Anda di halaman 1dari 25

POKOK-POKOK HUKUM PERDATA

Prof. Subekti, S.H,.

I. HUKUM PERDATA DI INDONESIA

Hukum Perdata dalam arti luas meliputi semua hukum “Privat Materiil” yaitu segala
hukum pokok yang mengatur kepentingan perseorangan. Hukum Perdata merupakan
lawan Hukum Pidana dan dalam arti sempit sebagai lawan Hukum Dagang seperti dalam
UUDS Pasal 102.
Hukum Perdata di Indonesia ber-bhineka atau beraneka warna. Pertama berlainan dengan
warga negara yang meliputi :
a. Golongan Bangsa indonesia asli berlaku “Hukum Adat” yaitu hukum yang telah
berlaku dikalangan masyarakat, sebagian belum tertulis tetapi dalam tindakan dan
kehidupan sudah dipakai masyarakat dari sejak lama.
b. Golongan Warga Negara bukan asli yang berasal dari Tionghoa atau Eropa berlaku
Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(Wetbook van Koophandel) “bagi golongan Tionghoa mengenai Hukum Perdata ada
sedikit penyimpangan yaitu bagian 2 dan 3 dari titel IV buku 1 mengenai pernikahan
tidak berlaku bagi mereka, sedangkan untuk mereka berlaku pula “Burgerlijk Stand“
atau catatan sipil. Dan tidak berlaku perihal pengangkatan Anak “Adopsi“ bagi
mereka dalam Burgerlijk Wetboek.
Untuk golongan warga negara bukan asli yang bukan berasal dari Tionghoa atau Eropa
seperti Arab, India etc berlaku sebagian Burgerlijk Wetboek yaitu pada pokoknya hanya
bagian-bagian mengenai Hukum Kekayaan Harta Benda (vermogensrecht) jadi tidak yang
mengenai hukum kepribadian /hukum kekeluargaan (personen en familirecht).

Pedoman politik bagi pemerintah hindia-belanda terhadap hukum Indonesia dituliskan


dalam pasal 131 “Indischa Staatsregeling” yang sebelum itu ada pada pasal 75
Regelingsreglement yang terdiri dari beberapa pokok, diantaranya :
1. Hukum Perdata dan Dagang (Pidana, Acara Pidana Perdata) di letakan di Kitab
Undang-Undang yaitu dikodifisir.
2. Golongan bangsa eropa dianut Perundangan yang berlaku di negara Belanda (asas
korkondasi).
3. Golongan Bangsa Indonesia asli dan Timur asing (Tionghoa,Arab etc) jika kebutuhan
kemasyarakatan berlaku peraturan bangsa Eropa. Seutuhnya ataupun diperbolehkan
membuat peraturan baru dengan melihat aturan yang berlaku bagi mereka dan boleh
diadakan penyimpangan jika diminta oleh kepentingan umum dan kebutuhan
masyarakat (pasal 2).
4. Orang Indonesia asli dan Timur asing diperbolehkan menundukan diri “onderwerpen”
pada hukum yang berlaku untuk bangsa eropa jika belum ditundukan dibawah
peraturan yang sama dengan bangsa eropa. Penundukan ini dilakukan baik secara
umum maupun tertentu (pasal 4).
5. Sebelum hukum untuk bangsa indonesia di tulis dalam undang-undang, maka tetap
berlaku hukum yang berlaku “Hukum Adat“ (pasal 6).
II. SISTEMATIKA HUKUM PERDATA

Pembagian Hukum Perdata :


a. Hukum tentang diri seseorang
b. Hukum Kekeluargaan
c. Hukum Kekayaan, dan
d. Hukum warisan

Hukum tentang diri seseorang, memuat peraturan manusia sebagai subjek hukum,
peraturan mengenai kecakapan untuk memiliki hak dan kecakapan bertindak sendiri
untuk melakukan hak itu serta yang mempengaruhi hak tersebut.

Hukum Keluarga, mengatur perihal hubungan hukum yang timbul dari hukum
kekeluargaan, yaitu : perkawinan beserta hubungan dan lapangan hukum kekayaan antara
suami istri, orang tua-anak, perwalian-curatele.

Hukum Kekayaan, mengatur perihal hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang.
Sejumlah hak dan kewajiban seseorang yang dapat dinilai dengan uang. Hak kekayaan
terbagi atas hak yang berlaku terhadap setiap orang dinamakan hak mutlak, hak yang
berlaku terhadap seseorang atau para pihak dinamakan hak perseorangan. Hak mutlak
memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan.
Misal : hak seorang pengarang atas tulisannya, hak seseorang atas suatu pendapat.

Hukum Waris, mengatur hal ikhwat tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia
meninggal. Dapat dikatakan bahwa hukum waris mengatur akibat hubungan keluarga
terhadap harta peninggalan seseorang.

Sistematik yang dipakai di KUHPerdata terdiri atas 4 buku, diantaranya :


 Buku I, “Perorangan“ memuat hukum tentang diri seseorang dan Hukum
Keluarga. Karena hubungan keluarga berpengaruh besar terhadap kecakapan
seseorang untuk memiliki kecakapan menjalankan hak-haknya tersebut.
 Buku II, “Benda“ memuat hukum perbendaan dan Hukum Waris. Hukum Waris
dimasukan kedalam hukum kebendaan karena mengatur cara untuk memperoleh
benda tersebut, yaitu benda yang diperoleh dari harta yang ditinggalkan seseorang.
 Buku III, “Perikatan“ memuat hukum kekayaan mengenai hak dan kewajiban
yang berlaku untuk orang dan pihak tertentu.
 Buku IV, “Pembuktian dan Lewat Waktu (Daluarsa)“ memuat perihal alat
pembuktian dan akibat dari lewat batas terhadap suatu hubungan hukum. Daluarsa
termasuk kedalam hukum acara sehingga kurang tepat untuk diatur dalam B.W
karena terbagi atas formil dan materiil. Soal yang mengenai alat-alat pembuktian
terhitung bagian yang termasuk hukum acara materiil yang dapat diatur juga
dalam hukum perdata materiil.
III. PERIHAL ORANG DALAM HUKUM

Dalam Hukum, Perkataan Orang (persoon) dikatakan sebagai pembawa hak atau
subjek hukum dimulai saat ia lahir dan diakhiri saat meninggal dunia. Seseorang tidak
boleh dipaksakan untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu, jika ada suatu pekerjaan
dalam perjanjian yang harus dilakukan tetapi subjek hukum tidak mau mengerjakan maka
ia akan dikenakan hukuman untuk membayar penggantian kerugian. Suatu asas dalam
hukum perdata, bahwa semua kekayaan seseorang menjadi tanggungan untuk segala
kewajibannya dinamakan “Kematian Perdata“ yaitu hukuman yg menyatakan bahwa
seseorang tidak dapat memiliki suatu hak . Ini merupakan hukuman yang dicabut
sementara, misalnya : kekuasaan orang tua terhadap anaknya, kekuasaan bekerja pada
angkatan bersenjata etc.
Orang yang tidak cakap hukum, yaitu orang yang tidak dapat melakukan perbuatan
hukum secara sendiri atau harus didampingi wali/kurator. Yang dimaksud disini adalah
orang yang belum dewasa atau kurang umur yang ditaruh dibawah pengawasan
“curatele“.
Badan Hukum (rechtpersoon), suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki
hak dan kewajiban untuk melakukan perbuatan hukum, badah hukum ini memiliki
kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalulintas hukum dengan perantara pengurusnya, dapat
digugat dan menggugat dimuka Hakim. Misalnya : badan waqaf, perkumpulan dagang,
PT, N.
Setiap orang dalam hukum harus memiliki kedudukan di suatu alamat tertentu
(domicili). Seseorang dapat ikut ke dalam domisili orang lain seperti anak kepada orang
tua, istri kepada suami. Ada juga domicili yang dipilih berhubung dengan suatu urusan,
misalnya dua pihak dalam suatu kontrak memilih di kantor notaris atau kantor
kepaniteraan PN.
“Domisili Penghabisan”, seperti rumah duka dianggap penting untuk menentukan
hukum mana yang berlaku untuk mengatur warisan, hakim yang berkuasa mengadili, dan
berhubung dengan peraturan yang memperkenankan kepada orang-orang yang
dihutangkan untuk menggugat “seluruh ahli warisnya” dalam jangka waktu 6 bulan.

IV. HUKUM PERKAWINAN

Perkawinan, ialah pertalian yang sah antara seorang laki-laki dan perempuan untuk
waktu yang lama, dianggap sebagai hubungan keperdataan (ps 26 BW). Suatu
perkawinan yang memenuhi syarat yang ditetapkan dalam Undang-Undang Hukum
Perdata. Asas Hukum Perdata bahwa poligami dilarang dan jika dilanggar maka diancam
dengan pembatalan perkawinan (monogami).

Syarat Perkawinan :
1. Kedua belah pihak harus mencapai umur yang telah ditetapkan dalam Undang-
Undang masing-masing 19 tahun. Pengecualian jika ada alasan yang
mengharuskan untuk melakukan perkawinan maka orang tua/wali harus meminta
izin kepada pengadilan.
2. Harus ada persetujuan bebas diantara kedua belah pihak.
3. Untuk perempuan yang sudah melakukan pernikahan, harus lewat dari 300 hari
dari putusan perkawinan pertama.
Sebelum perkawinan dilangsungkan, maka :
1. Pemberitahuan (aangifte) tentang kehendak kawin kepada Pegawai Pencatatan
Sipil (aambtenaar burgerlijke stand).
2. Pengumuman (afkondiging), dilakukan pernikahan oleh pegawai tersebut.
Beberapa orang yang diberi kewenangan untuk mencegah atau menahan (stuiten)
dilangsungkan pernikahan :
a. Suami, istri atau anak dari suatu pihak yang hendak melangsungkan perkawinan
b. Orang tua kedua belah pihak
c. Jaksa (officier van justitie) diberikan hak untuk mencegah perkawinan yang sekiranya
akan melanggar larangan yang bersifat menjaga ketertiban umum.

Cara mencegah perkawinan itu ialah dengan memasukan perlawanan kepada hakim.
Pada asasnya seseorang yang hendak kawin harus menghadap sendiri ke muka Pegawai
Burgerlijk Stand dengan membawa dua orang saksi. Apabila ada suatu kekhilafan dalam
pernikahan salah satu pihak masih terikat pernikahan, maka perkawinan itu dapat di
batalkan oleh hakim atas tuntutan orang yang berkepentingan atau tuntutan jaksa tetapi
tidak bisa dianggap seolah tidak pernah terjadi pernikahan karena terlalu banyak
kepentingan dari berbagai pihak harus dilindungi, antara lain :
1. Jika sudah ada anak, maka kedudukan anak tersebut dianggap anak yang sah
2. Pihak yang berlaku jujur tetap memperoleh hak dari perkawinan tersebut
3. Pihak ketiga yang berlaku jujur tidak boleh di rugikan karena pembatalan
perkawinan tsb.
Pada asanya, perkawinan harus di buktikan dengan surat perkawinan.

1. Hak dan Kewajiban suami isteri


Perkawinan dianggap sebagai perkumpulan (echtveregining). Suami
ditetapkan sebagai kepala keluarga, suami juga mengurus kekayaan bersana termasuk
diperbolehkan mengurus kekayaan si istri dan menentukan tempat kediaman bersama.
Pengurusan kekayaan si istri harus dilakukan sebaik-baiknya (als een goed
huisvader) dan si istri dapat meminta pertanggungjawaban tentang pengurusan
tersebut. Pasal 105 ayat 5 B.W, suami tak diperbolehkan menjual atau menggadaikan
benda yang tak bergerak kepunyaan si istri dengan melampaui batas tanpa izin
(beheren).
Pasal 140, memungkinkan bagi si istri untuk membuat perjanjian sebelum
terjadinya pernikahan untuk melakukan perjanjian “Pemisahan Kekayaan“
(scheiding van goederen) maka si iatri dapat memperoleh haknya untuk mengurus
sendiri kekayaannya.
Pasal 31 (1), bahwa suami istri masing-masing berhak melakukan perbuatan
hukum. Akibat lain dari Perkawinan :
1. Anak yang lahir dari perkawinan adalah anak sah (wettig).
2. Suami menjadi ahli waris istri, begitupun sebaliknya.
3. Dilarang melakukan jual beli antara suami dan istri
4. Tidak diperbolehkan melakukan perjanjian perburuhan
5. Pemberian benda atas nama tak diperbolehkan
6. Tidak boleh menjadi saksi atas suatu perkara antar pasangan
7. Suami tak dapat dituntut tentang beberapa kejahatan, begitupun sebaliknya.

2. Pencampuran Kekayaan
Sejak mulai perkawinan, terjadi pencampuran kekayaan suami dan istri
(algehele gameenschaap van goederen) mengenai seluruh activa dan passiva yang
dibawa oleh masing-masing pihak kedalam perkawinan maupun yang diperoleh di
kemudian hari jika tidak melakukan perjanjian apapun, hal ini tidak dapat dirubah dan
berlangsung seterusnya. Perjanjian Perkawinan (huwelijksvoorwaarden) harus di
adakan sebelum terjadinya pernikahan dan dibuat di hadapan notaris.
Apabila suami melakukan pengurusan yang sangat buruk (wanbeheer) maka si
istri dapat meminta pemisahan kekayaan. Ia juga diberikan hak untuk melepaskan hak
atas kekayaan bersama jika terjadi perceraian (afstand doen van de gemeenschap)
tindakan ini dimaksudkan untuk menghindarkan diri dari penagihan hutang bersama.
Pasal 140 ayat 3, mengizinkan untuk memperjanjikan di dalam perjanjian
perkawinan bahwa suami tak diperbolehkan menjual atau menggadaikan benda atas
nama yang jatuh dalam gemeenschap dari pihak istri tanpa seizin istri. Jika suami
dengan suatu kuasa khusus mengusahakan isterinya untuk bertindak atas nama
gemeenschap, dan suami dapat mencabut perizinan yang dianggap telah ia berikan
(veronderstelde machtiging) mengenai pembelian rumah tangga dan mengenai
pekerjaannya sendiri (eigen beroep) dari istri, pencabutan ini harus di umumkan.
Misal : suami memberikan kuasa kepada istri untuk menjual asset, tetapi berubah
fikiran maka suami dapat mencabut kuasanya tersebut.

Gemeenschap berakhir dengan berakhirnya perkawinan, yaitu :


1. Matinya salah satu pihak
2. Perceraian
3. Perkawinan baru si istri setelah mendapat izin dari hakim, yaitu apabila suami
bepergian selama 10 tahun lamanya tanpa diketahui alamatnya.
Juga karena :
1. Diadakan “pemisahan kekayaan“ dan
2. Perpisahan meja dan tempat tidur.

Apabila salah satu meninggal dan masih ada anak di bawah umur, maka salah satu
diantaranya dalam waktu 3 bulan wajib membuat suatu pencatatan tentang kekayaan
bersama yang dilakukan secara autentik maupun dibawah tangan. Hal ini bertujuan
untuk melindungi anak di bawah umur atas kekayaan orang tuanya yaitu
“voortgezette gemeenschap” kekayaan bersama yang tadinya ada antara suami dan
istri berlangsung terus antara orang tua yang ditinggalkan dengan anak anaknya yang
masih dibawah umur.

Pertanggungjawaban terhadap hutang gemeenschap setelah gemeenschap di


hapuskan :
a. Masing-masing bertanggungjawab atas hutang yang telah dibuatnya
b. Suami masih dapat dituntut atas hutang yang dibuat oleh istrinya
c. Si istri dapat dituntut setengah dari hutang yang dibuat suaminya
d. Sehabis diadakan pembagian, tak dapat lagi dituntut atas hutang yang dibuat
sebelum perkawinan.

3. Perjanjian Perkawinan
Jika seseorang yang akan menjalankan perkawinan mempunyai benda yang
berharga atau mengharapkan memperoleh kekayaan, misal suatu warisan maka dapat
di adakan Perjanjian Perkawinan (huwelijksvoorwarden) yang harus dibuat sebelum
dilangsungkan pernikahan di hadapan notaris asal tidak bertentangan dengan Undang-
Undang dan ketertiban umum.
Perjanjian Perkawinan (Beperkte Gemeenschap), antara lain :
a. Percampuran laba rugi (gemeenschap van wints en verlies),bahwa masing-
masing pihak tetap akan memiliki benda bawaannya beserta benda yang jatuh
padanya selama perkawinan (pemberian/warisan). Sedangkan semua harta atau
hutang yang berlangsung setelah adanya pernikahan ditanggung bersama. (ps
157)
b. Percampuran Penghasilan (gemeenschap van vruchten en inkomsten), orang
mengadakan hal ini karena biasanya hutang itu dibuat oleh suami, jangan sampai
si istri menderita rugi atau dituntut atas hutang yang diperbuat oleh suaminya.

Jika seseorang yang belum dewasa melangsungkan perjanjian pernikahan maka harus mendapat
izin dari orang tua pada saat pembuatan perjanjian pernikahan sampai penutupan perjanjian, jika
belum penutupan perjanjian si anak masih di bawah umur dan orang tua meninggal, maka
perjanjian tersebut batal dan harus dibuat kembali dihadapan notaris.

Kapan Perjanjian Mulai Berlaku ?


Perjanjian mulai berlaku pada saat pernikahan ditutup di hadapan Pegawai negeri
sipil dan berlaku terhadap pihak ketiga sejak hari pendaftaran di Kepaniteraan
Pengadilan Negeri dan pernikahan tersebut dilangsungkan.

Larangan umum yang berlaku bagi tiap perjanjian agar memasukan pasal yang
melanggar ketertiban umum dan kesusilaan, diantaranya :
a. Maritale macht, perjanjian yang menghapuskan kekuasaan suami sebagai kepala
rumah tangga.
b. Ouderlijk macht, perjanjian yang menghilangkan hak seorang ayah atau
menghilangkan hak suami/istri yang ditinggal mati.
c. Larangan untuk membuat perjanjian bahwa suami akan memikul suatu bagian
yang lebih besar dalam activa daripada bagiannya dalam passiva. Maksudnya
jangan sampai antara suami dan istri menguntungkan diri untuk kerugian
pihak ketiga.

Bagaimana cara membuktikan benda tidak atas nama ?


Benda tersebut harus di cantumkan dalam perjanjian tersendiri atau dalam suatu daftar
tersendiri yang dibuat oleh notaris, ditandatangani oleh kedua belah pihak dan
dilampirkan dalam (minuut) surat perjanjian.

Bagaimana jika terjadi perkawinan kedua ?


