Anda di halaman 1dari 15

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian hukum acara perdata dan hukum acara perdata peradilan agama
1. Pengertian Hukum Acara Perdata
Hukum Acara sering disebut juga sebagai Hukum Formil. Dimana tujuannya
adalah untuk mempertahankan Hukum Materiil. Berikut merupakan definisi dari Hukum
acara perdata, baik umum maupun agama dari beberapa pakar.
a. Menurut MH. Tirtaamidjaja, Hukum acara perdata ialah suatu akibat yangtimbul
dari hukum perdata materii.1
b. Sudikno Mertokusumo, Hukum acara perdata adalah peraturan hokum yang
mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil
dengan perantara hakim. Dengan perkataan lain hukum acara perdata adalah
peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan
hukum perdata materiil. Lebih konkrit lagi dapatlah dikatakan, bahwa hukum
acara perdata mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak,
memeriksa serta memutusnya dan pelaksanaan dari putusannya.2
c. Abdul Manan, Hukum acara perdata agama merupakan hukum yang mengatur
tentang tata cara mengajukan gugatan kepada pengadilan, bagaimana pihak
Tergugat mempertahankan diri dari gugatan Penggugat bagaimana para hakim
bertindak baik sebelum dan sedang pemeriksaan dilaksanakan dan bagaimana
cara hakim memutus perkara yang diajukan oleh Penggugat tersebut serta
bagaimana cara melaksanakan putusan tersebut sebagaimana mestinya sesuai
dengan peraturan yang berlaku, sehingga hak dan kewajiban sebagaimana yang
telah diatur dalam Hukum Perdata dapat berjalan sebagaimana mestinya.3
d. Menurut Mukti Arto dalam bukunya yang berjudul Praktek Perkara Perdata pada
Pengadilan Agama, Hukum acara perdata agama adalah semua kaidah hukum
yang menentukan dan mengatur cara bagaimana melaksanakan hak-hak dan
1
.K. Wantjik Saleh, Hukum Acara Perdata RBG/HIR, (Jakarta: Ghalia Indonesia), 1981
,hlm. 9
2
.Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty), Edisi VIII, 2009, hlm. 2
3
.Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama,(Jakarta: Yayasan Al-
Hikmah), 2000, hlm. 1-2

3
kewajiban perdata agama sebagaimana yang diatur dalam hukum perdata materiil
yang berlaku di lingkungan peradilan agama.

Hukum acara perdata dalam pengertian lebih luas adalah sekumpulan


peraturan yang membuat bagaimana caranya orang harus bertindak di hadapan
pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak, untuk melaksanakan
berjalannya peraturan hukum materiil sekaligus untuk memelihara ketertiban hukum
perdata. Sedangkan Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan
Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata Umum, kecuali yang telah diatur
secara khusus dalam Undang-undang.4

B. Pengertian hukum acara perdata peradilan agama.


Hukum Acara Peradilan Agama yaitu Hukum Acara Perdata yang berlaku pada
Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam undang undang Nomor
7 Tahun 1989.5 Hukum Acara Perdata sendiri yaitu hukum yang mengatur tata cara
mengajukan gugatan kepada pengadilan,bagaimana pihak tergugat mempertahankan diri
dari gugatan penggugat, bagaimana para hakim bertindak baik sebelum dan sedang
pemeriksaan dilaksanakan dan bagaimana cara melaksanakan putusan tersebut
sebagaimana mestinya sesuai dengan peraturan yang berlaku, sehingga hak dan
kewajiban sebagaimana yang telah diatur dalam Hukum Perdata dapat berjalan
sebagaimana mestinya.6
Sebagaimana diketahui bahwa Peradilan Agama adalah Peradilan Perdata dan
Peradilan Islam di Indonesia, jadi harus mengindahkan peraturan perundang undangan
negara dan syariat Islam sekaligus. Oleh karena itu, rumusan Hukum Acara Peradilan
Agama diusulkan sebagai berikut: Segala peraturan baik yang bersumber dari peraturan
perundang-undangan negara maupun syariat Islam mengatur bagaimana cara orang
bertindak ke muka Pengadilan Agama dan juga mengatur bagaimana cara Pengadilan
Agama tersebut menyelesaikan perkaranya, untuk mewujudkan hukum materil Islam
yang menjadi kekuasaan Peradilan Agama.7
4
.Abdul Manan, Lampiran UU. No. 7 Tahun 1989, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada), Pasal 54, hlm. 221
5
.Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama , (Jakarta: Kencana
Perdana Media Group, 2001), 7.
6
. Ibid., 2.
7
.Roihan Rasyid, Hukum Acara Hukum Acara Peradilan Agama , (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), 10

