Anda di halaman 1dari 44

PENGANTAR HUKUM INDONESIA

“LAPANGAN-LAPANGAN HUKUM DI INDONESIA”

Prof. Dr. Drs. Ilyas, SH, MH


LAPANGAN-LAPANGAN HUKUM
DI INDONESIA

1. Hukum Adat 6. Hukum Dagang


2. Hukum Tata Negara 7. Hukum Perburuhan
3. Hukum Administrasi Negara 8. Hukum Pajak
4. Hukum Pidana 9. Hukum Perburuhan
5. Hukum Perdata 10. Hukum Acara
11. Hukum Internasional
A. HUKUM ADAT

 Hukum Adat adalah :


“ Keseluruhan aturan yang menjelma dari keputusan-keputusan
para fungsionaris hukum (dalam arti luas) yang mempunyai
kewibawaan serta mempunyai pengaruh dan yang dalam
pelaksanaan berlakunya serta merta dan ditaati dengan sepenuh
hati”.
CORAK HUKUM ADAT

 Tradisional (bersifat turun temurun)


 Keagamaan
 Kebersamaan (komunal)
 Konkret dan visual
 Konkret artinya jelas, nyata, berwujud
 Visual artinya dapat terlihat
 Terbuka dan sederhana
 Dapat berubah dan menyesuaikan
 Tidak dikodifikasi
 Musyawarah dan mufakat
B. HUKUM TATA NEGARA

 Hukum Tata Negara adalah ketentuan hukum yang mengatur mengenai bagaimana susunan
organisasi negara akan ditetapkan. Jadi hukum tata negara mempelajari :
- pembentukan jabatan-jabatan dan susunan/struktur negara;
- penunjukan pejabat-pejabatnya;
- kekuasaan/kewibawaan hak dan kewenangan yang berkaitan dengan
jabatan tersebut;
- lingkup wilayah dan lingkup pribadi yang mendapat limpahan tugas dan
kewenangan.
SUMBER HUKUM TATA NEGARA
INDONESIA

Menurut UU. No.10/2004, Hierarki Peraturan Perundang-Undangan


Indonesia adalah:
 Undang-Undang dasar 1945;
 Undang-Undang/Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang
(Perpu);
 Peraturan Pemerintah;
 Peraturan Presiden;
 Peraturan Daerah/Perda
 Hukum Tata Negara menurut Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka
A. Status/ kedudukan yang menjadi subyek/ pribadi dalam hukum negara:
 Siapa warga negara/bukan warga negara (UU No. 62 tahun 1958)
 Siapa penguasa/pejabat negara dan apa lembaga-lembaga negara
B. Role atau peranan
 Menurut hukum : yang harus dilaksanakan (kewajiban), yang boleh dilaksanakan
(hak)
 Hal-hal yang lazim dan tidak bertentangan dengan hukum seperti pidato
kenegaraan, penyambuatan tamu asing.
C. HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (HAN)

 HAN adalah hukum mengenai pemerintahan dalam kedudukan,


tugas, dan fungsinya sebagai administrator negara
 Tugas-tugas pemerintah adalah tugas-tugas negara yang
dilimpahkan atau dibebankan kepada pemerintah
 HAN berasal dari istilah asing yang pertama kali dikembangkan di
Prancis yaitu Droit Administratif
 Perkembangan istilah hukum administrasi negara di Indonesia pada dasarnya
mengikuti istilah yang ada di Belanda.
 Di Belanda, terdapat dua istilah hukum administrasi negara, yaitu administartief
recht (van Vollenhoven-berasal dari teori catur praja) dan bestuurrecht (Donner-
berasal dari teori dwipraja)
 Menurut van Vollenhoven bestuurrecht hanya bagian dari adminstratief recht.
Sedangkan menurut Donner, bestuurrecht lebih luas dari dari administratief recht
karena bestuurrecht mengatur pelaksanaan fungsi maupun organisasi negara,
sedangkan administratief recht hanya pelaksanaan fungsi saja.
 Prof. Prajudi Atmosudirdjo mendefinisikan HAN sebagai
berikut: “Hukum Administrasi Negara adalah hukum
yang mengatur tentang seluk beluk administrasi negara
dan hukum yang merupakan hasil ciptaan administrasi
negara itu sendiri”. Selain itu pengertian HAN juga dapat
dilihat dari dua sisi, yaitu :
Administrasi Negara Dalam Arti Luas

