Anda di halaman 1dari 31

Dr. (C) KRIS MURYANTO, S.Th.I.,S.H.,M.H.

Advokat/ Konsultan Hukum/ Pengurus/ Kurator


HUKUM ACARA DAN PENYELESAIAN SENGKETA
SYARIAH DI PENGADILAN AGAMA
Apa itu Hukum Acara ?
Hukum acara (dikenal juga sebagai hukum prosedur/protokoler) adalah serangkaian aturan
yang mengikat dan mengatur tata cara dijalankannya persidangan pidana, perdata, maupun
tata usaha negara. Atau, Hukum acara atau hukum formal adalah rangkaian kaidah hukum
yang mengatur cara-cara bagaimana mengajukan suatu perkara ke muka suatu badan
peradilan (pengadilan), serta cara-cara hakim memberikan putusan.

Hukum Acara apa saja di Indonesia ?


 Hukum Acara Pidana, diatur oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;
 Hukum Acara Perdata, diatur oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
 Hukum Acara Peradilan Agama, yang diatur oleh Undang-Undang Peradilan Agama;
 Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, yang diatur oleh Undang-Undang Peradilan
Tata Usaha Negara;
 Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, yang diatur oleh Undang-Undang Mahkamah Konstitusi.
Bagaimana Hukum Acara Peradilan Agama ?
Pasal 54 Undang-Undang No. 7 Tahun 1989, menetapkan bahwa “Hukum Acara yang berlaku
pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang
berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara
khusus dalam Undang-Undang Peradilan Agama”. (Ex. Psl 66 & 73)

Peradilan agama adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia sesuai
dengan ketentuan pasal 10 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1970 yang telah diubah dengan UU
No.35 Tahun 1999 dan terakhir diganti dengan UU No.4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan
Kehakiman.

Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas UU No.7
Tahun 1989 dalam pasal 2 disebutkan: “Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini”.
Apa Sumber Hukum Acara pada
Peradilan Agama ?
 Herzien Inlandsch Reglement (Jawa & Madura)/ Rechtreglement voor de Buitengewesten
(di luar Jawa & Madura);
 Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 yang telah diganti dengan UU No. 4 Tahun 2004
tentang Kekuasaan Kehakiman;
 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
 Undang-undang No. 14 Tahun 1985 yang telah diubah dengan UU No. 5 Tahun 2004
tentang Mahkamah Agung;
 Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun
2006 tentang Peradilan Agama;
 Undang-Undang No. 20 Tahun 1947 tentang Peradilan Ulangan (Jawa & Madura);
 PP No. 9 Tahun 1975 tentang PP UU No. 1 Tahun 1974;
 Reglement op de Burgerlijke Rechsvordering;
 Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang KHI.
 Surat Edaran Mahkamah Agung;
Apa saja yang menjadi Komptensi
Pengadilan Agama ?
Pasal 49 Undang-Undang No. 03 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama (Perubahan atas
Undang-Undang No. 7 Tahun 1989), menyatakan bahwa “Pengadilan agama bertugas dan
berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara
orang-orang yang beragama Islam di bidang:
a. Perkawinan;
b. waris;
c. wasiat;
d. hibah;
e. Wakaf;
f. zakat;
g. infaq;
h. shadaqah; dan
i. ekonomi syari'ah.”
 Kewenangan Bidang Perkawinan:
1. Permohonan Izin beristeri lebih dari seorang;
2. Permohonan Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yg belum berumur 21 th
3. Dispensasi kawin;
4. Pencegahan perkawinan;
5. Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah;
6. Pembatalan perkawinan;
7. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami atau isteri;
8. Perceraian karena talak;
9. Gugatan perceraian;
10. Penyelesaian harta bersama;
11. Penguasaan anak.
Lanjutan…………..
12. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak;
13. Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas
isteri atau penentuan suatu kwjb bg bekas isteri;
14. Putusan tentang sah atau tidaknya seorang anak;
15. Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua ;
16. Pencabutan kekuasaan wali;
17. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan ;
18. Menunjuk seorang wali dlm hal tdk ada penunjukan wali bg anak di bawah
umur 18 th;
19. Pembebanan kewajiban ganti kerugian thd wali atas harta anak perwalian;
20. Penetapan asal usul anak;
21. Putusan tentang penolakan pemberian keterangan perkawinan campuran;
22. Pernyataan tentangg sahnya perkawinan sebelum UU No. 1 Th 1974.
 Kewenangan Bidang Kewarisan, Wasiat, dan Hibah
Pasal 49 ayat (3) UU No. 7 Th 1989, meliputi:
(a). Penetuan siapa-siapa yg mjd ahli waris;
(b). Penentuan harta peninggalan
(c ). Penentuan bagian masing-masing ahli waris;
(d). Melaksanakan pembagian harta peninggalan.