4
2. Hukum acara perdata yang berlaku di lingkungan peradilan agama.
Pasal 49 menyatakan bahwa Pengadilan agama bertugas dan berwenang
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang
yang beragama Islam di bidang:
a. Perkawinan
Yang dimaksud dengan "perkawinan" adalah hal-hal yang diatur dalam atau
berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan
menurut syari'ah, antara lain:
1) izin beristri lebih dari seorang
2) Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua
puluh satu) tahun, dalam hal orang tua wali, atau keluarga dalam garis lurus
ada perbedaan pendapat;
3) dispensasi kawin
4) pencegahan perkawinan
5) penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah
6) pembatalan perkawinan
7) gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri
8) perceraian karena talak
9) gugatan perceraian
10) penyelesaian harta bersama
11) penguasaan anak-anak
12) ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak
yang seharusnya bertanggung jawab tidak mematuhinya
13) penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas
istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri
14) putusan tentang sah tidaknya seorang anak
15) putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua
16) pencabutan kekuasaan wali
17) penunjukan orang lain sebagai wall oleh pengadilan dalam hal kekuasaan
seorang wall dicabut

5
18) penunjukan seorang wall dalam hal seorang anak yang belum cult-upumur 18
(delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya
19) pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada di
bawah kekuasaannya
20) penetapan asal-usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak
berdasarkan hukum Islam
21) putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan
perkawinan campuran
22) pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan
yang lain.
b. Waris
Yang dimaksud dengan "waris" adalah penentuan siapa yang menjadi ahli waris,
penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris,
dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut, serta penetapan pengadilan
atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris,
penentuan bagian masingmasing ahli waris.
c. Wasiat
Yang dimaksud dengan "wasiat" adalah perbuatan seseorang memberikan suatu
benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga/badan hukum, yang berlaku
setelah yang memberi tersebut meninggal dunia.
d. Hibah
Yang dimaksud dengan "hibah" adalah pembegan suatu benda secara sukarela dan
tanpa imbalan dari seseorang atau badan hukum kepada orang lain atau badan hukum
untuk dimiliki.
e. Wakaf
Yang dimaksud dengan "wakaf' adalah perbuatan seseorang atau sekelompok
orang (wakif) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harts benda
miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai
dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum
menurut syari'ah.

6
f. Zakat
Yang dimaksud dengan "zakat" adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang
muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan
syari'ah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
g. Infaq
Yang dimaksud dengan "infaq" adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu
kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan, minuman,
mendermakan, memberikan rezeki (karunia), atau menafkahkan sesuatu kepada
orang lain berdasarkan rasa ikhlas, dan karena Allah Subhanahu Wata'ala.
h. Shadaqah
Yang dimaksud dengan "shadaga" adalah perbuatar; seseorang memberikan
sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum secara spontan dan sukarela
tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap ridho Allah
Subhanahu Wata'ala dan pahala semata.
i. Ekonomi syari'ah
Yang dimaksud dengan "ekonomi syari'ah" adalah perbuatan atau kegiatan usaha
yang dilaksanakan menurut prinsip syari'ah, antara lain meliputi:
1) bank syari'ah
2) lembaga keuangan mikro syari'ah.
3) asuransi syari'ah
4) reasuransi syari'ah
5) reksa dana syari'ah
6) obligasi syari'ah dan surat berharga berjangka menengah syari'ah
7) sekuritas syari'ah
8) pembiayaan syari'ah
9) pegadaian syari'ah
10) dana pensiun lembaga keuangan syari'ah
11) bisnis syari'ah.8
3. Sumber hukum acara peradilan agama.

8
.Abdul Ghani Abdullah, ‚Peradilan Agama Pasca UU No.7/1989 dan Perkembangan Studi Hukum Islam di
Indonesia‛ dalam Mimbar Hukum No. 1 tahun V (Jakarta: al-Hikmah & Ditbinpera Islam Depag RI, 4 , hIm.
94 106.