 Administrasi Negara sebagai proses dalam masyarakat;


 Administrasi Negara sebagai suatu jenis kegiatan manusia
(fungsi);
 Administrasi Negara sebagai kelompok orang yang secara
bersama-sama sedang mengerahkan kegiatan-kegiatan diatas
(kepranataan/institution).
Administrasi Negara Dalam Arti Sempit

Administrasi Negara pada hakekatnya adalah mempelajari negara


dalam keadaan bergerak, yang antara lain melaksanakan :
1. Kegiatan Administrasi Negara (pelaksanaan peranan hukum
dan kewajiban/hak (kekuasaan))
2. Perihal Hubungan Subjek atau Peran Dalam Administrasi
Negara (hubungan antar penguasa dan hubungan antar penguasa
dengan warga masyarakat)
 Menurut Prof. Prajudi administrasi negara dapat dilihat dari
tiga dimensi, yaitu :
 Dimensi institusional. Administrasi negara terdiri dari
berbagai organ yang berada di bawah Presiden.
 Dimensi fungsional. Administrasi negara berfungsi
menerapkan undang-undang.
 Dimensi prosedural. Administrasi negara merupakan suatu
proses tata kerja penyelenggaraan tugas-tugas
pemerintahan.
 Dari definisi tersebut maka hukum administrasi negara mengatur empat hal,
yaitu:
 Kewenangan setiap pejabat administrasi negara didalam
organisasi/institusi.
 Batas-batas kewenangan setiap pejabat administrasi negara
 Sanksi kepada masyarakat yang melanggar hukum administrasi negara
 Upaya hukum yang dapat ditempuh oleh warga masyarakat untuk
membela hak dan kepentingannya
 Kekuasaan eksekutif dan kekuasaan administratif di
Indonesia menurut ketentuan UUD 1945 berada di satu
tangan yaitu Presiden.
 Hukum administrasi negara sebagai buatan administrasi
merupakan pedoman ddalam menyelenggarakan
undang-undang. Menurut Prof. Prajudi, hukum yang
mengatur administrasi negara dapat bersumber dari
UUD, TAP MPR, UU, PP, Keppres, Kepmen, dan Kep
dirjen.
D. HUKUM PIDANA

Istilah “Hukum Pidana” menurut prof. Satochid


mengandung beberapa arti atau dapat dipandang dari
beberapa sudut, antara lain :
Hukum Pidana yang disebut juga “Ius Poenale” yaitu
sejumlah peraturan yang mengandung larangan-larangan
atau keharusan-keharusan dimana terhadap pelanggarannya
diancam dengan hukuman. Hukum Pidana ini dibagi dalam :
1. Hukum Pidana Materiel;
2. Hukum Pidana Formil.
HUKUM PIDANA MATERIEL

 Pidana materiel ialah hukum mengenai delik yang diancam dengan


hukuman pidana.
 Peraturan hukum pidana di Indonesia terjadi dualisme yaitu untuk orang
belanda dan eropa berdasarkan asas konkordansi hanya berlaku hukum
pidana yang termuat dalam KUHP yang sama dengan KUHP yang berlaku
di Belanda. Sedangkan untuk orang-orang Indonesia dan Timur Asing
berlaku KUHP yang termuat dalam Stbl.1872 No. 85. tahun 1915
diberlakukan KUHP baru yang berlaku efektif 1918, yang menandai
berakhirnya dualisme dan terwujudnya unifikasi di dalam hukum pidana
HUKUM PIDANA FORMIL

 Hukum Pidana Formil adalah sejumlah peraturan yang


mengandung cara-cara negara mempergunakan haknya untuk
melaksanakan hukuman.
 Contoh : Pasal 1 Ayat (8) KUHP berbunyi:
“Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi
wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili”.
SUMBER HUKUM BERLAKUNYA
HUKUM PERDATA