 Kewenangan Bidang Wakaf


Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf jo. PP 28 Tahun 1977 tentang
Perwakafan Tanah Milik. Wakaf adalah Perbuatan hukum untuk memisahkan dana/
menyerahkan sebagai harta utk dimanfaatkan selamanya untuk jangka wakta tertentu
sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah & atau kesejahteraan umum
menurut syariah (Ps 1 (1) UU No. 41 Th 2004).
 Kewenangan Bidang Zakat, Infaq, dan Shadaqah

Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan hukum yang
dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan syari’ah untuk diberikan kepada
yang berhak menerimanya. (UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengeloaan Zakat).

Infaq adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain guna
menutupi kebutuhan, baik berupa makanan, minuman, mendermakan, memberikan
rezeki (karunia), atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas,
dan karena Allah Subhanahu Wata’ala.

Shadaqah adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain atau
lembaga/badan hukum secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan
jumlah tertentu dengan mengharap ridho Allah Subhanahu Wata’ala dan pahala
semata.
 Kewenangan Bidang Ekonomi Syariah
Penjelasan Pasal I Angka 37, mengenai Perubahan bunyi Pasal 49 UU. No.7 Tahun
1989, pada poin (i) disebutkan:
“Yang dimaksud ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha menurut prinsip
syariah meliputi:
a. Bank syariah;
b. Asuransi syariah;
c. Reasuransi syariah;
d. Reksa dana syariah;
e. Obligasi syariah; dan surat berharga berjangka menengah syariah;
f. Sekuritas syariah;
g. Pembiayaan syariah;
h. Pegadaian syariah;
i. Dana pensiun lembaga keuangan syariah;
j. Bisnis syariah; dan
k. Lembaga keuangan mikro syariah.
Anda harus menguasai dan memahami
tentang kewenangan Pengadilan !
 Kewenangan Absolut (Mutlak), merupakan pemisahan kewenangan yang menyangkut
pembagian kekuasaan antara badan-badan peradilan, dilihat dari macamnya pengadilan,
menyangkut pemberian kekuasaan untuk mengadili (attributie van rechtsmacht). Pasal 24
ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 18 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman yang menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman terdiri dari Peradilan Umum,
Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara. (HIR 136)

 Kewenangan Relatif, mengatur pembagian kekuasaan mengadili antar badan peradilan


yang sama, tergantung pada domisili atau tempat tinggal para pihak (distributie van
rechtsmacht), terutama tergugat. Pengaturan mengenai kewenangan relatif ini diatur pada
Pasal 118 HIR. Kewenangan relatif ini menggunakan asas actor sequitor forum rei yang
berarti yang berwenang adalah Pengadilan Negeri tempat tinggal Tergugat. (HIR 118,RBg
142)
Terdapat 4 (empat) jenis Pengadilan apabila ditinjau dari
aspek Kompetensi Absolutnya, yaitu :

1. Pengadilan Umum, yaitu pengadilan yang berwenang untuk memeriksa, mengadili dan
memutus perkara pidana (umum dan khusus) serta perkara perdata (umum dan khusus);
2. Pengadilan Tata Usaha Negara, yaitu pengadilan yang berwenang memeriksa,
mengadili dan memutus perkara yang objeknya keputusan (beschikking) yang
bertentangan dengan peraturan-perundang-undangan dan asas-asas umum
pemerintahan yang baik (AAUB);
3. Pengadilan Agama, yaitu pengadilan yang berwenang memeriksa, mengadili dan
memutus perkara berhubungan dengan : perkawinan, waris, hibah, wakaf, zakat,
shadaqah dan ekonomi syari’ah;
4. Pengadilan Militer, yaitu pengadilan yang berwenang memeriksa, mengadili dan
memutus perkara pidana yang dilakukan oleh prajurit TNI.
Untuk mementukan suatu Kompetensi Relatif ini digunakan 4
(empat) asas, yaitu:
1. Gugatan diajukan di Pengadilan dimana Tergugat berdomisili (Actor sequitur forum rei).
2. Gugatan diajukan di mana benda tetap yang menjadi objek sengketa itu berada (Forum rei
sitae).
3. Gugatan diajukan di salah satu pengadilan tempat tinggal Tergugat jika Tergugat lebih dari
satu orang.
4. Gugatan diajukan di salah satu pengadilan yang dipilih/disepakati. (HIR 118)

Kemudian bagaimana apabila dalam perkara yang obyek sengketanya adalah benda
tetap dan terdapat pilihan domisili ?