7
Pada bidang hukum khususnya dalam hukum acara peradilan agama, hakim wajib
menggali, mengikuti dan mamahami nilai-nilai hukum yang hidup dan rasa keadilan
yang tidak menyimpang dari syari’ah Islam.9 Kewajiban tersebut dilakukan apabila
sudah tidak ditemukan lagi dalam undang-undang dan peraturan yang berlaku. Adapun
undang-undang dan peraturan-peraturan yang berlaku di Pengadilan Agama, diantaranya
adalah:
a. HIR (Herziene Indonesische Reglement) untuk Jawa dan Madura.
b. R.Bg (Rechtsreglement Voor de Buitengewesten) untuk golongan Bumi Putra
dan Timur Asing yang berada di luar Jawa dan Madura yang berperkara di muka
Lendraad (pengadilan).10
c. Rv (Reglement Op de Bugerlijke Rechtsvordering) diperuntukkan untuk
golongan Eropa yang berperkara di muka Raad va Justitie dan Residentie
gerecht, dengan dihapuskannya Raad van justitie dan Hoogerechshof, maka B.Rv
sudah tidak berlaku lagi. Akan tetapi yang diatur dalam B.Rv banyak yang masih
relevan dengan perkembangan hukum acara dewasa ini. Misalnya tentang
formulasi surat gugatan, perubahan surat gugatan,intervensi dan beberapa
ketentuan hukum acara perdata lainnya.11
d. BW (Burgelijke Wetbook voor Indonesia), yang dalam bahasa Indonesia disebut
dengan KUHPerdata, terdapat juga sumber hukum acara perdata khususnya buku
IV tentang pembuktian, yang termuat dalam pasal 1865 s/d 1993.

e. Peraturan Perundang-undangan:
1) UU No. 20 Tahun 1947 tentang Acara Perdata dalam hal Banding
bagipengadilan Tinggi di Jawa dan Madura. Sedangkan untuk daerah luar
Jawa dan Madura diatur dalam Pasal 199-205 R.Bg.

9
. Tim Redaksi Nuansa, UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman ,(Yogyakarta : Uii press)
2001, Pasal 28 ayat (1) hlm.1
10
. Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, Opcit. hlm.6
11
. Ahmad Mujahidin, Pembaharuan Hukum Acara PerdataPeradilan Agama dan Mahkamah Syar’iyyah di
Indonesia, (Jakarta: IKAHI), 2008, hlm. 38

8
2) UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama diganti dengan UU No. 3
Tahun 2006, dan kemudian diamandemen lagi dengan UU No.50 Tahun
2009.
3) UU No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman.
4) UU No. 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung yang memuat tentang acara
perdata dan hal-hal yang berhubungan dengan kasasi dalam proses berperkara
di Mahkamah Agung.
5) UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah No. 9
Tahun 1975 tentang peraturan Pelaksanaan Undang-undang Perkawinan
tersebut.
6) Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Instruksi Pemasyarakatan Kompilasi
Hukum Islam.
f. Surat Edaran Mahkamah Agung RI dan Peraturan Mahkamah Agung RI. Surat
Edaran dan Instruksi Mahkamah Agung tidak mengikat hakim sebagaimana
undang-undang.Terhadap Surat Edaran dan Instruksi Mahkamah Agung RI ini
banyak pakar hukum menganggap bahwa Mahkamah Agung RI telah
mencampuri urusan hakim dalam menyelesaikan perkara yang diajukan
kepadanya. Namun apabila dilihat dari pasal 11 ayat 4 UU No. 4 Tahun 2004
Tentang Kekuasaan Kehakiman ditegaskan bahwa Mahkamah Agung RI berhak
melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan pengadilan lain menurut
ketentuan yang ditentukan oleh undang-undang. Dalam rangka pengawasan dan
pembinaan itulah MA berwenang memberikan petunjuk apabila dianggap perlu
agar suatu masalah hukum tidak menyimpang dari aturan yang telah ditentukan.
Jadi bukan mencampuri kemandirian hakim dalammmenyelesaikan suatu perkara
yang diajukan kepadanya.12
g. Yurisprudensi Beberapa yurisprudensi terutama dari Mahkamah Agung menjadi
sumber Hukum Acara Perdata yang sangat penting di negara kita ini, terutama
untuk mengisi kekosongan, kekurangan, dan ketidak sempurnaan yang banyak
terdapat dalam peraturan perundang-undangan Hukum Acara Perdata
peninggalan Zaman Hindia Belanda.
12
. Anshoruddin, Hukum Pembuktian Menurut Hukum Acara Islam dan Hukum Positif, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar), 2004, Hlm. 9