1. Semua peraturan Hindia Belanda diambil alih Pemerintah Militer Jepang


2. Semua peraturan pada masa penjajahan Jepang diambil alih oleh UUD 1945
(Pasal II Aturan Peralihan)
3. Semua peraturan perundangan pada masa Konstitusi RIS diambil alih oleh UUDS
1950 (Pasal 142 Ketentuan Peralihan)
4. Semua peraturan perundangan yang berlaku pada masa UUD 1945 diambil alih
oleh Konstitusi RIS (Pasal 192 Aturan Peralihan)
5. Akhirnya semua peraturan perundangan yang berlaku pada UUDS 1950 diambil
alih oleh UUD 1945.
SISTEMATIKA HUKUM PERDATA

 MENURUT ILMU PENGETAHUAN, Hukum perdata dibagi :


1. Hukum Pribadi (Pribadi kodrati dan pribadi hukum)
2. Hukum Keluarga
3. Hukum Harta Kekayaan (Hukum Benda, Hukum Perikatan dan Hukum Hak
Imateriil)
4. Hukum Waris
 BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (BW) :
1. Buku I : tentang ORANG
2. Buku II : tentang BENDA
3. Buku III : tentang PERIKATAN
4. Buku IV : tentang PEMBUKTIAN & DALUARSA .
F. HUKUM DAGANG

 Hukum Dagang Indonesia bersumber pada:


 Hukum tertulis yang dikodifikasikan:
 KUHD (Wetboek van Koophandel / WvK)
 KUH Per (Burgerlijk Wetboek / BW)
 Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, seperti peraturan
perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang
berhubungan dengan perdagangan.
SEJARAH HUKUM DAGANG

 Semula KUHD terdiri dari 3 buku, yaitu:


 Buku I tentang perniagaan pada umumnya.
 Buku II tentang hak dan kewajiban yang ditimbulkan perkapalan (hukum laut)
 Buku III tentang Kepailitan.
 Namun peraturan tentang kepailitan kemudian merupakan satu kitab
tersendiri yang berlaku pada tanggal 1 Nov 1906 dengan
dikeluarkannya Stb.1906 No.217 jo Stb 1906 No.348.
 Sebelum tahun 1938, Hukum Dagang hanya mengikat pedagang saja
dan hanya pedagang saja yang dapat melakukan perbuatan dagang.
Tetapi sejak tahun 1938 pengertian perbuatan dagang diperluas
menjadi perbuatan perusahaan. Menurut hukum yang dimaksud
dengan pengusaha ialah mereka yang melakukan sesuatu untuk
mencari keuntungan dengan menggunakan lebih banyak modal
daripada tenaga. Sebaliknya bila tenaga lebih dipentingkan daripada
modal maka tidak tergolong dalam golongan pengusaha, misalnya
dosen, dokter, pengacara, buruh, dsb.
 Dalam hukum dagang ditentukan bahwa tiap orang yang mempunyai
suatu perusahaan diharuskan mengadakan pencatatan dari kekayaan dan
harta benda perusahaannya dan setiap enam bulan harus membuat
neraca keuangan. Ia diharuskan menyimpan semua pembukuan untuk
jangka waktu selama tiga puluh tahun & surat-surat tembusan serta
catatan selama sepuluh tahun.
 Dengan adanya pembukuan ini maka pengusaha mempunyai bukti
terhadap peristiwa hukum. Hakim berhak menggunakan buku itu
sebagai bukti untuk kepentingan pihak manapun.
G. HUKUM AGRARIA

 Pengertian “agraria” meliputi bumi, air dan kekayaan


alam yang terkandung di dalamnya, bahkan dalam batas-
batas yang ditentukan juga termasuk ruang angkasa.
 Hukum Agraria ialah keseluruhan kaidah-kaidah hukum,
baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang
mengatur agraria.
PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG POKOK
AGRARIA (UUPA)

 Tujuan pokok dari pembentukan UUPA adalah


 Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan
kesederhanaan di dalam hukum pertanahan.
 Memberi kepastian hukum
 Memberi dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria di
Indonesia.
MATERI UUPA

