Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1. PENGERTIAN HUKUM PERDATA

Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak dan kepentingan antara
individu dalam masyarakat. Istilah hukum perdata di Negara Indonesia mulanya dari
bahasa Belanda “Burgerlik Recht” yang sumbernya pada Burgerlik Wetboek atau dalam
bahasa Indonesia nya disebut dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH
Perdata).

Hukum dapat dimaknai dengan seperangkat kaidah dan perdata dapat diartikan
dengan yang mengatur hak, harta benda dan kaitannya antara orang atas dasar logika
atau kebendaan.

Secara umum, pengertian hukum perdata yaitu semua peraturan yang mengatur
hak dan kewajiban perorangan dalam hubungan masyarakat. Hukum perdata disebut
pula dengan hukum private karena mengatur kepentingan perseorangan.

Pengertian Hukum Perdata menurut pendapat para ahli, antara lain :

Menurut R. Subekti :

- Hukum perdata yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-


kepentingan perseorangan.

Menurut Sudikno Mertokusumo :

- Hukum antar perseorangan yang mengatur hak dan kewajiban orang


perseorangan yang satu terhadap yang lain di dalam hubungan kekeluargaan
dan di dalam pergaulan masyarakat. Pelaksanaannya diserahkan masing-
masing pihak.

Menurut Riduan Syahrani :

- Hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang
yang lain di dalam masayarakat yang menitikberatkan kepada kepentingan
perseoangan (pribadi).

By Erika Lismayani SH.,M.Kn 1


Adapun unsur-unsur pengertian Hukum Perdata :

1). Adanya kaidah hukum (tertulis dan tidak tertulis)

2). Mengatur hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum
yang lain

3). Bidang hukumyang diatur meliputi hukum orang hukum keluarga, hukum waris,
hukum benda, hukum perikatan serta hukum pembuktian dan daluarsa.

2. SUMBER HUKUM PERDATA

a. Sumber Hukum Tertulis:

1). AB (Algemene Bepalingen van Wetgeving) : Ketentuan-ketentuan umum


pemerintah Hindia Belanda

2). KHUPerdata (BW)

3). KHUDagang

4). Undang-undang No 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria

5). UU No 1 Tahun 1974 tentang Ketentuanketentuan Pokok Perkawinan

6). UU No 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda
yang Berkaitan dengan Tanah.

7). UU No 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusial

b. Sumber Hukum Tidak Tertulis

1). Hukum kebiasaan

2). Sebagian hukum adat

3. SEJARAH HUKUM PERDATA

Bicara Hukum Perdata di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari Hukum Perdata
Belanda. Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yang disusun
berdasarkan hukum Romawi 'Corpus Juris Civilis' yang pada waktu itu dianggap
sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat

By Erika Lismayani SH.,M.Kn 2


dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum
dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu
diberlakukan di negeri Belanda dan masih terus dipergunakan hingga 24 tahun sesudah
kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813).

Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat
oleh J.M. Kemper disebut Ontwerp Kemper. Namun, sayangnya Kemper meninggal
dunia pada 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh Nicolai yang
menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia.

Hukum perdata di Indonesia pada dasarnya bersumber pada Hukum Napoleon


kemudian berdasarkan Staatsblaad nomor 23 tahun 1847 tentang burgerlijk wetboek
voor Indonesie (disingkat BW) atau disebut sebagai KUH Perdata. BW sebenarnya
merupakan suatu aturan hukum yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda yang
ditujukan bagi kaum golongan warganegara bukan asli yaitu dari Eropa, Tionghoa dan
juga timur asing. Namun berdasarkan kepada pasal 2 aturan peralihan Undang-undang
Dasar 1945, seluruh peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda berlaku
bagi warga negara Indonesia (asas konkordasi).

Setelah Indonesia Merdeka, berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan Undang-


Undang Dasar 1945, KUHPerdata Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum
digantikan dengan Undang-Undang baru berdasarkan Undang–Undang Dasar ini. BW
Hindia Belanda merupakan induk hukum perdata Indonesia.

4. SISTEMATIK HUKUM PERDATA

Hukum Perdata menurut ilmu hukum dibagi dalam empat bagian, yaitu :

1). Hukum Orang

memuat peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subyek dalam hukum,


kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri
melaksanakan hak-haknya itu serta hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-
kecakapan itu.

2). Hukum Keluarga

Mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan


kekeluargaan, yaitu : perkawinan, hubungan antara orang tua dan anak, perwalian
dan curatele.

By Erika Lismayani SH.,M.Kn 3


3). Hukum Kekayaan

Mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang.

Hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang demikian itu, biasanya dapat dipindahkan


kepada orang lain. Hak-hak kekayaan, terbagi lagi atas hak-hak yang berlaku
terhadap tiap orang dan karenanya dinamakan hak mutlak dan hak-hak yang hanya
berlaku terhadap seorang atau suatu fihak yang tertentu saja dan karenanya
dinamakan hak perseorangan. Hak mutlak yang memberikan kekuasaan atas suatu
benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan. Hak mutlak yang tidak

4). Hukum Waris

Mengatur akibat-akibat hubungan' keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.

Sistematik yang dipakai oleh Kitab Undangundang Hukum Perdata (BW) terdiri
atas empat buku, yaitu :

Buku I, Perihal Orang, memuat hukum tentang diri seseorang dan Hukum Keluarga
(Pasal 1 sampai dengan Pasal 498 KUHPerdata);

Buku II, Perihal Benda, memuat Hukum Kebendaan serta Hukum Waris (Pasal 499
sampai dengan Pasal 1232 KUHPerdata);

Buku III, Perihal Perikatan, memuat hukum kekayaan yang mengenai hak-hak dan
kewajiban-kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau pihak-pihak yang tertentu
(Pasal 1233 sampai dengan Pasal 1864 KUHPerdata);

Buku IV, Perihal Pembuktian dan Lewat waktu (Daluwarsa), memuat perihal alat-alat
pembuktian dan akibat-akibat lewat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum (Pasal
1865 sampai denagn 1993 KUHPerdata).

By Erika Lismayani SH.,M.Kn 4


BAB II

HUKUM ORANG

1. PENGERTIAN TENTANG ORANG

Dalam hukum, orang (person) berarti pembawa hak dan kewajiban (subjek)
didalam hukum. Dimaksud dengan orang atau subjek hukum dapat diartikan sebagai
manusia (naturlijkpersoon) atau badan hukum (rechtspersoon).

Dalam definisi diatas, orang juga mempunyai arti sebagai keseluruhan kaidah-
kaidah hukum yang mengatur tentang subjek hukum dan wewenangnya,
kecakapannya, domisili, dan catatan sipil.

Hukum tentang orang (persoonrecht) dalam Burgelijk Wetboek (BW) diatur dalam
Buku I yang berjudul Van Personen yang terdiri atas peraturan-peraturan yang
mengenai subjek hukum.

2. SUBJEK HUKUM

Istilah subjek hukum berasal daribahasa Belanda yaitu rechtsubject. Subjek hukum
secara umum bermakna segala sesuatu yang mempunyaihak dan kewajiban, Meskipun
setiap subjek hukum mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan perbuatan
hukum, namun perbuatan tersebut harus disertai dengan kecakapan dan kewenangan
hukum yang lazim disebut dengan rechtsbekwaaniheid (kecakapan hukum) dan
rechtsbevoegdheid (kewenangan hukum).

Subjek Hukum itu ada 2, yakni :

1) Orang (person), sebagai subjek hukum itu adalah pendukung hak dan dan
kewajiban dimulai dari ia dilahirkan dan berakhir saat ia meninggal dunia. Bahkan
manusiasebagai subjek hukum dapat dilakukan sejak manusia masih didalam
kandungan ibunya, asal ia dilahirkan hidup. Hal ini telah disebutkan dalam Pasal 2
KUHPerdata, yang menyebutkan : “anak yang ada dalam kandungan seorang
perempuan,dianggap telah lahir, bilamana juga kepentingan si anak
menghendakinya, Mati sewaktu dilahirkannya, dianggaplah ia tak pernah telah
ada.”

2) Badan Hukum

By Erika Lismayani SH.,M.Kn 5


Bahwa disamping orang, badan-badan hukum atau perkumpulan-perkumpulan juga
memiliki hak dan melakukan perbuatan hukum seperti seorang manusia. Badan-
badan atau perkumpulan-perkumpulan itu mempunyai kekayaan sendiri, ikut serta
dalam lalu lintas hukum dengan perantara pengurusnya, dapat digugat dan dapat
juga menggugat dimuka hakim.