Ketentuan HIR dalam hal ini berbeda dengan Rbg. Menurut pasal 142 RBg, apabila objek
gugatan adalah tanah, maka gugatan selalu dapat diajukan kepada Pengadilan Negeri dimana
tanah itu terletak. (Pasal 118 ayat 3 HIR., 1435 RBG dan pasal 99 a.8 Rv).
Anda harus tahu, hal terpenting syarat dan
formulasi dalam Surat Kuasa Khusus…
Berdasarkan Pasal 123 (1) HIR, SEMA No. 2 Tahun 1959, SEMA No. 5 Tahun 1962, SEMA
No. 01 Tahun 1971, dan SEMA No. 6 Tahun 1994, maka secara garis besar syarat-syarat dan
formulasi Surat Kuasa Khusus adalah :
1. Menyebutkan pemilihan domisili;
2. Menyebutkan dengan jelas dan spesifik surat kuasa untuk berperan di pengadilan;
3. Menyebutkan kompetensi relatif pada Pengadilan Negeri mana kuasa itu dipergunakan
mewakili kepentingan pemberi kuasa;
4. Menyebutkan identitas dan kedudukan para pihak selaku Penggugat dan Tergugat);
5. Menyebutkan secara ringkas dan konkret pokok dan obyek sengketa yang diperkarakan
antara pihak yang berperkara. Paling tidak, menyebutkan jenis masalah perkaranya;
6. Menyebutkan Hak Retensi dan Hak Subtitusi. (1812 dan 1803 KUHPer)
Harus dipahami & dimengerti …. !
Perbedaan Permohonan & Gugatan

Permohonan Gugatan

1. Masalah yang diajukan bersifat kepentingan 1. Permasalahan hukum yang diajukan ke


sepihak saja. pengadilan mengandung sengketa.

2. Permasalahan yang dimohon penyesuaian 2. Terjadi sengketa di antara para pihak, di antara
kepada Pengadilan Negeri pada prinsipnya 2 (dua) pihak atau lebih.
tanpa sengketa dengan pihak lain.

3. Tidak ada orang lain atau pihak ketiga yang 3. Pihak yang satu berkedudukan sebagai
ditarik sebagai lawan, tetapi bersifat bebas penggugat dan pihak yang lainnya
murni dan mutlak satu pihak. berkedudukan sebagai tergugat.

4. Hakim mengeluarkan suatu penetapan. 4. Hakim mengeluarkan putusan untuk dijatuhkan


kepada pihak yang berperkara.
Formulasi Gugatan
Penggugat

Identitas Para Pihak Tergugat

Turut Tergugat

Kejadian/ Peristiwa Hukumnya


Alasan-alasan gugatan
(fundamentum petendi)
Dasar Hukumnya

Tuntutan Pokok Biaya Perkara


uitvoerbaar bij voorraad
Tuntutan/ Petitum Tuntutan Tambahan
Bunga/ Ganti Rugi
Turut Pengganti Uang paksa/ Dwangsom
Ex Aequo Et Bono” Sita
Perubahan Gugatan
 Penggugat berhak untuk mengubah atau mengurangi tuntutannya sampai saat perkara
diputus, tanpa boleh mengubah atau menambah pokok gugatannya. (127 Rv)

 Perubahan surat gugatan diperbolehkan asalkan tidak bertentangan dengan asas hukum
acara perdata yaitu sepanjang tidak bertentangan atau tidak menyimpang dari kejadian
materiil yang diuraikan dalam surat gugatan penggugat tersebut. (Putusan MA No.
209K/Sip/1970)

 Perubahan surat gugatan perdata yang isinya tidak melampaui batas-batas materi pokok
gugatan dan tidak akan merugikan tergugat dalam pembelaan atas gugatan penggugat
tersebut, maka hakim boleh mengabulkan perubahan tersebut. (Putusan Mahkamah
Agung No. 454K/Sip/1970)

 Permohonan untuk mengadakan penambahan dalam gugatan pada saat pihak berperkara
lawan telah menyampaikan jawabannya, tidak dapat dikabulkan apabila pihak berperkara
lainnya tidak menyetujuinya. (Putusan MA No. 447 K/Sip/1976)
Pencabutan Gugatan
 Penggugat dapat mencabut perkaranya dengan syarat, pencabutan perkara
dilakukan sebelum Tergugat menyampaikan jawaban. (127 Rv)

 Hak mencabut yang paling murni dan mutlak apabila proses yang terjadi, baru pada tahap
pendaftaran dan pendistribusian kepada majelis, dan Proses belum berlanjut pada tahap
pemanggilan.