 Materi UUPA di antaranya adalah tentang hak-hak kebendaan atas tanah yang
merupakan berbagai hak atas tanah (HAT) yang tercantum dalam pasal 61 ayat 1
UUPA, yaitu:
 Hak Milik.
 Adalah hak yang terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah.
 Hak Guna Usaha (Hak Erfpacht)
 Hak untuk memakai tanah yang bukan miliknya sendiri dan digunakan untuk
usaha-usaha pertanian.
 Hak Guna Bangunan (Hak Opstal)
 Perbedaan dengan HGU adalah dalam HGB tidak mengenai atas tanah pertanian.
 Hak Pakai
 Untuk gedung-gedung kedutaan negara-negara asing dapat diberikan hak pakai karena hak ini hanya
memberikan wewenang yang terbatas, artinya hak ini dapat berlaku selama tanahnya dipergunakan untuk
keperluan tertentu.
 Hak Sewa
 Merupakan hak pakai yang memiliki sifat khusus. Hak sewa hanya dipergunakan untuk bangunan. Negara
tidak dapat menyewakan tanah karena negara bukan pemilik tanah.
 Hak Membuka Hasil dan Hak Memungut Hasil.
 Adalah HAT dalam Hukum Adat yang menyangkut tanah sehingga diatur dengan Peraturan Pemerintah
demi kepentingan umum yang lebih luas untuk kepentingan orang atau masyarakat yang bersangkutan.
H. HUKUM PERBURUHAN

 Pengertian Hukum Perburuhan menurut Mr. Molenaar adalah suatu


bagian dari hukum yang berlaku pada pokoknya mengatur hubungan
antara buruh dengan majikan, antara buruh dengan buruh dan
antaranya buruh dengan penguasa.
 Pengertian Hukum Perburuhan menurut Prof. Imam Soepomo, SH
adalah suatu himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak yang
berkenaan dengan suatu kejadian dimana seorang bekerja pada orang
lain dengan menerima upah.
SUMBER HUKUM PERBURUHAN

 Peraturan Perundang-Undangan dalam bidang Hukum Perburuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a.Undang-Undang Pokok mengenai Tenaga Kerja;
b.Peraturan-peraturan mengenai pengerahan dan penempatan tenaga kerja;
c.Peraturan-peraturan yang mengatur hubungan kerja, termasuk ketentuan hukum tentang:
 Perjanjian kerja
 Kesepakatan kerja bersama
 Upah/gaji
 Pemogokan dan Lock out (penutupan)
 Penyelesaian perselisihan.
d. Peraturan tentang serikat pekerja;
e. Peraturan-peraturan tentang : Kesehatan kerja, Keamanan kerja dan Keselamatan kerja
f. Jaminan sosial
g. Pemutusan hubungan kerja (PHK), termasuk ketentuan tentang :
 Uang pesangon
 Uang jasa
 Ganti rugi
 Pensiun
 Dll
h. Disamping peraturan-peraturan tersebut, berlaku pula konvensi-
konvensi ILO dan konvensi PBB lainnya, seperti penghapusan segala
bentuk diskriminasi terhadap wanita, deklarasi hak asasi manusia,
deklarasi anti kekerasan, dll
I. HUKUM PAJAK

 Hukum Pajak adalah himpunan peraturan-peraturan yang mengatur


hubungan antara Pemerintah dan wajib pajak dan antara lain
mengatur siapa-siapa dan dalam hal apa dikenakan pajak,
timbulnya kewajiban pajak, cara pemungutan, dan lain sebagainya.
PENGGOLONGAN PAJAK

1. Pajak Langsung.
Pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak
dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Pendapatan, Pajak
Perseroan, Pajak Kekayaan, Pajak Deviden dan Pajak Rumah Tangga.
2. Pajak Tidak Langsung.
Pajak yang pada akhirnya dapat menaikkan harga, karena akhirnya
ditanggung oleh pembeli. Contoh: Pajak Penjualan, Bea Balik Nama,
Bea Materai, dll.
3. Pajak Lokal / Pajak Daerah
pajak yang dipungut oleh daerah-daerah swatantra (propinsi, kabupaten,
kota praja) untuk pembiayaan rumah tangga daerahnya masing-masing. Co:
Pajak Reklame, Pajak Jalan, Pajak Tontonan, Pajak Pembangunan., dsb.
4. Pajak Negara / Pusat
pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat.
Penyelenggaraannya dilakukan oleh Inspeksi Pajak untuk pembiayaan
rumah tangga umumnya.Co:Pajak Langsung
J. HUKUM ACARA PIDANA

