1. Kedudukan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah sebagai pelaku kekuasaan kehakiman Berdasarkan ketentuan Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 (perubahan ketiga) ditegaskan “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.” Dalam Pasal 2 UU No. 50 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama ditegaskan “Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam UU ini.” Dalam Penjelasan Pasal 3A Pengadilan Khusus dalam lingkungan peradilan agama adalah Pengadilan Syari’at Islam yang diatur dengan undang-undang. Dalam Penjelasan Pasal 3 A dijelaskan Peradilan Syari’ah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama, dan merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan umum sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum. Demikian juga pembinaan terhadap Lembaga Pengadilan Agama dilakukan oleh Mahkamah Agung sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 5 UU No. 3 Tahun 2006 “Pembinaan teknis peradilan, organisasi, administrasi, dan finansial pengadilan dilakukan oleh Mahkamah Agung.”
2. Kewenagan Pengadilan Agama
Keweangan Pengadilan Agama dalam menangani perkara dapat dilihat dari dua sisi yaitu dari kewenangan secara relative dan kerwenangan secara absolut. 2.1. Kewenangan relatif/berdasarkan tempat tinggal Gugatan diajukan ke Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iya yang berwenang baik secara relatif maupun secara absolut. Kewenangan relatif adalah kewenangan antar lingkungan peradilan yang sama berdasarkan wilayah hukum. a. Dalam perkara perceraian., Ada dua jenis perkara perceraian: a) Cerai Talak, yaitu permohonan perceraian yang diajukan oleh Suami yang disebut sebagai Pemohon dan isteri disebut sebagai Termohon. Dalam Ps. 66 UU No. 7/1989 dijelaskan: a. Seorang suami (pemohon), secara langsung atau melalui Kuasanya, yang akan menceraikan isterinya (termohon) harus mengajukan permohonan cerai di Pengadilan ...... atau di pengadilan yang wilayahnya meliputi wilayah tempat kediaman isteri, kecuali apabila termohon dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman yang ditentukan bersama tanpa izin pemohon. b. Dalam hal termohon bertempat kediaman di luar negeri, permohonan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman pemohon. c. Dalam hal pemohon dan termohon bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat. d. Permohonan diajukan secara tertulis dalam bentuk surat permohonan yang format dan isinya sebagaimana ditentukan oleh UU atau jika tidak dapat membuat sendiri surat permohonan, pemohon dapat meminta bantuan ke petugas pos bantuan hukum baik melalui anggaran Pengadilan atau melalui advikat. e. Pemohon datang ke Kantor Pengadilan Agama b) Cerai Gugat, yaitu gugatan perceraian yang diajukan oleh Isteri yang disebut Penggugat dan suami disebut sebagai Tergugat. Dalam pasal 73 UU No. 7/1989 dijelaskan: a. Seorang isteri (penggugat), secara langsung atau melalui Kuasanya, yang akan menggugat cerai suaminya (tergugat) harus mengajukan gugatan cerai di Pengadilan ...... atau di pengadilan yang wilayahnya meliputi wilayah tempat kediaman isteri (penggugat), kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat. b. Dalam hal penggugat bertempat kediaman di luar negeri, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat. c. Dalam hal penggugat dan tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat. d. Gugatan cerai diajukan secara tertulis dalam bentuk surat gugatan yang format dan isinya sebagaimana ditentukan oleh UU atau jika tidak dapat membuat sendiri surat gugatan, penggugat dapat meminta bantuan ke petugas pengadilan yang telah ditentukan. e. Proses pengajuan gugatan selanjutnya sama seperti pengajuan permohonan oleh suami. 