3. CAKAP HUKUM DAN KEWENANGAN

Menurut Hukum manusia pribadi (naturlijk person) mempunyai hak dan kewajiban,
akan tetapi tidak semua cakap hukum (rechtsbekwaam) untuk melakukan perbuatan
hukum. Tidak cakap melakukan perbuatan hukum berdasarkan Pasal 1330
KUHPerdata tentang orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian, yaitu :

1) Orang-orang yang belum dewasa

2) Orang yang ditaruh dibawah pengampuan (curatel) yang terjadi karena gangguan
jiwa.

3) Kurang cerdas

4) Sakit ingatan

5) Wanita dalam perkawinan yang berstatus sebagai isteri

6) Badan Hukum (rechts person)

4. DOMISILI

Pengertian domisili hukum yaitu tempat seseorang melakukan perbuatan hukum.

Unsur-unsur yang harus ada dalam domisili hukum yaitu :

a). Adanya tempat tertentu  tetap/sementara

b). Adanya orang yang selalu hadir pada tempat tersebut

c). Adanya hak dan kewajiban

d). Adanya prestasi

Domisili, dapat dibedakan atas sistim hukum Anglo Saxon atau Eropa Kontinental.
Menurut Anglo Saxon dibagi atas 3 yaitu:

By Erika Lismayani SH.,M.Kn 6


1). Domicili of origin : ditentukan oleh tempat asal seseorang sebagai tempat kelahiran
ayahnya yang sah.

2). Domicili of dependence : domisili dari ayah bagi anak yang belum dewasa, domisili
ibu bagi anak yang tidak sah,istri ditentukan domisili suaminya.

3). Domicili of choice : ditentukan oleh/dari orang yang telah dewasa disamping tindak
tanduknya sehari-hari.

Sedangkan Domisili menurut Eropa Kontinental, yaitu :

1). Tempat kediaman yang sesunguhnya : tempat melakukan perbuatan hukum pada
umumnya. dapat dibedakan atas 2 yaitu : a) Tempat kediaman sukarela, dan b)
Tempat kediaman wajib

2). Domisil yang dipilih, dapat dibedakan : a. Ditentukan UU b. Dipilih secara bebas

Syarat untuk domisili yang dipilih :

a) Harus dengan perjanjian

b) Perjanjian secara tertulis

c) Hanya untuk satu/lebih perbuatan hukum /hubungan hukum tertentu

d) Adanya kepentingan yang wajar

Manfaat penentuan domisili hukum adalah dapat ditentukankanya perbuatan


hukum/hubungan hukum.

5. CATATAN SIPIL

Catatan Sipil adalah suatu lembaga yang bertujuan mengadakan pendaftaran,


pencatatan serta pembukuan yang selengkap-lengkapnya dan sejelas-jelasnya serta
memberikan kepastian hukum.

Manfaat akta cacatan sipil adalah :

1). Bagi pribadi :

a. menentukan status hukum seseorang

b. alat bukti

By Erika Lismayani SH.,M.Kn 7


c. memberikan kepastian hukum

2). Bagi pemerintah :

a. Meningkatkan tertib administrasi kependudukan

b. Data penunjang bagi perencanaan pembangunan

c. Pengawasan dan pengendalian terhadap orang asing di Indonesia

Adapun jenis-jenis Akta Catatan Sipil :

1). Akta kelahiran

2). Akta perkawinan

3). Akta perceraian

4). Akta pengakuan dan pengesahan anak

5). Akta kematian

By Erika Lismayani SH.,M.Kn 8


BAB III

HUKUM KELUARGA
1. PERKAWINAN

A. Pengertian Perkawinan

Perkawinan ialah : pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang
perempuan untuk waktu yang lama. Undang-undang memandang perkawinan hanya
dari hubungan keperdataan, demikian Pasal 26 KUHPerdata.

Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah ikatan


lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agama dan kepercayaannya itu.

Jadi Suatu perkawinan baru dapat dikatakan perkawinan sah apabila memenuhi
syarat-syarat perkawinan dan dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya
serta dicatat menurut peraturan perundang-undangan.

Syarat perkawinan dibagi menjadi dua (2) yaitu:

a). Syarat materiil

Adalah syarat yang melekat pada diri pihak-pihak yang melangsungkan perkawinan,
dan disebut juga syarat subyektif.

b). Syarat formal

Adalah tata cara atau prosedur melangsungkan perkawinan menurut agama dan
undang-undang, disebut juga syarat obyektif.

 Syarat Materiil

Syarat-syarat perkawinan yg harus dipenuhi berdasarkan ketentuan Undang-


Undang No. 1 Tahun 1974 seperti yang diatur dalam pasal 6 sampai dengan Pasal
12 adalah sebagai berikut:

1) Adanya Persetujuan kedua calon mempelai (Pasal 6 ayat 1);

2) Adanya izin kedua orangtua atau wali bagi calon mempelai yang belum berusia
21 tahun (Pasal 6 ayat 2);

By Erika Lismayani SH.,M.Kn 9


3) Usia calon mempelai pria sudah 19 tahun dan calon mempelai wanita sudah
mencapai 16 tahun, kecuali ada dispensasi dari pengadilan (Pasal 7);

4) Antara calon mempelai pria dan calon mempelai wanita tidak dalam hubungan
keluarga atau darah yang tidak boleh kawin (Pasal 8);

5) Calon mempelai wanita tidak dalam ikatan perkawinan dengan pihak lain dan
calon mempelai pria juga tidak dalam ikatan perkawinan dengan pihak lain,
kecuali telah mendapat izin dari pengadilan untuk poligami (Pasal 9);

6) Bagi suami istri yang telah bercerai, lalu kawin lagi, agama dan kepercayaan
mereka tidak melarang kawin kembali (untuk ketiga kalinya) (Pasal 10);

7) Tidak dalam waktu tunggu bagi calon mempelai wanita yang berstatus janda
(Pasal 11).

 Syarat Formal

Syarat formal yang berhubungan dengan tata cara perkawinan adalah sebagai
berikut:

1) Pemberitahuan untuk melangsungkan perkawinan.

2) Pengumuman untuk melangsungkan perkawinan.

3) Calon suami isteri harus memperlihatkan akta kelahiran

4) Akta yang memuat izin untuk melangsungkan perkawinan dari mereka yang
harus memberi izin atau akta dimana telah ada penetapan dari pengadilan.

5) Jika perkawinan itu untuk kedua kalinya, harus memperlihatkan akta perceraian,
akta kematian atau dalam hal ini memperlihatkan surat kuasa yang disahkan
pegawai pencatat Nikah.

6) Bukti bahwa pengumuman kawin telah berlangsung tanpa pencegahan.

7) Dispensasi untuk kawin, dalam hal dispensasi diperlukan.

B. Yang Dilarang Melakukan Perkawinan

Dalam Pasal 8 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa


perkawinan dilarang antara dua orang yang :

By Erika Lismayani SH.,M.Kn 10


a) Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah maupun ke
atas/incest.

b) Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu anatara saudara,


antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara
neneknya/kewangsaan.

c) Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak


tiri/periparan.

d) Berhubungan sususan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan
dan bibi/paman susuan.

e) Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri
dalam hal seorang suami beristri lebih Dari seorang

f) Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku
dilarang kawin.

2. PENCEGAHAN dan PEMBATALAN PERKAWINAN

A. Pencegahan Perkawinan

Diatur dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 70 BW dan Pasal 13 sampai dengan
Pasal 21 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Orang-orang yang
dapat mencegah Perkawinan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 adalah :

1) Para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dan kebawah dari salah seorang
calon mempelai;

2) Saudara dari salah seorang calon mempelai;

3) Wali nikah dari salah seorang calon mempelai;

4) Wali dari salah seorang calon mempelai;

5) Pengampu dari salah seorang calon mempelai;

6) Pihak-pihak yang berkepentingan;

7) Suami atau isteri dari salah seorang calon mempoelai;

8) Pejabat yang ditunjuk.

By Erika Lismayani SH.,M.Kn 11


B. Pembatalan Perkawinan

Pembatalan Perkawinan diatur dalam Pasal 85 sampai dengan Pasal 99a BW, dan
Pasal 23 sampai dengan Pasal 27 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan.

Batalnya suatu perkawinan hanya dapat diputuskan oleh Pengadilan. Adapun


pihak-pihak yang dapat mengajukan pembatalan adalah :

1) Para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dari suami/isteri;

2) Suami atau isteri;

3) Pejabat yang berwenang;

4) Pejabat yang ditunjuk;

5) Jaksa.

Pembatalan perkawinan ialah tindakan Pengadilan yang berupa putusan yang


menyatakan perkawinan yang dilakukan itu dinyatakan tidak sah (no legal force or
declared void), sehingga perkawinan tersebut dianggap tidak pernah ada (never
existed). Dari pengertian tersebut, dapat ditarik beberapa kesimpulan : bahwa
perkawinan dianggap tidak sah (no legal force), dengan sendirinya dianggap tidak
pernah ada (never existed). Laki-laki dan perempuan yang dibatalkan
perkawinannya tersebut dianggap tidak pernah kawin.

3. PUTUSNYA PERKAWINAN

Putusnya Perkawinan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) terjadi


karena :

1) Kematian;

2) Keadaan tidak hadir;

3) Pisah ranjang;

4) Perceraian.

Sedangkan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974, Perkawinan dapat putus


karena :

1) Kematian;
By Erika Lismayani SH.,M.Kn 12
2) Perceraian;

3) Atas Keputusan Pengadilan.

4. AKIBAT-AKIBAT DARI PERKAWINAN


1) anak-anak yang lahir dari perkawinan, adalah anak sah (wettig);

2) suami menjadi waris dari si isteri dan begitu sebaliknya, apabila salah satu
meninggal di dalam perkawinan;

3) oleh undang-undang dilarang jual beli antara suami dan isteri;

4) perjanjian perburuhan antara suami dan isteri tak dibolehkan;

5) pemberian benda-benda atas nama tak diperbolehkan antara suami-isteri;

6) suami tak diperbolehkan menjadi saksi di dalam suatu perkara isterinya dan
sebaliknya;

7) suami tak dapat dituntut tentang beberapa kejahatan terhadap isterinya dan
begitu sebaliknya (misalnya pencurian).

5. HARTA BENDA DALAM PERKAWINAN


Sejak mulai perkawinan terjadi suatu percampuran antara kekayaan suami dan
kekayaan isteri (algehele gemeenschap van goederen), kecuali diperjanjikan lain
dengan suatu Perjanjian Perkawinan.

Dalam perjanjian perkawinan dapat diperjanjikan, bahwa meskipun akan berlaku


percampuran kekayaan antara suami dan isteri, beberapa benda tertentu tidak akan
termasuk percampuran harta. Jika seorang yang memberikan sesuatu benda kepada
salah satu pihak dapat memperjanjikan bahwa benda tersebut tidak akan jatuh di dalam
percampuran kekayaan. Benda yang demikian itu, akan menjadi milik pribadi pihak
yang memperolehnya.

6. KEKUASAAN ORANG TUA (ouderlijke macht)

By Erika Lismayani SH.,M.Kn 13


kekuasaan orang tua itu mulai berlaku sejak lahirnya anak dan berakhir pada
waktu anak itu menjadi dewasa atau kawin

Pada umumnya seorang anak yang masih di bawah umur tidak cakap untuk bertindak
sendiri ia harus diwakili oleh orang tua.

7. PERWALIAN (Voogdij)
Perwalian (voogdij) adalah pengawasan terhadap anak yang di bawah umur, yang
tidak berada di bawah kekuasaan orang tua

Anak yang berada di bawah perwalian, adalah :

a) anak sah yang kedua orang tuanya telah dicabut kekuasaannya sebagai orang
tua;

b) anak sah yang orang tuanya telah bercerai;

c) anak yang lahir di luar perkawinan (natuurlijk kind).

 Seorang anak yang lahir di luar perkawinan berada di bawah perwalian orang
tua yang mengakuinya.

Jika salah satu orang tua meninggal, menurut undang-undang orang tua yang
lainnya dengan sendirinya menjadi wali dari anakanaknya. Perwalian ini dinamakan
perwalian menurut undang-undang (wettelijke voogdij). Apabila seorang anak yang
tidak berada di bawah kekuasaan orang tua ternyata tidak mempunyai wali, hakim akan
mengangkat seorang wali atas permintaan salah satu pihak yang berkepentingan atau
karena jabatannya (datieve voogdij).

Ada pula kemungkinan, seorang ayah atau ibu di dalam surat wasiatnya
(testament) mengangkat seorang wali untuk anaknya. Pengangkatan yang
dimaksudkan akan berlaku, jika orang tua yang lainnya karena sesuatu sebab tidak
menjadi wali. Perwalian semacam ini dinamakan perwalian menurut wasiat
(testamentaire voogdij).

8, PENGAMPUAN (curatele)
Orang yang sudah dewasa, yang menderita sakit ingatan menurut undang-undang
harus ditaruh di bawah pengampuan atau curatele. Bahwa seorang yang merasa

By Erika Lismayani SH.,M.Kn 14


dirinya kurang cerdas pikirannya sehingga tidak mampu untuk mengurus sendiri
kepentingannya, dapat juga mengajukan permohonan supaya ia ditaruh di bawah
curatele.

Dalam hal seorang yang menderita sakit ingatan, hingga membahayakan umum,
Jaksa diwajibkan meminta curatele bila ternyata belum ada permintaan dari sesuatu
pihak. Permintaan untuk menaruh seorang di bawah curatele, harus diajukan kepada
Pengadilan Negeri dengan menguraikan peristiwa-peristiwa yang menguatkan
persangkaan tentang adanya alasanalasan untuk menaruh orang tersebut di bawah
pengawasan.

Kedudukan seorang yang telah ditaruh di bawah curatele, sama seperti seorang
yang belum dewasa. Ia tak dapat lagi melakukan perbuatan-perbuatan hukum secara
sah.

By Erika Lismayani SH.,M.Kn 15


BAB IV

HUKUM BENDA

1. PENGERTIAN BENDA

Istilah benda merupakan terjemahan dari kata zaak (Belanda). Benda dalam arti
ilmu pengetahuan adalah segala sesuatu yang dapat menjadi objek hukum yaitu
sebagai lawan dari subjek hukum. Objek hukum adalah segala sesuatu yang berguna
bagi subjek hukum dan yang dapat menjadi pokok (objek) suatu hubungan hukum,
karena sesuatu itu dapat dikuasai oleh subjek hukum. Pengertian benda (zaak) dalam
perfektif hukum dinyatakan dalam Pasal 499 KUHPerdata sebagai berikut : “menurut
paham undang-undang yang dinamakan dengan kebendaan ialah tiap-tiap barang dan
tiap-tiap hak, yang dikuasaioleh hak milik.

Hak kebendaan {zakelijk recht) adalah suatu hak yang memberikan kekuasaan
langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan terhadap tiap orang. Pada
dasarnya hak kebendaan itu mempunyai ciri, adapun ciri-ciri dari suatu hak kebendaan
itu adalah sebagai berikut :

a. Merupakan hak mutlak, yaitu dapat dipertahankan terhadap siapa pun juga.

b. Mempunyai zaaks gevolg atau droit de suite, artinya hak itu terus mengikuti
bendanya di mana pun juga (dalam tangan siapa pun juga) barang itu berada.

c. Mempunyai sistem, ialah mana yang lebih dulu terjadinya, tingkatnya adalah lebih
tinggi daripada yang terjadi kemudian.

d. Mempunyai droit de preference, yaitu hak yang lebih didahulukan daripada hak
lainnya.

e. Mempunyai macam-macam actie, orang mempunyai macam-macam actie jika


terdapat gangguan atas haknya, yaitu berupa penuntutan kembali, gugatan untuk
menghilangkan gangguan-gangguan atas haknya, gugatan untuk pemulihan dalam
keadaan semula, gugatan untuk penggantian kerugian dan sebagainya.

2. ASAS – ASAS HAK KEBENDAAN

1). Merupakan hukum yg memaksa (dwigen recht)

By Erika Lismayani SH.,M.Kn 16


Yaitu ketentuan-ketentuan mengenai hukum benda tidak dapat disimpangi oleh
para pihak. Karena atas suatu kebendaan hanya dapat diadakan hak kebendaan
sesuai dengan apa yang diatur dalam undang-undang, Para pihak tidak
dipernakan untuk mempengaruhi isi hak kebendaan.