PENGERTIAN
Hukum Acara Pidana adalah keseluruhan aturan hukum yang
mengatur tentang cara bagaimana mempertahankan atau
menyelenggarakan hukum pidana materiel, sehingga
memperoleh keputusan hakim dan cara bagaimana keputusan
itu harus dilaksanakan. Selain itu Hukum Acara Pidana juga
merupakan realisasi Hukum Pidana yang menyangkut cara
pelaksanaan penguasa menindak warga yang didakwa
bertanggung jawab atas suatu delik (peristiwa pidana).
LANDASAN HUKUM ACARA PIDANA

 Sumber Hukum Acara Pidana


a. Undang-Undang tentang ketentuan-ketentuan pokok Kekuasaan
Kehakiman;
b. Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
c. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;
d. Undang-Undang tentang Mahkamah Agung;
e. Undang-Undang tentang Peradilan Umum
K. HUKUM INTERNASIONAL

 Hukum Internasional adalah Keseluruhan kaidah dan


asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang
melintasi batas negara antara :
 Negara dengan negara
 Negara
dengan subjek lain bukan negara atau subjek
hukum bukan negara satu sama lain.
KARAKTERISTIK HUKUM
INTERNASIONAL

 Kedudukan Hukum Internasional sebagai hukum berbeda


dengan Hukum Nasional. Dalam hukum nasional terdapat
beberapa lembaga untuk dapat diberlakukannya hukum secara
efektif, yaitu legislatif, eksekutif, yudikatif dan juga kepolisian,
sehingga sanksi dapat diberlakukan secara tegas dan efektif bila
terjadi pelanggaran. Sedangkan Hukum Internasional tidak
mempunyai lembaga-lembaga tersebut yang menyebabkan
sanksi tidak dapat berlaku efektif terhadap suatu negara yang
melakukan pelanggaran.
 Tidak adanya lembaga legislatif dalam Hukum Internasional
diisi dengan adanya perjanjian internasional. Tidak adanya
badan peradilan dalam masyarakat internasional diisi dengan
adanya perjanjian antar masyarakat internasional, yaitu mereka
menyerahkan perselisihan mereka pada badan yang ditunjuk
untuk menyelesaikan perselisihan tersebut, misalnya Mahkamah
Internasional, Mahkamah Arbitrase dan lain-lain.
SUMBER-SUMBER
HUKUM INTERNASIONAL

Sumber Hukum Internasional dapat dijumpai dalam Pasal 38 Piagam


Mahkamah Internasional, yaitu antara lain:
1. Perjanjian-Perjanjian Internasional
Perjanjian Internasional ini sangat penting, karena :
a. Perjanjian internasional lebih menjamin kepastian hukum. Oleh karena
perjanjian internasional diadakan secara tertulis.
b. Perjanjian internasional mengatur masalah-masalah bersama yang
penting dalam hubungan antara subjek hukum internasional.
 Istilah-istilah yang dipakai untuk perjanjian internasional antara lain: traktat
(Treaty), persetujuan (agreement), konvensi (convention), protokol (protocol), dll.
 Bila dilihat dari banyaknya pihak yang ikut serta dalam suatu perjanjian
internasional, maka dibagi lagi menjadi :
 Perjanjian bilateral, yaitu perjanjian yang dilakukan antara dua negara;
 Perjanjian multilateral, yaitu perjanjian yang dilakukan oleh banyak negara.
2. Kebiasaan Internasional
Kebiasaan internasional merupakan praktek-praktek umum yang diterima sebagai
hukum. Akan tetapi tidak semua kebiasaan internasional dapat menjadi sumber
hukum internasional. Syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menjadi kebiasaan
internasional adalah :
- Kebiasaan internasional tersebut haruslah merupakan kebiasaan
yang bersifat umum;
- Kebiasaan tersebut harus diterima sebagai hukum.
3. Prinsip-Prinsip Hukum Umum
Prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab merupakan asas-asas yang
mendasari sistem hukum modern, contohnya seperti asas pacta sunt servanda, asas penyalahgunaan hak
(abus de droit), asas nebis in idem, dll. Fungsi dari asas-asas hukum umum adalah :
- Sebagai pelengkap dari hukum kebiasaan dan perjanjian internasional;
- Sebagai alat penafsir bagi perjanjian internasional dan hukum kebiasaan;
- Sebagai pembatasan bagi perjanjian internasional dan hukum kebiasaan.
4. Keputusan Pengadilan dan Pendapat para Sarjana yang terkemuka dari Bangsa-Bangsa di
Dunia.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai