Anda di halaman 1dari 2

I.

PERIHAL ORANG DALAM HUKUM

Dalam Hukum, Perkataan Orang (persoon) dikatakan sebagai pembawa hak atau
subjek hukum dimulai saat ia lahir dan diakhiri saat meninggal dunia. Seseorang tidak
boleh dipaksakan untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu, jika ada suatu pekerjaan
dalam perjanjian yang harus dilakukan tetapi subjek hukum tidak mau mengerjakan maka
ia akan dikenakan hukuman untuk membayar penggantian kerugian. Suatu asas dalam
hukum perdata, bahwa semua kekayaan seseorang menjadi tanggungan untuk segala
kewajibannya dinamakan “Kematian Perdata“ yaitu hukuman yg menyatakan bahwa
seseorang tidak dapat memiliki suatu hak . Ini merupakan hukuman yang dicabut
sementara, misalnya : kekuasaan orang tua terhadap anaknya, kekuasaan bekerja pada
angkatan bersenjata etc.
Orang yang tidak cakap hukum, yaitu orang yang tidak dapat melakukan perbuatan
hukum secara sendiri atau harus didampingi wali/kurator. Yang dimaksud disini adalah
orang yang belum dewasa atau kurang umur yang ditaruh dibawah pengawasan
“curatele“.
Badan Hukum (rechtpersoon), suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki
hak dan kewajiban untuk melakukan perbuatan hukum, badah hukum ini memiliki
kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalulintas hukum dengan perantara pengurusnya, dapat
digugat dan menggugat dimuka Hakim. Misalnya : badan waqaf, perkumpulan dagang,
PT, N.
Setiap orang dalam hukum harus memiliki kedudukan di suatu alamat tertentu
(domicili). Seseorang dapat ikut ke dalam domisili orang lain seperti anak kepada orang
tua, istri kepada suami. Ada juga domicili yang dipilih berhubung dengan suatu urusan,
misalnya dua pihak dalam suatu kontrak memilih di kantor notaris atau kantor
kepaniteraan PN.
“Domisili Penghabisan”, seperti rumah duka dianggap penting untuk menentukan
hukum mana yang berlaku untuk mengatur warisan, hakim yang berkuasa mengadili, dan
berhubung dengan peraturan yang memperkenankan kepada orang-orang yang
dihutangkan untuk menggugat “seluruh ahli warisnya” dalam jangka waktu 6 bulan.

II. HUKUM PERKAWINAN

Perkawinan, ialah pertalian yang sah antara seorang laki-laki dan perempuan untuk
waktu yang lama, dianggap sebagai hubungan keperdataan (ps 26 BW). Suatu
perkawinan yang memenuhi syarat yang ditetapkan dalam Undang-Undang Hukum
Perdata. Asas Hukum Perdata bahwa poligami dilarang dan jika dilanggar maka diancam
dengan pembatalan perkawinan (monogami).

Syarat Perkawinan :
1. Kedua belah pihak harus mencapai umur yang telah ditetapkan dalam Undang-
Undang masing-masing 19 tahun. Pengecualian jika ada alasan yang
mengharuskan untuk melakukan perkawinan maka orang tua/wali harus meminta
izin kepada pengadilan.
2. Harus ada persetujuan bebas diantara kedua belah pihak.
3. Untuk perempuan yang sudah melakukan pernikahan, harus lewat dari 300 hari
dari putusan perkawinan pertama.

Sebelum perkawinan dilangsungkan, maka :


1. Pemberitahuan (aangifte) tentang kehendak kawin kepada Pegawai Pencatatan
Sipil (aambtenaar burgerlijke stand).
2. Pengumuman (afkondiging), dilakukan pernikahan oleh pegawai tersebut.
Beberapa orang yang diberi kewenangan untuk mencegah atau menahan (stuiten)
dilangsungkan pernikahan :
a. Suami, istri atau anak dari suatu pihak yang hendak melangsungkan perkawinan
b. Orang tua kedua belah pihak
c. Jaksa (officier van justitie) diberikan hak untuk mencegah perkawinan yang sekiranya
akan melanggar larangan yang bersifat menjaga ketertiban umum.

Cara mencegah perkawinan itu ialah dengan memasukan perlawanan kepada hakim.
Pada asasnya seseorang yang hendak kawin harus menghadap sendiri ke muka Pegawai
Burgerlijk Stand dengan membawa dua orang saksi. Apabila ada suatu kekhilafan dalam
pernikahan salah satu pihak masih terikat pernikahan, maka perkawinan itu dapat di
batalkan oleh hakim atas tuntutan orang yang berkepentingan atau tuntutan jaksa tetapi
tidak bisa dianggap seolah tidak pernah terjadi pernikahan karena terlalu banyak
kepentingan dari berbagai pihak harus dilindungi, antara lain :
1. Jika sudah ada anak, maka kedudukan anak tersebut dianggap anak yang sah
2. Pihak yang berlaku jujur tetap memperoleh hak dari perkawinan tersebut
3. Pihak ketiga yang berlaku jujur tidak boleh di rugikan karena pembatalan
perkawinan tsb.
Pada asanya, perkawinan harus di buktikan dengan surat perkawinan.

Anda mungkin juga menyukai