2). Dapat dipindahtangankan

Ini berarti sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan


danketertiban umum, hak kebendaan, kecuali hak pakai dan hak mendiami
dapatdipindahtangankan.

3). Individualitas

Asas ini berate yang menjadi objek dari hak kebendaan adalah segala sesuatu
yang menurut hukum dapat ditentukan (individueel bepaald).

4). Asas totalitas

Asastotalitas (totaliteit) berarti hak kebaendaan melekat pada seluruh objeknya,


juga terhadap bagian-bagian yang tidak tersendiri. Dengan demikian apabila suatu
hak kebendaan yang pertama menjadilenyap. Jadi hak kebendaan selalu terdiri
atas kesatuan objeknya.

5). Asas prioritas (prioriteit)

Merupakan asas yang memberikan kedudukan berjenjang antara hak yang satu
dengan hak yang lainnya.

6). Asas Publisitas (publiciteit)

Terhadap penyerahan dan pembebanan benda tidak bergerak harus melalui


pendaftaran diregester umum. Sedangkan untuk benda bergerak cukup dengan
penyerahan nyata, tanpa melalui pendaftaran diregester umum.

7). Asas Percampuran (vermenging)

Dalam hukum kebendaan, hak milik atas suatu kebendaan yang diberikan hak
kebendaan terbatas tidak mungkin menjadi pemegang hak kebendaan tersebut.
Apabila hak yang membebani ada orang yang sama maka hak yang membebani
menjadi lenyap. Misal hak memungut hasil menjadi pemilik

8). Asas Tidak dapat dipisahkan (onsplitsbaarheid)

By Erika Lismayani SH.,M.Kn 17


Asas ini timbul sebagai akibat dari asas totalitas. Maksudnya dari asas ini adalah
seseorang tidak diperbolehkan memindahkan hanya sebagian dari hak kebendaan
yang melekat pada suatu benda. Meskipun demikian yang bersangkutan dapat
membebani hak miliknya dengan iura in realiena, yaitu pembebasan hak atas
benda orang lain.

9). Asas Perjanjian

Perjanjian yang dilakukan terhadap hak kebendaan adalah perjanjian yang bersifat
zakelijk, yaitu perjanjian untuk mengadakan hak kebendaan.

3. PEMBEDAAN MACAM-MACAM BENDA

Secara umum kebendaan terbagi menjadi benda bertubuh dan benda yang tidak
bertubuh. Selain itu benda juga dapat dibedakan menjadi :

1) Benda berwujud dengan benda tidak berwujud

2) Benda bergerak dengan benda tidak bergerak

3) Benda dipakai habis dan tidak dipakai habis

4) Benda sudah ada dan benda yang akan ada

Benda yang masih akan ada kemudian dibedakan lagi menjadi :

a. Benda yang akan ada absolut, yaitu benda yang pada saat itu sama sekali belum
ada, misal hasil panen yang akan dating.

b. Benda yang akan ada relatif, yaitu benda yang pada saat itu sudah ada tapi bagi
orang-orang tertentu belum ada, missal barang-barang yang sudah dibeli namun
belum diserahkan.

5) Benda dalam perdagangan dan benda diluar perdagangan

6) Benda dapat dibagi dan benda yang tidak dapat dibagi

7) Benda terdaftar dan benda yang tidak terdaftar

Dari macam-macam benda diatas, yang terpenting adalah pembedaan antara


benda bergerak dan benda tidak bergerak. Benda bergerak dapat dibedakan menjadi :

1) Benda bergerak karena sifatnya. Menurut Pasal 509 KUHPerdata adalah benda-
benda yang dapat berpindah atau dapat dipindahkan.
By Erika Lismayani SH.,M.Kn 18
2) Benda bergerak karena ketentuan undang-undang, menurut Pasal 511
KUHPerdata adalah hak-hak atas benda yang bergerak, missal hak memungut
hasil atas benda bergerak, hak pemakaian atas benda bergerak.

Sedangkan benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi :

1) Benda tidak bergerak karena sifatnya, yaitu tanah dan segala sesuatu yang
melekat diatasnya.

2) Benda tidak bergerak karena tujuannya, missal mesin Pabrik

3) Benda tidak bergerak menurut ketentuan undang-undang, yaitu hak atas benda-
benda tidak bergerak, missal hak memungut hasil atas benda tidak bergerak, hak
memakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.

4. HAK KEBENDAAN

1. Hak Perdata

Hak Perdata adalah hak seseorang yang diberikan hukum pedata. Hak perdata
tersebut ada yang bersifat absolut dan yang bersifat relatif. Hak yang bersifat
absolut memberikan kekuasaan langsung dan dapat dipertahankan terhadap
siapa pun. Hak yang bersifat relatif memberikan kekuasaan terbatas dan hanya
dapat dipertahankan terhadap pihak lain dalam hubungan hukum. Hak perdata
yang bersifat absolut meliputi :

a. Hak kebendaan (zakelijkrecht), diatur dalam buku II KUHPerdata

b. Hak kepribadian (persoonlijkrecht), terdiri dari :

1) Hak atas diri sendiri, misalnya hak atas nama, hak atas kehormatan, hak
untuk memiliki, hak untuk kawin.

2) Hak atas diri orang lain, misalnya hak dalam hubungan hukum keluarga
antara suami isteri, antara orang tua dan anak, antara wali dan anak.

Semua hak kepribadian diatur dalam buku I KUHPerdata

2. Hak Kebendaan

Hak yang melekat atas suatu benda disebut hak atas benda. Hak atas benda
lazimnya disebut hak kebendaan (zakelijkrecht). Hak kebendaan ialah hak yang

By Erika Lismayani SH.,M.Kn 19


memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda dan dapat dipertahankan
terhadap siapa pun juga. Ciri-ciri hak kebendaan ialah :

a. Mutlak, artinya dikuasai dengan bebas dan dipertahankan terhadap siapa


pun juga. Misalnya hak milik dan hak cipta.

b. Mengikuti benda, di atas mana hak itu melekat. Misalnya hak sewa, hak
memungut hasil, mengikuti bendanya dalam tangan siapa pun benda itu
berada.

c. Yang terjadi lebih dulu tingkatnya lebih tinggi, misalnya di atas sebuah
rumah melekat hak hipotik, kemudian melekat pula hak hipotik berikutnya,
maka kedudukan hipotik pertama lebih tinggi daripada hipotik kedua.

d. Lebih diutamakan, misalnya hak hipotik atas rumah, jika pemilik rumah
pailit, maka hipotik memperoleh

5. PEMBEDAAN HAK KEBENDAAN

1. hak kebendaan yang bersifat member kenikmatan (zakelijk genotscrecht),


mengenai tanah yang diatur dalam Buku II KUHPerdata dengan berlakunya
UUAP (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960) dinyatakan tidak berlaku lagi.
Hak kebendaan atas tanah yang diatur dalam Buku II KUHPerdata yang tidak
berlaku lagi adalah :

a. Hak bezit atas tanah

b. Hak eigendom atas tanah

c. Hak servitut (pembebanan perkarangan)

d. Hak postal (hak untuk memiliki bangunan/tanaman atas tanah orang lain)

e. Hak erfpacht (hak untuk menarik penghasilan dan tanah milik orang lain
dengan membayar sejumlah uang/penghasilan tiap tahun)

f. Hak bunga tanah dan hasil sepersepuluh

g. Hak pakai mengenai tanah

2, Hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan (zakelijk zakerheidsrecht)

By Erika Lismayani SH.,M.Kn 20


sekarang setelah adanya Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan dan Undang-Undang No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia adalah:

a. Pand (gadai)

b. Hypotheek

c. Jaminan Fidusia

d. Hak Tanggungan.

By Erika Lismayani SH.,M.Kn 21


BAB V

HUKUM PERIKATAN

1. PENGERTIAN

Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat kebendaan antara dua
orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditor) dan pihak lain
berkewajiban (debitor) atas sesuatu prestasi. Hukum perikatan adalah suatu kaidah-
kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan
subjek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan, di mana subjek hukum yang
satu berhak atas prestasi sedagkan subjek hukum yang lain berkewajiban untuk
memenuhi prestasi.

Perikatan dan perjanjian adalah suatu hal yang berbeda. Perikatan dapat lahir dari
suatu perjanjian dan Undang-undang. Suatu perjanjian yang dibuat dapat
menyebabkan lahirnya perikatan bagi pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut.