Pada asasnya, bagi perkawinan kedua, ketiga dan seterusnya berlaku peraturan yang
sama. Tetapi undang-undang memberikan peraturan untuk melindungi anak yang
berasal dari pernikahan pertama. 4 macam kemungkinan memperoleh kekayaan dari
perkawinan, yaitu :

Pencampuran kekayaan sebagai akibat perkawinan “boedel menging”.


a. Menerima pemberian suami
b. Mendapat warisan
c. Menerima pemberian dalam suatu wasiat.
d. Tetapi dilakukan pembatasan atas perolehan kekayaan tersebut yaitu, adanya
aturan bahwa suami/istri kedua tidak boleh mendapatkan keuntungan yang
melebihi bagian seorang anak dengan ketentuan bahwa bagian itu tak dapat
melebihi seperempat kekayaan orang yang melakukan perkawinan itu.
4. Perceraian
Perceraian, ialah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim, atau tuntutan
salah satu pihak dalam perkawinan. Perkawinan hapus, jikalau salah satu pihak
meninggal atau salah satu pihak menikah kembali atas izin hakim akhirnya
pernikahan dapat dihapuskan dengan perceraian. Undang-undang tidak
memperbolehkan perceraian atas kesepakatan kedua belah pihak tanpa ada alasan
yang sah, Alasan perceraian yang sah, antara lain :
a. Zina (overspel)
b. Ditinggalkan dengan sengaja (kwaadwillige verlating)
c. Penghukuman yang melebihi 5 tahun karena melakukan suatu kejahatan
d. Penganiayaan berat atau membahayakan jiwa (Pasal 209 B.W)

Ada 2 alasan tambahan, diantaranya :


e. Cacat badan/ penyakit yang mengakibatkan tidak dapat melaksanakan kewajiban
sebagai seorang suami/istri.
f. Terus menerus terjadi perselisihan/pertengkatan dan tidak memiliki harapan
untuk hidup rukun.

Tuntutan untuk mendapatkan perceraian diajukan kepada hakim secara gugat biasa
dalam perkara perdata, tetapi harus meminta izin kepada Ketua Pengadilan Negeri
untuk menggugat. Sebelum izin diberikan maka hakim wajib mendamaikan kedua
belah pihak (verzoenings comparitie). Gemeenschap hapus karena adanya perceraian
(scheiding endeling) jika ada perjanjian pernikahan maka harta akan dibagi
berdasarkan perjanjian tersebut. Tetapi apabila tidak ada perjanjian, maka adanya
“Tunjangan Nafkah“ yang harus dibayar suami di waktu tertentu, tunjangan ini
dapat diajukan bersama dengan gugatan perceraian.

Jika seorang janda menikah lagi, ia kehilangan haknya untuk mendapat tunjangan dari mantan
suaminya.

Perceraian memiliki akibat hukum, bahwa kekuasaan orangtua (ouderlijke macht)


berubah menjadi perwalian (voodig) maka harus diatur untuk pengaturan anak
dibawah umur.

5. Perpisahan Meja dan Tempat Tidur

Bagi sepasang suami istri yang karena agama atau keyakinannya tidak dapat
melakukan perceraian maka dapat melakukan perpisahan meja dan tempat tidur.
Perpisahan ini tidak mengharuskan adanya alasan seperti yang terjadi pada perceraian,
tetapi ada juga alasan yang dinamakan “perbuatan yang melewati batas“
(buitensporigheden) sedangkan penghinaan atau penganiayaan berat merupakan
alasan untuk meminta perpisahan ini.
Perpisahan meja dan tempat tidur ini memiliki kesempatan untuk dapat
berdamai kembali dan suami/istri masih ada dalam pertalian pernikahan. Akibat
hukum dari perpisahan ini yaitu suami istri dibebaskan dari kewajibannya untuk
tinggal bersama dan dengan sendirinya membawa pemisahan kekayaan, tetapi tidak
berakibat hapusnya kekuasaan mereka sebagai orang tua (ouderlijke macht).

Apabila 5 tahun belum ada perdamaian antara kedua belah pihak, maka masing-masing pihak
dapat mengajukan perceraian kepada hakim. Putusan perceraian harus di daftarkan pada pegawai
pencatatan sipil di tempat perkawinan itu di langsungkan.
6. Pemisahan Kekayaan

Pemisahan Kekayaan yang dapat diminta istri, diantaranya :


1. Apabila kalakuan suami tidak baik, mengorbankan kekayaan bersama, dan
membahayakan keselamatan keluarga.
2. Apabila suami melakukan pengurusan yang buruk terhadap kekayaan istri,
sehingga timbul kekhawatiran kekayaan tersebut akan habis
3. Apabila suami mengobralkan kekayaan sendiri, hingga istri kehilangan
tanggungan

Gugatan untuk mendapatkan pemisahan kekayaan harus diumumkan sebelum


diperiksa dan diputus oleh hakim, putusan hakim harus pula di umumkan. Hal ini
dilakukan untuk menjaga kepentingan pihak ketiga terutama orang yang mempunyai
piutang kepada suami. Selain pemisahan kekayaan, putusan hakim ini istri dapat
menerima kembali haknya untuk mengurus kekayaannya sendiri dan berhak
menggunakan penghasilannya sendiri. Pemisahan harta kekayaan dapat diakhiri atas
persetujuan kedua belah pihak yang tertuang dalam akte notaris.

BAB 2
HUKUM KELUARGA
A. Keturunan
Seorang anak sah (wetting kind) ialah anak yang dianggap lahir dari perkawinan yang
sah antara ayah dan ibunya. Seorang anak yang lahir 300 hari setelah perkawinan
orang tuanya dihapuskan, adalah anak tidak sah.
Seorang ayah dapat menyangkal anaknya, jika :
a. seorang anak dilahirkan sebelumnya lewat 180 hari setelah hari pernikahan orang
tuanya maka ayahnya berhak menyangkal sahnya anak itu.
b. Jika seorang anak lahir karena perzinahan istrinya dengan laki-laki lain, dalam
waktu 180 – 300 hari sebelum kelahiran anak itu.

Anak yang lahir diluar pernikahan ayah dan ibunya (natuurlijk kind) ia dapat
diakui atau tidak di akui oleh ayah dan ibunya. Dengan adanya “pengakuan”
(erkenning) lahir suatu pertalian kekeluargaan dengan akibatnya (termasuk hukum
waris). Tetapi, hubungan kekeluargaan antara anak dengan keluarga ayah dan
keluarga ibu yang mengakuinya harus di adakan “pengesahan” (wettiging). Untuk
pengesahan ini diperlukan pengakuan yang sah dari kedua orang tuanya. Jika kedua
orang tua yang telah kawin belum mengakui anaknya yang lahir sebelum pernikahan,
pengesahan tersebut hanya akan dilakukan dengan surat-surat pernikahan (brieven fan
wettiging).

Undang-undang tidak memperbolehkan pengakuan terhadap anak yang dilahirkan dari


perbuatan zina (ovespel) yang dilahirkan dari hubungan yang dilarang kawin satu
sama lain.
B. Kekuasaan Orang tua
Seorang anak yang sah sampai pada waktu dewasa atau menikah berada pada
kekuasaan orang tuanya selama orangtuanya terikat pernikahan, dan berakhir saat
anak tersebut menikah. Ada kemungkinan orang tua dibebaskan dari kekuasaan
(onheven) atau di cabut oleh hakim (ontzet) karena sesuatu alasan.
Orang tua memiliki “vruchtgenot” atas benda atau kekayaan anaknya yang
belum dewasa yaitu menikmati hasil atau kekayaan dari benda atau kekayaan
anaknya. Tetapi ia wajib meenjaga dan biaya pemeliharaan juga Pendidikan dianggap
sebai imbalan dari “vruchgenot” tsb.
Orang yang melakukan kekuasaan orang tua dapat dibebaskan dari kekuasaan
tersebut (ontheven) dengan alasan tidak cakap (ongeschikt) atau tidak mampu
(onmactig) untuk melakukan kewajiban mengurus anak tersebut. Dapat pula
dilakukan pemecatan oleh hakim jika orang tua tersebut salah mempergunakan atau
melalaikan kewajibannya sebagai orang tua, berkelakuan buruk, dihukum karena
suatu kejahatan atau dihukum penjara selama 2 tahun atau berlainan.

C. Perwalian (voogdij)
Pengawasan terhadap anak dibawah umur, yang tidak berada dibawah kekuasaan
orangtua serta pengurusan benda atau kekayaan anak tersebut diatur undang-
undang. Anak yang berada di bawah perwalian, yaitu :
a. Anak sah yang kedua orangtuanya sudah dicabut kekuasaannya
b. Anak sah yang orangtuanya telah bercerai
c. Anak yang lahir diluar perkawinan (natuutlijke kind)
Jika salah satu orang tua meninggal, salah satunya menjadi walinya yang dinamakan
perwalian menurut undang-undang (wettelijke voogdij). Jika anak yang tidak
memiliki orang tua dan wali maka akan diangkat wali berdasarkan kepentingan dan
jabatannya (datieve voogdij). Ada pula kemungkinan seorang ayah atau ibu
mengangkat wali untuk anaknya dalam surat wasiat (testamentaire voogdij).

D. Pendewasaan (handlichting)
Suatu pertanyaan tentang seseorang yang belum mencapai usia dewasa sepenuhnya
atau hanya untuk beberapa hal saja dipersamakan dengan orang dewasa.

BAB 3
HUKUM BENDA
Benda “zaak“ ialah segala sesuatu yang dapat dihaki seseorang. Penghasilan
(vruchten) dibagi menjadi 2, diantaranya :
a. Penghasilan sendiri dari suatu benda (kuda beranak, pohon berbuah) “natuurlijke
vruchten“.
b. Hak untuk memungut penghasilan ( uang sewa atau bunga dari suatu modal)
“burgerlijke vruchten“
Undang-undang membagi benda dalam beberapa macam :
1. Benda yang dapat diganti (ex : uang), tak dapat diganti (ex : kuda)
2. Benda yang dapat diperdagangkan (barang), yang tidak dapat diperdagangkan
(lapangan umum)
3. Benda yang dapat dibagi (beras), yang tidak dapat dibagi (seekor kuda)
4. Benda bergerak (perabot rumah), tak bergerak (tanah)
Benda bergerak dan benda tak bergerak “onroerend“ mempunyai akibat hukum yang
penting. Benda tak bergerak karena sifatnya, karena tujuan pemakaiannya, dan karena
memang ditentukan oleh undang-undang. Misal : penagihan suatu benda. Adapun
benda tak begerak karena sifatnya ialah tanah, termasuk segala sesuatu baik langsung
ataupun tidak langsung, karena perbuatan alam atau manusia. Misal : rumah, pohon
buah yang ada dalam satu tanah pekarangan.

Banda bergerak karena sifatnya, misal : perabotan rumah tangga yang tergabung
dengan tanah dan rumah, surat sero, surat obligasi negara.
Benda yang bergerak : hak atas suatu tulisan, hak pendapatan ilmu pengetahuan.

1. Hak Kebendaan (zakelijk recht)


Ialah suatu hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda, yang
dapat dipertahankan terhadap setiap orang. Hak kebendaan memberikan
kekuasaan atas suatu benda sedangkan hak perseorangan memberikan suatu
tuntutan atau penagihan terhadap seseorang. Hak kebendaan dapat dipertahankan
terhadap tiap orang yang melanggar hak itu, sedangkan hak perseorangan hanya
dapat dipertahankan terhadap orang tertentu atau pihak tertentu. “actiones in
rem“ penuntutan kebendaan, “actiones in personam“ penuntutan perseorangan.
a. Bezit (hak kebendaan),
suatu keadaan lahir dimana seseorang menguasai benda seolah-olah
kepunyaannya sendiri, dilindungi oleh hukum, dan tidak mempermasalahkan
hak milik atas benda itu sebenarnya pada siapa. Bezit terdiri atas 2 anasir
yaitu kekuasaan atas benda dan kemauan untuk memiliki.

Bagaimana cara memperoleh bezit ?


Atas suatu benda yang bergerak, diperoleh dengan mengambil barang tersebut dari
tempatnya untuk memilikinya secara tegas.
Atas suatu benda tak begerak, dengan menduduki sebidang tanah selama satu tahun
terus menerus dan tidak ada suatu pihak yang mengganggunya dianggap sebagai
bezitter tanah itu (Pasal 545 B.W).
Pasal 539 B.W, orang yang sakit ingatan tidak dapat menerima bezit, tetapi anak
dibawah umur yang sudah menikah dapat menerima bezit.

Perolehan bezit atas suatu benda yang tak bergerak hanya dengan suatu pernyataan,
diantaranya :
1. Orang yang akan mengambil alih bezit itu, sudah memegang benda (houder),
misalnya penyewa, penyerahan bezit dinamakan “traditio brevu manu“ atau
“levering met de korte hand“.
2. Orang mengoperkan bezit berdasarkan suatu perjanjian tetapi diperbolehkan
memegang benda itu sebagai houder dinamakan “constitutum possessorium“.

Pasal 541 B.W, perolehan bezit yang mungkin karena warisan maka, segala sesuatu
yang merupakan bezit dari orang yang telah meninggal, berpindah sejak
meninggalnya orang tersebut kepada ahli warisnya beserta seluruh sifat dan
cacatnya.

Bezit atas suatu benda yang tidak bergerak memberikan hak sebagai berikut :
1. Seorang bezitter tidak dapat diusir secara langsung, harus digugat di muka hakim.
2. Jika bezitter jujur, ia berhak mendapatkan penghasilan dari semua benda yang di
kuasainya jika digugat di muka hakim, ia tak perlu mengembalikan
penghasilannya.
3. Bezitter dapat memperoleh hak milik atas benda yang di kuasainya karena lewat
waktu jika ia bezitter yang jujur.
4. Jika diganggu orang lain maka ia dapat memnta pada hakim untuk dipertahankan
atas kedudukannya sebagai beziter.

b. Eigendom
Hak yang paling sempurna atas suatu benda. Seseorang yang memiliki hak
eigendom dapat melakukan apasaja dengan benda tersebut (menjual,
menggadaikan, merusak, memberikan) asal tidak melanggar hak orang lain
dalam undang-undang.
Asas Kemasyarakatan, ”social functie” mengatakan bahwa hak eigendom
merupakan hak yang mutlak. Undang-Undang Pokok Agraria (UU No. 5
Tahun 1960) mengatakan bahwa asas kemasyarakatan hak milik itu
menyatakan bahwa hak atas tanah mempunyai fungsi social. Yaitu tidak dapat
sewenang-wenang dengan hak milik sendiri tanpa adanya suatu kepentingan
yang jelas, jika dilakukan untuk mengganggu dinamakan “misbruik van recht”

Contoh kasus : seseorang memasang pipa asap hanya untuk menghalangi pemandangan
tetangganya “misbruik van recht” maka dapat dilakukan gugatan kepada hakim dengan
menyita barang yang mengganggu ”revindicatie”.

Cara memperoleh eigendom (584 B.W)


a. Pengambilan (membuka tanah, memancing ikan)
b. “Nattreking” jika suatu benda bertambah karena alam (kuda beranak,
pohon berbuah)
c. Lewat waktu (venjaring)
Cara untuk mendapatkan hak milik daluarsa ini dinamakan (acquisitive
venjaring) yang harus dibedakan dari “extintieve venjaring“ dimana
seseorang dapat dibebaskan dari suatu penagihan atau tuntutan hukum.
d. Pewarisan
e. Penyerahan “overdracht“ atau “levering“ (berdasar suatu titel pemindahan
dari orang yang berhak memindahkan eigendom). Ada 2 yaitu :
 Penyerahan kuasa belaka (feitelijke levering)
 Perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak milik kepada
orang lain (juridische levering)
Penyerahan ini tidak dilakukan atas benda tak bergerak dan bukan
pengoperan kekuasaan belaka, namun harus dibuat suatu penyerahan
balik nama “akte van transport“ yang dikutif dalam daftar eigendom.
Penyerahan yang dilakukan untuk benda bergerak lazimnya
dilakukan dari tangan ke tangan.
Penyerahan menurut Code Civil dalam jual beli akan berpindah pada saat
adanya perjanjian jual beli. Namun, menurut B.W belumlah berpindah hak
milik sebelum adanya penyerahan ”levering” dari tangan ke tangan.

Pemindahan hak menurut BW :


1. “Obligatoire Overeenkoms” perjanjian yang bertujuan memindahkan hak
itu misalnya jual beli/pertukaran. Tidak usah berupa perjanjian tertulis,
karena perjanjian jual beli dengan lisan meskipun mengenai suatu benda
tak bergerak diperbolehkan. Asal penyerahan harus dilakukan dengan
suatu surat penyerahan “akte van transport” yang dibuat secara autentik di
hadapan notaris.
2. “Zakelijke Overeenkoms” pemindahan hak itu sendiri.

Causaal stelsel, sah atau tidaknya suatu pemindahan hak milik di lihat dari
sah atau tidaknya perjanjian obligatoir misalnya perjanjian jual beli. Dalam
system ini diberatkan pemberian perlindungan kepada pemilik tanpa
memperhatikan kepentingan pihak ketiga merupakan lawan dari
“abstractstelsel” yang mementingkan kepentingan pihak ketiga tanpa
memperhatikan kepentingan pemilik.

Hak piutang dianggap sebagai benda bergerak yang dapat dijual ke orang
lain dinamakan “cessie“ yang merupakan pergantian dari orang yang
berpiutang lama “cedent” ke orang baru ”cessionaris” yang dilakukan dengan
suatu akta otentik atau dibawah tangan tidak boleh secara lisan dan harus
diberitahukan secara resmi “betekend”.

3 macam levering menurut BW :


a. Levering benda bergerak
b. Tidak bergerak
c. Pitang atas nama

Hak kebendaan atas benda Orang lain


1. Erfdienst baarheid, suatu benda yang diletakan di pekarangan untuk
keperluan pekarangan lain yang berbatasan
2. Hak Opstal, suatu hak untuk memiliki bangunan atau tanaman diatas
tanah oranglain.
3. Hak Erfpact, suatu hak kebendaan untuk mendapatkan keuntungan
dengan jangka waktu yang lama dari sebidang tanah oranglain dengan
membayar sejumlah uang atau penghasilan tiap tahun.
4. Vruchtgebruik, suatu hak kebendaan untuk menarik penghasilan dari
benda orang lain seolah -olah miliknya sendiri dengan kewajibsn menjaga
supaya benda tersebut tetap dalam keadaan semula.
5. Pand and Hypotheek, hak kebendaan yang memberikan kekuasaan atas
suatu benda tidak untuk dipakai, tetapi sebagai jaminan bagi hutang
seseorang. Semacam hak gadai yang dinamakan ‘fiducia’ berupa suatu
pemindahan hak milik dengan perjanjian bahwa benda itu akan
dikembalikan apabila yang berhutang membayar hutangnya.
6. Pandrecht, suatu hak kebendaan atas suatu benda bergerak milik
oranglain yang semata-mata diperjanjikan dengan menyerahkan bezit atas
benda tsb, dengan tujuan untuk mengambil pelunasan suatu hutang dari
pendapatan penjualan benda itu, lebih dulu dari penagih
lainnya.Pandrecht atau hak gadai dinamakan suatu hak accessoir artinya
adanya hak itu tergantung dari suatu perjanjian pokok yaitu perjanjian
hutang piutang yang di jaminkan dengan benda itu.
7. Hypotheek, Pasal 1162 BW suatu hak kebendaan atas suatu benda yang
tak bergerak, bertujuan untuk mengambil pelunasan suatu hutang dari
pendapatan penjualan benda itu. Pandrecht, dapat diberikan terus menerus
atas benda yang bergerak sedangkan Hypotheek hanya atas benda-benda
yang tak bergerak.
Perbedaan antara Pand dan Hypotheek, antara lain :
a. Pandrecht harus harus disertai dengan penyerahan kekuasaan atas
barang yang dijadikan tanggungan, hypotheek tidak.
b. Pandrecht hapus jika barang yang dijadikan tanggungan berpindah ke
tangan orang lain. Sedangkan Hypotheek tetap terletak pada beban
diatas benda yang dijadikan tanggungan meskipun benda ini di
pindahkan ke oranglain.
c. Pandrecht atas satu barang meskipun tidak dilarang Undang-undang
tetapi jarang terjadi, tetapi beberapa hypotheek yang bersama-sama di
bebankan di atas satu rumah adalah keadaan yang biasa.
Pand dan Hypotheek bersifat accessoir artinya perjanjian itu ada sebagai
lanjutan dari suatu perjanjian pokok yaitu perjanjian pinjam uang. Ia turut
berpindah apabila penagihan yang dijamin dengan hipotik dipindahkan
pada oranglain. Yang dapat di jadikan objek hipotik hanya benda yang tak
bergerak yang bukan milik orang yang menghutangkan dan hanya dapat
diberikan oleh pemilik benda tersebut dengan menerangkan untuk jumlah
berapa harus di berikan. Semua perjanjian yang menetapkan orang yang
menghutangkan akan dapat memiliki benda tanggungan adalah batal
(Pasal 1178 BW). Perjanjian hipotik harus diletakan dalam suatu akta
otentik yaitu suatu akta notaris yang harus mencantumkan suatu petikan
yang dinamakan “borderel“ selanjutnya hak khusus yang telah
diperjanjikan (bedingen), antara lain :
a. Hak yang memberikan kuasa pada pemegang hipotik untuk menjual
sendiri.
b. Pembatasan hak pemilik persil untuk menyewakan persilnya. (persil :
sebidang tanah dengan ukuran tertentu)
c. Pemilik tetap berhak menjual persilnya kepada siapa saja dan hipotik
yang terletak diatas itu tetap berada di atasnya.
d. Pemegang hipotik berhak meminta diperjanjikan jika terjadi kebakaran
di suatu rumah yang sudah di asuransikan maka ia uang klaim
asuransinya dapat diberikan untuk pemegang hipotik “assurantie
beding”.

Hak-hak kebendaan mempunyai sifat, antara lain :


1. Memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda.
2. Dapat dipertahankan setiap orang.
3. Mempunyai hak melekat yaitu mengikuti benda bila
dipindahtangankan “droit de suite“.
Hak kebendaan dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu hak untuk
kenikmatan dan hak untuk jaminan.

Piutang-piutang yang diberikan keistimewaan (privilege), suatu


kedudukan istimewa dari seorang penagih yang diberikan oleh undang-
undang melulu berdasarkan sifat piutang. (Pasal 1134)
Ada 2 macam privilage yaitu, pertama diberikan terhadap suatu benda
tertentu, kedua yang diberikan terhadap kekayaan orang yang berhutang.

Piutang yang diberikan privilege terhadap barang tertentu :


a. Biaya perkara yang dikeluarkan atas penyitaan dan penjualan suatu
benda atau yang dinamakan biaya eksekusi.
b. Uang sewa dari benda yang tak bergerak (rumah/persil) beserta ongkos
perbaikan.
c. Harga barang yang bergerak yang belum dibayaroleh pembeli jika
disita.
d. Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan suatu benda.
e. Biaya pembikinan suatu benda yang belum dibayar.

Piutang yang diberikan privilege terhadap semua kekayaan yang


berhutang, diantara :
a. Biaya yang dikeluarkan untuk menyelamatkan kekayaan yang disita
b. Ongkos penguburan dan ongkos pengobatan selama sakit yang
mengakibatkan kematian
c. Penagihan karena pembelian bahan makanan untuk keperluan yang
berhutang dan keluarganya selama 6 bulan paling akhir.
d. Penagihan “kostschoolhouders“ untuk tahun terakhir.

Hak Reklame, seorang penjual barang bergerak yang belum menerima …….

Jika pembeli barang telah dinyatakan pailit, maka hak reklame dapat
dilakukan, diantaranya :
a. Jual beli tersebut dilakukan tunai atau kredit
b. Apabila barangnya disimpan oleh pihak ketiga
c. Dalam waktu 60 hari setelah barangnya ditaruh dirumah pembeli atau
pihak ketiga tersebut.
Jika pembeli telah membayar sebagian harganya, maka penjual berhak juga
meminta kembali barang-barangnya asal ia mengembalikan uang yang
diterimanya itu kepada weeskamer selaku curatrices dalam pailisemen.
Weeskamer berhak menolah permintaan kembali sesuatu barang yaitu
dengan melunasi pembayaran harga barang sepenuhnya.

Hak-hak atas tanah :


1. Hak milik, hak turun temurun secara penuh yang dapat dipunyai oleh
orang atas tanah, dengan mengingat bahwa semua hak tanah memiliki
fungsi social.
2. Hak guna usaha, hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai oleh
negara, dalam jangka waktu paling lama 25 tahun.
3. Hak guna bangunan, hak untuk menggunakan atau memungut hasil tanah
yang dikuasai negara atau tanah oranglain yang memberi kewenangan dan
kewajiban yang ditentukan keputusannya oleh pejabat berwenang yang
dalam perjanjiannya.
4. Hak pakai, hak menggunakan atau memungut hasil tanah yang dikuasai
langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang kewenangan dan
kewajibannya diberikan langsung oleh pejabat berwenang atau pemilik
tanah, dan bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan
tanah.
5. Hak sewa, hak menggunakan tanah milik oranglain oleh seorang atau
badan hukum untuk keperluan bangunan, dengan membayar uang sewa.
BAB 4
HUKUM WARIS

A. Warisan pada umumnya

2 cara mendapatkan warisan :


a. Sebagai ahli waris mennurut undang-undang “ab intestato“
b. Karena ditunjuk dalam surat wasiat (testament) ”testamentair”

Asas Hukum Waris, hanya hak dan kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan harta
benda yang dapat di wariskan (dinilai dengan uang). Oleh karena itu, hak ataupun
kewajiban dalam lapangan keluarga tidak dapat diwariskan (kekuasaan suami,
kekuasaan sbg ayah, begitupula dalam suatu perkumpulan). Tetapi ada hak dan
kewajiban dalam lapangan hukum perbendaan atau perjanjian tetapi tidak beralih pada
ahli waris misalnya vruchtgebruick suatu perjanjian perburuhan dimana seseorang
akan melakukan pekerjaan dengan tenaganya sendiri atau suatu perkongsian dagang.

Asas hukum waris lainnya :


“le mort saisit le vif”, Ketika seseorang meninggal, maka segala hak dan
kewajibannya beralih pada ahli warisnya.
“saisine”, pengoperan segala hak dan kewajiban si meninggal ke ahli waris.

Pada asasnya, seorang bayi baru lahir sudah cakap untuk mewarisi. Tetapi dalam
undang-undang diatur beberapa orang yang karena perbutannya tidak patut menjadi
ahli waris (onwarrdig) Pasal 838, diantaranya :
1. Ahli waris yang dihukum dan dipersalahkan telah membunuh si meninggal untuk
mendapatkan warisan.
2. Ahli waris yang merusak, menggelapkan, memalsukan atau dengan kekerasan
menghalangi si meninggal membuat surat wasiat menurut kehendaknya.

Siapa yang tidak boleh mendapatkan keuntungan dari waris tersebut ?


Notaris, saksi yang menghadiri pembuatan testament, dokter yang menangani
penyakit terakhirnya, karena jabatannya tidak diperbolehkan menerima keuntungan
dari wasiat si meninggal dalam hubungan dan bentuk apapun. Bahkan pemberian
warisan terhadap mereka melalui perantara pihak lain dapat dibatalkan secara hukum
“tussenbeide komende personen“.

“uit eigen hofde“ orang yang mewarisi dan “bij plaatsvervulling“ seseorang yang
diwarisi jika mendapat suatu warisan berdasarkan kedudukan sendiri terhadap si
meninggal, misalnya orang yang berhak menerima warisan tersebut sudah
meninggal terlebih dahulu darioada orang yang meninggalkan warisan. Misalnya
orang secara bersama-sama menggantikan seseorang untuk mewarisi “bij
staken“ ,makin banyak anggota suatu perkumpulan yang mendapat warisan, maka
makin sedikit pula bagiannya.

Hak mewarisi berdasar Undang-undang :


1. Pihak pertama, anggota keluarga inti dalam garis lecang kebawah seperti anak,
cucu, suami/isteri.
2. Pihak kedua, saudara si meninggal dan orangtua termasuk kedalam golongan ini
dengan aturan bahwa orangtua sudah pasti dijamin mendapat bagian yang tidak
kurang dari seperempat harta peninggalan.
3. Pihak ketiga, anak yang lahir diluar perkawinan tetapi di akui.

B. Menerima atau menolak warisan


Seorang ahli waris dapat menerima atau menolak suatu warisan, adapula
ketentuan untuk menerima warisan tetapi dengan ketentuan tidak akan diwajibkan
membayar utang si meninggal yang melebihi bagiannya dalam warisan itu.

Penerimaan secara penuh (zuivere aanwaarding) dapat dilakukan secara tegas


atau sembunyi. Dengan tegas, jika seseorang dengan suatu akta menerima
kedudukannya sebagai seorang ahli waris. Dengan sembunyi, jika ia melakukan
suatu perbuatan dengan mengambil atau menjual barang warisan atau melunasi
hutang si meninggal dapat dikatakan telah menerima waris secara penuh.
Seorang ahli waris diberi waktu selama 4 bulan untuk menentukan sikap
dan berfikir untuk menjadi ahli waris atau tidak. Dan selama masa berfikir
tersebut ia tidak bisa digugat oleh pihak manapun dan tidak dapat dipaksa untuk
melakukan kewajiban seorang ahli waris.
Kemungkinan ketiga, seorang ahli waris dapat menerima dengan “vooreecht
van boedelbeschrijving“ atau “beneficiaire aanvaarding“ dan dinyatakan ke
pengadilan negeri setempat, bahwa kewajiban ahli waris untuk melunasi hutang
dan beban lainnya dibatasi, sehingga pelunasan itu hanya dilakukan menurut
kekuatan warisan, sehingga si waris tidak usah menanggung pembayaran hutang
dengan kekayaannya sendiri agar tidak terjadi pencampuran kekayaan. Sehingga
terjadi suatu keadaan “penyitaan umum“ (pailisement) untuk kepentingan semua
orang yang berpiutang agar tidak mendapatkan pembayaran secara penuh dan
sebagian lain tidak mendapatkan pembayaran. Maka diatur sedemikian untuk
seluruh hutang dibayar secara adil.

Kewajiban ahli waris beneficiaire :


1. Melakukan pencatatan harta peninggalan dalam waktu 4 bulan ke pengadilan
negeri.
2. Mengurus harta peninggalan
3. Membereskan urusan warisan
4. Harus memberikan tanggungan untuk benda yang bergerak yang tidak
diserahkan kepada orang berpiutang pemegang hipotik
5. Memberikan pertanggungjawaban kepada penagih utang

Peraturan dalam hal penerimaan atau penolakan warisan :


a. Orang yang meninggalkan warisan tidak boleh memaksa ahli waris untuk
menerima penuh, menolak, atau menerima dengan bersyarat.
b. Pemilihan itu dilakukan pada saat warisan terbuka
c. Pemilihan tidak boleh digantungkan berdasarkan ketetapan waktu atau suatu
syarat
d. Menerima atau melolak merupakan suatu perbuatan hukum dalam hukum
kekayaan. Jika orang tersebut tidak cakap hukum maka harus didampingi oleh
curator/wali.

C. Wasiat/Testament
Wasiat/Testament ialah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang
dikehendaki setelah ia meninggal dunia. Pada asasnya keluar dari suatu pihak saja
(eenzijdig) yang setiap waktu dapat ditarik kembali. Wasiat/testament
mengandung suatu syarat bahwa isinya tidak boleh bertentangan dengan undang-
undang seperti pada pasal “legitieme portie“ yaitu bagian warisan yang sudah
ditetapkan menjadi hak para ahli waris dalam garis lencang dan tidak dapat
dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan.
Biasanya testament berisi apa yang dinamakan “erftelling” yaitu penunjukan atau
beberapa orang menjadi “ahli waris“ yang akan mendapat seluruh atau sebagian
dari warisan. orang yang ditunjuk disebut “testamentaire erftelling” yaitu
ahliwaris menurut wasiat yang memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan
ahli waris menurut undang-undang “onder algemene titel”.

Suatu testament dapat berisikan “legaat“ yaitu suatu pemberian kepada


seseorang, dapat berupa :
1. Satu atau beberapa benda tertentu
2. Seluruh benda dari satu macam, misalnya seluruh benda yang bergerak
3. Hak “vruchtgebruik“ atas sebagian atau seluruh warisan.
4. Suatu hak lain terhadap boedel missal : hak untuk mengambil satu atau
beberapa benda tertentu dari boedel.

Orang yang menerima legaat dinamakan legataris bukan ahli waris. Ia hanya
berhak menuntut penyerahan benda atau pelaksanaan hak yang diberikan
kepadanya dari sekian banyak ahli waris. Intinya, suatu legaat memberikan suatu
hak penuntutan terhadap boedel. Ada kalanya suatu legataris menerima suatu
benda untuk diserahkan kepada ahli waris yang ditunjuk dalam testament, ini
dinamakan suatu sublegaat.
Dalam suatu testament juga sah dilakukan penunjukan wali terhadap anak di si
meninggal, pengakuan anak terhadap anak diluar perkawinan, pengangkatan
exsecuteur-testament yaitu seseorang yang dikuasakan untuk mengawasi dan
mengatur pelaksanaan testament.
Suatu erftelling atau suatu legaat dapat disertai suatu beban “last”, misalnya :
seseorang dijadikan legataris dengan beban untuk memberikan suatu pensiun kepada
ibu si meninggal. Jika suatu beban tidak dipenuhi, maka warisan atau legaat dapat
dibatalkan atas permintaan pihak yang berkepentingan atau suatu permintaan ahli
waris lainnya.
Suatu legaat atau erftelling juga digantungkan pada suatu syarat atau
“voorwaarde“ yaitu suatu kejadian dikemudian hari yang pada saat pembuatan
testament itu belum tentu akan datang atau tidak. Misal : seseorang dijadikan ahli
waris jika dalam pernikahan dikaruniai seorang anak laki-laki. Dan tidak
diperbolehkan suatu syarat yang pelaksanaannya berada dalam kekuatan legitaris
atau suatu syarat yang tidak tidak mungkin akan terlaksana. Jika dalam suatu
testament ada syarat yang tidak diperbolehkan, maka syarat itu adalah batal artinya
testament dianggap tidak tertulis dan dianggap testament tersebut tidak memiliki suatu
syarat.

Erftelling atau legaat dapat digantungkan pada ketetapan suatu waktu, diantaranya :
a. “Openbaar testament“, orang yang memberikan warisan menghadap ke notaris
dan menyatakan kehendaknya yang dituangkan dalam suatu akta dan dihadiri 2
orang saksi
b. “Olographis testament“, harus ditulis dengan tangan orang yang meninggalkan
warisan (eigenhandig) dan diserahkan sendiri kepada notaris untuk disimpan
gedeponeerd dihadiri 2 orang saksi. Tanggal testament itu diambil dari akte
penyerahan akte van depot, dan jika orang yang meninggalkan warisan itu
meninggal, notaris menyerahkankan testament ke Balai Harta Peninggalan
weeskamer
c. “testament tertutup/rahasia“, dibuat sendiri oleh orang yang akan
meninggalkan warisan tetapi tidak diharuskan ditulis tangannya sendiri, suatu
testament rahasia harus tertutup dan disegel dan penyerahan kepada notaris harus
di hadiri oleh 4 orang saksi.
Pasal 4 Staatsblad tahun 1924 No. 556, bagi golongan Timur asing yang bukan
Tionghoa hanya dapat mempergunakan bentuk Openbaar testament. Disamping 3
macam testament itu, dalam undang-undang dikenal codicil, yaitu suatu akta di
bawah tangan dimana orang yang meninggalkan warisan itu menetapkan hal yang
tidak termasuk dalam pemberian atau pembagian warisan itu sendiri. Missal :
membuat pesanan untuk penguburan mayatnya.
Testament dapat ditarik kembali herroepen setiap waktu. Hanya warisan yang telah
diletakkan dalam suatu perjanjian perkawinan tidak boleh ditarik kembali karena sifat
perjanjian perkawinan itu sendiri. Pencabutan dapat dilakukan secara tegas dan diam-
diam. Pencabutan secara tegas terjadi dengan dibuatnya testament baru dimana
diterangkan testament lama ditarik kembali. Sedangkan pencabutan testament secara
diem-diam terjadi dengan dibuat testament yang memuat pesan bertentangan dengan
testament lama. Suatu testament terikat oleh bentuk dan cara tertentu, yang apabila
tidak diindahkan dapat menyebabkan batalnya testament itu.

D. Fidei-Commis
Fidei-Commis, ialah suatu pemberian warisan kepada seorang waris dengan
ketentuan, ia wajib menyimpan warisan itu setelah lewat suatu waktu atau apbila si
waris telah meninggal, warisan itu diberikan kepada orang lain yang telah
ditetapkan dalam testament. Orang yang menerima warisan ini dinamakan
“verwachter”. Pemberian waris seperti ini dinamakan erftelling over de hand yaitu
suatu pemberian warisan melangkah dengan melewati tangan waris pertama. Fidei-
Commis dilarang oleh undang-undang karena dianggap mengganggu lalulintas
hukum.

Ada 2 fidei-commis yang diperbolehkan undang-undang, yaitu :


1. Memenuhi keinginan seseorang yang hendak mencegah kekayaannya dihabiskan
anak-anaknya. Dalam testament diperbolehkan orang membuat penetapan bahwa
anaknya tidak boleh menjual benda warisan.
2. fidei-commis de residuo, seorang waris harus mewariskan lagi dikemudian hari
apa yang masih tersisa dari warisan yang diperolehnya itu.
E. Legitieme Portie
Suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang tidak dapat dihapuskan oleh
orang yang meninggalkan warisan. Seseorang yang berhak mendapatkan Legitieme
Portie yaitu legitimaris dan ia dapat meminta testament itu dibatalkan jika melanggar
haknya itu. Ia juga dapat menuntut supaya diadakan pengurangan inkorting terhadap
segala macam warisan, baik berupa erftelling maupun legaat atau segala pemberian
yang bersifat schecking yang mengurangi haknya.

Peraturan mengenai legitieme portie ini oleh undang-undang dianggap sebagai suatu
pembatasan kemerdekaan seseorang untuk membuat wasiat atau testament menurut kehendak
hatinya sendiri.

Disini dapat diterangkan, meskipun menurut undang-undang suami/isteri dianggap


sebagai anak sah mengenai hak-haknya untuk menerima warisan, tidak termasuk
orang yang menerima warisan dalam legitieme portie sehingga dapat dihapuskan
sebagai penerima warisan.
Besarnya legitieme portie menurut Pasal 914 B.W, yaitu :
1. Jika hanya satu anak, maka separuh dari bagian sebenarnya.
2. Jika ada 2 anak, maka 2/3 dari bagian sebenarnya.
3. Jika ada 3 anak, maka ¾ dari bagian sebenarnya.

Jika ada penolakan oleh seorang anak, menambah besar legitieme portie dari
anak lainnya ? tidak, besaran dalam legitieme portie bersifat tetap.

F. Pembagian Warisan
Boedel-scheiding, ialah suatu perbuatan hukum yang bermaksud untuk mengakhiri
suatu keadaan, dimana terdapat suatu kekayaan bersama yang belum terbagi. Hak
menuntut diadakan pembagian suatu kekayaan bersama adalah suatu hak yang tidak
boleh dikurangi apalagi dihapuskan.
Cara mengadakan boedel-scheiding tergantung keadaan. Jika semua ahli waris
cakap, maka pembagian tersebut dilakukan kepada mereka sendiri. Tetapi, jika ahli
waris itu anak di bawah umur, maka harus didampingi oleh curatele dan dilakukan
dengan akta notaris dan dihadapan weeskamer.
Inbreng, pengembalian benda ke dalam boedel. Hal ini terjadi apabila si
meninggal dalam masa hidupnya telah memberikan benda secara “schenking“ kepada
sementara waris, yang dianggap sebagai suatu “voorschot“ atas bagian warisan yang
diperhitungkan kemudian. Perhitungan ini dapat dilakukan yang mengembalikan
benda yang telah diterima itu atau dengan memperhitungkan harganya menurut
taksiran.
Pengaturan inbreng berbeda dengan pengaturan legitieme portie. Legitieme
portie, bermaksud melindungi kepentingan ahli warisnya dan peraturan itu bersifat
memaksa artinya tidak dapat di singkirkan. Sedangkan, perihal inbreng dapat di
singkirkan, seseorang yang pernah menerima suatu pemberian benda sewaktu si
meninggal masih hidup tidak usah melakukan inbreng jika ia bukan ahli waris. Hanya
ia dapat dituntut untuk pengurangan atas pemberian itu, jika terbukti dengan
pemberian itu salah satu legitieme portie telah terlanggar.

G. Executeur-testamentair dan Bewindvoerder


Executeur-testamentair atau “pelaksana wasiat” yang bertugas mengawasi bahwa
surat wasiat itu benar-benar dilakukan menurut kehendak si meninggal. Ia diberikan
kekuasaan untuk menarik semua atau sebagian benda yang termasuk kekuasaannya,
tetapi tidak boleh menguasai benda itu lebih dari satu tahun lamanya dan tidak
diperbolehkan menjual barang warisan dengan maksud untuk memudahkan
pembagian warisan. Dengan kata lain, dia memiliki tugas untuk mengawasi orang
yang diberikan legaat oleh si meninggal untuk menerima pemberian legatnya masing-
masing.
Jika diantara para ahliwaris ada anak di bawah umur yang tidak memiliki wali,
atau orang yang dibawah curatele tetapi tidak ada kuratornya maka Executeur-
testamentair wajib menyegel harta peninggalan. Salah satu kewajiban lainnya yaitu
ia berkewajiban membuat catatan mengenai benda warisan dengan dihadiri para ahli
waris atau ahliwaris yang tidak dapat hadir bisa dipanggil secara sah.
Jika tidak terdapat uang tunai untuk memenuhi pembagian legaat, maka
Executeur-testamentair diperbolehkan untuk menjual barang bergerak maupun tidak
bergerak dengan persetujuan ahli waris atau persetujuan hakim.
Orang yang meninggalkan warisan berhak menuliskan dalam surat wasiat
terhadap notaris untuk menentukan bagian ahli waris atau legataris tersebut hanya
untuk suatu waktu tertentu yang ditaruh dibawah kekuasaan “bewindvoerder“ yang
ditugaskan mengurus kekayaan itu. Tetapi tidak boleh sampai melanggar fidei-
commis dan melanggar hak legitimaris, sebab legitimaris berhak menerima bagiannya
yang termasuk legitieme portie bebas dari segala beban apapun.

H. Harta peninggalan yang tidak terurus


Harta peninggalan yang tidak terurus dapat disebabkan karena terbukanya warisan
namun para ahli waris menolah warisan tersebut. Maka, Balai Peninggalan Harta
(weeskamer) wajib mengurus warisan tanpa menunggu perintah hakim untuk
menuntut barang sesuatu dari yang lainnya,sedangkan orang lainnya diwajibkan
memenuhi tuntutan itu.
Buku II mengatur hubungan hukum antara orang dengan benda. Sedangkan
Buku III mengatur hubungan hukum orang dengan orang. Oleh karena sifat hukum
yang termuat dalam buku III itu selalu berupa tuntut-menuntut, maka isi buku III itu
dinamakan “Hukum Perhutangan“. Pihak yang menuntut/piutang dinamakan kreditur
sedangkan pihak berhutang dinamakan debitur. Adapun barang yang dapat dituntut
dinamakan prestasi, yang menurut undang-undang dapat berupa :
1. Menyerahkan suatu barang
2. Melakukan suatu perbuatan
3. Tidak melakukan suatu perbuatan.

Mengenai sumber perikatan, dijelaskan bahwa suatu perikatan bisa lahir dari suatu
persetujuan (perjanjian) dari undang-undang. Perikatan terbagi atas perikatan yang
lahir karena undang-undang saja atau lahir dari undang-undang karena suatu
perbuatan seseorang. Perikatan juga terbagi antara perikatan yang diperbolehkan dan
perikatan yang berlawanan dengan hukum.
Apabila seorang yang berhutang tidak memenuhi kewajibannya “wanprestasi“
maka ia dapat di gugat dimuka hakim. Dalam hukum berlaku suatu asas, orang tidak
boleh menjadi hakim bagi dirinya sendiri dalam arti seorang berpiutang yang
menghendaki suatu perjanjian bersama si berhutang yang tidak memenuhi
kewajibannya, harus meminta perantaraan Pengadilan.
V. HUKUM PERJANJIAN
1. Perihal perikatan dan sumber-sumbernya
Buku III BW mengatur Perikatan “verbintenis“ mempunyai arti yang lebih
luas dari perjanjian karena diatur juga hubungan hukum yang sama sekali
tidak bersumber pada suatu persetujuan perjanjian yaitu perihal perikatan
yang timbul dari perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) dan
perikatan yang timbul akibat adanya kepentingan orang lain tidak berdasarkan
persetujuan (zaakwaarneming).
“Perikatan“ ialah suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta
benda) antara dua orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut
barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang lainnya diwajibkan
memenuhi tuntutan itu.

Cara melakukan suatu putusan yang oleh hakim di kuasakan pada


orang berpiutang untuk melaksanakannya sendiri “reele executie“ ada yang
diperbolehkan, diantaranya :
a. Dalam hal perjanjian yang bertujuan untuk suatu pihak tidak akan
melakukan perbuatan. Misal : tidak akan membuat suatu pagar tinggi,
pihak lain dapat dikuasakan oleh hakim untuk melanggar perjanjian itu
dengan cara membongkar sendiri apa yang diperbuat.
b. Dalam hal perjanjian untuk membuat sesuatu barang.

Jika suatu prestasi berupa menyerahkan suatu barang atau melakukan suatu
perbuatan yang tidak mungkin dilakukan oleh berpiutang, maka harus diganti
dengan sejumlah uang. Missal : pembuatan lukisan.
Dalam BW ada yang dinamakan “natuurlijke verbintenis” ialah suatu
perikatan yang berada ditengah antara perikatan moral dan kepatutan dan
suatu perikatan hukum atau dapat dikatakan sebagai perikatan yang tidak
sempurna. Suatu perikatan hukum yang sempurna selalu dapat ditagih dan
dituntut pelaksanaannya dimuka hakim. Pasal 1359 ayat 2 yang menerangkan
bahwa terhadap natuurlijke verbentenis yang secara sukarela dipenuhi
(dibayar), tidak diperkenankan untuk meminta kembali apa yang telah
dibayarkan itu. Dengan kata lain itu dianggap sebagai pembayaran yang sah
milik berpiutang.

Dalam natuurlijke verbentennis dapat dibikin sempurna dengan cara


pembaharuan hutang (novatie) ataupun penanggungan utang (borgtocht).
Kecuali ada beberapa yang dilaeang undang-undang yang melarang
pembaharuan hutang karena perjudian, diantaranya :
a. Hutang yang terjadi karena perjudian oleh pasal 1788 tidak diizinkan
menuntut pembayaran
b. Pembayaran bunga dalam hal pinjaman uang yang tidak diperjanjikan
dapat diminta kembali
c. Sisa hutang seseorang yang pailit, setelah dilakukan pembayaran menurut
perdamaian (accoord).