9
4. Asas-asas hukum acara peradilan agama yang umum dan yang khusus.
a. Asas-asas hukum acara peradilan agama yang umum.
1) Asas Bebas Merdeka
Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara hukumRepublik
Indonesia.Pada dasarnya azas kebebasan hakim dan peradilan yang
digariskan dalam UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU
Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama adalah merujuk pada pasal
24 UUD 1945 dan jo. Pasal 1 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman.Dalam penjelasan Pasal 1 UU Nomor 4 tahun 2004
ini menyebutkan “Kekuasaan kehakiman yang medeka ini mengandung
pengertian di dalamnya kekuasaan kehakiman yang bebas dari campur tangan
pihak kekuasaan Negara lainnya, dan kebebasan dari paksaan, direktiva atau
rekomendasi yang datang dari pihak ekstra yudisial kecuali dalam hal yang
diizinkan undang-undang.”
2) Asas Sebagai Pelaksana Kekuasaan Kehakiman
Penyelenggara kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan
peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi. Semua peradilan di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia
adalah peradilan Negara dan ditetapkan dengan undang-undang. Dan
peradilan Negara menerapkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila.

3) Asas Ketuhanan
Peradilan agama dalam menerapkan hukumnya selalu berpedoman pada
sumber hokum Agama Islam, sehingga pembuatan putusan ataupun
penetapan harus dimulai dengan kalimat Basmalah yang diikuti dengan irah-
irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa.”

10
4) Asas Fleksibelitas
Pemeriksaan perkara di lingkungan peradilan agama harus dilakukan
dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Adapun asas ini diatur dalam
pasal 57 (3) UU Nomor 7 Tahun 1989 yang tidak diubah dalam Undang-
undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama jo pasal 4 (2) dan
pasal 5 (2) UU Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Untuk
itu, pengadilan agama wajib membantu kedua pihak berperkara dan berusaha
menjelaskan dan mengatasi segala hambatan yang dihadapi para pihak
tersebut. Yang dimaksud sederhana adalah acara yang jelas, mudah difahami
dan tidak berbelit-belit serta tidak terjebak pada formalitas-formalitas yang
tidak penting dalam persidangan. Sebab apabila terjebak pada formalitas-
formalitas yang berbelit-belit memungkinkan timbulnya berbagai penafsiran.
Cepat yang dimaksud adalah dalam melakukan pemeriksaan hakim harus
cerdas dalam menginventaris persoalan yang diajukan dan
mengidentifikasikan persolan tersebut untuk kemudian mengambil intisari
pokok persoalan yang selanjutnya digali lebih dalam melalui alat-alat bukti
yang ada. Apabila segala sesuatunya sudah diketahui majelis hakim, maka
tidak ada cara lain kecuali majelis hakim harus secepatnya mangambil
putusan untuk dibacakan dimuka persidangan yang terbuka untuk umum.
Biaya ringan yang dimaksud adalah harus diperhitungkan secara logis, rinci
dan transparan, serta menghilangkan biaya-biaya lain di luar kepentingan
para pihak dalam berperkara. Sebab tingginya biaya perkara menyebabkan
para pencari keadilan bersikap apriori terhadap keberadaan pengadilan.
5) Asas Non Ekstra Yudisial
Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar
kekuasaan kehakiman dilarang kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebut
dalam UUD RI Tahun 1945. Sehingga setiap orang dengan sengaja
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud akan dipidana.
6) Asas Legalitas
Peradilan agama mengadili menurut hokum dengan tidak membeda-
bedakan orang. Asas ini diatur dalam pasal 3 (2), pasal 5 (2), pasl 6 (1) UU