Perikatan artinya hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal
yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan. Pengertian
perikatan (verbintenis) memiliki pengertian yang lebih luas dari pada pengertian
perjanjian (overeenkomst).

Dikatakan lebih luas karena perikatan itu dapat terjadi karena :

a. Persetujuan para pihak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1338 KUHPerdata


yang menyatakan “Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-
undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya…”.

b. Undang-undang, sebagaimana dimaksud Pasal 1352 KUHPerdata, perikatan itu


dapat timbul dari undang-undang saja atau dari undang-undang karena
perbuatan orang. Selanjutnya Pasal 1353 KUHPerdata menjelaskan bahwa
perikatan yang dilahirkan dari undang-undang karena perbuatan orang, dapat
terbit dari perbuatan halal atau dari perbuatan melanggar hukum.

Pengertian Perikatan menurut para ahli, adalah antara lain menurut Nieuwenhuis :
hubungan hukum harta kekayaan antara dua orang atau lebih, di mana pihak yang satu
(debitor) wajib melakukan prestasi, sedangkan pihak lain berhak atas suatu prestasi.

By Erika Lismayani SH.,M.Kn 22


Menurut C. Asser`s yaitu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang
atau lebih berdasarkan mana orang yang satu terhadap orang lainnya berhak atas
suatu penunaian/prestasi dan orang lain ini terhadap orang itu berkewajiban atas
penunaian/prestasi itu.

Sedangkan menurut Sudikno Mertokusumo Perikatan adalah hubungan hukum


(vermogensrechtelijke rechtbetrekking) yang berisi hak di satu pihak dan kewajiban di
pihak lain, yang timbul karena dua orang berhubungan (karena hubungan hukum)

Adapun unsur-unsur dalam Hukum Perikatan adalah :

1). Adanya kaidah hukum :

- tertulis : peraturan perundang-undangan, traktat dan yurisprudensi.

- tidak tertulis : kebiasaan

2). Adanya subjek hukum

- kreditor : berhak atas prestasi

- debitor : wajib memenuhi prestasi

3). Adanya prestasi (hak dan kewajiban) :

- memberikan, berbuat dan tidak berbuat sesuatu.

- dapat ditentukan

- mungkin dan diperkenankan

4). Adanya prestasi dalam lapangan harta kekayaan : mempunyai nilai uang

Sumber Perikatan itu sendiri ada 2, yaitu :

- Perikatan yang lahir karena Undang-Undang

- Prikatan yang lahir karena Perjanjian

2. MACAM-MACAM PERIKATAN

Bentuk perikatan yang paling sederhana, ialah suatu perikatan yang masing-
masing pihak hanya ada satu orang dan satu prestasi yang seketika juga dapat ditagih

By Erika Lismayani SH.,M.Kn 23


pembayarannya. Di samping bentuk yang paling sederhana itu, terdapat berbagai
macam perikatan lain yang akan diuraikan satu persatu di bawah ini.

a. Perikatan bersyarat (voorwaardelijk)

Perikatan bersyarat adalah suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian
di kemudian hari, yang masih belum tentu akan atau tidak terjadi. Bahwa perikatan itu
barulah akan lahir, apabila kejadian yang belum tentu itu timbul. Suatu perjanjian yang
demikian itu, menggantungkan adanya suatu perikatan pada suatu syarat yang
menunda atau mempertangguhkan (opschortende voorwaarde).

b. Perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu (tijdsbepaling)

Perikatan yang ditetapkan oleh waktu, yaitu suatu hal yang pasti akan datang,
meskipun mungkin belum dapat ditentukan kapan datangnya, misalnya meninggalnya
seseorang. Contoh-contoh suatu perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan
waktu, banyak sekali dalam praktek, seperti suatu hutang wesel/cek yang dapat ditagih
suatu waktu setelannya dipertunjukkan dan lain sebagainya.

c. Perikatan yang membolehkan memilih (alternatief)

Ini adalah suatu perikatan, di mana terdapat dua atau lebih macam prestasi,
sedangkan kepada si berhutang diserahkan yang mana ia akan lakukan. Misalnya, ia
boleh memilih apakah ia akan memberikan mobilnya atau uang.

d. Perikatan tanggung-menanggung (hoofdelijk atau solidair)

Ini adalah suatu perikatan di mana beberapa orang bersamasama sebagai pihak
yang berhutang berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan, atau sebaliknya.
Beberapa orang sama-sama berhak menagih suatu piutang dari satu orang. Tetapi
perikatan semacam yang belakangan ini, sedikit sekali terdapat dalam praktek.

e. Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi

Perikatan tentang dapat atau tidaknya dibagi, barulah tampil ke muka, jika salah
satu pihak dalam perjanjian telah digantikan oleh beberapa orang lain. Hal mana
biasanya terjadi karena meninggalnya satu pihak yang menyebabkan ia digantikan
dalam segala hak-haknya oleh sekalian ahliwarisnya. Pada asasnya — jika tidak
diperjanjikan lain — antara pihak pihak yang semula suatu perikatan, tidak boleh dibagi-
bagi, sebab si berpiutang selalu berhak menuntut pemenuhan perjanjian untuk
sepenuhnya dan tidak usah ia menerima baik suatu pembayaran sebagian demi
sebagian.

By Erika Lismayani SH.,M.Kn 24


f. Perikatan dengan penetapan hukuman (strafbeding)

Untuk mencegah jangan sampai si berhutang dengan mudah saja melalaikan


kewajibannya, dalam praktek banyak dipakai perjanjian di mana si berhutang dikenakan
suatu hukuman, apabila ia tidak menepati kewajibannya. Hukuman ini, biasanya
ditetapkan dalam suatu jumlah uang tertentu yang sebenarnya merupakan suatu
pembayaran kerugian yang sejak semula sudah ditetapkan sendiri oleh para pihak yang
membuat perjanjian itu.

3. PERIKATAN YANG LAHIR KARENA UNDANG-UNDANG

Perikatan-perikatan yang lahir dari undang-undang dapat dibagi lagi atas :

1) yang lahir dari undang-undang saja

Ialah perikatan-perikatan yang timbul oleh hubungan kekeluargaan. Jadi yang


terdapat dalam Buku I KUHPerdata, misalnya kewajiban seorang anak yang mampu
untuk memberikan nafkah pada orang tuanya yang tak mampu.

2) yang lahir dari undang-undang karena perbuatan seorang

Perbuatan orang ini dapat berupa perbuatan yang diperbolehkan, atau yang
melanggar hukuman (onrechtmatig).

Suatu perikatan lagi yang lahir dari undang-undang karena perbuatan yang
diperbolehkan ialah yang dinamakan "Zaakwaarneming" (Pasal 1354 KUHPerdata). Ini
terjadi jika seorang dengan sukarela dan dengan tidak diminta, mengurus kepentingan-
kepentingan orang lain. Dari perbuatan yang dinamakan zaakwaarneming ini terbitlah
suatu kewajiban bagi orang yang melakukan pengurusan untuk meneruskan
pengurusan itu sampai orang yang berkepentingan sudah kembali di tempatnya. Jika
pengurusan itu telah dilakukan dengan baik orang ini wajib mengembalikan segala
biaya yang telah dikeluarkan, sedangkan ia diwajibkan pula memenuhi semua
perjanjian yang telah dibuat untuk kepentingannya.

Perikatan yang lahir dari undang-undang karena perbuatan seorang yang


melanggar hukum, diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Pasal ini menetapkan,
bahwa tiap perbuatan yang melanggar hukum atau dinamakan "onrechtmatige daad"
yaitu mewajibkan orang yang melakukan perbuatan itu, jika karena kesalahannya telah
timbul kerugian, untuk membayar kerugian itu. Onrechtmatige daad menurut Pasal
1365 KUHPerdata adalah suatu perbuatan yang bertentangan dengan :

By Erika Lismayani SH.,M.Kn 25


a) Undang-undang

b) Kesusilaan

c) Ketertiban umum

Syarat-syarat atau unsur perbuatan melawan hukum :

a) Perbuatan yang melawan hukum

b) Harus ada kesalahan

c) Harus ada kerugian yang ditimbulkan

d) Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian.

4. PERIKATAN YANG LAHIR DARI PERJANJIAN

Menurut Pasal 1313 KUHPerdata, Perjanjain ialah suatu perbuatan di mana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Rumusan ini
mengandung perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dua orang atau lebih di mana
mereka saling mengikatkan dirinya.