3. Actor Squitur forum Rey - Actor Squitur Forum Rey adalah asas dalam hukum perdata yang menentukan kompetensi relative pengadilan. Menurut asas ini, gugatan harus diajukan kepada Pengadilan di tempat tinggal Tergugat. Untuk Pengadilan Agama asas ini hanya berlaku dalam perkara selain perceraian, sebab dalam hal perceraian sudah diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 1989. Hal tersebut merupakan aturan khusus sebagai lex spesialis; 4. Actor Squitur forum Rey Sitae - Asas Actor Squitur forum Rey Sitae, adalah bahwa gugatan diajukan ke Pengadilan yang mewilayahi tempat benda itu berada. Asas ini dapat diterapkan di Pengadilan Agama dalam hal sengketa harta, baik harta bersama, kewarisan, wakaf, dan hibah; 5. Tempat yang diperjanjikan, apabila ada hal suatu transaksi/kontrak. - Apabila sudah ada perjanjian di pengadilan mana diajukan peneyelesaiannya apabila timbul sengketa, maka harus diselesaikan di tempat yang diperjanjikan itu. Oleh karena itu yang berwenang mengadili sengketa yang sudah diperjanjikan wilayah yurisdiksinya, adalah pengadilan tempat yang diperjanjikan oleh para pihak tersebut. Maka dalam hal ini tidak berlaku asas Actor Squitur Forum Rey dan asas Actor Squitur forum Rey Sitae. Dalam sengketa ekonomi syaria’ah hal ini dimungkinkan terjadi di Pengadilan Agama, dan demikian juga dalam hal sengketa harta bersama yang diperjanjikan pada waktu akad nikah; 3.Kewenangan Absolut Kewenangan absolut adalah kewenangan antar lingkungan peradilan yang berbeda berdasarkan ketentuan UU, berbeda kewenangan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah dengan Lembaga pearadilan lainnya, baik Umum, Militer maupun Tata Usaha Negara dan Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan ketentuan Dalam Pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan pertama atas UU Nomor 7 Tahun 1989 secara limitative dijelaskan yang menjadi kewenangan absalut Pengadilan Agama adalah: “Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang : a. perkawinan; b. Waris; c. Wasiat; d. hibah; e. wakaf; f. zakat; g. infaq; h. shadaqah; dan i. ekonomi syari'ah.” Ketentuan dalam Pasal tersebut di atas dituangkan secara rinci dalam Penjelasan Pasal 49 tersebut sebagai berikut : “Yang dimaksud dengan “antara orang-orang yang beragama Islam” adalah termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama sesuai dengan ketentuan Pasal ini.” 4. Perkara Dibagi Dalam 4 Kategori 1. PEPERKARA YANG MENYANGKUT PERKAWINANERKARA YANG MENYANGKUT PERKAWINAN 1.1. izin beristri lebih dari seorang; 1.2. izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua puluh satu) Tahun, dalam hal orang tua wali, atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat; 1.3. dispensasi kawin; 1.4. pencegahan perkawinan; 1.5. penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah; 1.6. pembatalan perkawinan; 1.7. gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri; 1.8. perceraian karena talak; 1.9. gugatan perceraian; 1.10. penyelesaian harta bersama; 1.11. penguasaan anak-anak; 1.12. ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak mematuhinya; 1.13. penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri; 1.14. putusan tentang sah tidaknya seorang anak; 1.15. putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua; 1.16. pencabutan kekuasaan wali; 1.17. penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut; 1.18. penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18 (delapan belas) Tahun yang ditinggal kedua orang tuanya; 1.19. pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah kekuasaannya; 1.20. penetapan asal-usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam; 1.21. putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campuran; 1.22. pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain. 1.23. Penetapan perubahan identitas dalam akta nikah.