 Selama proses pemeriksaan perkara di persidangan belum berlangsung, penggugat


berhak mencabut gugatan tanpa persetujuan tergugat, Setelah proses
pemeriksaan berlangsung, pencabutan masih boleh dilakukan, dengan syarat harus ada
persetujuan pihak tergugat. (Putusan MA No. 1841 K/Pdt/1984)
Eksepsi dalam Gugatan

Kewenangan Absolut
Kewenangan Mengadili
Kewenangan Relatif

Keabsahan Surat Kuasa

Error in Persona
Di luar Kewenangan Mengadili
Obscuur libel

Nebis in idem.
Intervensi Pihak ketiga (Pasal 79 Rv)
 Voeging, yaitu ikut sertanya pihak ketiga atas inisiatif sendiri dalam pemeriksaan
sengketa perdata untuk membela salah satu pihak penggugat atau tergugat.

 Tussenkomst, yaitu ikut sertanya pihak ketiga atas inisiatif sendiri dalam pemeriksaan
sengketa perdata, akan tetapi tidak memihak salah satu pihak, baik penggugat atau
tergugat, tetapi demi membela kepentingannya sendiri.

 Vrijwaring atau penjaminan, yaitu ikut sertanya pihak ketiga dalam pemeriksaan
sengketa perdata karena ditarik oleh salah satu pihak untuk ikut menanggungnya.
Rekonvensi (Gugat Balik)
Rekonvensi diatur dalam Pasal 132a HIR yang maknanya rekonvensi adalah gugatan yang
diajukan tergugat sebagai gugatan balasan terhadap gugatan yang diajukan penggugat
kepadanya. Dalam penjelasan Pasal 132a HIR disebutkan, oleh karena bagi tergugat diberi
kesempatan untuk mengajukan gugatan melawan, artinya. untuk menggugat kembali
penggugat, maka tergugat itu tidak perlu mengajukan tuntutan baru, akan tetapi cukup dengan
memajukan gugatan pembalasan itu bersama-sama dengan jawabannya terhadap gugatan
lawannya

Istilah konvensi sebenarnya merupakan istilah untuk menyebut gugatan awal atau gugatan
asli. Istilah ini memang jarang digunakan dibanding istilah gugatan karena istilah konvensi
baru akan dipakai apabila ada rekonvensi (gugatan balik tergugat kepada penggugat). Ketika
penggugat asal (A) digugat balik oleh tergugat (B) maka gugatan A disebut gugatan konvensi
dan gugatan balik B disebut gugatan rekonvensi.
Provisi dalam Gugatan
Gugatan provisi merupakan permohonan kepada hakim (dalam hal ini arbiter) agar ada
tindakan sementara mengenai hal yang tidak termasuk pokok perkara, misalnya melarang
meneruskan pembangunan di atas tanah yang diperkarakan dengan ancaman membayat
uang paksa. Apabila dikabulkan, maka disebut putusan provisionil. Putusan provisionil
merupakan salah satu jenis putusan sela.

Dalam penjelasan Pasal 185 HIR disebutkan putusan provisionil yaitu keputusan atas
tuntutan supaya di dalam hubungan pokok perkaranya dan menjelang pemeriksaan pokok
perkara itu, sementara diadakan tindakan-tindakan pendahuluan untuk kefaedahan salah
satu pihak atau ke dua belah pihak. Keputusan yang demikian itu banyak digunakan di dalam
pemeriksaan singkat.
Gugatan Sederhana
Apa itu Gugatan Sederhana ?
Gugatan Sederhana adalah gugatan perdata dengan nilai gugatan materiil maksimal Rp200 juta
yang diselesaikan dengan tata cara dan pembuktiannya sederhana. Dikatakan sederhana karena
beberapa alasan berikut:
1. Diperiksa oleh hakim tunggal;
2. Proses penyelesaian gugatan paling lama 25 hari;
3. Beberapa tahapan pada gugatan perdata umum seperti tuntutan provisi, rekonpensi replik,
duplik, dan kesimpulan tidak ada pada gugatan sederhana ini. Pembuktian pun dilakukan
sederhana dalam artian cepat.

Apa yang dapat digugat ?