Suatu Perjanjian yang sah harus terpenuhi empat syarat (sahnya suatu Perjanjian),
menurut Pasal 1320 KUHPerdata, adalah :

1) Sepakat dari orang-orang yang mengikatkan diri;

2) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;

3) Suatu hal tertentu yang diperjanjikan;

4) Suatu sebab ("oorzaak) atau causa yang halal,

Jika terjadi salah satu hal yang disebutkan di atas, yaitu perizinan telah diberikan
tidak secara bebas atau salah satu pihak tidak cakap untuk membuat perjanjian, maka
perjanjian ini bercacad, karenanya dapat dibatalkan oleh hakim atas permintaan pihak
yang telah memberikan perizinannya tidak secara bebas atau tidak cakap untuk
membuat perjanjian itu (uernietigbaar).

Yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian, haruslah suatu hal atau suatu barang
yang cukup jelas atau tertentu. Syarat ini perlu, untuk dapat menetapkan kewajiban si
berhutang, jika terjadi perselisihan. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian, paling

By Erika Lismayani SH.,M.Kn 26


sedikit harus ditentukan jenisnya. Bahwa barang itu harus ada atau sudah ada di
tangan si berhutang pada waktu perjanjian dibuat,

Selanjutnya undang-undang menghendaki untuk sahnya suatu perjanjian harus


ada suatu oorzaak (Causa) yang diperbolehkan. Secara letterlijk kata "oorzaak" atau
"causa" berarti "sebab," tetapi menurut riwayatnya, yang dimaksudkan dengan kata itu,
ialah "tujuan," yaitu apa yang dikehendaki oleh kedua pihak dengan mengadakan
perjanjian itu. Menurut pasal 1335 KUHPerdata, suatu perjanjian yang tidak memakai
suatu causa atau dibuat dengan suatu causa yang palsu atau terlarang tidak
mempunyai kekuatan.

Pasal 1338 KUHPerdata, menetapkan bahwa segala perjanjian yang dibuat secara
sah berlaku sebagai undang-undang untuk mereka yang membuatnya. Bahwa suatu
perjanjian yang dibuat secara sah — mengikat kedua belah pihak. Dalam pasal 1338
KUHPerdata ditetapkan bahwa semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad
baik.

Adapun unsur-unsur suatu Perjanjian adalah :

1) Esensialia : bagian yang harus ada di dalam perjanjian, sifatnya sangat menentukan
atau menyebabkan perjanjian itu tercipta.

2) Naturalia : isi perjanjian yang melekat secara diam-diam dalam perjanjian

3) Aksidentalia : isi perjanjian yang dibuat secara tegas oleh para pihak.

Ada beberapa bentuk-bentuk Perjanjian, yaitu :

1) Perjanjian timbal balik : perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi


kedua belah pihak.

2) Perjanjian Cuma-Cuma dan perjanjian atas beban:

- perjanjian Cuma-Cuma : perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah


satu pihak saja.

- perjanjian atas beban : perjanjian terhadap prestasi dari pighak yang satu
selalu terdapat kontra prestasi dari pihka lain dan anatara kedua prestasi itu ada
hubungannya menurut hukum.

Dalam Perjanjian ada 7 jenis asas yang merupakan asas-asas umum yang
harus diperhatikan oleh setiap pihak yang terlibat didalamnya, yaitu :

a. Asas sistem terbukan hukum perjanjian

By Erika Lismayani SH.,M.Kn 27


Hukum perjanjian yang diatur didalam buku III KUHPerdata merupakan hukum
yang bersifat terbuka. Artinya ketentuan-ketentuan hukum perjanjian yang
termuat didalam buku III KUHP hanya merupakan hukum pelengkap yang
bersifat melengkapi.

b. Asas Konsensualitas

Asas ini memberikan isyarat bahwa pada dasarnya setiap perjanjian yang
dibuat lahir sejak adanya konsensus atau kesepakatan dari para pihak yang
membuat perjanjian.

c. Asas Personalitas

Asas ini bisa diterjemahkan sebagai asas kepribadian yang berarti bahwa
pada umumnya setiap pihak yang membuat perjanjian tersebut untuk
kepentingannya sendiri atau dengan kata lain tidak seorangpun dapat
membuat perjanjian untuk kepentingan pihak lain.

d. Asas Itikad baik

Pada dasarnya semua perjanjian yang dibuat haruslah dengan itikad baik.
Perjanjian itikad baik mempunyai 2 arti yaitu :

1). Perjanjian yang dibuat harus memperhatikan norma-norma kepatutan dan


kesusilaan.

2). Perjanjian yang dibuat harus didasari oleh suasana batin yang memiliki
itikad baik.

e. Asas Pacta Sunt Servada

Asas ini tercantum didalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang isinya
“Semua Perjanjian yang di buat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang
bagi mereka yang membuatnya.

Asas ini sangat erat kaitannya dengan asas sistem terbukanya hukum
perjanjian, karena memiliki arti bahwa semua perjanjian yang dibuat oleh para
pihak asal memnuhi syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang diatur
di dalam pasal 1320 KUHPerdata sekalipun menyimpang dari ketentuan-
ketentuan Hukum Perjanjian dalam buku III KUHP tetap mengikat sebagai
Undang-Undang bagi para pihak yang membuat perjanjian.

By Erika Lismayani SH.,M.Kn 28


f. Asas force majeur

Asas ini memberikan kebebasan bagi debitur dari segala kewajibannya untuk
membayar ganti rugi akibat tidak terlaksananya perjanjian karena suatu sebab
yang memaksa.

g. Asas Exeptio non Adiempletie contractus

Asas ini merupakan suatu pembelaan bagi debitur untuk dibebaskan dari
kewajiban membayar ganti rugi akibat tidak dipenuhinya perjanjian, dengan
alasan bahwa krediturpun telah melakukan suatu kelalaian.

5. WANPRESTASI

Pengertian Prestasi yaitu kewajiban yang harus dipenuhi oleh debitor dalam setiap
perikatan. Berarti kala Wanprestasi adalah tidak memenuhi kewajiban dalam perikatan.
Wanprestasi itu sendiri ada 4 bentuk, yaitu :

1) Tidak memenuhi prestasi sama sekali.

2) Terlambat memenuhi prestasi.

3) Memenuhi prestasi secara tidak baik.

4) Melakukan prestasi yang tidak diperjanjikan.

Adapun yang menyebabkan seseorang Wanprestasi ada 2 kemungkinan :

1) Kesalahan para pihak yang disengaja atau karena kelalaian.

Kesalahan ada 2 pengertian :

a. Dalam arti luas meliputi kesengajaan dan kelalaian.

b. Dalam arti sempit : kelalaian

Kesengajaan adalah : perbuatan yang dilakukan diketahui dan dikehendaki.

Kelalaian adalah : perbuatan dimana sipembuat walaupun mengetahui akan


kemungkinan yang terjadinya akibat yang merugikan orang lain.

Syarat adanya suatu kesalahan, adalah :

a) Perbuatan yang dilakukan dapat dihindarkan.

By Erika Lismayani SH.,M.Kn 29


b) Perbuatan dapat diduga akibatnya.

c) Dapat diduga atau tidak dapat diukur :

2) Force majeure / overmacht(keadaan memaksa) di luar kemampuan para pihak

Akibat dari Waprestasi adalah :

- Pemenuhan perikatan.

- Pemenuhan perikatan dengan ganti rugi.

- Ganti rugi.

- Pembatalan perjanjian secara sepihak.

- Pembatalan dengan ganti rugi.

By Erika Lismayani SH.,M.Kn 30


BAB VI

PEMBUKTIAN DAN DALUWARSA

1. PEMBUKTIAN

Menurut undang-undang, ada lima macam alat pembuktian yang sah, yaitu : surat-
surat, kesaksian, persangkaan, pengakuan dan sumpah.

a. Surat-surat

Menurut undang-undang, surat-surat dapat dibagi dalam surat surat akte dan surat-
surat lain. Surat akte ialah suatu tulisan yang semata-mata dibuat untuk membuktikan
sesuatu hal atau peristiwa, karenanya suatu akte harus selalu ditanda tangani.

Surat-surat akte dapat dibagi lagi atas surat-surat akte resmi (authentiek) dan surat-
surat akte di bawah tangan (onderhands).

