Anda di halaman 1dari 12

KEKUASAAN BADAN PERADILAN AGAMA

KELOMPOK 9

SRI DEVI 181120023

SRI RATIH HARMANTI 191120025


KEKUASAAN
PERADILAN
AGAMA KEKUASAAN MUTLAK PERADILAN AGAMA

Kata ‘kekuasaan’ sering disebut ‘kompetensi’ yang berasal dari


bahasa Belanda ‘competentie’, yang kadang-kadang diterjemahkan
dengan ‘kewenangan’ dan kadang dengan ‘kekuasaan.
Kewenangan absolut (absolute competentie) adalah kekuasaan
peradilan yang berhubungan dengan jenis perkara atau jenis
pengadilan atau tingkat Pengadilan,dalam perbedaannya dengan jenis
perkara atau jenis Pengadilan atau tingkat Pengadilanlainnya.
Adapun Kekuasaan pengadilan di lingkungan Peradilan agama
adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara perdata
tertentu di kalanga ngolongan rakyat tertentu, yaitu orang-orang yang
beragama Islam.
KEKUASAAN
PERADILAN
AGAMA
Di lingkungan Peradilan Agama terdapat dua tingkat
Pengadilan, yaitu Pengadilan Agama sebagai pengadilan
tingkat pertama dan Pengadilan Tinggi Agama sebagai
Pengadilan Tingkat Banding.
Pengadilan Agama sebagai pengadilan tingkat pertama,
berwenang mengadili perkara perkawinan, kewarisan, wasiat
dan hibah serta wakaf dan shadaqah.Sedangkan Pengadilan
Tinggi Agama berwenang mengadili perkara tersebut untuk
tingkat banding atau tingkat kasasi.
1.Pengadilan  Agama  bertugas  dan  berwenang  memeriksa
Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang No. 7 Tahun 1989
memutus,  dan menyelesaikan  perkara perkara  di  tingkat 
yang mengatakan bahwa : pertama  antara  orang-orang  yang beragama Islam di
bidang:
“Peradilan  Agama  merupakan  salah  satu  pelaksana 
a. perkawinan;
kekuasaan  kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang b. kewarisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan
hukum Islam;
beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang
c.  wakaf dan shadaqah.
diatur dalam Undang-undang.”
2.Bidang  perkawinan  sebagaimana  yang  dimaksud  dalam 
Dari pasal tersebut ditentukan bahwa Peradilan Agama
ayat  (1)  huruf  a  ialah hal - hal  yang  diatur  dalam  atau 
ditentukan untuk rakyat pencari keadilan yang beragama berdasarkan  undang-undang mengenai perkawinan yang
berlaku.
Islam. Ini sesuai dengana asas Personalitas KeIslaman.
Dan perkara-perkara yang menjadi cakupan kekuasaan 3.Bidang  kewarisan  sebagaimana  yang  dimaksud  dalam 
ayat  (1)  huruf  b  ialah penentuan  siapa-siapa  yang 
Peradilan Agama adalah sesuai pasal 49 UU No. 7 Th. 89:
menjadi  ahli  waris,  penentuan  mengenai 
hartapeninggalan,  penentuan  bagian  masing-masing  ahli 
waris,  dan  melaksanakan pembagian harta peninggalan
tersebut.
 