Ruang lingkup dari gugatan sederhana hanya terbatas dalam lingkup perkara wanprestasi dan
perbuatan melawan hukum. Namun ada beberapa perkara perdata yang tidak dapat diselesaikan
dengan mekanisme gugatan sederhana, yaitu perkara yang: Penyelesaiannya dilakukan melalui
pengadilan khusus seperti perselisihan hubungan industrial Sengketa hak atas tanah.
Siapa yang dapat menggugat?
Pada dasarnya, semua subjek hukum baik perorangan maupun badan hukum dapat mengajukan
gugatan sederhana. Namun dalam gugatan sederhana, masing-masing penggugat dan tergugat
hanya boleh terdiri dari satu orang, kecuali memiliki kepentingan hukum yang sama.

Syarat Gugatan Sederhana ?


1. Nilai gugatan materiil paling banyak Rp 500 juta;
2. Masing-masing pihak tidak boleh berjumlah lebih dari satu orang, kecuali berkepentingan
hukum yang sama;
3. Pihak penggugat dan tergugat harus berdomisili di wilayah hukum yang sama. Wilayah hukum
yang sama maksudnya kabupaten atau kota di mana penggugat dan tergugat tinggal.
4. Jika domisili tergugat tidak diketahui, maka penggugat tidak dapat mengajukan gugatan
sederhana; Objek Gugatan bukan perkara yang penyelesaiannya melalui pengadilan khusus
atau sengketa hak atas tanah;
5. Penggugat dan tergugat harus hadir dalam persidangan dengan atau tanpa didampingi kuasa
hukum. Dalam hal ini kuasa hukum hanya mendampingi, bukan mewakili.
Putusan Pengadian
Mempersiapkan/mengatur pemeriksaan perkara
Preparatoir
tanpa mempengaruhi pokok perkara

Putusan Sela Adanya insiden tertentu, kejadian yang menunda jalannya


Insidentil
persidangan

Provisional Menetapkan suatu tindakan sementara bagi kepentingan


salah satu pihak sebelum putusan akhir

Menerangkan dan menegaskan


Declaratoir
suatu keadaan hukum

Putusan Akhir Consistutif Meniadakan suatu keadaan hukum atau


menimbulkan suatu keadaan hukum baru

Condemnatoir Berisi penghukuman


BAGAN ALUR PROSEDUR PERSIDANGAN PERKARA
PERDATA
Telah dipanggil Penggugat boleh
Penggugat dan/ Gugatan Gugur mengajukan
atau Kuasanya dengan patut ? (124 HIR) gugatan yang sama
 Hakim boleh
Hakim memanggil sekali tidak hadir sekali lagi (124 HIR)
lagi
membuka  Hakim menentukan
Sidang I tanggal sidang (126 Telah dipanggil
HIR) Tergugat dan/ Syarat-syarat VERSTEK
Verstek
dengan patut ? formil telah
atau Kuasanya Gugatan tidak
tidak hadir dipenuhi ? dapat diterima

Para Pihak Apakah gugatan VERSTEK


beralasan menurut
Verstek
hadir atau Perjanjian Perdamaian
hukum ? Gugatan ditolak
tidak ?
Acta van Dading

VERSTEK
Verstek

MEDIASI Apakah perkara Gugatan seluruhnya atau


selesai dengan sebagian dikabulkan (125 (1)
Hakim menunda sidang Mediasi ? HIR)
berikutnya untuk jangka
waktu 40 hari untuk
mediasi
Pembuktian: PUTUSAN
Sidang dilanjutkan
Surat, saksi,
dengan agenda
pembacaan gugatan
Replik & Duplik persangkaan, Kesimpulan Dikabulkan,
oleh Penggugat dan pengakuan dan ditolak atau tidak
jawaban dari Tergugat sumpah. (1865 diterima
KUHPer)
Upaya Hukum
Verzet (129 HIR)/Perlawanan (14 hari)

Upaya Hukum Biasa Banding (188 – 194 HIR)/(14 hari) – Judex


Facti
Kasasi/(14 hari) – Judex Jurist

Peninjauan Kembali (Pasal 67 UU No. 15 Tahun 1985)

Upaya Hukum Luar Biasa


Derden Verzet (378 RV – 379 RV)
Pelaksanaan Eksekusi

Aanmaning (196 HIR)

Fiat Pengadilan Lelang Eksekusi (200, 215 HIR)

Eksekusi Memulihkan Keadaan


(200, 215 HIR)
Terima Kasih

“Advokat sukses adalah Advokat yang tetap berpegang


pada nilai-nilai kejujuran dan keadilan”
- by Kris Muryanto -

Anda mungkin juga menyukai