Suatu akte resmi ialah suatu akte yang dibuat oleh atau di hadapan seorang
penjabat umum yang menurut undang-undang ditugaskan untuk membuat surat-surat
akte tersebut. Penjabat umum yang dimaksudkan itu ialah notaris, hakim, jurusita pada
suatu Pengadilan, Pegawai Pencatatan Sipil (Ambtenaar Burgerlijke Stand) dan
sebagainya. Dengan demikian, suatu akte notaris, suatu surat putusan hakim, suatu
proses-verbal yang dibuat oleh seorang jurusita dan suatu surat perkawinan yang
dibuat oleh Ambtenaar Burgerlijke Stand adalah merupakan akte-akte resmi atau
authentiek.

Menurut undang-undang suatu akte resmi mempunyai suatu kekuatan pembuktian


yang sempurna (volledig bewijs), artinya apabila suatu pihak mengajukan suatu akte
resmi, hakim harus menerimanya dan menganggap apa yang dituliskan di dalam akte
itu, sungguh-sungguh telah terjadi, sehingga hakim itu tidak boleh memerintahkan
penambahan pembuktian lagi.

Suatu akte di bawah tangan ialah tiap akte yang tidak dibuat oleh atau dengan
perantaraan seorang penjabat umum. Misalnya, surat perjanjian jual beli atau sewa-
menyewa yang dibuat sendiri dan ditanda tangani sendiri oleh kedua belah pihak yang
mengadakan perjanjian itu. Jika pihak yang menandatangani surat perjanjian itu
mengakui atau tidak menyangkal tandatangannya, yang berarti ia mengakui atau tidak
menyangkal kebenaran apa yang tertulis dalam surat perjanjian itu, maka akte di bawah
tangan tersebut memperoleh suatu kekuatan pembuktian yang sama dengan suatuakte
resmi. Akan tetapi jika tanda tangan itu disangkal, maka pihak yang mengajukan surat

By Erika Lismayani SH.,M.Kn 31


perjanjian tersebut diwajibkan untuk membuktikan kebenaran penandatanganan atau isi
akte tersebut. Ini adalah suatu hal yang sebaliknya dari apa yang berlaku terhadap
suatu akte resmi. Barangsiapa menyangkal tanda tagannya pada suatu akte resmi,
diwajibkan membuktikan bahwa tanda tangan itu palsu, dengan kata lain, penjabat
umum (notaris) yang membuat akte tersebut telah melakukan pemalsuan surat.

Oleh karena pembuktian dengan suatu akte memang suatu cara pembuktian yang
paling utama, maka dapatlah dimengerti mengapa pembuktian dengan tulisan ini oleh
undang-undang disebutkan sebagai cara pembuktian nomer satu. Begitu pula dapat
dimengerti mengapa undang-undang untuk beberapa perbuatan atau perjanjian yang
dianggap sangat penting mengharuskan pembuatan suatu akte. Misalnya perjanjian
perkawinan, pemberian (schenking) benda-benda yang tertulis atas nama, perjanjian
hypotheek, pendirian perseroan firma atau perseroan terbatas (N.V.) diharuskan
dengan akte notaris, sedangkan perjanjian perdamaian (dading) dan perjanjian
assuransi setidak-tidaknya harus dengan suatu tulisan.

b. Kesaksian

Pembuktian dengan kesaksian merupakan cara pembuktian yang terpenting dalam


suatu perkara yang sedang diperiksa di depan hakim. Suatu kesaksian, harus
mengenai peristiwa-peristiwa yang dilihat dengan mata sendiri atau yang dialami sendiri
oleh seorang saksi. Jadi tidak boleh saksi itu hanya mendengar saja tentang adanya
peristiwa dari orang lain.

Kesaksian bukanlah suatu alat pembuktian yang sempurna dan mengikat hakim,
tetapi terserah pada hakim untuk menerimanya atau tidak. Artinya, hakim leluasa untuk
mempercayai atau tidak mempercayai keterangan seorang saksi.

Seorang saksi yang sangat rapat hubungan kekeluargaannya dengan pihak yang
beperkara, dapat ditolak oleh pihak lawan, sedangkan saksi itu sendiri dapat meminta
dibebaskan dari kewajibannya untuk memberikan kesaksian.

Selanjutnya, oleh undang-undang ditetapkan bahwa keterangan satu orang saksi


tidak cukup. Artinya, hakim tidak boleh mendasarkan putusan tentang kalah
menangnya suatu pihak atas keterangannya satu orang saksi saja. Jadi kesaksian itu
selalu harus ditambah dengan suatu alat pembuktian lain.

c. Persangkaan

Persangkaan ialah suatu kesimpulan yang diambil dari suatu peristiwa yang sudah
terang dan nyata. Dari peristiwa yang terang dan nyata ini ditarik kesimpulan bahwa
suatu peristiwa lain yang harus dibuktikan juga telah terjadi.

By Erika Lismayani SH.,M.Kn 32


Dalam hukum pembuktian, ada dua macam persangkaan, yaitu persangkaan yang
ditetapkan oleh undang-undang sendiri (wattelijk vermoeden) dan persangkaan yang
ditetapkan oleh hakim (rechtelijk vermoeden). Persangkaan yang ditetapkan oleh
undangundang, pada hakekatnya merupakan suatu pembebasan dari kewajiban
membuktikan sesuatu hal untuk keuntungan salah satu pihak yang beperkara.
Misalnya, adanya tiga kwitansi pembayaran sewa rumah yang berturut-turut. Menurut
undang-undang menimbulkan suatu persangkaan, bahwa uang sewa untuk waktu yang
sebelumnya juga telah dibayar. Dengan menunjukkan kwitansi pembayaran sewa yang
tiga bulan berturut-turut itu, si penyewa rumah dibebaskan dari kewajibannya untuk
membuktikan bahwa ia sudah membayar uang sewa untuk bulan-bulan yang
sebelumnya.

d. Pengakuan

Menurut undang-undang, suatu pengakuan yang dilakukan didepan hakim,


merupakan suatu pembuktian yang sempurna tentang kebenaran hal atau peristiwa
yang diakui. Ini berarti, hakim terpaksa untuk menerima dan menganggap, suatu
peristiwa yang telah diakui memang benar-benar telah terjadi, meskipun sebetulnya ia
sendiri tidak percaya bahwa peristiwa itu sungguh-sungguh telah terjadi. Disini nampak
perbedaannya dengan suatu perkara pidana, di manasuatu pengakuan dari seorang
terdakwa masih harus disertai dengan keterangan-keterangan lain, hingga hakim
memperoleh keyakinan bahwa terdakwa itu memang sungguh-sungguh telah
melakukan kejahatan yang dituduhkan padanya.

Perlu diterangkan, bahwa dalam suatu hal undang-undang melarang dipakai


pengakuan sebagai alat pembuktian dalam suatu proses, yaitu dalam suatu perkara
yang diajukan oleh seorang isteri terhadap suaminya untuk mendapatkan pemisahan
kekayaan (lihatpasal 825 Burgerlijke Rechtsvordering).

e. Sumpah

Menurut undang-undang, ada dua macam sumpah, yaitu sumpah yang "menentukan"
dan sumpah "tambahan". Sumpah yang menentukan (decissoire eed) adalah sumpah
yang diperintahkan oleh salah satu pihak yang beperkara kepada pihak lawannya
dengan maksud untuk mengakhiri perkara yang sedang diperiksa oleh hakim. Jika
pihak lawan mengangkat sumpah yang perumusannya disusun sendiri oleh pihak yang
memerintahkan pengangkatan sumpah itu, ia akan dimenangkan, sebaliknya, jika ia
tidak berani dan menolak pengangkatan sumpah itu, ia akan dikalahkan. Pihak yang
diperintahkan mengangkat sumpah,

By Erika Lismayani SH.,M.Kn 33


Suatu sumpah tambahan, adalah suatu sumpah yang diperintahkan oleh hakim
pada salah satu pihak yang beperkara, apabila hakim itu berpendapat bahwa di dalam
suatu perkara sudah terdapat suatu "permulaan pembuktian," yang perlu ditambah
dengan penyumpahan, karena dipandang kurang memuaskan untuk menjatuhkan
putusan atas dasar bukti-bukti yang terdapat itu.

Hakim, leluasa apakah ia akan memerintahkan suatu sumpah tambahan atau


tidak. Jadi tidak ada keharusan untuk memerintahkan sumpah tersebut.

2. LEWAT WAKTU (DALUWARSA / VERJARING)

Daluwarsa merupakan batas waktu akhir untuk memperoleh dan atau melepaskan
sesuatu hak secara sah. Pengertian daluarsa atau verjaring sesuai dengan pasal 1946
KUHPerdata suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu
perikatan dengan lewatnya waktu tertentu dan atas syarat yang telah ditentukan oleh
undang-undang. Batas waktu akhir untuk memperoleh dan atau melepaskan sesuatu
hak adalah batasan waktu terakhir untuk memperoleh dan atau melepaskan suatu hak
secara sah. Apabila ternyata batas waktu akhir tersebut telah lewat, maka batasan
untuk memperoleh dan atau melepaskan sesuatu hak secara sah telah kadaluwarsa
atau waktu yang disediakan oleh hukum telah tertutup karena pihak yang seharusnya
dapat memperoleh dan atau melepaskan suatu hak tidak menggunakan batasan waktu
yang telah disediakan oleh hukum sebagaimana mestinya. Sehingga hak yang ada
padanya telah hilang secara sah. Jadi dengan lewatnya waktu batas kadaluwarsa yang
ditentukan, secara yuridis seseorang yang seharusnya mempunyai hak untuk
memperoleh sesuatu hak tidak dapat dipergunakan haknya, begitu juga dengan
seseorang yang seharusnya mempunyai hak untuk melepaskan sesuatu hak tidak
dapat mempergunakan haknya karena batasan waktu yang diberikan oleh hukum telah
lewat, sehingga kadaluwarsa telah berjalan.

Pada praktiknya atau pada hukum formilnya Daluwarsa memiliki pengaruh yang
besar dalam membantu Hakim untuk memutuskan masalah atau perkara. Meskipun
kendati Daluwarsa ini lebih di bahas secara spesifik di hukum materilnya, terutama di
kitab undang-undang hukum perdata (BW). Dalam hal ini, terdapat berbagai macam
By Erika Lismayani SH.,M.Kn 34
pula hukum acara yang dianut oleh negara kita. Di antaranya adalah Hukum Acara
Perdata, Hukum Acara Pidana, dan Hukum Acara Tata Usaha Negara. Dengan adanya
beberapa jenis hukum acara yang berbeda-beda tersebut tentu Daluwarsa mempunyai
spesifikasi dan karakteristik tersendiri dalam bidang hukum masing-masing. Daluwarsa,
Subyek Hukum Daluwarsa, Pengaturan Daluwarsa di Dalam BW, Manakala Daluwarsa
dihubungkan dengan Hukum perdata, para pakar hukum memandangnya sebagai
suatu hal yang perlu adanya penelusuran lebih lanjut.

MACA-MACAM DALUWARSA

Ada dua macam Daluwarsa (Verjaring), yaitu :

1. Daluwarsa Memperoleh (Acquisitieve Verjaring)

Daluwarsa Memperoleh (Acquisitieve Verjaring) adalah lewat waktu sebagai cara


memperoleh hak milik atas suatu benda. Syarat adanya daluwarsa ini harus ada itikad
baik dari pihak yang menguasai benda tersebut. Seperti dalam Pasal 1963 KUH
Perdata : “ Seseorang yang dengan itikad baik memperoleh suatu barang tak bergerak,
suatu bunga, atau suatu piutang lain yang tidak harus dibayar atas tunjuk, dengan
suatu besit selama dua puluh tahun, memperoleh hak milik atasnya dengan jalan lewat
waktu.”.

“ Seseorang yang dengan itikad baik menguasai sesuatu selama tiga puluh tahun
memperoleh hak milik tanpa dapat dipaksa untuk menunjukan alas haknya.”

Seorang bezitter yang jujur atas suatu benda yang tidak bergerak lama kelamaan
dapat memperoleh hak milik atas benda tersebut. Dan apabila ia bisa menunjukkan
suatu title yang sah, maka dengan daluarsa dua puluh tahun sejak mulai menguasai
benda tersebut.

2. Daluwarsa membebaskan (Extinctieve Verjaring)

By Erika Lismayani SH.,M.Kn 35


Daluwarsa membebaskan (Extinctieve verjaring) adalah seseorang dapat
dibebaskan dari suatu penagihan atau tuntutan hukum oleh karena lewat waktu. Oleh
Undang-Undang ditetapkan, bahwa dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun, setiap
orang dibebaskan dari semua penagihan atau tuntutan hukum. Ini berarti, bila
seseorang digugat untuk mebayar suatu hutang yang sudah lebih dari tiga puluh tahun
lamanya, ia dapat menolak gugatan itu dengan hanya mengajukan bahwa ia selama
tiga puluh tahun belum pernah menerima tuntutan atau gugatan itu.

Pelepasan lewat waktu seperti apa yang dijelaskan dalam pasal 1948 KUHPerdata
yaitu pelepasan lewat waktu dapat dilakukan secara tegas atau secara diam-diam.
Pelepasan secara diam-diam disimpulkan dari suatu perbuatan yang menimbulkan
dugaan bahwa seseorang tidak hendak menggunakan suatu hak yang telah
diperolehnya.

Pelepasan Daluarsa dibagi menjadi dua, yaitu :

1), Dilakukan secara Tegas

Seseorang yang melakukan perikatan tidak diperkenankan melepaskan


Daluwarsa sebelum tiba waktunya, namun apabila ia telah memenuhi syarat-
syarat yang ditentukan dan waktu yang telah ditentukan pula, maka ia berhak
melepaskan Daluwarsanya.

2). Dilakukan secara Diam-diam

Pelepasan yang dilakukan secara diam-diam ini terjadi karena si pemegang


Daluwarsa tidak ingin mempergunakan haknya dalam sebuah perikatan.

BATAS DALUWARSA

Menurut Undang-Undang batas kadaluwarsa adalah batas kadaluwarsa yang


penentuannya telah diatur di dalam peraturan perundang-undangan. Penentuan batas

By Erika Lismayani SH.,M.Kn 36


waktu menurut undang-undang umumnya ketentuan-ketentuannya mengatur tentang
batas berakhirnya kadaluwarsa yang penentuannya berdasarkan peraturan perundang-
undangan, baik undang-undang yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus yang
mengatur tentang kadaluwarsa. Misalnya: Untuk guru, pengajar, buruh, pengusaha
hotel, pengusaha rumah penginapan, pengusaha rumah makan batas akhir waktu
kadaluwarsa untuk mengajukan tuntutan terhadap gaji atau uang jasa adalah setelah 1
(satu) tahun. Batas waktu kadaluwarsa tersebut berlaku baik untuk tuntutan hasil kerja,
pelayanan maupun uang jasa yang belum pernah terbayar (Pasal 1968 BW)

Putusan hakim baik itu hakim pengadilan negeri, pengadilan agama, pengadilan
tata usaha negara dan pengadilan tinggi batas akhir kadaluwarsa setelah 14 ( empat
belas ) hari lewat.

Advokat (pengacara), notaris, dokter dan ahli obat-obatan dan pengusaha sekolah
yang para muridnya tinggal di asrama tuntutan terhadap uang jasa mereka batas akhir
kadaluwarsa adalah 2 ( dua ) tahun, sedangkan untuk juru sita pengadilan dapat
dibebaskan dri tanggung jawabnya atas pekerjaan yang pernah dilaksanakan setelah
lewatnya waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak pelaksanaan eksekusi (Pasal 1969 alinea
ke satu dan ke dua, Pasal 1970 alinea ke satu dan ke dua, dan Pasal 1974 alinea ke
dua BW). Khusus untuk pengacara apabila perkara yang ditanganinya tidak selesai
tidak dapat menuntut uang vorskot dan uang jasa yang telah menunggak lebih dari 10
(sepuluh) tahun (Pasal 1970 alinea ke dua BW).

Pengusaha batas akhir kadaluwarsa mengajukan tuntutan terhadap barang-barang


yang telah di kirim kepada penerima barang atau pemesan adalah 5 (lima) tahun
( Pasal 1971 BW ).

Hakim dan pengacara berlakunya kadaluwarsa untuk dibebaskan dari tanggung


jawabnya setelah lewatnya waktu 5 tahun terhitung sejak penyerahan surat-surat (Pasal
1974 alinea ke satu BW).

By Erika Lismayani SH.,M.Kn 37

Anda mungkin juga menyukai