Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PEDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur tentang hubungan hukum
antara orang yang satu dengan orang yang lain. Hal yang diatur dalam
Hukum Perdata hanya hal-hal yang berkaitan dengan hubungan orang
perorang, jika diluar dari itu bukan termasuk wewenang hukum perdata.
Hukum perdata dapat lahir dari UU dan Perjanjian. Hukum Perdata
mempunyai sumber referensi utama yang disebut dengan KUHPer (Kitab
Undang-undang Hukum Perdata) atau yang biasa dikenal dengan sebutan
BW (Burgerlijk Wetboek). Jadi jangan bingung kalau sewaktu-waktu ada
keterangan pasal yang ditulis Pasal 1028 BW, itu sama saja dengan Pasal
1028 KUHPer.
Pembagian Hukum Perdata dapat dikelompokkan berasal dari dua
kategori. Pertama, pembagian Hukum Perdata menurut Ilmu Pengetahuan,
yang menyebutkan bahwa Hukum Perdata terdiri atas hal-hal tentang
orang, tentang keluarga, tentang harta kekayaan, tentang waris. Kedua,
pembagian hukum menurut KUHPer disesuaikan dengan buku-buku yang
ada di KUHPer.

B. Rumusan Masalah
1. Personen recht?
2. Family recht ?
3. Vermogens recht ?
4. Erf recht ?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Personen Recht (hukum perorangan)

Hukum perorangan badan pribadi memuat peraturan-peraturan hukum

yang mengatur tentang seseorang manusia sebagai pendukung hak dan

kewajiban (subyek hukum), tentang umur, kecakapan untuk melakukan

perbuatan hukum, tempat tinggal (domisili) dan sebagainya.

1. Pengertian subyek hukum

Subyek hukum merupakan pendukung hak dan kewajiban. Dalam KUH

Perdata ada dua macam subyek hukum yang meliputi: Manusia dan badan

hukum.

setiap manusia, baik warga negara ataupun orang asing dengan tak

memandang agama atau kebudayaannya adalah subjek hukum. Sebagai

subyek hukum, manusia mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan

tindakan hukum. Mereka dapat mengadakan persetujuan-persetujuan,

menikah, membuat wasiat, dan sebagainya. Menurut Salmond, baik

manusia maupun bukan manusia mempunyai kapasitas sebagai subyek

hukum kalau dimungkinkan oleh hukum.


2. Pengakuan Sebagai Subyek Hukum

Manusia sebagai subjek hukum, pembawa hak dan kewajiban terjadi sejak

manusia itu lahir, dan berakhir setelah ia meninggal dunia. Bahkan

pengakuan manusia sebagai subjek hukum dapat dilakukan sejak manusia

masih di dalam kandungan ibunya, asal ia dilahirkan hidup. Hal ini telah

disebutkan dalam Pasal 2 KUH Perdata, bahwa: “Anak yang ada dalam

kandungan seorang perempuan, dianggap sebagai telah lahir, bila mana

juga kepentingan si anak menghendakinya. Mati sewaktu dilahirkannya,

dianggaplah ia tak pernah telah ada.”.

Indonesia sebagai negara hukum, mangakui manusia pribadi sebagai

subyek hukum, pendukung hak dan kewajiban. Di dalam UUD 1945 Pasal

27 ayat (1) disebutkan bahwa: “Segala warga negara bersamaan

kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung

hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”.

3. Kewenangan Berhak dan Berbuat         

Berlakunya seseorang sebagai pembawa hak, mulai dari saat dia dilahirkan

dan berakhir pada saat dia meninggal. Bahkan, jika perlu untuk

kepentingannya, dapat dihitung surut hingga mulai orang itu berada di

dalam kandungan, asal saja kemudian dia dilahirkan hidup, hal ini penting

sehubungan dengan waris-mewaris yang terjadi pada suatu waktu, di mana

orang itu masih berada di dalam kandungan. Hak dan kewajiban perdata

tidak bergantung kepada agama, golongan, kelamin, umur, warga negara

ataupun orang asing. Demikian pula hak dan kewajiban perdata tidak
bergantung pula kepada kaya atau miskin, kedudukan tinggi atau rendah

dalam masyarakat, penguasa (pejabat) ataupun rakyat biasa, semuanya

sama. Berakhirnya seseorang sebagai pendukung hak dan kewajiban dalam

perdata adalah apabila dia meninggal dunia. Artinya selama seseorang

masih hidup selama itu pula dia mempunyai kewenangan berhak. Pasal 3

BW menyatakan: "Tiada suatu hukuman pun mengakibatkan kematian

perdata, atau kehilangan segala hak perdata".

Akan tetapi, ada beberapa faktor yang mempegaruhi kewenangan berhak

seseorang. Yang sifatnya membatasi kewenangan berhak tersebut antara

lain adalah:

1) Kewarga-negaraan; misalnya dalam Pasal 21 ayat (1) UUPA

disebutkan bahwa hanya warganegara Indonesia yang dapat

mempunyai hak milik.

2) Tempat tinggal; misalnya dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah No.

24 Tahun 1960 dan Pasal I Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun

1964 (Tambahan Pasal 3a s.d. 3e) jo Pasal 10 ayat (2) UUPA

disebutkan larangan pemilikan tanah pertanian oleh orang yang

bertempat tinggal di luar kecamatan tempat letaktanahnya.

3) Kedudukan atau jabatan; misalnya hakim dan pejabat hukum

lainnya tidak boleh memperoleh barang-barang yang masih dalam

perkara.

4) Akibat Ketidak Cakapan Setiap penyandang hak dan kewajiban

tidak selalu berarti mampu atau cakap melaksanakan sendiri hak


dan kewajibannya. Ada beberapa golongan orang yang oleh hukum

telah dinyatakan ‘tidak cakap’ atau ‘kurang cakap’ untuk bertindak

sendiri dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum, mereka

harus diwakili atau dibantu orang lain untuk melakukannya.

5) Pendewasaan dan Akibat Hukumnya Dalam sistem hukum perdata

(BW), mereka yang belum dewasa tetapi harus melakukan

perbuatan-perbuatan hukum seorang dewasa, terdapat lembaga

hukum pendewasaan (handlichting), - yang diatur pada Pasal-pasal

419 s.d. 432.

Pendewasaan merupakan suatu cara untuk meniadakan keadaan

belum dewasa terhadap orang-orang yang belum mencapai umur

21 tahun. Jadi, maksudnya adalah memberikan kedudukan hukum

(penuh atau terbatas) sebagai orang dewasa kepada orang-orang

yang belum dewasa. Pendewasaan penuh hanya diberikan kepada

orang-orang yang telah mencapai umur 18 tahun, yang diberikan

dengan Keputusan Pengadilan Negeri.

Akan tetapi, lembaga pendewasaan (handlichting) ini sekarang

tidak relevan lagi dengan adanya Undang-undang No. 1 Tahun

1974 (Pasal 47 ayat (1) dan Pasal 50 ayat (2) yang menentukan

bahwa seseorang yang telah mencapai umur 18 tahun adalah

dewasa. Ketentuan Undang-undang Perkawinan yang menetapkan

umur seorang dewasa 18 tahun itu dikuatkan oleh Mahkamah

Agung dalam putusannya tanggal 2 Desember 1976 No. 477


K/Sip/76 dalam perkara perdata antara Masul Susano alias Tan

Kim Tjiang vs Nyonya Tjiang Kim Ho.

6)  Domisili dan Keadaan Tak Hadir, Domisili mempunyai arti yang

sangat penting dalam menentukan tempat tinggal seseorang, tempat

seseorang melakukakn perbuatan hukum, tempat pejabat

melaksanakan jabatannya, atau badan hukum untuk melakukan

perbuatan hukum. Secara konseptual domiili diartikan sebagi:

“That place where a man has his true, fixed and permanent home

and principal establishment, and to which he is absent he has the

intention of returning.” Artinya, sebuah tempat yang dimiliki

seseorang secara benar, tetap, dan permanen. Setiap kali dia tidak

ada di tempat tersebut, ia mempunyai niat untuk kembali.

Sedangkan menurut Sri Soedewi menyebutkan domisili sebagai

tempat kediaman, yakni tempat seseorang melakukan perbuatan

hukum.

Domisili disebut pula domicile (Latin), atau domiciie (Belanda/

Inggris), merupakan tempat yang sah sebagai tempat kediaman

yang tepat bagi seseorang, atau bisa disebut juga tempat tinggal

resmi.

7)  Pencatatan Sipil, Catatan sipil, atau dalam bahasa lain disebut the

civil registry (Inggris), het maatschappelijk (Belanda), burgerkring

beachten (Jeman), mempunyai peranan yang sangat penting dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini dikarenakan lembaga


ini berperan di dalam kerangka memberikan kepastian hukum

tentang kelahiran, perkawinan, pengakuan terhadap anak luar

kawin, perceraian, dan kematian.

Catatan sipil diatur di dalam Bab II Buku KUH Perdata Indonesia,

yang terdiri atas tiga bagian dan 13 pasal, dan dimulai dari Pasal 4

KUH Perdata Indonesia sampai dengan Pasal 16 KUH Perdata

Indonesia. Di sana dijelaskan ada lima jenis register atau catatan

sipil, yang meliputi: Daftar kelahiran, Daftar pemberitahuan kawin,

Daftar izin kawin, Daftar perkawinan dan cerai, Daftar kematian.

Adapun tujuan dari Lembaga Catatan Sipil adalah :

- Agar setiap masyarakat dapat memiliki bukti-bukti otentik

- Memperlajari aktifitas pemerintah dibidang kependudukan

- Memberi kepastian hukum bagi kedudukan hukum setiap

warga masyarakat misalnya kelahiran, perkawinan, perceraian,

pengakuan, kematian dan lainnya.

B. Family recht (hukum keluarga)

Istilah hukum keluarga berasal dari terjemahan kata  familierecht

(belanda) atau law of familie (inggris). Istilah keluarga dalam arti sempit

adalah suami, anak, dan istri. Sedangkan dalam arti luas keluarga berarti

sanak saudara atau anggota kerabat dekat. Adapun pendapat-pendapat lain

terkait pengertian hukum keluarga adalah sebagai berikut:


- Van Apeldoorn “Hukum keluarga adalah peraturan hubungan

hukum yang timbul dari hubungan keluarga”

- C.S.T Kansil “Hukum keluarga memuat rangkaian peraturan

hukum yang timbul dari pergaulan hidup kekeluargaan”.

- R. Subekti“Hukum keluarga adalah hukum yang mengatur

perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari

hubungan kekeluargaan”.

- Rachmadi Usman “Hukum kekeluargaan adalah ketentuan-

ketentuan hukum yang mengatur mengenai hubungan antar

pribadi alamiah yang berlainan jenis dalam suatu ikatan

kekeluargaan”

- Djaja S. Meliala “Hukum keluarga adalah keseluruhan

ketentuan yang mengatur hubungan hukum antara keluarga

sedarah dan keluarga kerena terjadinya perkawinan”.

- Sudarsono “Hukum kekeluargaan adalah keseluruhan

ketentuan yang menyangkut hubungan hukum mengenai

kekeluargaan sedarah dan kekeluargaan karena perkawinan”.

Jika dikaji pendapat para ahli di atas terkait pengertian hukum keluarga, ada

dua hal pokok yang menjadi aspek penting dalam pendapat mereka, yaitu

hubungan sedarah dan perkawinan.

Adapun pertalian keluarga karena turunan disebut keluarga sedarah,artinya

sanak saudara yang senenek moyang. Keluarga sedarah ini ada yang ditarik
menurut garis bapak yang disebut matrinial dan ada yang ditarik menurut garis

ibu dan bapak yang disebut parental atau bilateral.

Pertalian keluarga karena perkawinan disebut keluarga semenda, artinya

sanak saudara yang terjadi karena adanya ikatan perkawinan, yang terdiri dari

sanak saudara suami dan sanak saudara istri. Sedangkan pertalian keluarga karena

adat disebut keluarga adat, artinya yang terjadi karena adanya ikatan adat,

misalnya saudara angkat.

1. Sumber Hukum Keluarga

Pada dasarnya sumber hukum keluarga dibedakan menjadi dua, yaitu

sumber hukum tertulis dan sumber hukum tidak tertulis. Sumber hukum tertulis

yaitu segala bentuk peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, dan traktat.

Sedangkan sumber hukum tidak tertulis yaitu hukum kebiasaan yang hidup dan

berkembang di masyarakat. Adapun bentuk-bentuk peraturan tertulis yang

mengatur tentang hukum keluarga, yaitu sebagai berikut:

1) Kitab undang-undang hukum perdata (KUH Perdata).

2) Kitab undang-undang hukum perdata (KUH Perdata).

3) Ordonansi perkawinan indonesia, kristen, jawa, minahasa, dan

ambon, Stb. 1933 Nomor 74.

4) UU Nomor 32 Tahun 1954 tentang pencatatan nikah, talak, dan

rujuk (beragama Islam)

5) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan

6) PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang peraturan pelaksanaan UU

Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.


7) PP Nomor 10 Tahun 1983 jo. PP Nomor 45 Tahun 1990 Tentang

Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil.

8) Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam di

Indonesia (hukum ini berlaku bagi warga yang beragama Islam).

2. Asas-asas Hukum keluarga

Berdasarkan analisa yang merujuk kepada KUH Perdata dan UU No. 1

Tahun 1974 tentang perkawinan, ada beberapa asas yang berlaku dalam

hukum keluarga, yaitu sebagai berikut:

1) Asas Monogami

Artinya seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri, dan

seorang istri hanya boleh mempunyai seorang suami.

2) Asas Konsensual

Artinya perkawinan dapat dikatakan sah apabila terdapat

persetujuan atau consensus antara calon suami-istri yang akan

melangsungkan perkawinan.

3) Asas Persatuan Bulat

Artinya suatu asas dimana antara suami-istri terjadi persatuan harta

benda yang dimilikinya. (Pasal 119 KUHPerdata)

4) Asas Proporsional

Artinya hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan

kewajiban suami dalam kehidupan rumah tangga dan di dalam


pergaulan masyarakat. (Pasal 31 UUNo.1 Tahun 1974 tentang

perkawinan)

5) Asas tak dapat dibagi-bagi

Artinya suatu asas yang menegaskan bahwa dalam tiap perwalian

hanya terdapat seorang wali. Dalam keberlakuan asas ini ada dua

pengecualian, yaitu sebagai berikut:

a.       Jika perwalian itu dilakukan oleh ibu sebagai orang tua yang

hidup lebih lama maka kalau ia kawin lagi, suaminya menjadi wali

serta/wali peserta.

b.      Jika sampai ditunjuk pelaksana pengurusan yang mengurus

barang-barang dari anak di bawah umur di luar Indonesia.

6) Asas prinsip calon suami istri harus telah matang jiwa raganya.

(Pasal 7 UU No.1 Tahun 1974)

7) Asas Monogami Terbuka/Poligami Terbatas

Artinya seorang suami dapat beristri lebih dari seorang dengan izin

dari pengadilan setelah mendapat izin dari istrinya dengan

dipenuhhinya syarat-syarat yang ketat.

8) Asas Perkawinan Agama

Artinya suatu perkawinan hanya sah apabila dilaksanakan sesuai

dengan hukum agama dan kepercayaannya masing-masing. (Pasal

31 UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan)

9) Asas Perkawinan Sipil


Artinya perkawinan adalah sah apabila dilaksanakan dan dicatat

oleh pegawai pencatat sipil (kantor catatan sipil), perkawinan

secara agama belum berakibat sahnya suatu perkawinan.

3. Ruang lingkup hukum keluarga

Berdasarkan bahasan mengenai pengertian hukum keluarga di atas, kita

dapat mengetahui apa saja ruang lingkup hukum keluarga. Adapun ruang

lingkup hukum keluarga meliputi hal-hal sebagai berikut:

I. Perkawinan

II. Perceraian

III. Harta benda dalam perkawinan

IV. Kekuasaan orang tua

V. Pengampuan

VI. Perwalian

Namun terlepas dari hal yang diatur dalam hukum keluarga, perkawinan,

perceraian, dan harta benda dalam keluarga menjadi fokus perhatian dalam kajian

hukum keluarga.

4. Hak dan kewajiban dalam hukum keluarga

Hukum keluarga adalah suatu produk hukum yang timbul karena adanya

suatu ikatan perkawinan. Adapun perkawinan itu adalah suatu hubungan

hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi suami dan istri. Yang

dimaksud hak  ialah sesuatu yang merupakan milik atau dapat dimiliki
oleh suami atau istri yang timbul karena perkawinannya. Sedangkan

kewajiban ialah sesuatu yang harus dilakukan atau diadakan oleh suami

atau istri untuk memenuhi hak dan dari pihak yang lain. Hak dan

kewajiban dalam hukum keluarga dapat digolongkan ke dalam hak dan

kewajiban antara suami istri, dan hak antara orang tua dan anaknya.

1) Hak dan kewajiban antara suami istri

Hak dan kewajiban antara suami istri timbul dari ikatan

perkawinan yang mereka lakukan. Hak dan kewajiban ini diatur

dalam beberapa peraturan perundang-undangan, yaitu sebagai

berikut:

a. UU No. 1 Tahun 1974

Dalam UU perkawinan materi tentang hak dan kewajiban

merujuk pada hukum islam yang mengandung persamaan

hak dan kewajiban antara suami dan istri. Adapun hak dan

kewajiban antara suami istri adalah sebagai berikut :

i. Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk

menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi

dasar dari susunan masyarakat.

ii. Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk

menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi

dasar dari susunan masyarakat.

iii. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan

perbuatan hukum. (Pasal 31 ayat 2)


iv. Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah

tangga. (Pasal 31 ayat 3)

v. Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang

tetap,yang ditentukan bersama. (Pasal 31 ayat 4 dan

Pasal 32 ayat 1)

vi. Suami istri wajib saling mencintai , hormat-

menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin

yang satu dengan yang lain. (Pasal 33)

vii. Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan

segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga

sesuai dengan kemampuannya. (Pasal 34 ayat 1)

viii. Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-

baiknya. (Pasal 31 ayat 2)

ix. Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya

masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada

Pengadilan ( Pasal 31 ayat 3)

C. Vermogens recht (Harta kekayaan)

segala benda baik berwujud maupun tidak berwujud, benda bergerak

maupun tidak bergerak yang memiliki nilai ekonomi maupun nilai estetis,

yang diakui serta dilindungi oleh hukum serta dapat dialihkan

kepemilikannya pada orang lain. Sehingga dalam sistem hukum harta

kekayaan perkawinan menurut KUH Perdata, Persatuan bulat dan utuh


harta kekayaan suami-istri merupakan akibat perkawinan yang paling luas

terhadap harta kekayaan mereka. Hal ini karena dari yang semula

merupakan harta masing-masing suami atau istri, sekarang menjadi harta

bersama, dan tidak diperlukan penyerahan, balik nama atau perbuatan

hukum lainnya. Sifat persatuan dalam Persatuan bulat ini, memiliki arti

bersama terikat (gebonden mede eigendom), yaitu suatu bentuk milik

bersama dimana suami-istri secara bersama-sama menjadi pemilik harta

persatuan perkawinan. Hal ini berbeda dengan milik bersama bebas (vrije

mede eigendom). Yaitu beberapa orang secara bersama-sama menjadi

pemilik suatu barang.Persatuan harta kekayaan perkawinan secara bulat

dan utuh meliputi segala laba (aktiva) dan beban-beban (pasiva) yang

dibawa dalam perkawinan maupun yang diperoleh sepanjang perkawinan.

Segala laba (aktiva) dalam persatuan bulat dan utuh harta kekayaan suami-

istri berupa harta kekayaan suami dan istri baik yang bergerak maupun

yang tidak bergerak,  baik yang dibawa dalam perkawinan maupun yang

akan diperoleh sepanjang perkawinan, dan harta yang diperoleh Cuma-

Cuma, serta segala pendapatan maupun segala keuntungan yang diperoleh

sepanjang perkawinan (Pasal 120 KUH Perdata). Sedangkan yang

dimaksud dengan beban-beban (pasiva) adalah segala hutang suami dan

istri masing-masing yang dibuat sebelum dan sepanjang perkawinan, dan

kerugian yang diderita sepanjang perkawinan. (Pasal 121 KUH Perdata).

Pada persatuan bulat dan utuh harta kekayaan suami-istri, tetap

dimungkinkan adanya harta pribadi suami atau istri. Harta ini diperoleh
dengan cuma-cuma dengan ketentuan pewaris atau penghibah dalam

memberikan benda-benda tersebut memberikan syarat bahwa benda-benda

tersebut tidak masuk dalam persatuan. Dengan demikian meskipun ada

persatuan bulat dan utuh, dimungkinkan

1. Pengaturan Harta Kekayaan

Sistematika hukum perdata terdiri atas 4 buku dimana buku I mengatur

tentang orang, buku II mengatur tentang benda, buku III mengatur tentang

perikatan dan buku IV mengatur tentang daluwarsa. Hukum harta

kekayaan terletak pada buku II dan buku III KUHPerdata.

Pembidangan harta kekayaan mengatur tentang objek dari harta kekayaan

serta hubungannya dengan orang atau subjeknya. Hubungan tersebut akan

melahirkan sejumlah hak-hak atas kebendaan. Jadi dalam hukum harta

kekayaan dimuat aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan yang mengatur

tentang kebendaan serta hubungan hukum yang bersifat kebendaan yaitu

perikatan. Seperti perjanjian jual beli, perjanjian sewa-menyewa dan lain-

lain. Namun, perlu juga kita ketahui bahwa dengan keluarnya UU No. 5

Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria mencabut

ketentuan buku II KUHPerdata sepanjang mengenai bumi, air, serta

kekayaan alam yang terkandung terkandung di dalamnya. Dan masih

banyak lagi undang-undang yang mengatur harta kekayaan khusus untuk

harta kekayaan intelektual.

2. Fungsi harta kekayaan


Berikut ini akan dijelaskan secara ringkas tentang fungsi daripada harta

kekayaan yaitu:

i. Harta Kekayaan Sebagai Jaminan Hutang

Harta kekayaan dapat dijadikan sebagai jaminan hutang kepada

orang lain. Jaminan hutang-hutang atas benda bergerak diatur

secara umum dalam gadai. Gadai diatur dalam buku II

KUHPerdata yang terdapat dalam BAB XX. Gadai adalah suatu

hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak,

yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh orang

lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada

siberpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut

secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya,

dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan

biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah

barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.

Hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang-piutang

bawa diletakkan dengan membawa barang gadainya dibawah

kekuasaan siberpiutang atau seorang pihak ketiga, tentang siapa

telah disetujui oleh kedua belah pihak. Gadai tersebut dianggap

tidak sah apabila segala benda yang digadaikan tetap berada di

tangan siberutang atau sipemberi gadai, ataupun yang kembali atas

kemauan siberpiutang. Hak gadai hapus apabila barang  tersebut

hilang dari tangan penerima gadai atau dicuri orang lain, maka
sipemberi gadai berhak untuk menuntut ganti rugi atas hilangnya

barang tersebut.

Pengaturan benda tidak bergerak dijadikan jaminan hutang-hutang

diatur secara umum dalam hipotik. Hipotik adalah  suatu hak

kebendaan atas benda-benda bergerak. Untuk mengambil

penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu utang. Hak tersebut

pada hakikatnya tidak dapat dibagi-bagi dan terletak di atas semua

benda tak bergerak yang diikatkan dalam keseluruhannya, diatas

masing-masing dari benda-benda tersebut dan diatas tiap-tiap

bagiannya. Benda-benda itu tetap dibebani dengan hak tersebut, di

dalam tangannya siapaun ia berpindah, yang dapat dibebani dengan

hipotik hanyalah :

- Benda-benda tak bergerak yang dapat dipindahtangankan,

beserta segala perlengkapannya, sekadar yang terakhir ini

dianggap sebagai benda tak bergerak

- Hak pakai hasil atas benda-benda tersebut beserta segala

perlengkapannya.

- Hak numpang karang dan hak usaha

- Bunga tanah, baik yang harus dibayar dengan uang maupun

yang harus dibayar dengan hasil tanah dalam wujudnya.

- Bunga sepersepuluh

- Pasar-pasar yang diakui oleh pemerintah, beserta hak-hak

istimewa yang melekat padanya.


ii. Harta kekayaan sebagai warisan

Dalam KUHPerdata, hukum waris diatur di dalam buku II.

Penempatan ini didasarkan pada kenyataan bahwa dalam hukum

waris ada unsur harta benda, meskipun tidak boleh dilupakan

bahwa unsur hukum waris itu tidak hanya benda tetapi juga harus

ada pewaris dan ahli waris yang pengturannya terdapat dalam

hukum orang. Inilah sebabnya mengapa sistematika hukum perdata

menurut ilmu pengetahuan mengatur hukum waris itu secara

tersendiri.

Pasal 830 KUHPerdata menentukan, pewarisan hanya berlangsung

karena kematian, Pasal 833 menentukan sekalipun ahli waris

dengan sendiri karena hukum memperoleh hak milik atas segala

barang, segala hak dan segala piutang si yang meinggal.

Pada dasarnya pewaris sebagai pemilik harta mempunyai hak

mutlak, untuk mengatur apa saja yang dikehendakinya. Akan tetapi

kebebasan ini dapat membawa kerugian kepada ahli waris, oleh

karenanya pembentuk undang-undang menetapkan kelompok ahli

waris yang mempunyai hak mutlak atas harta peninggalan dengan

diberikannya legitime portie yaitu bagian dari harta kekayaan yang

harus diberikan kepada ahli waris ate intestato. Pengalihan harta

waris berdasarkan testamen tergantung kepada ada tidaknya harta


yang masih tersedia setelah bagian legitime portie para ahli waris

sudah terpenuhi lebih dahulu.

D. Erf recht (Hukum Waris)

Hukum waris ( erfrecht ) yaitu seperangkat norma atau aturan yang


mengatur mengenai berpindahnya atau beralihnya hak dan kewajiban
( harta kekayaan ) dari orang yang meninggal dunia ( pewaris ) kepada
orang yang masih hidup ( ahli waris) yang berhak menerimanya. Atau
dengan kata lain, hukum waris yaitu peraturan yang mengatur perpindahan
harta kekayaan orang yang meninggal dunia kepada satu atau beberapa
orang lain.
Menurut Mr. A. Pitlo, hukum waris yaitu suatu rangkaian ketentuan –
ketentuan, di mana, berhubung dengan meninggalnya seorang, akibat-
akibatnya di dalam bidang kebendaan, diatur, yaitu : akibat dari beralihnya
harta peninggalan dari seorang yang meninggal, kepada ahli waris, baik di
dalam hubungannya antara mereka sendiri, maupun dengan pihak ketiga.

1. Asas kewarisan

Dalam hukum waris menurut BW memiliki asas-asas antara lain :

a. Hanyalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam

lapangan hukum kekayaan harta benda saja yang dapat

diwariskan.

b. Apabila seseorang meninggal, maka seketika itu juga segala

hak dan kewajibannya beralih pada ahli warisnya.

Menurut Pasal 830 BW diseutkan adanya asaa kematian artinya hanya karena

kematian kewarisan dapat tejadi. Selanjutnya dalam hukum waris BW dikenal 3


(tiga) sifat yang dianut, antara lain:

- Sifat individual adalah suatu asas dimana yang menjadi ahli

waris adalah perorangan bukan kelompok ahli, waris dan

kelompok klan, suku atau keluarga.

- Sifat bilateral artinya bahwa seseorang tidak hanya mewarisi

dari bapak saja, tetapi juga dari ibu, demikian juga saudara

laki-laki mewarisi dari saudara laki-lakinya, mapun saudara

perempuan.

- Sifat perderajatan artinya ahli waris yang derajatnya dekat

denga si pewaris menutup ahli waris yang lebih jauh

derajatnya, maka untuk mempermudah perhintungan diadakan

penggolongan-penggolongan ahli waris.

2. Prinsip kewarisan

Prinsip pewarisan menurut KUHPerdata adalah hubungan darah. Yang

berhak mewaris adalah yang punya hubungan darah, kecuali suami/isteri

pewaris (lihat Pasal 832 KUHPerdata).

Sedangkan, yang berhak mewaris menurut hukum Islam berdasarkan Pasal

171 huruf c Kompilasi Hukum Islam, yaitu mereka yang :

a. Mempunyai hubungan darah dengan pewaris

b. Mempunyai hubungan perkawinan

c. Beragama islam

d. Tidak dilarang undang-undang selaku ahli waris


Dengan demikian berdasarkan uraian di atas, Anda tidak berhak mewarisi

harta peninggalan dari almarhum ibu tiri Anda, namun demikian, Anda berhak

untuk mewarisi harta peninggalan ayah kandung Anda jika beliau meninggal

dunia.Sedangkan, jika ayah kandung dan ibu tiri sama-sama meninggal dunia,

maka ada 2 orang pewaris. Dalam terjadi hal tersebut, maka harus ditetapkan

siapa meninggal dunia terlebih dahulu. Karena perhitungan waris terjadi pada saat

warisan terbuka; yaitu pada saat pewaris tersebut meninggal dunia. Yang

meninggal kemudian merupakan ahli waris dari yang meninggal terlebih dahulu.

Kecuali ayah kandung dan ibu tiri Anda tersebut meninggal secara bersama-sama,

maka antara keduanya tidak saling mewaris.

3. Unsur kewarisan

Di dalam membicarakan hukum waris maka ada 3 hal yang perlu

mendapat perhatian, di mana ketiga hal ini merupakan unsur – unsur

pewarisan :

1) Orang yang meninggal dunia / Pewaria / Erflater

Pewaris ialah orang yang meninggal dunia dengan meningalkan

hak dan kewajiban kepada orang lain yang berhak menerimanya.

Menurut pasal 830 BW, pewarisan hanya berlangsung karena

kematian. Menurut ketentuan pasal 874 BW, segala harta

peninggalan seorang yang meninggal dunia adalah kepunyaan

sekalian ahli warisnya menurut undang – undang sekedar terhadap


itu dengan surat wasiat tidak telah diambil setelah ketetapan yang

sah. Dengan demikian, menurut BW ada dua macam waris :

Hukum waris yang disebut pertama, dinamakan Hukum Waris ab

intestato (tanpa wasiat). Hukum waris yang kedua disebut Hukum

Waris Wasiat atau testamentair erfrecht.

2) Ahli waris yang berhak menerima harta kekayaan itu / Erfgenaam

Ahli waris yaitu orang yang masih hidup yang oleh hukum diberi

hak untuk menerima hak dan kewajiban yang ditinggal oleh

pewaris. Lalu, bagaiman dengan bayi yang ada dalam kandungan ?.

Menurut pasal 2 BW, anak yang ada dalam kandungan dianggap

sebagai telah dilahirkan bilamanakeperluan si anak menghendaki.

Jadi, dengan demikian seorang anak yang ada dalam kandungan,

walaupun belum lahir dapat mewarisi karena dalam pasal ini

hukum membuat fiksi seakan – akan anak sudah dilahirkan.

4.    Mewaris Berdasarkan UU dan Wasiat

I. Mewarisi berdasarkan undang-undang

a. Atas Dasar Kedudukan Sendiri

 Golongan I (Pasal 852 – 852 a KUHPer) :  Adalah

Suami/isteri dan semua anak  serta keturunannya

dalam garis lurus kebawah

 Golongan II (Pasal 855 KUHPer)  : Orangtua dan


saudara – saudara pewaris

 Golongan IV (Pasal 858 s.d 861 KUHPer)  : 

Kerabat pewaris dalam garis menyamping sampai

derajat keenam

b. Berdasarkan penggantian

Syarat penggantian : orang yang digantikan telah

meninggal terlebih dahulu dari pewaris. Macam – macam

penggantian :

 Dalam garis lencang kebawah tanpa batas (Pasal

842 KUHPer)

 Dalam garis menyamping ; saudara digantikan anak

– anaknya (Pasal 844 KUHPer)

 Penggantian dalam garis ke samping dalam hal ini

yang tampil adalah anggota keluarga yang lebih

jauh tingkat hubungannya daripada saudara,

misalnya paman, bibi atau keponakan

5. Mewaris berdasarkan Testamen (Wasiat)

Di dalam KUHPerdata mengenal peraturan wasiat ini dengan nama

Testament.Pasal 875 BW mengartikan surat wasiat adalah suatu akta yang

memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan

terjadi setelah ia meninggal dunia dan dapat dicabut kembali.


Untuk kata wasiat dapat juga dipergunakan “ amanat terakhir “ dalam arti

apa yang dikehendakinya akan berlaku sesudah dia meninggal dunia sesuai

dengan apa yang dia tetapkan.

Salah satu ciri dan sifat yang terpenting dan khas dalam surat wasiat yaitu

surat – surat wasiat selalu dapat ditarik kembali oleh si pembuatnya, hal

ini disebabkan tindakan membuat surat wasiat adalah merupakan

perbuatan hukum yang sifatnya sangat pribadi. Hal ini berarti bahwa

perbuatan ini tidak dapat disuruh ia lakukan oleh seseorang wakil. Arti

Testamen (Pasal 875 KUHPer), suatu akta yang memuat tentang apa yang

dikehendaki terhadap harta setelah ia meninggal dunia dan dapat dicabut

kembali.

Unsur – Unsur Testament :

 Akta

 Pernyataan kehendak

 Apa yang akan terjadi setelah ia meninggal terhadap akta

 Dapat dicabut kembali

Syarat membuat testament

 Dewasa

 Akal sehat

 Tidak terdapat pengampuan

 Tidak ada unsur paksaan, kekhilafan, kekeliruan

 Isi harus jelas

Isi Testament
 Erfstelling (Pasal 954 KUHPer) Testamentair erfgenaam

 Legaat (Pasal 957 KUHPer) Legetaris

 Codicil (tidak berhubungan dengan harta)

6. Pengelolaan Ahli Waris

Ahli waris adalah sekumpulan orang atau seorang atau individu atau

kerabat-kerabat atau keluarga yang ada hubungan keluarga dengan

simeninggal dunia dan berhak mewarisi atau menerima harta peninggalan

yang ditinggal mati oleh seseorang (pewaris). Menurut Pasal 832 pasal ini

mengandung prinsip dalam hukum waris ab intestate yaitu ysng berhak

mewarisi adalah:

Keluarga sedarah dan istri (suami) yang hidup, dan jika semuanya ini tidak

ada, maka yang berhak mewarisi ialah negara. Mengenai keluarga sedarah

dan istri (suami) yang hidup paling lama, dapat diadakan 4 golongan yaitu:

1) Anak, atau keturunanya dan janda atau duda

2)   Orang tua (bapak atau ibu), saudara-saudara atau keturunannya.

3)   Orang tua (bapak atau ibu), saudara-saudara atau keturunannya.

4) Sanak keluarga di dalam garis ke samping sampai tingkat ke-6.

Kalau semuanya itu tidak ada, maka negara menjadi waris. Pasal-pasal yang

berikut ini menetapkna jumlah jumlah bagian warisan bagi tiap-tiap golongan :

I. Golongan 1, Pasal  852:

Seorang anak biarpun dari perkawinan yang berlain-lainan atau

waktu kelahiran, laki atau perempuan mengandung bagian yang


sama

II. Golongan 2, Pasal 854 :

Jika golongan 1 tidak ada, maka yang berhak mewaris ialah bapak,

ibu, dan saudara.

III. Golongan 3, Pasal 853 ayat 1:

Jika waris golongan 1 dan garis golongan 2 tidak ada , maka

warisan dibelah menjadi dua bagian yang sama.

IV. Golongan 4, Pasal 858 ayat 2

Kalau waris golongan 3 tidak ada maka bagian yang jatuh pada

tiap garis sebagai tersebut dalam 853 dan 858 ayat 2 , warisan jatuh

pada seorang waris yang terdekat pada tiap garis.

7. Bagian anak di luar nikah

Anak luar perkawinan, yaitu anak yang telah dilahirkan sebelum kedua

suami istri itu menikah atau anak yang diperoleh salah seorang dari suami

atau istri dengan orang lain sebelum mereka menikah. Anak luar

perkawinan ini terbagi atas :

1) Anak yang disahkan, yaitu anak yang dibuahkan atau dibenihkan di

luar perkawinan, dengan kemudian menikahnya bapak dan ibunya

akan menjadi sah, dengan pengakuan menurut undang – undang

oleh kedua orang tuanya itu sebelum pernikahan atau atau dengan

pengakuan dalam akte perkawinannya sendiri.

2) Anak yang diakui, yaitu dengan pengakuan terhadap seorang anak

di luar kawin, timbullah hubungan perdata antara si anak dan


bapak atau ibunya tau dengan kata lain, yaitu anak yang diakui

baik ibunya saja atau bapaknya saja atau kedua – duanya akan

memperoleh hubungan kekeluargaan dengan bapak atau ibu yang

mengakuinya. Pengakuan terhadap anak luar kawin dapat

dilakukan dalam akte kelahiran anak atau pada saat perkawinan

berlangsung atau dengan akta autentik atau dengan akta yang

dibuat oleh catatan sipil. Menurut pasal 693, hak waris anak yang

diakui; 1/3 bagian sekiranya ia sebagai anak sah, jika ia mewaris

bersama – sama dengan ahli waris golongan pertama, ½ dari harta

waris jika ia mewaris bersama – sama dengan golongan kedua, ¾

dari harta waris jika ia mewaris bersama dengan sanak saudara

dalam yang lebih jauh atau jika mewaris dengan ahli waris

golongan ketiga dan keempat, mendapat seluruh harta waris jika si

pewaris tidak meninggalkan ahli wari yang sah.

Jika anak diakui ini meninggal terlebih dahulu, maka anak dan

keturunannya yang sah berhak menuntut bagian yang diberikan

pada merka menurut pasal 863, 865.

3) Anak yang tidak dapat diakui, terdiri atas; anak zina ( anak yang

lahir dari orang laki – laki dan perempuan, sedangkan salah satu

dari mereka itu atau kedua – duanya berada dalam ikatan

perkawinan dengan orang lain ), anak sumbang ( anak yang lahir

dari orang laki – laki dan perempuan, sedangkan diantara mereka

terdapat larangan kawin atau tidak boleh kawin karena masih ada
hubungan kekerabatan yang dekat. Untuk kedua anak ini tidak

mendapatkan hak waris, mereka hanya mendapatkan nafkah

seperlunya.

Diakui Pasal 862 – 863 KUHPer :

a. Bersama golongan I ‘1/3 bagian anak sah

b.   Bersama golongan II : ½  harta peninggalan

c. Bersama golongan III : ¾ harta peninggalan

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Hukum perorangan badan pribadi memuat peraturan-peraturan hukum

yang mengatur tentang seseorang manusia sebagai pendukung hak dan

kewajiban (subyek hukum),tentang umur, kecakapan untuk melakukan

perbuatan hukum, tempat tinggal (domisili) dan sebagainya.

Istilah hukum keluarga berasal dari terjemahan kata  familierecht

(belanda) atau law of familie (inggris). Istilah keluarga dalam arti sempit

adalah suami, anak, dan istri. Sedangkan dalam arti luas keluarga berarti

sanak saudara atau anggota kerabat dekat. segala benda baik berwujud

maupun tidak berwujud, benda bergerak maupun tidak bergerak yang

memiliki nilai ekonomi maupun nilai estetis, yang diakui serta dilindungi
oleh hukum serta dapat dialihkan kepemilikannya pada orang lain.

Sehingga dalam sistem hukum harta kekayaan perkawinan menurut KUH

Perdata, Persatuan bulat dan utuh harta kekayaan suami-istri merupakan

akibat perkawinan yang paling luas terhadap harta kekayaan mereka.

Hukum waris ( erfrecht ) yaitu seperangkat norma atau aturan yang

mengatur mengenai berpindahnya atau beralihnya hak dan kewajiban

( harta kekayaan ) dari orang yang meninggal dunia ( pewaris ) kepada

orang yang masih hidup ( ahli waris) yang berhak menerimanya. Atau

dengan kata lain, hukum waris yaitu peraturan yang mengatur perpindahan

harta kekayaan orang yang meninggal dunia kepada satu atau beberapa

orang lain.

Anda mungkin juga menyukai