11
No.4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman jo. Pasal 2 UU No.3 Tahun
2006 Tentang Peradilan Agama.Pada asasnya Pengadilan Agama mengadili
menurut hukum agama Islam dengan tidak membeda-bedakan orang,
sehingga hak asasi yang berkenaan dengan persamaan hak dan derajat setiap
orang di muka persidangan Pengadilan Agama tidak terabaikan. Asas
legalitas dapat dimaknai sebagai hak perlindungan hukum dan sekaligus
sebagai hak persamaan hokum. Untuk itu semua tindakan yang dilakukan
dalam rangka menjalankan fungsi dan kewenangan peradilan harus berdasar
atas hokum, mulai dari tindakan pemanggilan, penyitan, pemeriksaan di
persidangan, putusan yang dijatuhkan dan eksekusi putusan, semuanya harus
berdasar atas hukum. Tidak boleh menurut atau atas dasar selera hakim, tapi
harus menurut kehendak dan kemauan hukum.
b. Asas-asas hukum acara peradilan yang khusus.
1) Peradilan/hakim bersipat pasif.
2) Mendengar pihak-pihak berperkara di muka pengadilan.
3) Peradilan Agama memutus perkara berdasarkan hukum Islam. (Pasal 2 dan
49 UU No.3 Tahun 2006).
4) Peradilan Agama dilakukan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa dan setiap putusan dan penetapan dimulai dengan kalimat
“Bismillahirrahmanir rahim” dan diikuti dengan “Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. (Pasal 57 ayat (1) dan (2) UU
No.7/1989)
5) Peradilan Agama dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan (Pasal
57 ayat (3) UU No. 7 Tahun 1989).
6) Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan
orang. (Pasal 58 ayat (1) UU No. 7/1989).
7) Pemeriksaan perkara dilakukan dalam persidangan Majelis sekurang-
kurangnya tiga orang Hakim (salah satunya Menjadi Ketua Majelis) dan
dibantu Panitera sidang. (Pasal 17 ayat (1), (2) dan (3) UU No.4/2004).

12
8) Persidangan dilakukan terbuka untuk umum kecuali undang-undang
menentukan lain. (Pasal 59 UU No. 7 Tahun 1989 jo. Psl. 19 ayat (1) UU No.
4 Tahun 2004).
9) Pemeriksaan perkara perceraian dilakukan secara tertutup. (Pasal 67 hurup b
dan pasal 80 hurup b UU No.7/1989) akan tetapi pada saat pembacaan
putusan atau penetapan dilakukan dengan terbuka untuk umum (Pasal 60 UU
No.7/1989 jo. Psl. 20 UU No.4/2004).
10) Peradilan Agama dilakukan bebas dari pengaruh dan campur tangan dari luar
(Psl.5 ayat (2) UU. No. 3/2006 jo. Psl. 4 ayat (3) UU. No. 4/2004).

BAB III
METODE PENELITIAN

13
JenisPenelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya jenis penelitian
ini adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Penelitian ini berusaha
memecahkan masalah dengan menggambarkan problematika yang terjadi. Hal ini
didasarkan pada pertimbangan bahwa peneliti ingin memahami, mengkaji secara
mendalam serta memaparkan dalam tulisan ini mengenai praktik jual beli kelapa muda
serta masalah-masalah yang ditemukan dan juga jalan keluarnya.

Penelitian deskriptif analisis yaitu suatu peneltian yang dimaksudkan untuk


memberikan data yang seteliti mungkin. Deskriptif yaitu menggambarkan gejala-gejala di
lingkungan masyarakat terhadap suatu kasus yang diteliti, pendekatan yang dilakukan
yaitu pendekatan kualitatif yang merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan
deskriptif. Digunakan pendekatan kualitatif oleh penulis bertujuan untuk mengerti atau
memahami gejala yang diteliti.(Soekanto, 2012, p. 32)

Latar dan Waktu Penelitian


Penelitiaan dilakukan di daerah Kecamatan Lima Kaum. Penelitian ini
dilaksanakan selama 4 (empat) bulan dengan perincian waktu sebagai berikut:
No Kegiatan Bulan
Mei Juni Juli Agustus
1. Penyiapan instrumen penelitian √
untuk mengumpulkan data
2. Penelitian √ √ √
3. Penulisan draft laporan penelitian √ √
4. Konsultasi hasil penelitian √ √ √

Instrumen Penelitian
Sebagai upaya untuk mendapatkan informasi yang lengkap menganai hal-hal yang
ingin dikaji melalui penelitian , maka penulis di bantu dengan Field-notes. Field-notesini
penulis gunakan untuk mencatat hasil
67 wawancara yang penulis lakukan dengan penjual
kelapa mudadi pinggir jalan Kecamatan Lima Kaum. Instrumen ini penulis gunakan
untuk mengumpulkan data kualitatif dalam penelitian.