2. PERKARA YANG MENYANGKUT
HARTA/KEKAYAAN 1. Warisan Yang dimaksud dengan "waris" adalah: I.1. Penentuan siapa yang menjadi ahli waris, I.2. Penentuan mengenai harta peninggalan, I.3. Penentuan bagian masing-masing ahli waris, I.4. Melaksanakan pembagian harta peninggalan, I.5. Penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris dan penentuan bagian masing-masing ahli waris; 2. Harta bersama meliputi : 1) Penentuan mana yang disebut harta bersama; 2) Penentuan bagian masing-masing suami isteri dari harta bersama; 3) Melaksanakan Pembagian Harta Bersama 3. Wasiat dan Hibah. 3. PERKARA YANG MENYANGKUT EKONOMI SYARIAH Sesuai ketentuan Dalam Pasal 49 UU Nomor 3 Tahun 2006 dan juga ketentuan dalam Pasal 1 ayat (4) Perma Nomor 14 Tahun 2016 Tentang tata cara penyelesaian perkara Ekonomi Syariah ditegaskan “Yang termasuk dalam Perkara Ekonomi Syariah adalah perkara di bidang ekonomi syariah meliputi bank syariah, lembaga keuangan mikro syariah, asuransi syariah, reasuransi syariah, reksadana syariah, obligasi syariah, surat berharga berjangka syariah, sekuritas syariah, pembiayaan syariah, penggadaian syariah, dana pensiun lembaga keuangan syariah, bisnis syariah, termasuk wakaf, zakat, infaq, dan shadaqah yang bersifat komersial, baik yang bersifat kontensius maupun volunteer”. 4. Kewenangan memeriksa dan memutus perkara jinayat Sesuai ketentuan dalam Pasal 3 (1) Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Jinayat ditentukan secara limitattif tentang kewenangan untuk memeriksa perkara jinayat sepanjang mengenai jarimah meliputi: 1. Khamar adalah minuman yang memabukkanan atau mengandung alkohol dengan kadar 2 % (duapersen) atau lebih. 2. Maisir adalah perbuatan yang mengandung nsur taruhan dan/atau unsur untung-untungan yang dilakukan antara 2 (dua) pihak atau lebih,disertai kesepakatan bahwa pihak yang menang akan mendapat bayaran/keuntungan tertentu dari pihak yang kalah baik secara langsung atau tidak langsung. 3. Khalwat adalah perbuatan berada pada tempat tertutup atau tersembunyi antara 2 (dua) orang yang berlainan jenis kelamin yang bukan Mahram dan tanpa ikatan perkawinan dengan kerelaan kedua belah pihak yang mengarah pada perbuatan Zina 4. Ikhtilath adalah perbuatan bermesraan seperti bercumbu, bersentuh-sentuhan, berpelukan dan berciuman antara laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri dengan kerelaan kedua belah pihak, baik pada tempat tertutup atau terbuka. 5. Zina adalah persetubuhan antara seorang laki-laki atau lebih dengan seorang perempuan atau lebih tanpa ikatan perkawinan dengan kerelaan kedua belah pihak. 6. Pelecehan Seksual adalah perbuatan asusila atau perbuatan cabul yang sengaja dilakukan Seseorang di depan umum atau terhadap orang lain sebagai korban baik laki-laki maupun perempuan tanpa kerelaan korban. 7. Liwath adalah perbuatan seorang laki-laki dengan cara memasukkan zakarnya kedalam dubur laki-laki yang lain dengan kerelaan kedua belah pihak. 8. Musahaqah adalah perbuatan dua orang wanita atau lebih dengan cara saling menggosok-gosokkan anggota tubuh atau faraj untuk memperoleh rangsangan (kenikmatan) seksual dengan kerelaan kedua belah pihak. 9. Pemerkosaan adalah hubungan seksual terhadap faraj atau dubur orang lain sebagai korban dengan zakar pelaku atau benda lainnya yang digunakan pelaku atau terhadap faraj atau zakar korban dengan mulut pelaku atau terhadap mulut korban dengan zakar pelaku, dengan kekerasan atau paksaan atau ancaman terhadap korban. 10. Qadzaf adalah menuduh seseorang melakukan Zina tanpa dapat mengajukan paling kurang 4 empat) orang saksi.