2. Sistem dalam BW
Dalam BW terdapat bagian umum memuat peraturan yang berlaku bagi
perikatan umumnya, tentang lahir dan hapusnya perikatan, macam-macam
perikatan. Bagian khusus, memuat peraturan mengenai perjanjian yang
banyak dipakai dalam masyarakat yang sudah mempunyai nama tertentu
seperti jual beli, perburuhan, sewa-menyewa.
Buku III menganut asas kebebasan dalam membuat perjanjian
“beginsel der contractsvrijheid” dalam pasal 1338 yang menerangkan bahwa
segala perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku undang-undang bagi yang
membuatnya dapat pula disimpulkan bahwa perjanjian mengikat kedua belah
pihak. Buku III pada umumnya hanya merupakan hukum pelengkap
“aanvulled recht” bukan hukum keras atau memaksa.
Sistem yang dianut buku III yaitu system terbuka yang berlawanan
dengan buku II perihal hukum kebendaan yaitu seseorang tidak diperkenankan
untuk membuat atau memperjanjikan hak kebendaan lain selain yang di atur
dalam BW, ini dinamakan sistem tertutup.

3. Macam-macam Perikatan
Bentuk perikatan yang paling sederhana, ialah suatu perikatan yang masing-
masing pihak hanya mendapat satu prestasi yang seketika dapat ditagih
pembayarannya.
a. Perikatan Bersyarat (voorwaardelijk), suatu perikatan yang
digantungkan pada suatu kejadian di kemudian hari, yang masih belum
tentu akan atau tidak terjadi.
Pertama, untuk memperjanjikan bahwa perikatan itu barulah akan lahir,
apabila kejadian yang belum tentu itu timbul dengan menggantungkan adanya
suatu perikatan pada suatu syarat yang menunda atau menangguhkan
(opschortende voorwaarde). Missal : membeli mobil jika lulus kuliah. Kedua,
mungkin untuk diperjanjikan, bahwa suatu perikatan yang sudah berlaku akan
dibatalkan apabila kejadian yang belum tentu timbul atau digantungkan pada
suatu syarat pembatalan (ontbindende voorwaarde). Missal : mengizinkan
orang mendiami rumah, tetapi menghentikan jika rumah tersebut mau
ditempati kembali.

b. Perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu


(tijdsbepaling)
Pertama, suatu kejadian yang belum tentu atau tidak akan terlaksana.
Kedua, suatu hal yang pasti akan datang meskipun mungkin belum dapat
ditentukan kapan datangnya. Contohnya suatu perjanjian perburuhan,
suatu hutang wesel yang dapat ditagih suatu waktu setelah
dipertunjukan.
c. Perikatan yang memperbolehkan memilikh (alternatief)
Ini dimana suatu perikatan yang terdiri atas dua atau lebih prestasi ,
sedangkan si berhutang di serahkan yang mana ia akan lakukan. Contoh :
seseorang akan memberikan rumah, kuda atau uang kepada orang lain.
d. Perikatan tanggung-menanggung (hoofdelijk/solidair)
Ini dimana suatu perikatan dimana beberapa orang bersama-sama sebagai
pihak yang berhutang berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan
atau sebaliknya. Beberapa orang sama sama berhak menagih suatu piutang
dari satu orang. Beberapa orang bersama-sama menghendaki satu orang
berpiutang atau penagih hutang. Masing-masing dapat dituntut untuk
membayar hutang itu seluruhnya. Tetapi, jika salah satu membayar, maka
pembayaran ini membebaskan semua teman-teman berhutang,itulah yang
disebut sebagai tanggung-menanggung.
e. Perikatan yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
Tergantung pada kemungkinan tidaknya membagi prestasi, tergantung
pula pada kehendak atau maksud kedua belah pihak yang memberikan
perjanjian. Suatu perikatan dapat dibagi jika salah satu pihak dalam
perjanjian digantikan oleh pihak lain. Hal ini terjadi karena meninggalnya
salah satu pihak yang menyebabkan ia digantikan oleh ahli warisnya.
f. Perikatan dengan menetapkan hukuman (strafbeding)
Dilakukan untuk mencegah si berhutang dengan mudah melalaikan
kewajibannya, dalam praktek banyak di pakai perjanjian dimana si
berhutang dikenakan suatu hukuman apabila ia tidak menepati
kewajibannya biasanya dalam suatu jumlah uang tertentu yang sebenarnya
merupakan pembayaran kerugian yang semula sudah di tetapkan oleh
kedua belah pihak. Hakim mempunyai kekuasaan untuk meringankan
hukuman apabila sebagian telah terpenuhi.

4. Perikatan yang lahir karena undang-undang


Perikatan yang lahir di undang-undang ialah perikatan yang timbul akibat
hukum kekeluargaan. Seperti kewajiban seorang anak yang mampu untuk
memberikan nafkah kepada orang tuanya yang kemiskinan. Ada 2 perikatan
berdasar undang-undang, yaitu :
a. Yang lahir dari undang-undang
b. Yang lahir dari undang-undang karena perbutaan seseorang dapat berupa
perbuatan yang diperbolehkan ataupun melanggar hukuman.

Pembayaran yang tidak di wajibkan (Pasal 1359 ayat 1) yaitu, perikatan yang
lahir dari undang-undang karena suatu perbuatan yang diperbolehkan.
Diantaranya memberikan hak kepada orang yang telah membayar untuk
menuntut kembali apa yang telah dibayarkan dan meletakan kewajiban dari
pihak lain untuk membayarkan pembayaran itu.
Suatu perjanjian yang lahir dari undang-undang yang diperbolehkan
“zaakwaarneming“ Pasal 1354 ini terjadi jika seseorang dengan sukarela dan
dengan tidak diminta mengurus kepentingan orang lain. Misalnya orang yang
melakukan pengurusan kepentingan orang lain dapat bertindak atas nama
sendiri atau atas nama orang itu maka muncul kewajiban melakukan
pengurusan untuk meneruskan pengurusan sampai orang yang berkepentingan
sudah kembali ke tempatnya.
Suatu perjanjian yang lahir dari undang-undang karena pelanggaran
hukum “onrechtmatige daad“ (Pasal 1365) mewajibkan orang yang
melakukan perbuatan itu, jika karena kesalahannya telah timbul kerugian,
untuk membayar kerugian itu. “onrechtmatige daad“ tidak hanya dianggap
melanggar hukum dan hak seseorang, tetapi dianggap sebagai perbuatan yang
berlawanan dengan kepatuhan yang harus diindahkan dalam kehidupan
bermasyarakat terhadap pribadi atau benda orang lain.
Contoh : seseorang yang membujuk seorang bunuh diri dari suatu perusahaan saingannya
untuk memberikan keterangan perihal cara kerja yang bersifat rahasia dalam perusahaan
tersebut. Dan jika menimbulkan kerugian, maka pelaku dihukum wajib membayar
kerugian tersebut.
Pasal Limitatief yaitu, seseorang dalam dipertanggungjawabkan perbuatan
oranglain hanya dalam hubungan atau perbuatan sebagai berikut :
a. Orang tua/wali yang belum dewasa dan tinggal bersama mereka atas
kekuasaannya.
b. Majikan untuk buruhnya, dalam melakukan pekerjaan yang ditugaskan.
c. Guru sekolah dan kepala tukang untuk murid yang berada dibawah
pengawasan mereka.

5. Perikatan yang lahir dari perjanjian


Suatu perjanjian yang sah, ada 4 syarat yang harus di penuhi yaitu :
a. Perizinan yang bebas dari orang-orang yang mengikatkan diri tanpa ada
paksaan (dwang) atau penipuan (bedrog).
Misal : seorang penumpang dengan supir bus yang mengikatkan diri untuk melakukan
kewajiban masing-masing untuk mengangkut penumpang dan membayar uang
perjalanan.
Paksaan, terjadi jika seseorang memberikan persetujuan karena takut akan
sebuah ancaman. Kekhilafan, mengenai orang atau mengenai barang yang
menjadi tujuan pihak yang mengadakan perjanjian. Penipuan, apabila satu
pihak dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar disertai
kelicikan sehingga pihak lain terbujuk untuk memberikan perizinan.
b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
Jika salah satu pihak tidak cakap maka perjanjian itu dapat di batalkan oleh hakim
c. Suatu hal tertentu yang diperjanjikan
d. Sebab “oorzaak” / tujuan yang tidak terlarang.
Yaitu apa yang dikehendaki oleh kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian itu/ isi
perjanjian itu sendiri. Asal tidak bertentangan dengan undang-undang dan kesusilaan
umum. Jika melanggar maka dibatalkan secara mutlak.

Pasal 1338, segala perjanjian yang dibuat secara sah “berlaku sebagai
undang-undang” untuk mereka yang membuatnya. Hal ini dimaksudkan
bahwa suatu perjanjian dibuat secara sah, artinya tidak bertentangan dengan
undang-undang dan mengikat kedua belah pihak.
Pasal 1338, menetapkan bahwa semua perjanjian harus dilaksanakan dengan
itikad baik. Tidak boleh bertentangan dengan kepatutan dan keadilan.

6. Perihal resiko, wanprestasi dan keadaan memaksa


Resiko, kewajiban untuk memikul kerugian jikalau ada suatu kejadian diluar
kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang dimaksudkan dalam
perjanjian. Pasal 1237 menetapkan, dalam suatu perjanjian mengenai
pemberian suatu barang tertentu sejak lahirnya perjanjian itu barang tersebut
menjadi tanggungan orang yang berhak menagih penyerahan.

Anda mungkin juga menyukai