14
Sumber data
Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi mengenai
data. Berdasarkan sumber datanya dibedakan menjadi dua, yaitu primer dan data
sekunder.

1. Sumber data primer yaitu data yang dibuat oleh peneliti untuk maksud
khusus menyelesaikan permasalahan yang sedang ditanganinya. Data
dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama atau
tempat objek penelitian di lakukan.Peneliti membeli langsung di 6 (enam)
tempat penjual kelapamudadi Kecamatan Lima Kaum, penulis juga
mewawancarai penjual dan pembeli kelapa muda di pinggir jalan
Kecamatan Lima Kaum, yang peneliti jadikan sebagai objek penelitian
yang penulis lakukan dengan cara snowblesamplingyaitu penulis mencari
informasi, apabila penulis sudah merasa cukup dengan informasi yang
dibutuhkan, penulis menghentikannya.
2. Sumber data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan untuk maksud selain
menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Data ini dapat ditemukan dengan
cepat. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data sekunder adalah literatur,
artikel, jurnal serta situs di internet yang berkenaan dengan penelitian yang dilakukan.
(Sugiyono, 2009, p. 137)

Metode pengumpulan data


Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
1. Observasi
observasi yang merupakan suatu proses yang komplek, suatu proses yang tersusun
dari berbagai proses biologis dan psikologis. Penulis melakukan observasi di
6(enam) tempat penjual kelapa muda di Kecamatan Lima Kaum dengan cara
membeli dan mengamati langsung di tempat tersebut.
2. wawancara yang merupakan tekhnik pengumpulan data yang dilakukan melalui tatap
muka dan tanya jawab langsung antara pengumpul data maupun peneliti terhadap
narasumber atau sumber datalangsung pada pembeli kelapamuda dan penjual kelapa

15
muda tersebut agar mendapat informasi yang jelas tentang bagaimana akad jual beli
kelapamuda tersebut. Penulis melakukan wawancara dengan 10(sepuluh) orang
pembeli dan dapat disimpulkan dari 10(sepuluh) pembeli tersebut mempunyai
keterangan yang sama dalam penjualan kelapa mudayang mereka beli ditempat
penjual kelapa di Kecamatan Lima Kaum.
penulis dalam melakukan penelitian ini menggunakan bentuk wawancara tidak
terstruktur. Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas di mana
peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara
sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang
digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang ditanyakan.

Tekhnik Analisis data


Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara
mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan
sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari,
dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain.
(Sugiyono, 2009, p. 244)
Metode analisis data adalah suatu metode yang digunakan untuk mengolah hasil
penelitian guna memperoleh suatu kesimpulan.Analisis data dilakukan setelah
diadakannya wawancara dan pencarian artikel dan jurnal dengan situs internet. Dalam hal
ini, penulis menggunakan analisis kualitatif untuk mendapatkan gambaran umum dari
masalah yang diteliti. Adapun langkah-langkah dalam mengelola data deskriptif, yaitu:
1. Menghimpun sumber-sumber data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
2. Membaca sumber-sumber data yang telah dikumpulkan.
3. Membahas masalah-masalah yang diajukan
4. Menginterprestasikan berdasarkan pandangan pakar sehingga terpecah masalah.
5. Menarik kesimpulan akhir

Tekhnik Penjamin Keabsahan Data


Demi terjaminnya keakuratan data, maka penulis akan melakukan keabsahan data
dengan yang dilakukan melalui proses triangulasi yaitu proses sebagai pengecekan data

16
dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan waktu, dalam tekhnik penjamin
keabsahan data, penulis melakukan dengan cara kualitatif, dimana penulis melakukan
wawancara langsung dengan penjual kelapa muda di pinggir jalan Kecamatan Lima
Kaum, dalam hal ini wawancara penulis disertakan dengan panduan wawancara yang
digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang ditanyakan.

17

Anda mungkin juga menyukai