Verjaring )

Daluwarsa adalah suatu alat untuk memperoleh suatu atau untuk


dibebaskannya dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-
syarat yang ditentukan oleh undang-undang (Pasal 1946).
Jadi dengan lewat waktu seseorang dapat memperoleh milik atas suatu benda
(tak bergerak, aquisitive verjaring -1963) Dapat juga karena lewat waktu seseorang dapat
dibebaskan dari suatu penagihan atau tuntutan (extinctive verjaring)

Anda mungkin juga menyukai