Cakupan Kekuasaan Badan-Badan Peradilan Agama
Bidang
Yang menjadi kekuasaan mutlak Pengadilan Agama adalah perkara perkawinan sebagaimana diatur
Perkawinan
UU No. 1 Th. 74 dan PP No. 9 Th. 75. Perkara-perkara perkawinan dimaksudadalah:
1)  izin beristri lebih dari seorang;
2)   izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun dalam
hal orang tua atau wali atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat;
3) Dispensasi kawin;
4) Pencegahan Perkawinan;
5)  Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah;
6) Pembatalan perkawinan;
7)  Gugatan kelalaian atas kewajibans suami atau istri;
8) Perceraian karena talak;
9)  Gugatan perceraian;
10)  Penyelesian harta bersama;
11)  Penguasaan anak-anak;
12)  ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan bilamana bapak yang seharusnya
bertangung jawabt tidak memenuhinya;
Bidang 13)  Penentuan kewajiban memberi biaya peng-hidupan oleh suami kepada bekas istri atau penentuan suatu
Perkawinan kewajiban bagi bekas istri;
14)  Putusan tentang sahat atau tidaknya seorang anak;
15)  Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua;
16)  Pencabutan kekuasaan wali;
17)  Penunjukkan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut;
18)  Menunjuk seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18 (delapan belas) tahun yang
ditinggal kedua orang tuanya padahal tidak ada penunjukkan wali oleh orang tuanya;
19)  Pembebanan kewajiban ganti kerugian terhadap wali yang telah menyebabkan kerugian atas harta
benda anak yang ada di bawah kekuasaannya;
20)  Penetapan asal usul seorang anak;
21)  Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campuran;
22)  Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-UndangNomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain.
23)  Penetapan Wali Adlal;
24)  Perselisihan penggantian mahar yang hilang sebelum diserahkan
Bidang
Kewarisan, “waris” adalah penentuan siapa yang “wasiat” adalah perbuatan “hibah” adalah pemberian
menjadi ahliwaris, penentuan seseorang memberikan suatu suatu benda secara suka rela
Wasiat, Hibah
mengenai harta peninggalan, benda atau manfaat kepada dan tanpa imbalan dari
penentuan bagian masing-masing ahli orang lain atau seseorang atau badan hukum
waris, dan melaksanakan pembagian lembaga/badan hukum, yang kepada orang lain atau badan
harta peninggalan tersebut, serta berlaku setelah yang hukum untuk dimiliki
penetapan pengadilan atas
memberi tersebut meninggal
permohonan seseorang tentang
dunia. KewenanganPeradilan
penentuan siapa yang menjadi ahli
Agama adalah bila wasiat
waris, penentuan bagian masing-
dan hibah dilakuakan
masing ahli waris.
berdasarkan hukum Islam
Pada permasalahan waris ini umat
Islam diberi hak opsi atau diberi
kebebasan untuk memilih Pengadilan
Agama atau Pengadilan Negeri.
Bidang Wakaf
dan Sedekah  “wakaf’ adalah perbuatan seseorang atau “shadaqah” adalah perbuatan seseorang memberikan
sekelompok orang (wakif) untuk memisahkan sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum

dan/atau menyerahkan sebagian harta benda secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu

miliknya untuk dimanfaatkan selamany aata dan jumlah tertentu dengan mengharap ridho Allah

uuntuk jangka waktu tertentu sesuai dengan SubhanahuWata’ala dan pahala semata

kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau


kesejahteraan umum menurut syari’ah.
Cakupan kekuasaan mutlak Pengadilan Agama
tidak meliputi sengketa hak milik. Ini
merupakan salah satu masalah yang berkaitan
dengan tidak penuhya kekuasaan Peradilan
Agama
Setelah ditetapkannya Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1989.
Terjadi beberapa perubahan yaitu :
- Pada Bidang Perkawinan
Cakupan kekuasaan mutlak Peradilan Agama tetap
- Bidang Kewarisan, Wasiat dan Hibah
Ada dua macam perubahan mendasar di bidang ini:
1)  Tidak lagi mencantumkan syarat “yang diberlakukan hukum Islam”
2)  Hak Opsi di bidang kewarisan di hapuskan
-  Zakat dan Infak
Merupakan dua bidang perkara baru yang menjadi keekuasaan Peradilan Agama.
-  Ekonomi Syariah
Kekuasaan Peradilan Agama di bidang ini sesuai penjelasan pasal 50 huruf i
KEKUASAAN RELATIF PERADILAN AGAMA

Kekuasaan relatif (relative competentie) adalah kekuasaan


dan wewenang yang diberikan antara pengadilan dalam
lingkungan peradilan yang sama atau wewenang yang
berhubungan dengan wilayah hukum antar Pengadilan
Agama dalam lingkungan Peradilan Agama.
Seperti misal, antara Pengadilan Agama Bandung dengan
Pegadilan Agama Bogor.
Yurisdiksi relatif ini mempunyai arti penting  sehubungan dengan Pengadilan Agama mana
orang akan mengajukan perkaranya dan sehubungan hak eksepsi tergugat. Maka menurut teori
umum hukum acara perdata PeradilanUmum, apabila penggugat mengajukan gugatannya ke
Pengadilan Negeri mana saja, diperbolehkan dan pengadilan tersebut masing-masing boleh
memeriksa dan mengadili perkaranya sepanjang tidak ada eksepsi (keberatan) dari pihak
lawannya. Juga boleh saja orang (baik penggugat maupun tergugat) memilih untuk berperkara
di muka Pengadilan Negeri mana saja yang merekasepakati.
Thanks!

Any questions?

Anda mungkin juga menyukai